Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Senin, 02 Juni 2025

THOWAF IFADHOH/HAJI

Thawaf Ifadhoh

Thawaf ifadhah adalah di antara rukun haji yang mesti dilakukan. Jika tidak melakukan thawaf yang satu ini, maka hajinya tidak sah. Thawaf ini biasa disebut thawaf ziyaroh atau thawaf fardh. Dan biasa pula disebut thawaf rukn karena ia merupakan rukun haji. Setelah wukuf di ‘Arofah, mabit di Muzdalifah lalu ke Mina pada hari ‘ied, lalu melempar jumroh, lalu nahr (melakukan penyembelihan) dan menggunduli kepala, maka ia mendatangi Makkah, lalu thawaf keliling ka’bah untuk melaksanakan thawaf ifadhah.

Thawaf Ifadhah Bagian dari Rukun Haji

Allah Ta’ala berfirman,

وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ

“Dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang tua itu (Baitullah).” (QS. Al Hajj: 29). Berdasarkan ijma’ (kata sepakat ulama), yang dimaksud dalam ayat ini adalah thawaf ifadhah.

Dalil dari hadits,

عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – أَنَّ صَفِيَّةَ بِنْتَ حُيَىٍّ زَوْجَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – حَاضَتْ ، فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لِرَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ « أَحَابِسَتُنَا هِىَ » . قَالُوا إِنَّهَا قَدْ أَفَاضَتْ . قَالَ « فَلاَ إِذًا »

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Shofiyyah binti Huyai -istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– pernah mengalami haidh. Maka aku menyebutkan hal itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata, “Apakah berarti ia akan menahan kita?” Mereka berkata, “Dia sudah melakukan thawaf ifadhah.” Beliau bersabda, “Kalau begitu dia tidak menahan kita“. (HR. Bukhari no. 1757 dan Muslim no. 1211).

Dalil-dalil di atas yang menunjukkan bahwa thawaf ifadhah adalah rukun haji.

Syarat Thawaf Ifadhah

1- Disyaratkan thawaf ifadhah harus didahului dengan ihram terlebih dahulu.

2- Thawaf tersebut didahului dengan wukuf di Arafah. Jika seseorang melakukan thawaf ifadhah sebelum wukuf, maka thawaf tersebut harus diulang berdasarkan ijma’ atau kata sepakat ulama.

3- Berniat untuk thawaf, namun tidak mesti mengkhususkan niat untuk thawaf ifadhah menurut jumhur karena ia sudah berniat masuk dalam haji.

4- Thawaf ifadhah dilakukan dari tengah malam hari raya Idul Adha (malam 10 Dzulhijjah) bagi yang wukuf di ‘Arafah sebelumnya. Demikian pendapat dalam madzhab Syafi’i dan Hambali.

Akhir Waktu Thawaf Ifadhah

Adapun waktu akhir thawaf ifadhah tidak dibatasi. Namun melakukan thawaf ifadhah di hari Nahr (tanggal 10 Dzulhijjah) lebih afdhol karena mengingat perkataan Ibnu ‘Umar,

أفاض رسول الله صلى الله يوم النحر

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan thawaf ifadhah pada hari Nahr.” (Muttafaqun ‘alaih).

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah rahimahullah, jika thawaf ifadhah diakhirkan dari hari tasyriq (artinya: dikerjakan setelah hari tasyriq), maka thawaf tersebut tetap dilaksanakan dengan ditambah adanya kewajiban damm. Namun murid-murid Abu Hanifah menyelisihi pendapat beliau.

Jika seseorang melakukan thawaf ifadhah setelah hari Idul Adha dan hari tasyrik atau bahkan setelah Dzulhijjah, maka selama itu ia masih dalam keadaan muhrim (berihram), tidak boleh ia menyetubuhi istrinya.

Thawaf ifadhah adalah rukun dan tidak bisa tergantikan, jadi tidak bisa tidak, mesti dijalani.

Cara Melakukan Thawaf Ifadhah

Sebagaimana thawaf lainnya, thawaf ifadhah dilakukan dengan tujuh kali putaran. Setiap putaran tersebut merupakan rukun menurut jumhur (mayoritas ulama).

Wajib bagi yang mampu untuk berjalan melakukan thawaf, demikian pendapat jumhur, berbeda halnya dengan ulama Syafi’iyah yang menganggap sunnah.

Disunnahkan ketika melaksanakan thawaf ifadhah untuk melakukan roml (jalan cepat dengan memperpendek langkah) dan idh-thibaa’ yaitu membuka bagian pundak kanan, ini berlaku bagi yang melakukan sa’i setelah itu. Jika tidak, maka tidaklah disunnahkan.

Setelah melakukan thawaf diwajibkan melakukan shalat dua raka’at menurut jumhur, sedangkan menurut Syafi’iyah dianggap sunnah.

Hanya Allah yang memberi taufik.

 

Referensi:

Al Wajiz Al Muqorin fii Ahkam Az Zakah wash Shiyam wal Hajj, Syaikh Sa’aduddin bin Muhammad Al Kubbi, terbitan Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Wizaroh Al Awqof wasy Syu’un Al Islamiyah, Kuwait, juz ke-17."


Boehkah Mengabungkan Thawaf Wada' dengan Ifadhah?...

Semakin membludak jamaah haji dari seluruh penjuru dunia desak-desakan ekstrim tidak lagi dapat dihindari, utamanya saat thawaf. Ibadah haji adalah ibadah badaniyah yang membutuhkan kondisi tubuh dalam keadaan fit. Kenyataannya ada beberapa kondisi seseorang merasa berat atau bahkan tidak mampu melaksanakan thawaf, padahal dalam ibadah haji setidaknya ada tiga kali thawaf yakni, thawaf qudum, ifadhah dan wada'. 

 
Karenanya bolehkan orang menggabungkan thawaf ifadhah dan thawaf wada' menjadi satu kali thawaf dengan dua niat dengan tujuan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan mengingat kondisi tubuh yang sedang tidak fit?  

 
Sebelumnya perlu diketahui bahwa hukum thawaf wada' diperselisihkan oleh ulama se​​​​​​bagai berikut: 

 
Pertama, menurut mazhab Syafi'i thawaf wada' hukumnya wajib menurut pendapat ashah dan sunah menurut pendapat lain. Terkait pendapat madzhab Syafi'i dapat dilihat misalnya dalam kitab Al-Majmu':

Baca Juga

Hukum Bersentuhan dengan Bukan Mahram Saat Thawaf
 
وَطَوَافُ الْوَدَاعِ فِيهِ قَوْلَانِ (أَصَحُّهُمَا) أَنَّهُ وَاجِبٌ (وَالثَّانِي) سُنَّةٌ فَإِنْ تَرَكَهُ أَرَاقَ دَمًا (إنْ قُلْنَا) هُوَ وَاجِبٌ فَالدَّمُ وَاجِبٌ وَإِنْ قُلْنَا سُنَّةٌ فَالدَّمُ سُنَّةٌ

 
Artinya, “Hukum thawaf wada’ dalam ibadah haji ada dua pendapat, pertama—dan ini yang paling sahih—adalah wajib; dan​​​​​​ kedua sunah. Karenanya jika ditinggalkan maka harus menyembelih dam. Jika dikatakan wajib maka menyembelih damnya juga wajib. Tapi jika dikatakan sunah maka menyembelihnya juga sunah.” (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab, [Jeddah: Maktabah Al-Irsyad], juz VIII, halaman 15).

 
Kedua, menurut pendapat mazhab Maliki thawaf wada' hukumnya sunah dan dapat digabung dengan thawaf ifadhah dengan satu kali thawaf, sebagaimana dijelaskan oleh Imam Malik (wafat 179 H) dalam kitabnya Al-Mudawwanatul Kubra: 

 
بلغني أن بعض أصحاب النبي عليه السلام كانوا يأتون مراهقين -أي ضاق بهم وقت الوقوف بعرفة عن إدراك الطواف قبله- فينفذون لحجهم ولا يطوفون ولا يسعون، ثم يقدمون منًى ولا يفيضون من منًى إلى آخر أيام التشريق، فيأتون فينيخون بإبلهم عند باب المسجد ويدخلون فيطوفون بالبيت ويسعون ثم ينصرفون، فيجزئهم طوافهم ذلك لدخولهم مكة ولإفاضتهم ولوداعهم البيت

 
Artinya, "Telah sampai kepadaku bahwa sebagian sahabat Nabi datang pada saat waktu terbatas untuk wukuf di Arafah jika mereka melakukan thawaf sebelumnya. Kemudian mereka melanjutkan ibadah hajinya dengan tidak thawaf dan sa'i. Selanjutnya mereka datang di Mina dan tidak memanjangkan waktu dari Mina sampai hari-hari Tasyrik. Lalu mereka datang kemudian menderumkan unta-untanya di samping pintu masjid, lalu mereka masuk untuk thawaf dan sa'i, lalu pergi. Telah mencukupi mereka thawaf tersebut untuk thawaf masuk Makkah (thawaf qudum), thawaf ifadhah dan thawaf wada'." (Malik bin Anas bin Malik, Al-Mudawanatul Kubra, [Bairut, Darul Kutub Ilmiyah: 1994 H], juz I halaman 425).

Baca Juga

Badal Thawaf Ifadlah Dibolehkan Dengan Syarat
 
Abu Barakat Ad-Dardiri (wafat 1230 H) yang bermazhab Maliki dalam kitabnya As-Syarhul Kabir mengatakan:

 
وتَأَدَّى الوداعُ (بالإفاضة و) بطواف (العمرة) أي سقط طلبه بهما ويحصل له ثواب طواف الوداع إن نواه بهما

 
Artinya, "Telah memenuhi thawaf wada' dengan thawaf ifadhah dan thawaf ’umrah. Maksudnya telah gugur tuntutan thawaf wada' dengan melakukan thawaf ifadhah dan thawaf ’umrah, dan telah hasil baginya pahala thawaf wada' jika ia meniatkannya dalam thawaf ifadhah dan thawaf ’umrah." (Abu Barakat Ad-Dardiri, As-Syarhul Kabir, [Bairut, Dar-Fikr: tt], juz II, halaman 53). 

 
Kemudian, Al-Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) yang bermazhab Hambali menjelaskan dalam kitabnya: 

 
فصل: فإن أخر طواف الزيارة فطافه عند الخروج، فيه روايتان؛ إحداهما: يجزئه عن طواف الوداع؛ لأنه أُمِرَ أن يكون آخر عهدِه بالبيت, وقد فعل، ولأن ما شُرِعَ لتحية المسجد أجزأ عنه الواجب من جنسه, كتحية المسجد بركعتين تجزئ عنهما المكتوبة

 
Artinya, " Pasal: Apabila orang mengakhirkan thawaf ziyarah (ifadhah) lalu imelakukan thawaf ketika akan keluar (meninggalkan kota Makkah), dalam permasalahan ini terdapat dua riwayat. Pertama, thawah ifadhah mencukupi dari thawaf wada', karena yang diperintahkan adalah menjadikan akhir amalan hajinya adalah thawaf di Baitullah dan ini telah terlaksana. Perkara yang disyariatkan untuk dikerjakan yaitu shalat tahiyatul masjid telah tercukupi dengan shalat wajib yang sejenis, seperti shalat dua rakaat tahiyatul masjid keduanya tercukupi dengan shalat wajib." (Abu Muhammad Muawiquddin Ibn Qudamah, Al-Mughni libni Qudamah, [Mesir, Maktabah Al-Qahirah], juz III, halaman 404). 

 
Ulama lain dari mazhab hambali, Al-’Alamah Al-Mardawi (wafat 885 H) dalam kitabnya, Al-Inshaf berkata: 

 
 ومَن أخَّر طواف الزيارة فطافه عند الخروج؛ أجزأ عن طواف الوداع

 
Artinya, "Barangsiapa mengakhirkan thawaf ziyarah (ifadhah) lalu ia melakukan thawaf ketika akan keluar (meninggalkan kota Makkah), maka cukup baginya melakukan thawaf wada'." ('Ala'uddin Al-Mardawi, Al-Inshaf, [ Mesir, Darul Ihya' at-Turats], juz IV, halaman 50).

 
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa thawaf wada' hukumnya wajib menurut mazhab Syafi'i, sedangkan menurut mazhab Maliki, satu pendapat dalam mazhab Imam As-Syafi'i dan Mazhab Imam Ahmad, thawaf wada' hukumnya sunah.

 
Kemudian Madzhab Maliki dan Hanbali memperbolehkan mengumpulkan antara thawaf ifadhah dan wada' dalam satu kali thawaf. Hal ini berdasar pada tujuannya adalah menjadikan akhir amalan hajinya adalah thawaf di Baitullah, dan hal ini telah terlaksana dengan thawaf ifadhah.

 
Walhasil, mengingat dalam kondisi tertentu, pelaksanaan thawaf dua kali, yaitu thawaf ifadhah dan wada' secara terpisah akan sangat memberatkan (masyaqqah) terutama bagi jamaah haji dengan risiko tinggi, sakit dan lemah secara fisik, untuk meminimalisir risiko, maka dimungkinkan untuknya memilih teknis yang lebih mudah yaitu dengan cara menggabungkan keduanya dalam satu waktu dengan dua niat, dan telah ia dapatkan pahala keduanya sekalipun hanya dengan satu kali thawaf. 
Wallahu a'lam bisshawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar