Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Minggu, 21 Mei 2017

Membangun mesjid Dengan uang ZAKAT

Membangun mesjid
Dengan uang ZAKAT

Keterangan dari kitab:

1. Bughyatul Mustarsyidin halaman 106
َ
ﻻ ﺷَﻴْﺌًﺎ ُﻳَﺴْﺘَﺤِﻖّ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓِ ُﺍﻟْﻤَﺴْﺠِﺪ ﻻَ ﺇِﺫْ ﻣُﻄْﻠَﻘًﺎ ﺇِﻻَّ ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﺻَﺮْﻓُﻬَﺎ ﻣُﺴْﻠِﻢٍ ﻟِﺤُﺮٍّ ]

“Masjid sama sekali tidak berhak menerima zakat sama sekali, sebab zakat itu penyalurannya tidak boleh kecuali untuk orang muslim yang merdeka."

2. Al Mizan al Kubra juz II halaman 13:
َ
ﻖَﻔَّﺗِﺍ ﺃَﻧَّﻪُ ﺍْﻷَﺭْﺑَﻊَﺓُ ﺍْﻷَﺋِﻢَّﺓُ ﺇِﺧْﺮَﺍﺝُ ﻻَ ﻋَﻠَﻰ ﻳَﺠُﻮْﺯُ ﻣَﻴِّﺖٍ ﺗَﻜْﻔِﻴْﻦِ ﺃَﻭْ ﻣَﺴْﺠِﺪٍ ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓِ ﻟِﺒِﻨَﺎﺀِ

“Imam empat madzhab sepakat bahwa tidak diperbolehkan mengeluarkan zakat untuk membangun mesjid atau mengkafani orang mati.

3. Murah Labid li Kasyfi Ma'na al Quraan al Majiid juz I halaman 344:
َ
ﻭ ﻋَﻦْ ﻧَﻘَﻞَ ﺃَﻧَّﻬُﻢْ ﺍﻟْﻔُﻘَﻬَﺎﺀِ ﺑَﻌْﺾِ ُﺍﻟْﻘَﻔَّﺎﻝ ﺃَﺟَﺎﺯُﻭْﺍ ﺻَﺮْﻑَ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺎﺕِ ﻭُﺟُﻮْﻩِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻣِﻦْ ﺟَﻤِﻴْﻊٍ ﺗَﻜْﻔِﻴْﻦِ ﺍﻟْﻤَﻮْﺗَﻰ ﻭَ ﺑِﻨَﺎﺀِ ِﺍﻟْﺤُﺼُﻮْﻥ ﻋِﻤَﺎﺭَﺓِ ﻭَ ﺳَﺒِﻴْﻞِ "ﻓِﻲ ﺗَﻌَﻻَﻰ: ﻗَﻮْﻟَﻪُ ﻷَﻥَّ ﺍﻟْﻤَﺴَﺎﺝِﺩِ ﺍﻟﻠﻪِ" ﺍﻟْﻜُﻞِّ ﻋَﺎﻡٌ ﻓِﻰ .

"“Imam al-Qaffal mengutip dari sebagian ulama fiqh bahwasannya mereka memperbolehkan penggunaan hasil shadaqah/zakat bagi semua jalur kebaikan, seperti pengkafanan mayit, pembangunan benteng dan imarah (pengelolaan) masjid, karena firman Allah “fi sabilillah” bersifat umum mencakup keseluruhan (jalur kebaikan)”.

4. Qurrah al 'Ain halaman 73:

ﺍﻥ ﺍﻟﻌﻤﻞ ﺍﻟﻤﻘﺎﺑﻞ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﺑﺎﻟﻘﻮﻝ ﻟﻠﺠﻤﻬﻮﺭ ﺍﻟﺬﻱ ﺫﻫﺐ ﺑﻦ ﺍﻟﻴﻪ ﺍﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ﻭﺍﺳﺤﺎﻕ ﺭﻫﺎﻭﻳﻪ ﻓﻲ ﺳﻬﻢ ﺍﺧﺬ ﻣﻦ ﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻮﺍﺟﺒﺔ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻋﻠﻰ ﺍﻏﻨﻴﺎﺀ ﻟﻼ ﺳﺘﻌﺎﻧﺔ ﻋﻠﻰ ﺗﺎﺀﺳﻴﺲ ﺍﻟﻤﺪﺍﺭﺱ ﺍﻟﺪ ﺻﺎﺭ ﻭﺍﻟﻤﻌﺎﻫﺪ ﻳﻨﻴﺔ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺘﻌﻴﻦ0

Sungguh praktek sekarang ini dengan qaul muqabil jumhur, yang menjadi pendapat Imam Ahmad bin Hanbal dan Ishaq bin Rahawaih perihal pengambilan bagian sabilillah yang diperoleh dari zakat wajib orang-orang kaya muslim untuk membantu pendirian sekolah- sekolah dan lembaga-lembaga keagamaan, maka praktek itu menjadi suatu keharusan

5. Al Fatawa al Syari'ah wa al Buhuts al islamiyyah, Muhammad Mahluf, jilid I halaman 297:

ﺇﻥ ﻣﻦ ﻣﺼﺎﺭﻑ ﺍﻟﺜﻤﺎﻧﻴﺔ ﺍﻟﺰﻛﺎﺓ ﻓﻰ ﺍﻟﻤﺬﻛﻮﺭﺓ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ: {ﺇﻧﻤﺎ ﺍﻟﺼﺪﻗﺎﺕ ﺁﺧﺮ ﻟﻠﻔﻘﺮﺍﺀ} ﺇﻟﻰ ﺍﻵﻳﺔ {ﻓﻰ ﺇﻧﻔﺎﻗﻬﺎ ﺍﻟﻠﻪ} ﺳﺒﻴﻞ ﻭﺳﺒﻴﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺎﻡ ﺟﻤﻴﻊ ﻳﺸﻤﻞ ﻭﺟﻮﻩ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻣﻦ ﺗﻜﻔﻴﻦ ﻭﺑﻨﺎﺀ ﻭﻋﻤﺎﺭﺓ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﺍﻟﺤﺼﻮﻥ ﺍﻟﻤﺴﺎﺟﺪ ﻭﺗﺠﻬﻴﺰ ﺍﻟﻐﺰﺍﺓ ﻓﻰ ﺃﺷﺒﻪ ﺍﻟﻠﻪ، ﺳﺒﻴﻞ ﻭﻣﺎ ﺫﻟﻚ ﻣﻤﺎ ﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻓﻴﻪ ﻣﺼﻠﺤﺔ ﻋﺎﻣﺔ ﻛﻤﺎ ﺩﺭﺝ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻔﻘﻬﺎﺀ ﻭﺍﻋﺘﻤﺪﻩ ﻣﻦ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﻘﻔﺎﻝ ﻭﻧﻘﻠﻪ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻴﺔ ﻋﻨﻪ ﺍﻟﺮﺍﺯﻯ ﻓﻰ ﺗﻔﺴﻴﺮﻩ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺬﻯ ﻧﺨﺘﺎﺭﻩ ﻟﻠﻔﺘﻮﻯ

Sungguh termasuk penyaluran ke delapan golongan penerima zakat seperti yang tertera dalam firman Allah SWT :

“Zakat itu hanya untuk orang-orang fakir…(Al Taubah: 60) adalah untuk sabilillah Sedangkan sabilillah itu mencakup semua sektor sosial, seperti mengkafani mayat, membangun benteng, merehab mesjid, dan pembekalan prajurit yang akan berperang serta lainnya yang membuat kepentingan umum umat Islam. Sebagaimana sebagian ahli fiqh telah memasukkan sektor sosial tersebut ke dalam kategori sabilillah dan dipedomani Imam Al-Qaffal dari kalangan Syafi’iyyah serta dinukil al-Razi dalam tafsirnya yang menjadi pilihan kami dalam berfatwa .

Sumber: Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika aktual Hukum Islam halaman 378 s/d 380

Wallaahu A'lam
http://www.piss-ktb.com/.../1807-kategori-sabilillah.html...

LINK DISKUSI :
https://www.facebook.com/groups/545259458845146?view=permalink&id=615755978462160&refid=18&_ft_

Kamis, 18 Mei 2017

Menyambut ramadhan

10 BEKAL MENYAMBUT RAMADHAN

"Barang siapa yang bergembira atas datangnya Ramadhan, Allah telah mengharamkan jasadnya dari api neraka"

(HR. An-Nasa'i)

1. Berdoalah agar Allah swt. memberikan kesempatan kepada kita untuk bertemu dengan bulan Ramadan dalam keadaan sehat wal afiat.

Dengan keadaan sehat, kita bisa melaksanakan ibadah secara maksimal di bulan itu, baik puasa, shalat, tilawah, dan dzikir. Dari Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Rasulullah saw. apabila masuk bulan Rajab selalu berdoa, ”Allahuma bariklana fii rajab wa sya’ban, wa balighna ramadan.” Artinya, ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan Sya’ban; dan sampaikan kami ke bulan Ramadan. (HR. Ahmad dan Tabrani)

Para salafush-shalih selalu memohon kepada Allah agar diberikan karunia bulan Ramadan; dan berdoa agar Allah menerima amal mereka. Bila telah masuk awal Ramadhan, mereka berdoa kepada Allah, ”Allahu akbar, allahuma ahillahu alaina bil amni wal iman was salamah wal islam wat taufik lima tuhibbuhu wa tardha.” Artinya, ya Allah, karuniakan kepada kami pada bulan ini keamanan, keimanan, keselamatan, dan keislaman; dan berikan kepada kami taufik agar mampu melakukan amalan yang engkau cintai dan ridhai.

2. Bersyukurlah dan puji Allah atas karunia Ramadan yang kembali diberikan kepada kita.

Al-Imam Nawawi dalam kitab Adzkar-nya berkata, ”Dianjurkan bagi setiap orang yang mendapatkan kebaikan dan diangkat dari dirinya keburukan untuk bersujud kepada Allah sebagai tanda syukur; dan memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan keagungannya.” Dan di antara nikmat terbesar yang diberikan Allah kepada seorang hamba adalah ketika dia diberikan kemampuan untuk melakukan ibadah dan ketaatan. Maka, ketika Ramadan telah tiba dan kita dalam kondisi sehat wal afiat, kita harus bersyukur dengan memuji Allah sebagai bentuk syukur.

3. Bergembiralah dengan kedatangan bulan Ramadan.

Rasulullah saw. selalu memberikan kabar gembira kepada para shahabat setiap kali datang bulan Ramadan, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadan, bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa. Pada bulan itu Allah membuka pintu-pintu surga dan menutup pintu-pintu neraka.” (HR. Ahmad).

Salafush-shalih sangat memperhatikan bulan Ramadan. Mereka sangat gembira dengan kedatangannya. Tidak ada kegembiraan yang paling besar selain kedatangan bulan Ramadan karena bulan itu bulan penuh kebaikan dan turunnya rahmat.

4. Rancanglah agenda kegiatan untuk mendapatkan manfaat sebesar mungkin dari bulan Ramadan.

Ramadhan sangat singkat. Karena itu, isi setiap detiknya dengan amalan yang berharga, yang bisa membersihkan diri, dan mendekatkan diri kepada Allah.

5. Bertekadlah mengisi waktu-waktu Ramadan dengan ketaatan.

Barangsiapa jujur kepada Allah, maka Allah akan membantunya dalam melaksanakan agenda-agendanya dan memudahnya melaksanakan aktifitas-aktifitas kebaikan. “Tetapi jikalau mereka benar terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” [Q.S. Muhamad (47): 21]

6. Pelajarilah hukum-hukum semua amalan ibadah di bulan Ramadan.

Wajib bagi setiap mukmin beribadah dengan dilandasi ilmu. Kita wajib mengetahui ilmu dan hukum berpuasa sebelum Ramadan datang agar puasa kita benar dan diterima oleh Allah.

“Tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui,” begitu kata Allah di Al-Qur’an surah Al-Anbiyaa’ ayat 7.

7. Sambut Ramadan dengan tekad meninggalkan dosa dan kebiasaan buruk.

Bertaubatlah secara benar dari segala dosa dan kesalahan. Ramadan adalah bulan taubat. “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung.” [Q.S. An-Nur (24): 31]

8. Siapkan jiwa dan ruhiyah kita dengan bacaan yang mendukung proses tadzkiyatun-nafs.

Hadiri majelis ilmu yang membahas tentang keutamaan, hukum, dan hikmah puasa. Sehingga secara mental kita siap untuk melaksanakan ketaatan pada bulan Ramadan.

9. Siapkan diri untuk berdakwah di bulan Ramadhan dengan:

– buat catatan kecil untuk kultum tarawih serta ba’da sholat subuh dan zhuhur.
– membagikan buku saku atau selebaran yang berisi nasihat dan keutamaan puasa.

10. Sambutlah Ramadan dengan membuka lembaran baru yang bersih.

Kepada Allah, dengan taubatan nashuha. Kepada Rasulullah saw., dengan melanjutkan risalah dakwahnya dan menjalankan sunnah-sunnahnya. Kepada orang tua, istri-anak, dan karib kerabat, dengan mempererat hubungan silaturrahmi. Kepada masyarakat, dengan menjadi orang yang paling bermanfaat bagi mereka. Sebab, manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Selasa, 16 Mei 2017

Kodlo shalat

إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا “Sesungguhnya shalat merupakan kewajiban bagi orang beriman yang telah ditetapkan waktunya.” (QS. An-Nisa: 103). Muqaddimah Shalat fardhu yang tidak dilaksanakan pada waktunya baik karena ketiduran atau lupa, maka hukumnya wajib diqadha pada waktu yang lain segera setelah dia ingat. Kecuali bagi wanita haid dan nifas maka sholat yang ditinggalkan tidak boleh diqadha bahkan haram. Hal ini berdasarkan sabda Rosululloh saw, مَنْ نَامَ عَنْ صَلاَةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ “Barangsiapa yang meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka hendaknya ia melakukan salat setelah ingat dan tidak ada kafarat (pengganti) selain itu.” (HR. Bukhori Muslim) Para ulama kaum muslimin telah bersepakat bahwa shalat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang baligh, berakal, suci yaitu tidak dalam keadaan haidh maupun nifas, tidak dalam keadaan gila atau kehilangan kesadaran. Shalat adalah ibadah badaniyah yang tidak ada penggantinya, maka tidak boleh seseorang melakukan shalat untuk orang lain.. Orang yang meninggalkan shalat maka wajib atasnya hukuman baik di akherat maupun di dunia. Adapun hukum di akherat, sebagaimana firman Allah swt : مَا سَلَكَكُمْ فِي سَقَرَ ﴿٤٢﴾ قَالُوا لَمْ نَكُ مِنَ الْمُصَلِّينَ ﴿٤٣﴾ Artinya “Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat.” (QS. Al Mudatsir : 42 – 43) فَوَيْلٌ لِّلْمُصَلِّينَ ﴿٤﴾ الَّذِينَ هُمْ عَن صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ ﴿٥﴾ Artinya : “Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya.” (QS. Al Ma’un : 4 – 5) Sabda Rasulullah saw,”Barangsiapa yang meninggalkan shalat secara sengaja maka telah lepas tanggung jawab Allah dan Rasul-Nya atas dirinya.” (HR. Ahmad) Pengertian Qadha’ ? 1. Ada’ [arab: أداء] : melaksanakan shalat pada waktu yang telah ditentukan. Inilah cara mengerjakan shalat dalam kondisi normal, sebagaimana jadwal shalat yang telah dimaklumi bersama. 2. Qadha [arab: قضاء] : melaksanakan shalat setelah batas waktu yang ditetapkan. Ini hanya boleh dikerjakan dalam kondisi tertentu, yang nanti akan dibahas. 3. I’adah [arab: إعادةُ] : Mengulangi shalat wajib, karena shalat sebelumnya dinilai batal dengan sebab tertentu, namun masih dalam rentang waktu shalat. Misal, orang shalat dzuhur tanpa bersuci karena lupa, kemudian dia mengulangi shalat tersebut sebelum waktu dzuhur selesai. 4. Jamak : melaksanakan shalat yang digabungkan dengan shalat sebelumnya atau sesudahnya. Jamak hanya boleh dilakukan dengan syarat dan ketentuan tertentu, Anjuran Segera Mengqadha’ Shalat ? مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا “Barang siapa yang kelupaan shalat atau tertidur sehingga terlewat waktu shalat maka penebusnya adalah dia segera shalat ketika ia ingat.” (HR. Bukhari dan Muslim). أَمَا إِنَّهُ لَيْسَ فِيَّ النَّوْمِ تَفْرِيطٌ، إِنَّمَا التَّفْرِيطُ عَلَى مَنْ لَمْ يُصَلِّ الصَّلَاةَ حَتَّى يَجِيءَ وَقْتُ الصَّلَاةَ الْأُخْرَى، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلْيُصَلِّهَا حِينَ يَنْتَبِهُ لَهَا “Sesungguhnya ketiduran bukan termasuk menyia-nyiakan shalat. Yang disebut menyia-nyiakan shalat adalah mereka yang menunda shalat, hingga masuk waktu shalat berikutnya. Siapa yang ketiduran hingg telat shalat maka hendaknya dia laksanakan ketika bangun…” (HR. Muslim) Hukum Mengqadha’ Shalat ? Ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Mayoritas ulama berpendapat, dia tetap wajib mengqadha shalatnya dan dia berdosa karena perbuatannya, selama belum sungguh-sungguh bertaubat. Sementara pendapat yang dikuatkan syaikhul islam, qadha shalat yang dia kerjakan tidak sah, karena berarti dia melaksanakan shalat di luar waktu tanpa udzur (alasan) yang dibolehkan. Syaikhul Islam mengatakan, وتارك الصلاة عمدا لا يشرع له قضاؤها ، ولا تصح منه ، بل يكثر من التطوع ، وهو قول طائفة من السلف “Orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, tidak disyariatkan meng-qadhanya. Dan jika dilakukan, shalat qadhanya tidak sah. Namun yang dia lakukan adalah memperbanyak shalat sunah. Ini meruapakan pendapat sebagian ulama masa silam.” (Al-ikhtiyarot, hlm. 34). فإن حصل للمسلم عذر كالنوم والنسيان ولم يتمكن من فعل الصلاة في وقتها ، فإنه يجب عليه إذا زال العذر أن يقضي الصلاة ، ولو كان ذلك في وقت من أوقات النهي . وهو قول جمهور العلماء . انظر : المغني (2/515) Jika seorang muslim memiliki udzur, seperti ketiduran atau kelupaan, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan shalat pada waktunya, maka wajib baginya untuk mengqadha shalat ketika sudah sadar, meskipun di waktu yang terlarang. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Simak Al-Mughni (2/515). (Fatawa Islam, no. 20013) Dalam Fatwa Sayabakah Islamiyah dinyatakan, فمن صلى بغير وضوء ناسياً، ثم تذكر ذلك ولو بعد خروج وقت الصلاة، توضأ وأعاد صلاته ولا إثم عليه ما دام فعل ذلك نسياناً، لقوله صلى الله عليه وسلم ” إن الله تجاوز عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه ” رواه ابن ماجه والبيهقي وغيرهما “Orang yang shalat tanpa wudhu karena lupa, kemudian dia baru teringat, meskipun sudah keluar waktu shalat, dia harus berwudhu dan mengulangi shalatnya. Dia tidak berdosa, selama itu dilakukan karena lupa. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah meangampuni kesalahan umatku karena keliru, lupa, atau dipaksa.” HR. Ibnu Majah, Baihaqi dan yang lainnya. (Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 27116) 1.Shalat fardhu yang tidak dilaksanakan pada waktunya baik karena ketiduran atau lupa, maka harus diganti pada waktu yang lain segera setelah dia ingat. Kecuali bagi wanita haid dan nifas (keluar darah setelah melahirkan). Berdasarkan hadits sahih: مَنْ نَامَ عَنْ صَلاَةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ Barangsiapa yang meninggalkan shalat karena tertidur atau lupa, maka hendaknya ia melakukan salat setelah ingat dan tidak ada kafarat (pengganti) selain itu. (H.R. Bukhari dan Muslim) Di hadits lain Nabi bersabda: إذا نسِيَ أحدٌ صلاةً أو نام عنها فلْيَقضِها إذا ذكَرها Artinya: Apabila seseorang tidak solat karena lupa atau tertidur, maka hendaknya dia mengqodho ketika ingat. Berdasarkan kedua hadits di atas, mayoritas (jumhur) ulama fiqh dari keempat madzhab berpendapat bahwa (a) wajib mengqadha shalat karena meninggalkan salat itu dosa dan mengqadha (mengganti)-nya itu wajib; (b) sangat dianjurkan memohon ampun pada Allah (istighfar), bertaubat dan memperbanyak salat sunnah. 2. Adapun waktu meng-qadha shalat adalah sesegera mungkin saat seseorang ingat. Kalau, misalnya tidak melakukan shalat subuh kemudian ingat pada saat solat dzuhur, maka ia harus mendahulukan shalat qadha-nya yakni solat subuh, baru kemudian shalat dhuhur. Kecuali apabila waktu shalat dhuhur-nya sangat sempit sehingga kalau mendahulukan qadha maka dhuhurnya akan ketinggalan. Dalam kasus seperti ini, maka shalat dhuhur didahulukan. Imam Nawawi (Yahya bin Syaraf Abu Zakariya An Nawawi) dalam kitabnya Syarh an-Nawawi 'ala-l Muslim شرح النووي على مسلم mengomentari hadits seputar qodho solat demikian: حاصل المذهب : أنه إذا فاتته فريضة وجب قضاؤها ، وإن فاتت بعذر استحب قضاؤها على الفور ويجوز التأخير على الصحيح . وحكى البغوي وغيره وجها : أنه لا يجوز وإن فاتته بلا عذر [ ص: 308 ] وجب قضاؤها على الفور على الأصح ، وقيل : لا يجب على الفور ، بل له التأخير ، وإذا قضى صلوات استحب قضاؤهن مرتبا ، فإن خالف ذلك صحت صلاته عند الشافعي ومن وافقه سواء كانت الصلاة قليلة أو كثيرة Kesimpulan madzhab (atas hadits qadha): bahwasanya apabila tertinggal satu solat fardhu, maka wajib mengqadh-nya. Apabila tertinggal shalat karena udzur, maka disunnahkan mengqadha-nya sesegera mungkin tapi boleh mengakhirkan qadha menurut pendapat yang sahih. Imam Baghawi dan lainnya menceritakan suatu pendapat: bahwasanya tidak boleh mengakhirkan qadha. Kalau lalainya solat tanpa udzur, maka wajib mengqadha sesegera mungkin menurut pendapat yang lebih sahih. Menurut pendapat lain, tidak wajib menyegerakan qadha. Artinya, boleh diakhirkan. Dan apabila meng-qadha beberapa solat fardhu, maka disunnahkan mengqadha-nya secara urut. Apabila tidak dilakukan secara berurutan, maka solatnya tetap sah menurut Imam Syafi'i dan yang sepakat dengannya baik solat yang tertinggal sedikit atau banyak. Para ulama memberikan penjelasan bahwa bila ia tidak melaksanakan shalatnya dengan segera tanpa adanya udzur (halangan syar’i), maka ia wajib melaksanakan dengan segera. Bahkan ia diharamkan melakukan kesunnahan. Bila ia tidak melaksanakan shalat karena ada udzur maka meng-qadha dengan segera hukumnya sunnah saja. Apakah wajib mengurutkan shalat yang ditinggalkan? Dalam hal ini para ulama merinci sebagai berikut: Pertama, sunnah mentertibkan apabila tidak melakukannya karena ada udzur. Contoh; seseorang tertidur sebelum masuk waktu Dhuhur dan ia bangun pada waktu shalat Isya', berarti ia meninggalkan shalat Dhuhur, Ashar dan Maghrib, maka dalam meng-qadhanya ia sunah mendahulukan shalat Dhuhur atas Ashar dan mendahulukan shalat Ashar atas shalat Maghrib Kedua, wajib tertib bila shalat yang ditinggalkan tidak karena ada udzur. Contoh; seseorang meninggalkan shalat Dhuhur dan Ashar karena tanpa ada udzur, misalnya tidur sudah masuk waktu shalat atau karena malas, maka dalam meng-qadhanya ia wajib mendahulukan shalat Dhuhur atas shalat Ashar. Namun, Imam Ramli berpendapat bahwa mentertibkan shalat yang ditinggalkan itu secara mutlak hukumnya sunnah, baik meninggalkannya karena ada udzur atau tidak, atau sebagian karena ada udzur dan sebagian yang lain tidak ada udzur, dan pendapat inilah yang dipilih Syaikh Zainuddin Al-Malibari, pengarang kitab Qurratul Ain bi Muhimmati ad-Din. Dalam Kitab Safinatunnaja hal 45 dikatakan, “Udzurnya sholat hanya ada dua : Karena tidur; dan karena lupa.” حاصل المذهب : أنه إذا فاتته فريضة وجب قضاؤها ، وإن فاتت بعذر استحب قضاؤها على الفور ويجوز التأخير على الصحيح . وحكى البغوي وغيره وجها : أنه لا يجوز وإن فاتته بلا عذر وجب قضاؤها على الفور على الأصح ، وقيل : لا يجب على الفور ، بل له التأخير ، وإذا قضى صلوات استحب قضاؤهن مرتبا ، فإن خالف ذلك صحت صلاته عند الشافعي ومن وافقه سواء كانت الصلاة قليلة أو كثيرة “Kesimpulan madzhab (atas hadits qadha): bahwasanya apabila tertinggal satu solat fardhu, maka wajib mengqadh-nya. Apabila tertinggal shalat karena udzur, maka disunnahkan mengqadha-nya sesegera mungkin tapi boleh mengakhirkan qadha menurut pendapat yang sahih. Imam Baghawi dan lainnya menceritakan suatu pendapat: bahwasanya tidak boleh mengakhirkan qadha apabila lalainya solat tanpa udzur, maka wajib mengqadha sesegera mungkin menurut pendapat yang lebih sahih. Menurut pendapat lain, tidak wajib menyegerakan qadha. Artinya, boleh diakhirkan. Dan apabila meng-qadha beberapa solat fardhu, maka disunnahkan mengqadha-nya secara urut. Apabila tidak dilakukan secara berurutan, maka solatnya tetap sah menurut Imam Syafi'i dan yang sepakat dengannya baik solat yang tertinggal sedikit atau banyak. “ (Kitab Syarh an-Nawawi 'ala-l Muslim hal 308) مباحث قضاء الصلاة الفائتة حكمه قضاء الصلاة المفروضة التي فاتت واجب على الفور سواء فاتت بعذر غير مسقط لها أو فاتت بغير عذر أصلا باتفاق ثلاثة من الأئمة ( الشافعية قالوا : إن كان التأخير بغير عذر وجب القضاء على الفور وإن كان بعذر وجب على التراخي “Hukum mengqadha shalat fardhu menurut kesepakatan tiga madzhab (Hanafi, Maliki dan Hanbali) adalah wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin baik shalat yang ditinggalkan sebab adanya udzur (halangan) atau tidak. Sedangkan menurut Imam Syafi’i qadha shalat hukumnya wajib dan harus dikerjakan sesegera mungkin bila shalat yang ditinggalkan tanpa adanya udzur dan bila karena udzur, qadha shalatnya tidak diharuskan dilakukan sesegera mungkin.” (Kitab Al-Fiqh ‘alaa Madzaahiba l-Arba’ah juz I hal 755) Mengqadha Sholat Bertahun-tahun ? Jika seseorang mempunyai hutang sholat dengan jumlah banyak, seperti tidak sholat selama bertahun-tahun maka dia harus mengqadha sholat sejumlah yang dia yakini telah meninggalkannya. شَكَّ فِى قَدْرِفَوَائِتَ عَلَيْهِ لَزِمَهُ الاِتْيَانُ بِكُلِّ مَالَمْ يَتَيَّقَنْ فِعْلَهُ كَمَا قَلَ اِبْنُ حَجَرٍوَمَ ر. وَقَالَ القَفَّالُ: يَقْضِى مَا تَحَقَّقَ تَرْكَهُ. "Seseorang yang ragu mengenai jumlah shalat-shalat yang ia tinggalkan, maka wajib baginya untuk melakukan shalat yang ia yakini telah meninggalkannya, hal ini sebagaimana pendapat Imam Ibnu Hajar dan Imam Romli, Imam Qoffal berkata: Dia harus mengqadla shalat sesuai apa yang telah yakin ia meninggalkanya." (Kitab Bughyatul Mustarsyidin hal 36)

Rabu, 03 Mei 2017

Meneliti kata INDONESIA

Subhanallah ...
Warga indonesia perlu baca ..:)

Benarkah, nama negara kita INDONESIA di beri nama sesuai dgn akronim para Wali (WALI SONGO) ? :

1. I - Ibrahim Malik/ Sunan Gresik
2. N - Nawai Macdhum / Sunan Bonang
3. D - Dorojatun R. Khosim/ Sunan Drajat
4. O - Oesman R. Djafar Sodiq/ Sunan Kudus
5. N - Ngampel R. Rahmat / Sunan Ampel
6. E - Eka Syarif Hidayatullah / Sunan Gunung Jati
7. S - Syaid Umar / Sunan Murya
8. I - Isyhaq Ainul Yaqin / Sunan Giri
9. A - Abdurahman R. Syahid / Sunan Kalijaga...

Bahkan yang lebih unik lagi, yg betikut ini :

“Kemerdekaan Indonesia Terdapat Pada Al-Quran Surah Al-Balad”

Pernahkah kita mengetahui bahwa INDONESIA ternyata lahir bukan karena suatu KEBETULAN..?

Setiap sesuatu, ada saatnya, ada masanya & bukan suatu kebetulan semata..!!!

Begitu pula untuk negeri kita ini…
Kata “INDONESIA” tentu kita sdh tdk asing lagi,Tapi pernahkah iseng2 kita hitung huruf2 yang ada di kata “INDONESIA”…

Kalau belum pernah, mari kita coba hitung2an…

I = 9
N = 14
D = 4
O = 15
N = 14
E = 5
S = 19
I = 9
A = 1

Mari kita Coba teliti, dari sekian banyak angka, angka yg muncul hanya angka…”9, 1, 4 & 5”.

Ternyata angka ini sama dgn angka tahun Kemerdekaan “INDONESIA 1945”.

Tentunya angka ini bukan KEBETULAN,tapi angka ini memang sudah ditentukan di takdir kan oleh ALLAH SWT.

Angka atau Nomor cantik ini memang “dipersembahkan” khusus utk bangsa INDONESIA tercinta ini.

Sekarng kita lanjutkan lagi,coba angka2 yg diatas tadi kita JUMLAH kan.
Maka hasil penjumlahan kita itu akan dptkan angka “90”,Angka yang cukup SEMPURNA.

Apabila angka “90” kita hubungkan dengan nama surat dlm Al-qur’an : Terdpt pd surat apa angka “90” ?
Angka “90” tepat ada pada surat “Al-Balad” yang artinya “NEGERI”…

Ternyata bukan hanya kemerdekaan yang telah dipersiapkan, tapi INDONESIA juga telah dinyatakan dalam Al-Quran bahwa wilayah ini memang sebuah NEGERI yg penuh dengan Rahmat dan karunia ILLAHI…

Lihat lah Di dalam pembukaan atau mukadimah UUD 45 terdapat kalimat
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.”

Maha Benar Allah Dengan Segala FirmanNya..

salam NKRI HARGA MATI. dalam bingkai ISLAM RAHMATAN LILALAMIN

.......