Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Kamis, 31 Oktober 2019

10 Adzab Anak Durhaka

10 Adzab Anak Durhaka

Allah akan menimpakan Azab pada anak yang durhaka, berikut beberapa azab untuk anak yang durhaka kepada ibunya :

1.Dibenci Allah SWT
Dalam sebuah hadits telah diriwayatkan : “Ridha Allah tergantung pada ridha orangtua, dan murkanya Allah tergantung pada murkanya orangtua.” (HR. Al-Hakim)

Maksud dari hadits tersebut adalah, Allah akan meridhai kita jika orang tua kita meridhainya, dan apabila orangtua kita murka kepada kita maka Allah pun begitu.

2.Didunia akan diberikan
azab atau hukuman
Seorang anak yang durhaka kepada ibunya tidak hanya mendapat dosa, namun Allah juga akan menimpakan azab dunia bagi mereka yang durhaka kepada ibunya.

Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW. pernah bersabda :
“Setiap dosa akan diakhirkan oleh Allah sekehendak-Nya sampai hari kiamat, kecuali dosa mendurhakai kedua orangtua. Sesungguhnya Allah akan menyegerakan (balasan) kepada pelakunya didalam hidupnya sebelum mati.”

3.Tidak diterima shalatnya oleh Allah SWT
Seorang anak yang durhaka shalatnya tidak akan diterima oleh Allah SWT, sebaik apapun dan sekhusyuk apapun, Allah akan tetap menolak sholat seorang anak yang durhaka. Dalam (HR. Abu Al-Hasan bin Makruf) telah dikatakan :

“Allah tidak akan menerima shalat orang yang dibenci kedua orangtuanya yang tidak aniaya terhadapnya.”

4.Dosa-dosanya tidak akan diampuni
Dari Aisyah r.a, Rasulullah SAW bersabda :

Dikatakan kepada orang yang durhaka kepada orangtua, “Berbuatlah sekehendakmu , sesungguhnya aku tidak akan mengampuni.” Dan dikatakan kepada orang yang berbakti kepada orangtua, “bahwa berbuatlah sekehendakmu, sesungguhnya aku mengampunimu.” (HR. Abu Nu’aim)

Dalam hadits tersebut jelas dikatakan oleh Rasulullah SAW. bahwa Allah dan Rasul tidak akan memberikan ampunan kepada seseorang yang durhaka terhadap orangtuanya.

5.Terhapus semua amal ibadahnya
Seseorang yang rajin beribadah namun dia durhaka kepada orangtuanya (ibu) maka segala amal ibadah yang telah dilakukannya akan terhapus. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits berikut :

“Ada tiga hal yang menyebabkan terhapusnya seluruh amal, yaitu syirik kepada Allah, durhaka kepada orangtua dan seorang alim yang dipermainkan oleh orang dungu.” (HR. Thabrani)

Dalam hadits tersebut dikatakan bahwa Allah SWT akan menghapus amal orang yang melakukan perbuatan syirik dalam Islam, seorang alim(berilmu) yang dipermainkan oleh orang dungu dan seorang yang anak durhaka dalam Islam.

6.Diharamkan mencium wanginya surga
Allah mengharamkan seseorang yang durhaka kepada orangtuanya untuk mencium wanginya surga. Seperti yang dikatakan dalam hadits berikut :

“Sesungguhnya aroma surga itu tercium dari jarak perjalanan seribu tahun, dan demi Allah tidak akan mendapatinya barang siapa yang durhaka kepada orangtuanya.” (HR. Thabrani)

7.Tidak akan masuk surga
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan : “Ada tiga jenis orang yang diharamkan Allah masuk surga, yaitu pemabuk berat, pendurhaka terhadap kedua orangtua dan juga seorang dayyuts atau banci (orang yang merelakan kejahatan berlaku didalam keluarganya, merelakan istri dan anak perempuannya serong)” (HR. Nasa’I dan Ahmad)

8.Dapat disebut orang kafir
Dalam (HR. Muslim) dikatakn : “Jangan membenci kedua orangtuamu. Barang siapa orang yang mengabaikan kedua orangtuanya, maka dia kafir.”

9.Termasuk kedalam orang-orang yang merugi besar
Rasulullah SAW. bersabda :

“Sungguh kecewa dan hina, sungguh kecewa dan hina, sungguh kecewa dan hina orang yang mendapati orangtuanya atau salah satunya sampai tua, lantas ia tidak dapat masuk surga.” (HR. Muslim)

Maksud dari hadits tersebut adalah, seorang anak yang mendapati orangtuanya atau salah satunya sampai tua namun dia durhaka dan tidak berbakti pada orangtuanya, maka sesungguhnya dia adalah orang yang merugi dan hina.

10.Tidak termasuk dalam umat Nabi Muhammad SAW
Seorang anak yang durhaka kepada ibuya, maka dia bukanlah termasuk kedalam golongan Nabi Muhammad SAW.
karena Rasulullah telah memerintahkan kita untuk taat dan tidak durhaka kepada orangtua.

Salah satu kunci sukses dunia akhirat menurut Islam bagi orang muslim adalah doa dan restu orangtua. Islam menyuruh kita untuk berbakti kepada orangtua agar kita mendapatkan ridha Allah dan keutamaan-keutamaan berbakti kepada orangtua menurut Islam.

Sekian, semoga bermanfaat...

والله اعلم بالصواب

Selasa, 29 Oktober 2019

Umat Yang di Rindu Rosulullah

DIRINDU OLEH RASULULLAH SAW

YANG PANTAS DIRINDU OLEH RASULULLAH SAW

APAKAH  KITA TERMASUK SAUDARA YANG DIRINDU RASULULLAH?...

Suatu ketika berkumpullah Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam bersama sahabat-sahabatnya yang mulia. Di sana hadir pula sahabat paling setia, Abu Bakar ash-Shiddiq. Kemudian terucap dari mulut baginda yang sangat mulia: “Wahai Abu Bakar, aku begitu rindu hendak bertemu dengan ikhwanku (saudara-saudaraku).”

Suasana di majelis itu hening sejenak. Semua yang hadir diam seolah sedang memikirkan sesuatu. Lebih-lebih lagi sayidina Abu Bakar, itulah pertama kali dia mendengar orang yang sangat dikasihinya melontarkan pengakuan demikian.

“Apakah maksudmu berkata demikian, wahai Rasulullah? Bukankah kami ini saudara-saudaramu?”Abu Bakar bertanya melepaskan gumpalan teka-teki yang mulai memenuhi pikiran.

“Tidak, wahai Abu Bakar. Kamu semua adalah sahabat-sahabatku tetapi bukan saudara-saudaraku.” Suara Rasulullah bernada rendah.

“Kami juga saudaramu, wahai Rasulullah,” kata seorang sahabat yang lain pula.
Rasulullah menggeleng-gelangkan kepalanya perlahan-lahan sambil tersenyum. Kemudian Baginda bersabda,

“Saudara-saudaraku adalah mereka yang belum pernah melihatku tetapi mereka beriman denganku dan mereka mencintai aku melebihi anak dan orang tua mereka. Mereka itu adalah saudara-saudaraku dan mereka bersama denganku. Beruntunglah mereka yang melihatku dan beriman kepadaku dan beruntung juga mereka yang beriman kepadaku sedangkan mereka tidak pernah melihatku.” (Hadis Muslim)

Komentar Achmad Zuhdi Dh:

Mohon maaf, sejauh yang saya telusuridalam Kitab Muslim, tidak ada cerita seperti yang digambarkan dalam hadis tersebut. Saya menemukan cerita yang mirip dengan hadis tersebut di atas dalam hadis riwayat Ibn Asakir 30/137, dan dalam Kanzul Ummal, 14/48. Menurut Ibn Katsir, hadis tersebut dha'if (lemah).

Adapun hadis yang sahih riwayat Muslimadalah sebagai berikut:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَتَى الْمَقْبُرَةَ فَقَالَ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا قَالُوا أَوَلَسْنَا إِخْوَانَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ أَنْتُمْ أَصْحَابِي وَإِخْوَانُنَا الَّذِينَ لَمْ يَأْتُوا بَعْدُ فَقَالُوا كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتِ بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ فَقَالَ أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ أَلَا يَعْرِفُ خَيْلَهُ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ الْوُضُوءِ وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الْحَوْضِ أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ حَوْضِي كَمَا يُذَادُ الْبَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ أَلَا هَلُمَّ فَيُقَالُ إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah
mendatangi pekuburan lalu bersabda: "Semoga keselamatan terlimpahkah atas
kalian penghuni kuburan kaum mukminin, dan sesungguhnya insya Allah kami akan
bertemu kalian, " sungguh aku sangat gembira seandainya kita dapat melihat
saudara-saudara kita." ParaSahabat bertanya, 'Tidakkah kami semua saudara-saudaramu wahai Rasulullah?

Beliau menjawab dengan bersabda: "Kamu semua adalah sahabatku, sedangkan
saudara-saudara kita ialah mereka yang belum berwujud." Sahabat bertanya
lagi, 'Bagaimana kamu dapat mengenali mereka yang belum berwujud dari kalangan
umatmu wahai Rasulullah? ' Beliau menjawab dengan bersabda: "Apa pendapat
kalian, seandainya seorang lelaki mempunyai seekor kuda yang berbulu putih di
dahi serta di kakinya, dan kuda itu berada di tengah-tengah sekelompok kuda
yang hitam legam. Apakah dia akan mengenali kudanya itu? ' Para Sahabat
menjawab, 'Sudah tentu wahai Rasulullah.' Beliau bersabda lagi: 'Maka mereka
datang dalam keadaan muka dan kaki mereka putih bercahaya karena bekas wudlu.

Aku mendahului mereka ke telaga. Ingatlah! Ada golongan lelaki yang dihalangi

dari datang ke telagaku sebagaimana dihalaunya unta-unta sesat'. Aku memanggil
mereka, 'Kemarilah kamu semua'. Maka dikatakan, 'Sesungguhnya mereka telah menukar ajaranmu selepas kamu wafat'. Maka aku bersabda: "Pergilah jauh-jauh dari sini." (HR. Muslim No. 367).

Hadis riwayat Muslim tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah Saw sangat menginginkan bertemu dengan saudara-saudara muslim yang hidup sepeninggal beliau. Saudara muslim yang dimaksud adalah orang-orang yang meski hidup sepeninggal beliau, tetapi tetap berpegang teguh kepada ajaran yang telah disampaikan oleh beliau dalam al-Qur'an maupun al-Sunnah.

Dalam hadis Muslim tersebut juga diisyaratkan bahwa kelak ada seorang yang hidup sepeninggal beliau, tetapi tidak berpegang teguh dengan sunnah beliau, mereka bahkan berani merubah atau menukar ajaran beliau dengan ajaran yang lain. Terhadap orang-orang yang berani merubah ajaran-ajaran sunnah beliau, Nabi bersabda: "Pergilah jauh-jauh dari sini (telagaku)." (HR. Muslim No. 367). 

Dalam hadis riwayat Ahmad dari Abu Umamah, diterangkan bahwa orang yang hidup sepeninggal beliau, yang tidak pernah berjumpa dengan beliau tetapi beriman kepada beliau, maka kepada orang-orang seperti beliau katakan dengan kalimat "Beruntunglah!, kalimat ini diucapkan beliau hingga tujuh kali. Selengkapnya dapat dibaca dalam hadis berikut ini: 

 عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طُوبَى لِمَنْ رَآنِي وَآمَنَ بِي وَطُوبَى لِمَنْ آمَنَ بِي وَلَمْ يَرَنِي سَبْعَ مِرَارٍ                      

Dari Abu Umamah, Rasulullah Saw bersabda: Beruntunglah/Berbahagialah orang yang pernah melihatku kemudian beriman kepadaku, dan beruntunglah orang yang beriman kepadaku, padahal ia tidak pernah melihatku, hal ini diucapkan hingga tujuh kali (HR. Ahmad dan disahihkan oleh Al-Albani).

Semoga kita termasuk kelompok orang yang sanggup memegang teguh ajaran Rasulullah Saw yang termaktub dalam al-Qur'an dan al-Hadis, sehingga kita pantas menjadi orang-orang yang dirindukan oleh Rasulullah Saw.

Wallahu a'lam

Benar kita patutbersyukur di jadikan umat nabi Muhamad saw,

Maka tersebutlah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ad-Darimi , mereka meriwayatkan hadits Abu Jum’ah Al-Anshori,

قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ أَحَدٌ أَعْظَمُ مِنَّا أَجْرًا ؟ آمَنَّا بِكَ وَاتَّبَعْنَاكَ ، قَالَ : ” وَمَا يَمْنَعُكُمْ مِنْ ذَلِكَ وَالوَحْيُ يَنْزِلُ عَلَيْكُمْ وَأنا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ ؟ – بَلَي – قَوْمٌ يَأْتُونَ مِنْ بَعْدِكُمْ ، يَجِدُونَ كِتَابًا بَيْنَ لَوْحَين يُؤْمِنُونَ بِه ، وَيَعْمَلُونَ بِمَا فِيه ، أُولَئِكَ أَعْظمُ مِنكُمْ أَجْرًا ”

Aku (Abu Jum’ah Al-Anshori) berkata “Wahai Rasulullah, adakah suatu kaum yang pahalanya lebih besar daripada kami, kami beriman kepada engkau dan kami mengikuti engkau? Beliau bersabda, ‘Apa yang menghalangi kalian (untuk beriman kepadaku) sedang wahyu datang kepada kalian dari langit dan aku (Rasulullah) ada diantara kalian? Ya, akan ada suatu kaum yang akan datang sesudah kalian mereka mendapati kitabullah diantara dua lauh dan beriman kepadanyanya, mengamalkan isinya. Merekalah orang-orang yang lebih besar pahalanya dari kalian.”

Senada dengan hadits diatas imam Ahmad juga meriwayatkan hadits dari sahabat Abu Jum’ah al-Anshori;

تَغَدَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ قَالَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلْ أَحَدٌ خَيْرٌ مِنَّا أَسْلَمْنَا مَعَكَ وَجَاهَدْنَا مَعَكَ قَالَ نَعَمْ قَوْمٌ يَكُونُونَ مِنْ بَعْدِكُمْ يُؤْمِنُونَ بِي وَلَمْ يَرَوْنِي

kami keluar pada awal siang bersama Rasulullah dan bersama beliau Abu Ubaidah bin Al Jarrah. (Abu Jumu’ah radliyallahu’anhu) berkata; lalu (Abu Ubaidah bin Al Jarrah radliyallahu’anhu) berkata; “Wahai Rasulullah, apakah ada seseorang yang lebih baik dari kami, kami masuk Islam dan berjihad bersama anda?.” Beliau bersabda: “Ya, yaitu suatu kaum yang ada setelah kalian mereka beriman kepadaku padahal mereka belum pernah melihatku.”

Dalam hadits yang bersumber dari Anas bin Malik diceritakan bahwa Rasulullah pernah bersabda kepada Abu Bakar Ash-shiddiq ;

يَا أَبَا بَكْرٍ ! لَيْتَ أَنِّي لَقِيتُ إِخْوَانِي ، لَيْتَ أَنِّي لَقِيتُ إِخْوَانِي ، فَإِنِّي أُحِبُّهُمْ ” ، فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ! نَحْنُ إِخْوَانُكَ ! . قَالَ : ” أَنْتُمْ أَصْحَابِي ، إِخْوَانِي الَّذِينَ لَمْ يَرَوْنِي وَصَدَّقُونِي وَأَحَبُّونِي

“Wahai Abu Bakar, seandainya saja aku bertemu saudara-saudaraku, seandainya saja aku bertemu saudara-saudaraku” Abu Bakar berkata, “Bukankah kami saudara-saudaramu wahai Rasulullah?” Rasulullah bersabda, “Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudaraku adalah suatu kaum yang belum pernah melihat aku namun dia membenarkan aku dan mencintaiku?” (HR. Ahmad)

Wajar kalau sahabat beriman kepada Nabi karena mereka berada di sisi Nabi dan mereka menyaksikan turunnya wahyu. Adalah suatu hal yang luar biasa bagi orang-orang tidak pernah bertemu Nabi dan tidak hidup semasa dengan Nabi namun beriman kepada beliau. Rasulullah pun bersabda;

طُوبَى لِمَنْ رَآنِي وَآمَنَ بِي وَطُوبَى لِمَنْ آمَنَ بِي وَلَمْ يَرَنِي سَبْعَ مِرَارٍ

“Beruntunglah orang yang melihatku dan beriman padaku, beruntunglah orang yang beriman padaku namun tidak melihatku.” Beliau mengucapkannya tujuh kali.” (HR.. Ahmad)

Selasa, 22 Oktober 2019

Hukum Menjawab Adzan

Menjawab Adzan,
Saat Kita Sedang Makan

Bagaimana jika kita sedang makan terdengar adzan, bolehkah kita tidak menjawab adzan?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Ulama berbeda pendapat tentang hukum menjawab adzan. Pendapat yang lebih kuat adalah pendapat jumhur ulama – Malikiyah, Syafiiyah, dan Hanbali – bahwa menjawab adzan hukumnya anjuran dan tidak wajib.

An-Nawawi dalam al-Majmu’,

مذهبنا أن المتابعة سنة ليست بواجبة ، وبه قال جمهور العلماء ، وحكى الطحاوي خلافا لبعض السلف في إيجابها

Pendapat madzhab kami, bahwa mengikuti adzan hukumnya sunah dan tidak wajib. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Dan diceritakan oleh at-Thahawi adanya perbedaan dari sebagian ulama salaf yang mewajibkan menjawab adzan. (al-Majmu’ 3/127).

Dalam al-Mughni menukil keterangan Imam Ahmad,

وإن دخل المسجد فسمع المؤذن استحب له انتظاره ليفرغ، ويقول مثل ما يقول جمعا بين الفضيلتين. وإن لم يقل كقوله وافتتح الصلاة، فلا بأس. نص عليه أحمد

Jika orang masuk masjid dan mendengarkan adzan, dianjurkan untuk menunggu sampai selesai adzan, dan mengucapkan seperti yang diucapkan muadzin, sehingga dia mendapatkan dua keutamaan. Dan jika dia tidak menjawab adzan dan langsung memulai shalat (tahiyatul masjid), tidak masalah. Demikian yang ditegaskan Imam Ahmad. (al-Mughni, 1/311).

Diantara dalilnya adalah riwayat dari Tsa’labah bin AbdulMalik al-Quradzi, beliau menceritakan,

أنهم كانوا في زمان عمر بن الخطاب يُصَلُّون يوم الجمعة حتى يخرج عمر ، فإذا خرج عمر وجلس على المنبر وأذن المؤذنون؛ جلسنا نتحدث . فإذا سكت المؤذنون وقام عمر يخطب أنصتنا فلم يتكلم منا أحد

Di zaman Umar bin Khatab, mereka (sahabat dan tabiin) mengerjakan shalat sunah di hari jumat sampai Umar keluar. Ketika Umar keluar dan duduk di mimbar, dan muadzin mengumandangkan adzan, kami duduk sambil ngobrol. Ketika muadzin telah berhenti, Umar berdiri menyampaikan khutbah dan kami diam, tidak ada satupun yang berbicara di antara kami. (al-Muwatha’, 1/103).

Imam al-Albani menjelaskan hadis ini,

في هذا الأثر دليل على عدم وجوب إجابة المؤذن ، لجريان العمل في عهد عمر على التحدث في أثناء الأذان ، وسكوت عمر عليه

Dalam riwayat di atas terdapat dalil tidak wajibnya menjawab adzan. Karena praktek ini banyak terjadi di zaman Umar, mereka berbicara ketika adzan, dan Umar diam menyaksikan ini. (Tamam al-Minnah, hlm. 340).

Hanya saja, kita sangat menekankan agar kita menjawab adzan, meskipun sambil mengobrol atau berkegiatan lainnya. Karena

[1] Menjawab adzan memiliki keutamaan dan janji yang sangat besar.

Dari Umar bin Khatab Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَالَ الْمُؤَذِّنُ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، فَقَالَ أَحَدُكُمْ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ…مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ

“Jika muadzin mengucapkan, ‘Allahu akbar… Allahu akbar…’ lalu kalian menjawab, ‘Allahu akbar… Allahu akbar…’ (hingga akhir adzan).. dia ucapkan itu dari hatinya, maka akan masuk surga.” (HR. Muslim 385 dan Abu Daud 527).

[2] Sebagian sahabat, seperti Ibnu Mas’ud menilai, tidak menjawab adzan termasuk tindakan teledor.

أربع من الجفاء …، وأن يسمع المؤذن فلا يجيبه في قوله

“Ada 4 perbuatan yang termasuk sikap teledor (terhadap agama), (diantaranya),… ada orang mendengar muadzin, namun dia tidak menjawab ucapannya.” (Sunan al-Kubro, al-Baihaqi, no. 3552).

Demikian,
Allahu a’lam.

Senin, 21 Oktober 2019

Pemahaman Jalan Tengah Tentang Rebo wekasan

*بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله..اما بعد*...

_*PEMAHAMAN JALAN TENGAN TENTANG PENOMENA REBO AKHIIR/REBO WEKASAN*_
Silahkan *BACA* dengan Teliti dan hayati,
By : Ust Husni (ugm)

Pandangan Islam Tentang Rabu Wekasan

Untuk menyikapi masalah ini, kita perlu meninjau dari berbagai sudut pandang.

Pertama, rekomendasi sebagian ulama sufi (waliyullah) tersebut didasari pada ilham. Ilham adalah bisikan hati yang datangnya dari Allah (semacam “inspirasi” bagi masyarakat umum). Menurut mayoritas ulama Ushul Fiqh, ilham tidak dapat menjadi dasar hukum. Ilham tidak bisa melahirkan hukum wajib, sunnah, makruh, mubah, atau haram.
Kedua, ilham yang diterima para ulama tersebut tidak dalam rangka menghukumi melainkan hanya informasi dari “alam ghaib”. Jadi, anjuran beliau-beliau tidak mengikat karena tidak berkaitan dengan hukum Syariat.

Ketiga, ilham yang diterima seorang wali tidak boleh diamalkan oleh orang lain (apalagi orang awam) sebelum dicocokkan dengan al-Qur’an dan Hadits. Jika sesuai dengan al-Qur’an dan Hadits, maka ilham tersebut dapat dipastikan kebenarannya. Jika bertentangan, maka ilham tersebut harus ditinggalkan.
Memang ada hadits dla’if yang menerangkan tentang Rabu terakhir di Bulan Shafar, yaitu:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: آخِرُ أَرْبِعَاءَ فِي الشَّهْرِ يَوْمُ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ. رواه وكيع في الغرر، وابن مردويه في التفسير، والخطيب البغدادي..

“Dari Ibn Abbas ra, Nabi Saw bersabda: “Rabu terakhir dalam sebulan adalah hari terjadinya naas yang terus-menerus.” HR. Waki’ dalam al-Ghurar, Ibn Mardawaih dalam at-Tafsir, dan al-Khathib al-Baghdadi. (dikutip dari Al-Hafidz Jalaluddin al-Suyuthi, al-Jami’ al-Shaghir, juz 1, hal. 4, dan al-Hafizh Ahmad bin al-Shiddiq al-Ghumari, al-Mudawi li-‘Ilal al-Jami’ al-Shaghir wa Syarhai al-Munawi, juz 1, hal. 23).
Selain dla’if, hadits ini juga tidak berkaitan dengan hukum (wajib, halal, haram, dll), melainkan hanya bersifat peringatan (at-targhib wat-tarhib).

Hukum Meyakini Rabu Wekasan

Hukum meyakini datangnya malapetaka di akhir Bulan Shafar, sudah dijelaskan oleh hadits shahih riwayat Imam Bukhari dan Muslim:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ. رواه البخاري ومسلم.

“Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Tidak ada penyakit menular. Tidak ada kepercayaan datangnya malapetaka di bulan Shafar. Tidak ada kepercayaan bahwa orang mati itu rohnya menjadi burung yang terbang.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Menurut al-Hafizh Ibn Rajab al-Hanbali, hadits ini merupakan respon Nabi Saw terhadap tradisi yang brekembang di masa Jahiliyah. Ibnu Rajab menulis: “Maksud hadits di atas, orang-orang Jahiliyah meyakini datangnya sial pada bulan Shafar. Maka Nabi SAW membatalkan hal tersebut. Pendapat ini disampaikan oleh Abu Dawud dari Muhammad bin Rasyid al-Makhuli dari orang yang mendengarnya.
Barangkali pendapat ini yang paling benar. Banyak orang awam yang meyakini datangnya sial pada bulan Shafar, dan terkadang melarang bepergian pada bulan itu.
Meyakini datangnya sial pada bulan Shafar termasuk jenis thiyarah (meyakini pertanda buruk) yang dilarang.” (Lathaif al-Ma’arif, hal. 148).
Hadis ini secara implisit juga menegaskan bahwa Bulan Shafar sama seperti bulan-bulan lainnya. Bulan tidak memiliki kehendak sendiri. Ia berjalan sesuai dengan kehendak Allah Swt.

Muktamar NU ke-3 juga pernah menjawab tentang hukum berkeyakinan terhadap hari naas, misalnya hari ketiga atau hari keempat pada tiap-tiap bulan.
Para Muktamirin mengutip pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dalam Al-Fatawa
al-Haditsiyah sbb:

“Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti, bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Pencipta.
Apa yang dikutip tentang hari-hari naas dari sahabat Ali kw.
adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu” (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).

Hukum Sholat Tolak Bala di Rabu Wekasan

Shalat Rebo Wekasan (sebagaimana anjuran sebagian ulama di atas), jika niatnya adalah shalat Rebo Wekasan secara khusus, maka hukumnya tidak boleh, karena Syariat Islam tidak pernah mengenal shalat bernama “Rebo Wekasan”.
Tapi jika niatnya adalah shalat sunnah mutlaq atau shalat hajat, maka hukumnya boleh-boleh saja. Shalat sunnah mutlaq adalah shalat yang tidak dibatasi waktu, tidak dibatasi sebab, dan bilangannya tidak terbatas.

Shalat hajat adalah shalat yang dilaksanakan saat kita memiliki keinginan (hajat) tertentu, termasuk hajat li daf’il makhuf (menolak hal-hal yang dikhawatirkan).
Syeikh Abdul Hamid Muhammad Ali Qudus (imam masjidil haram) dalam kitab Kanzun Najah Was Surur halaman 33 menulis: “Syeikh Zainuddin murid Imam Ibnu Hajar Al-Makki berkata dalam kitab “Irsyadul Ibad”, demikian juga para ulama madzhab lain, mengatakan: Termasuk bid’ah tercela yang pelakunya dianggap berdosa dan penguasa wajib melarang pelakunya, yaitu Shalat Ragha’ib 12 rakaat yang dilaksanakan antara Maghrib dan Isya’ pada malam Jum’at pertama bulan Rajab…….. Kami (Syeikh Abdul Hamid) berpendapat : Sama dengan shalat tersebut (termasuk bid’ah tercela) yaitu Shalat Bulan Shafar. Seseorang yang akan shalat pada salah satu waktu tersebut, berniatlah melakukan shalat sunnat mutlaq secara sendiri-sendiri tanpa ada ketentuan bilangan, yakni tidak terkait dengan waktu, sebab, atau hitungan rakaat.”

Keputusan musyawarah NU Jawa Tengah tahun 1978 di Magelang juga menegaskan bahwa shalat khusus Rebo Wekasan hukumnya haram, kecuali jika diniati shalat sunnah muthlaqah atau niat shalat hajat. Kemudian Muktamar NU ke-25 di Surabaya (Tanggal 20-25 Desember 1971 M) juga melarang shalat yang tidak ada dasar hukumnya, kecuali diniati shalat mutlaq. (Referensi: Tuhfah al-Muhtaj Juz VII, Hal 317).
Hukum Berdo’a

Berdoa untuk menolak-balak (malapetaka) pada hari Rabu Wekasan hukumnya boleh, tapi harus diniati berdoa memohon perlindungan dari malapetaka secara umum (tidak hanya malapetaka Rabu Wekasan saja). Al-Hafidz Zainuddin Ibn Rajab al-Hanbali menyatakan: “Meneliti sebab-sebab bencana seperti melihat perbintangan dan semacamnya merupakan thiyarah yang terlarang.
Karena orang-orang yang meneliti biasanya tidak menyibukkan diri dengan amal-amal baik sebagai penolak balak, melainkan justru memerintahkan agar tidak keluar rumah dan tidak bekerja.
Padahal itu jelas tidak mencegah terjadinya keputusan dan ketentuan Allah.
Ada lagi yang menyibukkan diri dengan perbuatan maksiat, padahal itu dapat mendorong terjadinya malapetaka.
Syari’at mengajarkan agar (kita) tidak perlu meneliti melainkan menyibukkan diri dengan amal-amal yang dapat menolak balak, seperti berdoa, berzikir, bersedekah, dan bertawakal kepada Allah Swt serta beriman pada qadla’ dan qadar-Nya.” (Ibn Rajab, Lathaif al-Ma’arif, hal. 143).

Hukum Menyebarkan Rabu Wekasan

Hadratus Syeikh KH. M. HasyimAsy’ari (Pendiri NU)pernah menjawab pertanyaan tentang Rebo Wekasan dan beliau menyatakan bahwa semua itu tidak ada dasarnya dalam Islam (ghairu masyru’).
Umat Islam juga dilarang menyebarkan atau mengajak orang lain untuk mengerjakannya.
Berikut naskah lengkap dari beliau:

بسم الله الرحمن الرحيم وبه نستعين على أمور الدنيا والدين وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.
أورا وناع فيتوا أجاء – أجاء لن علاكوني صلاة ربو وكاسان لن صلاة هدية كاع كاسبوت إع سؤال، كرنا صلاة لورو إيكو ماهو دودو صلاة مشروعة في الشرع لن أورا أنا أصلي في الشرع. والدليل على ذلك خلو الكتب المعتمدة عن ذكرها، كيا كتاب تقريب، المنهاج القويم، فتح المعين، التحرير لن سأ فندوكور كيا كتاب النهاية، المهذب لن إحياء علوم الدين. كابيه ماهو أورا أنا كع نوتور صلاة كع كاسبوت.
ومن المعلوم أنه لو كان لها أصل لبادروا إلى ذكرها وذكر فضلها، والعادة تحيل أن يكون مثل هذه السنة وتغيب عن هؤلاء وهم أعلم الدين وقدوة المؤمنين. لن أورا وناع أويه فيتوا أتوا عافيك حكوم ساكا كتاب مجربات لن كتاب نزهة المجالس. كتراعان سكع كتاب حواشى الأشباه والنظائر للإمام الحمدي قال: ولا يجوز الإفتاء من الكتب الغير المعتبرة، لن كتراعان سكع كتاب تذكرة الموضوعات للملا على القاري: لا يجوز نقل الأحاديث النبوية والمسائل الفقهية والتفاسير القرآنية إلا من الكتب المداولة (المشهورة) لعدم الإعتماد على غيرها من ودع الزنادقة والحاد الملاحدة بخلاف الكتب المحفوظة انتهى. لن كتراعان سكع كتاب تنقيح الفتوى الحميدية: ولا يحل الإفتاء من الكتب الغريبة. وقد عرفت أن نقل المجربات الديربية وحاشية الستين لاستحباب هذه الصلاة المذكورة يخالف كتب الفروع الفقهية فلا يصح ولا يجوز الإفتاء بها. لن ماليه حديث كع كاسبات وونتن كتاب حاشية الستين فونيكا حديث موضوع. كتراعان سكع كتاب القسطلاني على البخاري: ويسمى المختلف الموضوع ويحرم روايته مع العلم به مبينا والعمل به مطلقا. انتهى…. …… إلى أن قال: وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَسْتَدِلَّ بِمَا صَحَّ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: الصَّلاَةُ خَيْرُ مَوْضُوْعٍ، فَمَنْ شَاءَ فَلْيَسْتَكْثِرْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَسْتَقْلِلْ، فَإِنَّ ذَلِكَ مُخْتَصٌّ بِصَلاَةٍ مَشْرُوْعَةٍ. سكيرا أورا بيصا تتف كسنتاني صلاة هديه كلوان دليل حديث موضوع، مك أورا بيصا تتف كسنتاني صلاة ربو وكاسان كلوان داووهي ستعاهي علماء العارفين، مالاه بيصا حرام، سبب إيكي بيصا تلبس بعبادة فاسدة. والله سبحانه وتعالى أعلم. (هذا جواب الفقير إليه تعالى محمد هاشم أشعري جومباع).
Kesimpulan

Tradisi Rebo Wekasan memang bukan bagian dari Syariat Islam, akan tetapi merupakan tradisi yang positif karena (1) menganjurkan shalat dan doa; (2) menganjurkan banyak bersedekah; (3) menghormati para wali yang mukasyafah (QS. Yunus : 62). Karena itu, hukum ibadahnya sangat bergantung pada tujuan dan teknis pelaksanaan.
Jika niat dan pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan syariat, maka hukumnya boleh.
Tapi bila terjadi penyimpangan (baik dalam keyakinan maupun caranya), maka hukumya haram.

Bagi yang meyakini silahkan mengerjakan tapi harus sesuai aturan syariat dan tidak perlu mengajak siapapun.
Bagi yang tidak meyakini tidak perlu mencela atau mencaci-maki.
Mengenai indikasi adanya kesialan pada akhir bulan Shafar, seperti peristiwa angin topan yang memusnahkan Kaum ‘Aad (QS. Al-Qamar: 18-20),
maka itu hanya satu peristiwa saja dan tidak terjadi terus-menerus. Karena banyak peristiwa baik yang juga terjadi pada Rabu terakhir Bulan Shafar, seperti penemuan air Zamzam di Masjidil Haram, penemuan sumber air oleh Sunan Giri di Gresik, dll.
Kemudian, betapa banyak orang yang selamat (tidak tertimpa musibah) pada Hari Rabu terakhir bulan Shafar, meskipun mereka tidak shalat Rebo Wekasan. Sebaliknya, betapa banyak musibah yang justru terjadi pada hari Kamis, Jum’at, Sabtu, dll (selain Rabu Wekasan) dan juga pada bulan-bulan selain Bulan Shafar.
Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya musibah atau malapetaka adalah urusan Allah, yang tentu saja berkorelasi dengan sebab-sebab yang dibuat oleh manusia itu sendiri.

Mengenai cuaca ekstrim yang terjadi di bulan ini (Shafar), maka itu adalah siklus tahunan.
Itu adalah fenomena alam yang bersifat alamiah (Sunnatullah) dan terjadi setiap tahun selama satu bulanan (bukan hanya terjadi pada Hari Rabu Wekasan saja).
Intinya, sebuah hari bernama “Rebo Wekasan” tidak akan mampu membuat bencana apapun tanpa seizin Allah Swt.

Surat Al-Hadid Ayat 22.

مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِير

ٌTerjemah Arti: Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.

Surat Asy-Syura Ayat 30.

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِير
ٍ Terjemah Arti:
Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).

Semoga Bermanfa'at,dan bisa memilih dan memilah mana yang harus dilakukan dan mana yang harus di tinggalkan,

Wallahu a’lam.

Rabu, 16 Oktober 2019

Anjing bernasab mulia

FATWA ANJING PAK KYAI

Anjing Bernasab Mulia

Siang itu kampung Situ Gunung lagi heboh. Perkaranya, karena ada seorang pemilik anjing yang binatang peliharaannya tersebut mati. Tapi yang bikin heboh bukan gegara matinya anjing tersebut. Si pemilik anjing bersikeras untuk mengkafani anjingnya dan menyolatkannya di musholla kampung tersebut. Tentu saja penduduk kampung menolak dengan keras permintaan majikan anjing itu.

Untuk merendahkan tensi yang sedang memanas di kampung tersebut sekaligus untuk menyelesaikan permasalahan secara baik², lalu dipanggillah seorang Kyai kondang di kampung itu. Kyai tersebut akan dimintakan fatwa dan pendapatnya perihal perkara anjing mati yang bikin heboh ini. Tak pake lama, di kejauhan nampaklah sang Kyai sedang berjalan tergopoh² bersama warga yang menjemputnya.

Begitu tiba di TeKaPe, Kyai langsung bertanya, "Mana pemilik anjing mati yang sudah dikafani ini?"

Seorang pria paruh baya maju dan berkata, "Saya pak Kyai."

"Atas dasar apa kamu minta anjing kamu itu dikafani lalu disholatkan sebelum dikubur? Dia kan binatang dan bukan manusia. Selain itu tak ada ajarannya dalam agama kita menyolatkan binatang yang mati!" Tegas sang Kyai.

Dengan terbata² pemilik anjing berucap, "T..t..tapi Kyai, ini adalah wasiat dari anjing saya... "

"Bohong kamu... Itu tidak mungkin. Mana mungkin anjing bisa berwasiat!" Sergah pak Kyai memotong ucapan pemilik anjing.

"Selain itu anjing saya ini juga berwasiat agar saya menyerahkan uang 100juta kepada siapapun yang menjadi imam sholatnya," jawab pemilik anjing melanjutkan kalimatnya yang tadi terpotong.

Tak diduga, sang Kyai tiba² berkata, "Jika demikian, siapkan proses sholat mayyit dan ajak warga untuk menyolatkan anjingmu itu."

Tentu saja warga semakin heboh demi mendengar jawaban Kyai yang demikian absurd dan aneh. Tapi warga tak ada yang berani menentang Kyai kondang tersebut. Sebagian dari merekapun berbaris di belakang Kyai membentuk shaf sholat jenazah.

Setelah selesai sholat, ada seorang warga yang memberanikan dirinya untuk bertanya pada Kyai tersebut, "Pak Kyai, nuwun sewu pak... Kenapa pak Kyai jadi berubah pikiran dan setuju untuk menyolatkan anjing itu?"

"Setelah saya telisik dengan seksama, ternyata anjing itu masih memiliki nasab mulia dari anjing milik pemuda Ashabul Kahfi," jawab Kyai setelah mengambil nafas panjang.

Wargapun hanya bisa mengangguk²kan kepalanya, entah tanda mengerti atau sekedar ikut²an saja.
--------------------------
.
Terkadang rusaknya ajaran agama bukan karena tak ada lagi yang memahami atau mengetahuinya. Tapi justru datang dari orang² yang lebih faham namun karena 'desakan' kebutuhan duniawi, maka ia rela mengorbankan ajaran agamanya demi tercapainya ambisi walaupun harus menjerumuskan orang banyak dalam lembah kesesatan.

Shalat di Masjid Yang Dibangun dari hasil Riba/Harom

Sholat di Masjid Yang Dibangun dari Hasil Riba

(1) Harta yang haram karena mengambil harta orang lain (seperti hasil mencuri, menipu, dan menzolimi orang lain) maka harta seperti ini tidak boleh digunakan sama sekali meskipun untuk kebaikan. Akan tetapi wajib untuk dikembalikan kepada pemiliknya. Atau dikembalikan kepada ahli warisnya jika sang pemilik harta telah meninggal dunia.

Jika –setelah dicari- ternyata pemilik harta tidak diketahui dan juga tidak diketahui ahli warisnya maka tatkala itu ia boleh menggunakan harta tersebut untuk jalan-jalan kebaikan. Bukan dalam rangka mencari pahala (bersedekah) akan tetapi dalam rangka membersihkan diri dari menyimpan harta haram, dan pahalanya diniatkan untuk pemilik asli harta tersebut.

(2) Adapun jika harta haram tersebut diperoleh bukan dengan mengambil hak orang lain, tapi karena hasil yang haram seperti harta yang diperoleh karena bermain musik, atau karena berzina, karena praktek perdukunan dan yang lainnya maka bisa langsung disalurkan sebagaimana di atas.

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :

إذَا كَانَتْ الْأَمْوَالُ قَدْ أُخِذَتْ بِغَيْرِ حَقٍّ وَقَدْ تَعَذَّرَ رَدُّهَا إلَى أَصْحَابِهَا كَكَثِيرِ مِنْ الْأَمْوَالِ السُّلْطَانِيَّةِ؛ فَالْإِعَانَةُ عَلَى صَرْفِ هَذِهِ الْأَمْوَالِ فِي مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ كَسَدَادِ الثُّغُورِ وَنَفَقَةِ الْمُقَاتِلَةِ وَنَحْوِ ذَلِكَ: مِنْ الْإِعَانَةِ عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى؛ إذْ الْوَاجِبُ عَلَى السُّلْطَانِ فِي هَذِهِ الْأَمْوَالِ – إذَا لَمْ يُمْكِنْ مَعْرِفَةُ أَصْحَابِهَا وَرَدُّهَا عَلَيْهِمْ وَلَا عَلَى وَرَثَتِهِمْ – أَنْ يَصْرِفَهَا – مَعَ التَّوْبَةِ إنْ كَانَ هُوَ الظَّالِمُ – إلَى مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ. هَذَا هُوَ قَوْلُ جُمْهُورِ الْعُلَمَاءِ كَمَالِكِ وَأَبِي حَنِيفَةَ وَأَحْمَد وَهُوَ مَنْقُولٌ عَنْ غَيْرِ وَاحِدٍ مِنْ الصَّحَابَةِ وَعَلَى ذَلِكَ دَلَّتْ الْأَدِلَّةُ الشَّرْعِيَّةُ

“Jika harta telah diperoleh dengan cara yang tidak benar dan tidak mungkin dikembalikan kepada pemiliknya yang sesungguhnya –sebagaimana kebanyakan harta para sulthon- maka membantu untuk menyalurkan harta-harta ini kepada perkara-perkara yang merupakan kemaslahatan kaum muslimin, seperti pembayaran untuk penjagaan di daerah-daerah perbatasan, untuk nafkah para mujahidin dan yang semisalnya, maka termasuk dalam menolong untuk perbuatan kebajikan dan ketakwaan. Karena yang wajib bagi sulthon terhadap harta-harta tersebut –jika tidak mampu mengetahui para pemilik harta tersebut dan tidak mampu untuk mengembalikan kepada mereka dan kepada para ahli warisnya- maka hendaknya harta tersebut disalurkan untuk kemaslahatan kaum muslimin, tentunya disertai taubat jika sang shulton memang dzolim. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama seperti Malik, Abu Hanifah, dan Ahmad, dan pendapat ini dinukil lebih dari seorang sahabat dan telah ditunjukkan oleh dalil-dalil syar’i” (Majmu’ Al-Fataawa 28/283-284)

Al-Imam An-Nawawi berkata :

قَالَ الْغَزَالِيُّ إذَا كَانَ مَعَهُ مَالٌ حَرَامٌ وَأَرَادَ التَّوْبَةَ وَالْبَرَاءَةَ مِنْهُ فَإِنْ كَانَ لَهُ مَالِكٌ مُعَيَّنٌ وَجَبَ صَرْفُهُ إلَيْهِ أَوْ إلَى وَكِيلِهِ فَإِنْ كَانَ مَيِّتًا وَجَبَ دَفْعُهُ إلَى وَارِثِهِ وَإِنْ كَانَ لِمَالِكٍ لَا يَعْرِفُهُ وَيَئِسَ مِنْ مَعْرِفَتِهِ فَيَنْبَغِي أَنْ يَصْرِفَهُ فِي مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ الْعَامَّةِ كَالْقَنَاطِرِ وَالرُّبُطِ وَالْمَسَاجِدِ وَمَصَالِحِ طَرِيقِ مَكَّةَ وَنَحْوِ ذَلِكَ مِمَّا يَشْتَرِكُ الْمُسْلِمُونَ فِيهِ وَإِلَّا فَيَتَصَدَّقُ بِهِ عَلَى فَقِيرٍ أَوْ فُقَرَاءَ … وَإِذَا دَفَعَهُ إلَى الْفَقِيرِ لَا يَكُونُ حَرَامًا عَلَى الْفَقِيرِ بَلْ يَكُونُ حَلَالًا طَيِّبًا…ونقله الْغَزَالِيُّ أَيْضًا عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ وَغَيْرِهِ مِنْ السَّلَفِ عَنْ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ وَالْحَارِثِ الْمُحَاسِبِيِّ وَغَيْرِهِمَا مِنْ أَهْلِ الْوَرَعِ لِأَنَّهُ لَا يَجُوزُ إتْلَافُ هَذَا الْمَالِ وَرَمْيُهُ فِي الْبَحْرِ فَلَمْ يَبْقَ إلَّا صَرْفُهُ فِي مَصَالِحِ الْمُسْلِمِينَ

“Al-Ghozali berkata : Jika ia memiliki harta haram dan ingin bertaubat dan berlepas dari harta tersebut maka jika harta tersebut ada pemiliknya maka wajib untuk dikembalikan kepadanya atau kepada wakilnya, jika pemiliknya telah meninggal maka harta tersebut wajib diserahkan kepada ahli warisnya. Dan jika pemiliknya tidak diketahui  dan ia sudah putus asa untuk mengetahui pemiliknya maka hendaknya ia salurkan harta tersebut kepada kemaslahatan-kemaslahatan umum kaum muslimin, seperti pembuatan jembatan-jembatan, pondok-pondok, mesjid-mesjid, kepentingan jalan  Mekah dan yang semisalnya yang mana kaum muslimin sama-sama menggunakannya. Jika tidak maka hendaknya ia sedekahkan kepada seorang faqir atau sekelompok faqir…

Dan jika ia menyalurkannya kepada orang faqir maka harta tersebut tidaklah haram bagi si faqir akan tetapi halal dan baik baginya…

Dan Al-Ghozali juga menukilkan pendapat ini dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan para salaf yang lain, dari Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Harits Al-Muhasibi dan selain keduanya dari kalangan ahli waro’. Karena tidak boleh merusak harta haram ini dan melemparkannya di lautan, maka yang tersisa adalah disalurkan kepada kemaslahatan kaum muslimin” (Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzdzab 9/351)

(3) Dari penjelasan Al-Imam An-Nawawi maka kelazimannya boleh sholat di masjid-masjid yang dibangun dari harta haram. Dan ini juga yang telah difatwakan oleh Syaikh Bin Baaz rahimahullah, beliau berkata :

فالمساجد التي تبنى بمالٍ حرام، أو بمالٍ فيه حرام لا بأس بالصلاة فيها، ولا يكون حكمها حكم الأرض المغصوبة؛ لأن الأموال التي فيها حرام أو كلها من حرام تصرف في المصارف الشرعية ولا تترك ولا تحرق، بل يجب أن تصرف في المصارف الشرعية، كالصدقة على الفقراء وبناء المساجد وبناء دورات المياه، ومساعدة المجاهدين، وبناء القناطر، وغيرها من مصالح المسلمين

“Dan masjid-masjid yang dibangun dengan harta haram atau dengan harta yang sebagiannya haram maka tidak mengapa sholat di situ, dan hukumnya tidak sama dengan hukum tanah rampasan, karena harta-harta yang sebagiannya haram atau seluruhnya haram disalurkan kepada perkara-perkara yang syar’i tidak dibuang dan tidak dibakar, akan tetapi disalurkan kepada penyaluran yang syar’i, seperti sedekah kepada para fuqoro’, pembangunan masjid, pembangunan toilet, membantu para mujahidin, pembangunan jembatan, dan kemaslahatan kaum muslimin yang lainnya”..

(4) Jika diketahui bahwa masjid tersebut dibangun dengan uang haram sementara pemilik harta membangunnya bukan dalam rangka bertaubat akan tetapi seperti hendak bersedekah maka sedekahnya tidak akan diterima dan sholat di situ tetap sah dan dosanya kembali kepada pemilik harta.

Al-Lajnah Ad-Daaimah ditanya :

ما حكم من صلى بمسجد بناؤه كسب غنائه -أي المطربة أو المغني الذي يغني في الأفراح والإعلام- ويكسب من غنائه أموالاً كثيرة، وبنى من هذه الأموال مسجداً، فهل تصح صلاته فيه أم لا‏؟‏

Apa hukum sholat di masjid yang dibangun dari hasil nyanyian –yaitu dengan alat muslik, atau penyanyi yang bernyani di acara-acara pesta atau di TV- dan sang penyanyi memperoleh harta yang yang banyak dari hasil nyanyiannya lalu ia membangun mesjid dengan harta tersebut, apakah sah sholat di masjid tersebut?

ج‏:‏ الصلاة في هذا المسجد صحيحة وأما الكسب بالغناء وآلات اللهو فمحرم وإثمه على صاحبه

Jawab : Sholat di masjid tersebut shahih, adapun penghasilan dari nyanyian dan alat-alat muslik adalah haram dan dosanya kembali kepada pelakunya (Fatwa no 9564 yang ditanda tangani oleh ketua Al-Lajnah yaitu Syaikh Bin Baaz rahimahullah.

(5) Dari penjelasan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah diatas jelas bahwa membantu untuk menyalurkan harta yang seperti ini kepada penyaluran yang syar’i termasuk bentuk ta’aawun ‘alal birri wat taqwa (kerja sama dalam kebaikan). Maka merupakan hal yang baik adalah penyediaan sunduq untuk penyaluran riba yang sangat membantu orang-orang yang terjebak dengan uang riba atau uang haram untuk berlepas diri dari uang haram mereka dan membantu penyalurannya yang lebih tepat,
wallahu A’lam

Sabtu, 12 Oktober 2019

Doa Untuk Bayi

Kelahiran merupakan prosesi kehidupan yang sangat didambakan kehadirannya oleh para orang tua. Tangis bayi sebagai tanda awal kehidupan, biasanya akan disusul dengan tangis bahagia dari kedua orang tua, khususnya ibu. Lelah mengandung selama 9 bulan bahkan lebih, dan sakitnya melahirkan, seolah hilang begitu saja setelah melihat bahwa bayi yang lahir berada dalam kondisi sehat walafiat.

Hanya berbahagia saja tentunya tidak cukup, karena syariat agama Islam mengajarkan kepada kita untuk melakukan rangkaian dzikir dan doa yang patut dilakukan saat bayi baru lahir. Dzikir dan doa ini utamanya dilakukan oleh ayahnya, dan tetap dianjurkan bagi yang lainnya.

(Baca juga: Amalan agar Anak Bebas dari Perbuatan Zina Sepanjang Hidup)

Rangkaian dzikir dan doa tersebut telah dirangkum oleh Sayyid Muhammad bin 'Ali al-Tarimi dalam al-Wasail al-Syafi'ah fi al-Adzkar al-Nafi'ah wa al-Aurad al-Jami'ah (Beirut: Dar al-Ihya al-‘Ilm, 2000), hal. 269, sebagai berikut:

1. Membaca adzan pada telinga bayi sebelah kanan

2. Membaca iqamah pada telinga bayi sebelah kiri

3. Membaca doa berikut pada telinga bayi sebelah kanan:

اللهم اجْعَلْهُ بَارًّا تَقِيًّا رَشِيْدًا وَأَنْبِتْهُ فِي الْإِسْلَامِ نَبَاتًا حَسَنًا

Allâhummaj’alhu bârran taqiyyan rasyîdan wa-anbit-hu fil islâmi nabâtan hasanan

“Ya Allah, jadikanlah ia (bayi) orang yang baik, bertakwa, dan cerdas. Tumbuhkanlah ia dalam islam dengan pertumbuhan yang baik.”

4. Membaca surat al-Ikhlâsh pada telinga bayi sebelah kanan
5. Membaca surat al-Qadr pada telinga bayi sebelah kanan
6. Membaca ayat Q.S. Ali Imran (3: 36) pada telinga bayi sebelah kanan

وَإِنّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

Wa innî u’îdzu bika wadzurriyyatahâ minasysyaithânir rajîm

“Aku memohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau dari pada setan yang terkutuk.”

7. Membaca doa berikut pada telinga bayi sebelah kanan:

أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّآمَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَآمَّةٍ  وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لَآمَّةٍ

A’ûdzu bikalimatiLlâhi at-tâmmati min kulli syaithânin wa hâmmatin wamin kulli ‘ainin lâmmatin

“Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah dari segala setan, kesusahan, dan pandangan yang jahat.”

Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.

Rabu, 09 Oktober 2019

Hadits Tentang Menuntut Ilmu

HADIST TENTANG KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU

1. Hadits “Keutamaan Mempelajari Al Qur’an”
خَـيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْاآنَ وَعَلَّمَهُ
Artinya : ”Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Bukhari)
2. Hadits “Keutamaan Membaca Al Qur’an”
إِقْرَؤُالْقُرْاآنَ، فَإِنَّهُ يَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا لِأَصْحَابِهْ
Artinya : ”Bacalah kamusekalian Al Qur’an, karena sesungguhnya Al Qur’an itu akan datang pada Hari Kiamat sebagai penolong bagi para pembacanya”. (HR. Ahmad dan Muslim)
3. Hadits “Kewajiban Mencari Ilmu”
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ
Artinya : ”Mencari ilmu itu adalah wajib bagi setiap muslim laki-laki maupun muslim perempuan”. (HR. Ibnu Abdil Barr)
4. Hadits “Menginginkan Kebahagiaan Dunia-Akhirat Harus Wajib dengan Ilmu”
مَنْ أَرَا دَالدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِا لْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَالْاآخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ
Artinya : ”Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akherat, maka wajib baginya memiliki ilmu, dan barang siapa menghendaki keduanya maka wajib baginya memiliki ilmu”. (HR. Turmudzi)
5. Hadits “Keutamaan Mencari Ilmu”
مَنْ خَرَجَ فِى طَلَبُ الْعِلْمِ فَهُوَ فِى سَبِيْلِ اللهِ حَتَّى يَرْجِعَ
Artinya : ”Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka ia berada di jalan Allah hingga ia pulang”. (HR. Turmudzi)
6. Hadits “Kewajiban dan Keutamaan Menuntut Ilmu”
مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى
الْجَنَّةِ
Artinya : ”Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari suatu ilmu. Niscaya Allah memudahkannya ke jalan menuju surga”. (HR. Turmudzi)
7. Hadits “Menuntut Ilmu”
أُطْلُبِ الْعِلْمَ مِنَ الْمَهْدِ إِلَى الَّلحْدِ
Artinya : ”Carilah ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat”. (Al Hadits)
8. Hadits “Keutamaan Kalimat Tahlil”
مَنْ قَالَ لَآإِلَهَ إِلَّا اللهُ مُخْلِصًا دَخَلَ الْجَنّةَ
Artinya : ”Barang siapa yang mengucapkan ‘Tiada Tuhan Selain Allah’ dengan ikhlas pasti masuk surga”.
9. Hadits “Allah tidak suka orang yang suka bertengkar”
أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللهِ الْأَلَدُّ الْخِصَامْ
Artinya : ”Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah yang suka bertengkar”. (HR. Bukhari dan Muslim)
10. Hadits “Tiga Macam Dosa Besar”
أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ أَلْإِشْرَاكُ بِاللهِ, وَقَتْلُ النَّفْسِ, وَعُقُوْقُ الْوَا لِدَيْنِ
وَشَهَادَةُ الزُّوْرِ
Artinya : ”Dosa yang paling besar adalah menyekutukan Allah dan membunuh manusia dan berani kepada orang tua dan kesaksian palsu.” (HR. Bukhari)
11. Hadits “Tiga Tanda Orang Munafiq”
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثُ؛ إِذَاحَدَّثَ كَذَبَ, وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ, وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
Artinya : ”Tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga: bila berbicara dusta dan apabila berjanji ingkar dan apabila dipercaya khianat.” (HR. Bukhari & Muslim)
12. Hadits “Pengadu Domba Tidak Masuk Surga”
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةُ نَمَّامٌ
Artinya : ”Tidak Akan masuk surga pengadu domba”. (HR. Bukhari dan Muslim)
13. Hadits “Menyambung Silaturrahim/ Persaudaraan”
إِتَّقُوْااللهَ وَصِلُوْا أَرْحَامَكُمْ
Artinya : ”Bertaqwalah kepada Allah dan sambunglah tali persaudaraan diantara kamu sekalian”. (HR. Ibnu ‘Asakir)
14. Hadits “Keutamaan Kebersihan”
أَلنَّظَافَةُ مِنَ الْإِيْمَانِ
Artinya : ”Kebersihan itu sebagian dari iman”. (HR. Turmudzi)
15. Hadits “Dua Warisan Rasul”
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّ أَبَدًا مَاإِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ.
Artinya : ”Telah aku tinggalkan kepadamu dua perkara kamu tidak akan tersesat selamanya, selama kamu berpegang teguh dengan keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul”. (HR. Hakim dan Lain-lain)
16. Hadits “Kesempurnaan Iman”
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya : ”Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaqnya”. (HR.Ahmad)
17. Hadits “Hamba yang paling dicintai Allah SWT”
أَحَبُّ عِبَادِ اللهِ إِلَى اللهِ أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
Artinya : ”Hamba Allah yang paling dicintai oleh Allah adalah mereka yang paling baik akhlaqnya”. (HR. Thabrani)
18. Hadits “Orang mukmin bagai bangunan kokoh”
أَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
Artinya : ”Seorang mukmin terhadap mukmin lainnya adalah bagaikan sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagiannya kepada sebagian yang lainnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
19. Hadits “Sikap Orang Beriman/ Islam tidak akan menyakiti”
أَلْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Artinya : ”Orang islam sejati adalah apabila orang islam yang lain merasa aman dari ucapan dan tangannya”. (HR. Muslim)
20. Hadits “Yang Muda Menghormati yang lebih tua”
لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا
Artinya : ”Bukan termasuk golongan kita orang yang tidak menyayangi generasi muda dan tidak menghormati generasi tua”. (HR. Turmudzi)
21. Hadits “Perintah Sholat”
صَلُّوْا كَمَارَأَيْتُمُوْنِى أُصَلِّى
Artinya : ”Shalatlah kamu sekalian seperti kamu melihatku melakukan shalat”. (HR. Bukhari)
22. Hadits “Keutamaan Menunjukkan kepada kebenaran”
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِفَاعِلِهِ
Artinya : ”Barangsiapa menunjukkan kepada kebaikan maka baginya pahala seperti pahala pelakunya”. (HR.Muslim)
23. Hadits “Amal yang paling dicintai oleh Allah SWT”
أَحَبُّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللهِ أدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَ
Artinya : ”Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah yang terus menerus walaupun sedikit”. (HR. Bukhari & Muslim)
24. Hadits “Larangan Membuka Aurat”
إِنَّانُهِيْنَا أَنْ تُرَى عَوْرَاتُنَا
Artinya : ”Sesungguhnya kita dilarang memperlihatkan aurat kita”.
25. Hadits “Perintah Kasih Sayang”
إِرْحَمْ مَنْ فِى الْأَرْضِ يَرْحَمْكَ مَنْ فِى السَّمَاءِ
Artinya : ”Sayangilah siapa saja yang ada di gmuka bumi niscaya akan menyayangi kamu siapa saja yang ada di langit”. (HR. Thabrani & Hakim)
26. Hadits “Hak dan Kewajiban Sesama Muslim”
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ؛ رَدُّالسَّلَامِ, وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضِ, وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ, وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ, وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ
Artinya : ”Kewajiban seorang muslim kepada muslim yang lainnya ada lima hal:
1. Menjawab salam
2. Menengok orang sakit
3. Mengiring jenazah
4. Menghadiri undangan
5. Dan mendoakan orang yang bersin”. (HR. Ibnu Majah)
27. Hadits “Senyum Adalah Shodaqoh”
تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ
Artinya : ”Senyummu kepada saudaramu adalah shodaqoh”. (HR. Ibnu Hibban)
28. Hadits “Kedudukan Ibu Dalam Islam”
أَلْجَنَّةُ تَحْتَ أَقْدَامِ الْأُمَّهَاتِ
Artinya : ”Surga itu di bawah telapak kaki ibu”. (HR. Ahmad)
29. Hadits “Kedudukan Orang Tua Dalam Agama Islam”
رِضَ اللهِ فِى رِضَى الْوَالِدَيْنِ وَسُخْطُ اللهِ فِى سُخْطِ الْوَالِدَيْنِ
Artinya : ”Ridho Allah tergantung pada kerelaan kedua orang tua dan murka Allah tergantung pada kemarahan orang tua”. (HR. Turmudzi)
30. Hadits “Wanita Sholehah Adalah Hiasan Dunia”
أَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُمَتَاعِ الْدُّنْيَا أَلْمَرْءَةُ الصَّالِحَةُ
Artinya : ”Dunia itu adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita sholehah”.
31. Hadits “Allah Maha Indah”
إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ وَيُحِبُّ الْجَمَالَ
Artinya : ”Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai keindahan”. (HR. Muslim)
Anda mau dapat BC motivasi ?
Silahkan daftarkan sekarang juga, caranya mudah kok, invite pin bbm 57EF03C1
“SALING MEMOTIVASI, SALING BERBAGI ILMU ITU INDAH”