Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Selasa, 30 April 2024

TIGA ALUMNI ROMADHON

Tiga Alumni Ramadhan

Selepas pelatihan mental spiritual sebulan penuh di bulan Ramadhan, kemudian mengahadapi 11 bulan  kedepan, para hamba muslim yang diundang dalam pelatihan tersebut,  mereka adalah para alumni Ramadhan.  

Hemat penulis, ada tiga kelomok alumni Ramadhan;
Pertama kelompok Rabbani, yaitu hamba yang beribadah bukan sesaat tapi sepanjang hayat. Bagi kelompok ini shalat, puasa, membaca al Qur'an, berbagi dan peduli sesama sudah menjadi kebiasaan, baik di bulan Ramadhan maupun diluar Ramadhan. Hanya saja di bulan Ramadhan secara kuantitas lebih meningkat. Demikian pula dalam meninggalkan kebiasaan buruk, dosa dan maksiat. 

Hamba Rabbani beribada kepada Allah, melakukan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan bukan hanya di bulan Ramadhan, ia akan terus melakukan sepanjang kehidupan. Karena Allah memerintahkan untuk menghamba kepada-Nya selama  dikandung hayat hingga ajal menjemput. 

“Dan sembahlah Rabb-mu hingga datang kepadamu kematian.” (QS. al-Hijr: 99).

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102).

Kedua kelompok Ramdhani. 
Sebagian orang ada yang di bulan Ramadhan menjadi dekat dengan sejadah, aktif shalat berjamaah, rajin baca Qur'an dan dengar ceramah, gemar infak dan sadaqah. Alhamdulillah, semoga berlanjut dan istioqomah. Namun jika itu hanya di bulan Ramadhan, tidak menjadi kebiasaan di bulan-bulan selanjutnya, berarti baru menjadi hamba Ramdhani, yaitu hamba yang beribadah hanya di bulan Ramadhan.

Ulama salaf pernah ditanya tentang orang-orang yang keadaannya demikian, “Mereka adalah orang-orang yang sangat buruk, (karena) mereka tidak mengenal hak Allah kecuali hanya di bulan Ramadhan.”

Ibnu Taimiyah mengingatkan, “Siapa saja yang bertekad meninggalkan maksiat pada bulan Ramadhan saja, tanpa memiliki tekad yang sama pada bulan lainnya, ia bukan seorang yang benar-benar bertobat. 

Karena itu nasihat ulama patut direnungkan. " Kun Rabbaniyyan wala takun Ramdhaniyyan" Jadilah hamba Rabbani, yaitu hamba yang beribadah sepanjang masa. Jangan menjadi hamba Ramdani, yaitu hamba yang beribadah hanya di bulan Ramadlan saja

Ketiga kelompok hajarani, pada bulan Ramadhan, Allah Tuhan SWT memberikan stimulus luar biasa agar sertiap hamba kembali kepada- Nya. Allah buka semua pintu maghfirah (ampunan), rahmat dan berkah-Nya,. Pahalapun dilipatgandakan. Rupanya ada orang yang sama sekali tidak tertarik dan terbetik hatinya untuk mendekat.

Dalam sebuah riwayat Ibnu Hibban dan Alhakim, nabi mengaminkan do'a dari Malaikat Jibri " Semoga Allah hinakan, semoga djauhkan dari rahmat-Nya, orang yang mendapati Ramadhan namun dia tak mendapat ampunan Allah".

https://reaksinews.com/tiga-alumni-ramadhan/
Semua Orang  @sorotan

Jumat, 12 April 2024

MINAL A'IDZIIN WALFAIZIIN

Salahkan ucapan Minal Aidin?...

Tersebar BC yg menyalah-nyalahkan ucapan _minal aidin_ yg sudah berlaku di Indonesia selama puluhan tahun, bahkan mungkin berabad lamanya. Ini adalah sikap berlebihan dan ngawur.

Ucapan "Minal Aidin" bukan kesalahan, dan tidak terlarang, sebab tidak ada dalil larangannya. 

 Asalnya adalah _"ja'alanallah wa iyyakum minal 'aaidin wal faaizin"_ - semoga Allah menjadikan kami dan anda termasuk orang yang kembali (suci) dan menang/beruntung.

Tidak ada yang salah dalam kalimat ini. Imam Asy Syafi'iy mengatakan, bahwa perkataan itu jika baik maka itu adalah baik, jika buruk maka itu adalah buruk.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

التهنئة بالعيد جائزة ، وليس لها تهنئة مخصوصة ، بل ما اعتاده الناس فهو جائز ما لم يكن إثماً

_Ucapan selamat hari raya itu boleh, dan TIDAK ADA KALIMAT YG KHUSUS, tetapi disesuaikan dengan kebiasan di tengah manusia, selama tidak mengandung dosa._

Beliau juga berkata tentang bersalam-salaman dan berpelukan saat di hari raya, yang biasa dilakukan manusia:

هذه الأشياء لا بأس بها ؛ لأن الناس لا يتخذونها على سبيل التعبد والتقرب إلى الله عز وجل ، وإنما يتخذونها على سبيل العادة ، والإكرام والاحترام ، ومادامت عادة لم يرد الشرع بالنهي عنها فإن الأصل فيها الإباحة

_Semua ini tidak apa-apa, karena manusia tidak menjadikannya sebagai ibadah ritual dan sarana taqarrub ilallah, mereka hanyalah menjadikan itu sebagai kebiasaan saja, pemuliaan dan penghormatan. Maka, selama sebuah kebiasaan tidak ada larangan dalam syariat maka itu diperbolehkan._

*(Majmu' Fatawa Ibni 'Utsaimin, 16/208-210)*

Ada pun _Taqabbalallah minna wa minkum_, bukanlah sunnah Rasulullah ﷺ, tapi itu perbuatan atau sunnahnya para sahabat nabi. Di mana Imam Ahmad bin Hambal Rahimahullah tidak memakainya untuk memulai ucapan selamat, artinya Beliau memandang ini bukan sunnah dalam artian hukum sunnah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:

أَمَّا التَّهْنِئَةُ يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ إذَا لَقِيَهُ بَعْدَ صَلاةِ الْعِيدِ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ , وَأَحَالَهُ اللَّهُ عَلَيْك , وَنَحْوُ ذَلِكَ , فَهَذَا قَدْ رُوِيَ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْ الصَّحَابَةِ أَنَّهُمْ كَانُوا يَفْعَلُونَهُ وَرَخَّصَ فِيهِ , الأَئِمَّةُ , كَأَحْمَدَ وَغَيْرِهِ .

_Ada pun ucapan selamat hari raya, yang biasa diucapkan manusia kepada lainnya setelah shalat id: *Taqabbalallah Minna wa Minkum, wa ahaalahullah 'alaika*, dan yang semisalnya, hal ini diriwayatkan dari segolongan sahabat nabi, di mana mereka melakukannya dan memberikan keringanan atas hal itu, demikian pula para imam seperti Imam Ahmad dan lainnya._

 لَكِنْ قَالَ أَحْمَدُ : أَنَا لا أَبْتَدِئُ أَحَدًا , فَإِنْ ابْتَدَأَنِي أَحَدٌ أَجَبْته , وَذَلِكَ لأَنَّ جَوَابَ التَّحِيَّةِ وَاجِبٌ , وَأَمَّا الابْتِدَاءُ بِالتَّهْنِئَةِ فَلَيْسَ سُنَّةً مَأْمُورًا بِهَا , وَلا هُوَ أَيْضًا مَا نُهِيَ عَنْهُ , فَمَنْ فَعَلَهُ فَلَهُ قُدْوَةٌ , وَمَنْ تَرَكَهُ فَلَهُ قُدْوَةٌ . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ" اهـ . 

_Tetapi Imam Ahmad berkata: "Aku tidak akan memulai mengucapkannya kepada seseorang, tapi kalau ada yang mulai mengucapkan kepadaku, maka aku akan jawab."_

_Memulai ucapan selamat tidak ada sunnah perintahnya, dan tidak ada pula larangannya. Maka, barang siapa yang mengucapkannya maka dia ada contoh, dan barang siapa yang tidak mengucapkannya dia juga ada contoh. Wallahu a'lam_

(Fatawa Al Kubra, 2/228)

Maka mengucapkan Taqabbalallah Minna wa Minkum, silahkan. Ini perbuatan para sahabat nabi. 

Mengucapkan Minal 'Aidin wal Faaizin, silahkan .. ini adalah kebiasaan baik lagi benar (al 'urf ash shahih) yang ada di negeri ini. Sebagaimana kata Syaikh Utsaimin, jika sebuah kebiasaan itu tidak mengandung dosa maka hal itu diperbolehkan.

Para ulama mengatakan:

الثابت بالعرف كالثابت بالنص

_Ketetapan hukum karena tradisi itu seperti ketetapan hukum dengan Nash/dalil._ *(Syaikh Muhammad 'Amim Al Mujadidiy At Turkiy, Qawa'id Al Fiqhiyah, no. 101)*

Agama ini mudah, dan jangan persulit sendiri dan umat manusia, dengan ekstrimitas yang tidak perlu.

Demikian. Wallahu a'lam

ADA DERAJAT LEBIH TINGGI DARI TAQWA

Sering di antara kita mendengar istilah Takwa,dan Syukur,
Kedua kata tersebut akrab terdengar di telinga kita.

Namun ketika kita disuguhi pertanyaan, tinggi mana antara takwa dan syukur. 
Agak sulit menjawabnya.

Syukur itu lebih tinggi dibanding takwa

Takwa adalah kesadaran dan ketaatan kepada Allah, 
Sementara syukur adalah sikap bersyukur atas nikmat-nikmat Allah.

"Makanya saya mohon sekali jadi hubungan dengan Allah itu nomor satu itu syukur,

 Coba kita cek Tukang Dugem

"Syukur tuh di atas takwa, di Quran itu ada penjelasannya," tambahnya.

"Saya pernah ngecek orang yang sekarang dugem menikmati maksiat, dengan orang yang takwa," katanya.

"Mensyukuri tidak maksiat, itu nikmatnya masih tinggi nikmatnya orang yang syukur karena berhasil meninggalkan maksiat," terang Gus Baha.

"Makanya kamu yang syukur malam-malam ra due nduit, udud neng kamar, bar kui ngalamun, turu terus ngerti-ngerti isuk," sebutnya.

"Alhamdulillah gak maksiat, tidak usah bayangkan tahajud, qiyamul lail, kui bagiane ulama, habaib, koe durung maqome," tandas Gus Baha.

Untuk memperkuat pendapatnya, Gus Baha mengutip Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 123 yang menerangkan perihal derajat syukur yang lebih tinggi dari takwa.

فَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ

“Maka bertakwalah kepada Allah, agar kamu mensyukuri-Nya.”

Maksud ayat tersebut,manusia diperintahkan untuk bertakwa agar memperoleh derajat orang-orang yang bersyukur. 

Atas dasar pemahaman terhadap teks ayat tersebut maka dapat dipahami bahwa derajat syukur lebih tinggi dibanding takwa.

Menurut Sayyidina Ali bin Abi Thalib takwa dimaknai 
Sebagai takut kepada Allah yang bersifat Jalal, 
dan Beramal dengan dasar Al-Qur’an (At-tanzil) dan Menerima (qona’ah) terhadap yang sedikit, 
dan Bersiap-siap menghadapi hari hari akhir.

ما هي التقوى عند علي بن ابي طالب؟
تعريف علي بن أبي طالب رضي الله عنه التقوى: "هي الخوف من الجليل، والعمل بالتنزيل، والقناعة بالقليل، والاستعداد ليوم الرحيل


Imam al-Ghazali menerangkan pengertian takwa dalam kitab Minhajul 'Abidin sebagaimana dikutip dari tafsiralquran,
Meliputi tiga pengertian. 
Pertama, taqwa yang bermakna takut serta tunduk. 
Kedua, taqwa yang bermakna mentaati dan beribadah. 
Ketiga, taqwa yang bermakna membersihkan hati dari berbagai dosa.

Sementara itu al Qusyairi hakikat syukur menurut ahli hakikat adalah pengakuan atas nikmat Allah, Zat pemberi nikmat, dengan jalan ketundukan.

Senada dengan pendapat al Qusyairi, al Junaid mengatakan bahwa syukur itu adalah kau tidak bermaksiat kepada Allah dengan nikmat-Nya.

Wallahu A'lam

Kamis, 11 April 2024

PAHALA PUASA SYAWAL DAN KAEFIATNYA

Hukum dan Ketentuan Tata Cara Puasa Sunah Syawal atau Puasa Enam

Ramadan yang membekas di hati seorang Muslim akan melahirkan rasa sedih tatkala bulan suci tersebut hendak pamit.

Kenikmatan ibadah di bulan Ramadhan adalah anugerah agung yang diberikan Allah subhanahu wata’ala.

Terutama puasa sebagai ibadah yang paling istimewa di bulan tersebut. Oleh karena itu, sebagian kaum muslimin akan melanjutkan puasa sehari setelah Idul Fitri, yaitu puasa enam hari di bulan Syawal.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Artinya “Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan Syawal, maka seperti pahala berpuasa setahun” (HR Muslim).

Allah SWT menaruh keutamaan luar biasa bagi mereka yang melakukan puasa di bulan Syawal.

Ada baiknya kita lihat keterangan Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain berikut ini.

( و ) الرابع صوم ( ستة من شوال ) لحديث من صام رمضان ثم أتبعه ستا من شوال كان كصيام الدهر ولقوله أيضا صيام رمضان بعشرة أشهر وصيام ستة أيام بشهرين فذلك صيام السنة أي كصيامها فرضا وتحصل السنة بصومها متفرقة منفصلة عن يوم العيد لكن تتابعها واتصالها بيوم العيد أفضل وتفوت بفوات شوال ويسن قضاؤها

Artinya, “Keempat adalah (puasa sunah enam hari di bulan Syawal) berdasarkan hadits, ‘Siapa yang berpuasa Ramadhan, lalu mengiringinya dengan enam hari puasa di bulan Syawal, ia seakan puasa setahun penuh.’ Hadits lain mengatakan, puasa sebulan Ramadhan setara dengan puasa sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari di bulan Syawal setara dengan puasa dua bulan. Semua itu seakan setara dengan puasa (wajib) setahun penuh’. Keutamaan sunnah puasa Syawal sudah diraih dengan memuasakannya secara terpisah dari hari Idul Fitri. Hanya saja memuasakannya secara berturut-turut lebih utama. Keutamaan sunnah puasa Syawal luput seiring berakhirnya bulan Syawal. Tetapi dianjurkan mengqadhanya,” (Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Nihayatuz Zain, Al-Maarif, Bandung, Tanpa Tahun, Halaman 197).

Uraian di atas cukup jelas menerangkan kapan waktu pelaksanaan puasa sunah enam hari di bulan Syawal. Idealnya puasa sunah Syawal enam hari itu dilakukan persis setelah hari Raya Idhul Fitri, yakni pada 2-7 Syawal. 
Tetapi orang yang berpuasa di luar tanggal itu sekalipun tidak berurutan tetap mendapat keutamaan puasa Syawal seakan puasa wajib setahun penuh. Bahkan orang yang mengqadha puasa atau menunaikan nadzar puasanya di bulan Syawal tetap mendapat keutamaan seperti mereka yang melakukan puasa sunah Syawal. Keterangan Syekh Ibrahim Al-Baijuri berikut ini kami kira cukup membantu.

وإن لم يصم رمضان كما نبه عليه بعض المتأخرين والظاهر كما قاله بعضهم حصول السنة بصومها عن قضاء أو نذر

Artinya, “Puasa Syawal tetap dianjurkan meskipun seseorang tidak berpuasa Ramadhan-seperti diingatkan sebagian ulama muta’akhirin-. 
Tetapi yang jelas-seperti dikatakan sebagian ulama-seseorang mendapat keutamaan sunah puasa Syawal dengan cara melakukan puasa qadha atau puasa nadzar (di bulan Syawal),” 

(Lihat Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyatul Baijuri ‘alâ Syarhil ‘Allâmah Ibni Qasim, Darul Fikr, Juz I, Halaman 214).

Sebagian ulama bahkan menerangkan bahwa orang yang melakukan puasa sunah seperti senin-kamis, puasa bîdh 12,13,15 yang disunahkan setiap bulan, atau puasa nabi Daud AS, tetap mendapat keutamaan puasa Syawal.

ومما يتكرر بتكرر السنة (ستة من شوال) وإن لم يعلم بها أو نفاها أو صامها عن نذر أو نفل آخر أو قضاء عن رمضان أو غيره. نعم لو صام شوالا قضاء عن رمضان وقصد تأخيرها عنه لم يحصل معه فيصومها من القعدة

Artinya, “Salah satu puasa tahunan adalah (puasa enam hari di bulan Syawal) sekalipun orang itu tidak mengetahuinya, menapikannya, atau melakukan puasa nadzar, puasa sunah lainnya, puasa qadha Ramadhan atau lainnya (di bulan Syawal). Tetapi, kalau ia melakukan puasa Ramadhan di bulan Syawal dan ia sengaja menunda enam hari puasa hingga Syawal berlalu, maka ia tidak mendapat keutamaan sunah Syawal sehingga ia berpuasa sunah Syawal pada Dzul Qa‘dah,” (Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Qutul Habibil Gharib, Tausyih alâ Ibni Qasim, Darul Fikr, Beirut, 1996 M/1417 H, Halaman 117).

Keterangan semua itu menunjukan betapa besarnya keutamaan puasa sunah Syawal. Memang waktu pelaksanaannya yang ideal adalah enam hari berturut-turut setalah satu Syawal.

Tetapi keutamaannya tetap bisa didapat bagi mereka yang berpuasa sunah tanpa berurutan di bulan Syawal.

Adapun tata cara puasa sunnah Syawwal sama seperti puasa pada umumnya, yaitu dengan menahan diri dari makan dan minum sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari.

Berikut adalah lafal niatnya yang dibaca pada malam hari,

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma ghadin ‘an adâ’i sunnatis Syawwâli lillâhi ta‘âlâ

Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Syawal esok hari karena Allah ta’ala.”

Karena ini puasa sunnah, maka jika lupa niat pada malam hari boleh niat pada siang harinya.

Berikut adalah niat puasa Syawwal jika dibaca di siang hari,

نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ الشَّوَّالِ لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatisy Syawwâli lillâhi ta‘âlâ.

Artinya, “Aku berniat puasa sunnah Syawal hari ini karena Allah ta’ala.”

Demikian,semoga bermanfa'at dan bisa dipahami dengan baik.

Oleh : KH,Husni Thamrin (Ugm)
Pimp Yayasan Pp Al-islami Assalafi Raudhotul Fata (RDA)

Wassalamu ’alaikum wr. wb.