HUKUM MENABUH REBANA DI DALAM MASJID
مفاهيم يجب أن تصحح
على الحكم ضرب الدفوف في المسجد مباح
تأليف
كيا هي الحاج أحمد توفيق الرحيم ابن سيد عبد الله سحيمي الفارسى
خادم طلبة مجلس ذكرالله سبحاته و تعالى
تغراغ - البنتانى
*** HUKUM MEMUKUL HADROH/REBANA DI DALAM MASJID ***
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ
بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا
الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ
بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang melimpahkan kepada kita kemuliaan tuntunan nabiNya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, hingga terangkat derajat kita dari kehinaan menuju keluhuran, dari keluhuran menuju keluhuran yang lebih tinggi lagi, demikianlah mulianya rahasia tuntunan sang nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang senantiasa menuntun seseorang kepada derajat semakin luhur yang tiada akhirnya, hingga semakin dekat kepada Allah subhanahu wata’ala. Kita telah mendengar penyampaian guru-guru kita akan indahnya keadaan orang-orang yang ingin mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala dan sebaliknya bagaimana kerugian orang-orang yang tidak ingin dekat dengan tuhan penciptanya. Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa yang suka berjumpa dengan Allah maka Allah suka berjumpa dengannya, dan barangsiapa yang benci bertemu dengan Allah maka Allah benci untuk bertemu dengannya”
Hadits ini merupakan suatu lamaran cinta dari Allah subhanahu wata’ala kepada hambaNya untuk mencintaiNya, oleh sebab itu kita selalu dituntun oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk senantiasa berada di jalan yang diridhai Allah subhanahu wata’ala, dan jika kita mendapati diri kita tidak mampu melakukannya maka adukanlah dan mintalah ampunan kepada Allah subhanahu wata’ala, namun Allah tidak akan membebani hambaNya lebih dari kemampuannya, sebagaimana Allah subhanahu wata’ala berfirman :
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
( البقرة : 286 )
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. ( QS. Al Baqarah : 286 )
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah lambang yang mulia yang diciptakan oleh Allah subhanahu wata’ala untuk dijadikan panutan, dijadikan idola,dan untuk dicintai lebih dari seluruh makhlukNya yang lain. Sehingga Allah subhanahu wata’ala mengelompokkan orang yang mencintai nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dalam kelompok orang yang mencintai Allah subhanahu wata’ala. Jika seseorang mencintai Allah subhanahu wata’ala namun tidak mencintai nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka cintanya kepada Allah itu dusta Bahkan tertolak, karena semakin seseorang mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka hatinya akan semakin dipenuhi dengan cinta dan rindu kepada yang telah menciptakannya, yaitu Allah subhanahu wata’ala. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah makhluk yang paling indah dan paling mencintai kita (ummatnya) lebih dari seluruh makhluk lainnya. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mencintai kita lebih dari ayah ibu kita, mencintai kita lebih dari semua kekasih kita, karena ketika seseorang telah telah masuk ke dalam api neraka maka tidak ada seorang pun dari para kekasihnya yang akan mengingatnya kecuali sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang akan memohonkan syafaat untuknya.
قَالَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ شَيْءٍ، لَمْ أَكُنْ أُرِيتُهُ، إِلَّا رَأَيْتُهُ فِي مَقَامِي، حَتَّى الْجَنَّةُ وَالنَّارُ،
فَأُوحِيَ إِلَيَّ، أَنَّكُمْ تُفْتَنُونَ، فِي قُبُورِكُمْ، مِثْلَ أَوْ قَرِيبَ، مِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ، يُقَالُ مَا عِلْمُكَ بِهَذَا الرَّجُلِ؟، فَأَمَّا
الْمُؤْمِنُ، أَوْ الْمُوقِنُ، فَيَقُولُ هُوَ مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ، جَاءَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى، فَأَجَبْنَا، وَاتَّبَعْنَا، هُوَ مُحَمَّدٌ، هُوَ
مُحَمَّدٌ، هُوَ مُحَمَّدٌ، فَيُقَالُ، نَمْ صَالِحًا، قَدْ عَلِمْنَا، إِنْ كُنْتَ لَمُوقِنًا بِهِ، وَأَمَّا الْمُنَافِقُ، أَوْ الْمُرْتَابُ، فَيَقُولُ
: لَا أَدْرِي، سَمِعْتُ النَّاسَ، يَقُولُونَ شَيْئًا، فَقُلْتُهُ.
(صحيح البخاري)
Dari Asma binti Abu bakar As sshiddiq Ra: Sabda Rasulullah SAW (saat khutbah Shalat Gerhana Matahari): “ Tiadalah dari sesuatu yang belum kulihat sebelumnya kecuali diperlihatkan padaku ditempat berdiriku ini, hingga surga dan neraka, dan diwahyukan padaku sungguh kalian akan diuji di dalam kubur kalian seperti beratnya ujian kedatangan fitnah dajjal, (ujian / siksaan yang sangat dahsyat), maka dikatakan (oleh malaikat di alam kubur): Apa pengetahuanmu tentang orang ini (Muhammad SAW), maka ia (ruh itu) akan berkata: Dia Muhammad Rasulullah (SAW), diutus pada kami dengan membawa petunjuk dan kejelasan, maka kami memanutnya dan menjadi pengikutnya, Dia Muhammad, dia Muhammad, dia Muhammad..!(SAW), maka dikatakan padanya: Beristirahatlah hamba shalih, kami sudah yakin bahwa kau orang beriman.Namun jika munafik atau orang yang ragu dalam agama, ia hanya bisa menjawab: Tidak tahu, kudengar orang orang berkata tentangnya maka aku ikut ikutan saja” (Shahih Bukhari)
Begitu mulianya para pecinta Nabi Muhammad SAW meskipun belum berjumpa dengan Nabi Muhammad SAW di alam dunia namun ia telah mengetahui wujud Nabi Muhammad SAW berkat cinta sejatinya yang di ungkapkan dalam memperbanyak BERSHOLAWAT kepada Nabi Muhammad SAW disaat malaikat munkar dan nakir ingin mengajukan pertanyaan Nabi mulia SAW Hadir di dalam Quburnya demi untuk memuliakan dan menjauhkan siksaan bagi pecintanya dan ummatnya yang cinta dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan Alangkah hinanya manusia yang malas bahkan enggan MEMBACA SHOLAWAT kepada Nabi Muhammad SAW sehingga siksaan demi siksaan yang sangat pedih terus bergulir sampai hari kiamat tiba, Naudzu billahi min dzalik. Semoga kita termasuk ummatnya yang dikenal oleh beliau dan di anugerahi syafaat / pertolongan barokah dari seringnya kita menghadiri majelis ta’lim & majelis dzikir untuk memberikan makanan kepada ruhani kita yang kurus akibat dosa-dosa, semoga pula tubuh kita sehat dengan makanan yang baik dan rohani kita sehat dengan pengajian yang baik.didalam hadits
Bahkan para nabi dan rasul yang lainnya pun ketika mereka dimintai syafaat (pertolongan) kelak di hari kiamat mereka berkata :
نَفْسِيْ نَفْسِيْ نَفْسِيْ اِذْهَبُوْا إِلىَ غَيْرِيْ
“ Diriku, diriku, diriku, pergilah kepada selainku “
Kelak di saat manusia berkumpul di telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka akan ada orang-orang dari ummat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang disingkirkan oleh malaikat dari telaga itu karena mereka berubah (berpaling dari kebenaran) setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, namun setelah mereka terusir dari kelompok nabi Muhammad shallallahu ‘alalihi wasallam, maka mereka pergi menuju kepada semua nabi untuk meminta pertolongan akan tetapi kesemuanya menolak, sehingga mereka kembali lagi kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata :
أَنَا لَهَا
“ Itulah bagianku (akulah pemberi syafaat”)
Itulah bukti kecintaan Sayyidina Muhammad SAW kepada kita selaku umatnya dan semoga kita termasuk ummatnya yang selalu mengibarkan dengan semangat bendera dakwah Sayyidina Muhammad SAW didalam tatanan aqidah ahlusunnah wal jama’ah,seiring dengan begitu banyaknya pertanyaan-pertanyaan yang sangat membutuhkan jawaban secara Detail namun Ringkas tentang hukum memaikan DUFF/ REBANA DI DALAM MASJID dalam email MAJELIS DZIKRULLAH SWT maka al faqir memberikan ulasan dari KITAB HADITS SHAHIH & Kitab Jumhurul ulama ( kitab ulama terdahulu ) Tentang di bolehkannya MEMAINKAN REBANA DI DALAM MASJID .
MELURUSKAN PEMAHAMAN YANG WAJIB DI LURUSKAN
DALAM PERSPEKTIF HUKUM DUFF / HADRAH / REBANA DI DALAM MASJID
Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87).
Al-ashlu fi ad-dalil sahihal-i’mal lâ al-ihmal “Pada dasarnya dalil sahih itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditinggalkan.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, juz 1, hal. 239).
di dalam sebuah hadits sahih diriwayatkan bahwa para wanita memukul rebana menyambut Rasulullah SAW disuatu acara pernikahan, dan Rasulullah SAW mendengarkan syair mereka dan pukulan rebana mereka, hingga mereka berkata : bersama kami seorang nabi yg mengetahui apa yg akan terjadi”, maka Rasulullah SAW bersabda : “Tinggalkan kalimat itu, dan ucapkan apa apa yg sebelumnya telah kau ucapkan”. ( Shahih Bukhari hadits no.4852 dan ada pula didalam kitab fath baari ala sahih bukhari juz III hal,113 diriwayatkan oleh Sayyidatuna Aisya ra. ),
tausiyah Al Muhadits Al Habib Umar bin Hafidzh beliau menerangkan bahwa di dalam riwayat hadits yang(tsiqah/kuat) ada seorang sohabi Rasulullah SAW mempunyai nadzar apabila peperangan Rasul SAW mengalami kemenangan maka beliau ingin menabuh rebana di hadapan Rasulullah SAW dengan tujuan menggembirakan Rasulullah SAW. Lantas bagaimana apabila niat menabuh rebana karena Allah SWT dan Mengajak umat islam untuk bersatupadu untuk mencintai dan membuat Rasulullah SAW tersenyum di akhirat ? karena banyaknya umat islam yang mencintai Allah SWT dan Rasulullah SAW.
diriwayatkan oleh Hasan bin Tsabit ra,ketika bersama Rasullullah SAW membaca qosidah di dalam masjid tertera pula di dalam sahih Imam Bukhari yang mana nabi tidak mengingkarinya,semoga kita di anugerahkan kelembutan akhlaq sebagaimana akhlaq Sayyidina Muhammad SAW yang sejuk di dalam menghadapi segala macam hal hukum islam dengan tidak ter gesa-gesa menetapkan hukum salah/membenci sesama saudara seagama seaqidah atau tidak sekedar ikhtilafiyyah / perbedaan pendapat demi kemaslahatan ummat dan itupula sebagian kecil akhlaq sahabat Nabi SAW yang lebih memilih hukum Rasulullah SAW ketimbang menghukumi scara pribadi.
juga diriwayatkan bahwa rebana dimainkan saat hari asyura di Madinah dimasa para sahabat radhiyallahu ‘anhum ( Sunan Ibn Majah hadits no.1897 )
Dari Sayyidatuna Aisyah ra : Dia ( Rasulullah SAW ) pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah SAW bersabda:
“Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan.” [HR.Imam Bukhari,Bab nikah].
Dijelaskan oleh Imam Ibn Hajar Al asqalani bahwa Duff (rebana) dan nyanyian pada pernikahan diperbolehkan walaupun merupakan hal lahwun ( melupakan dari Allah SWT ), namun dalam pernikahan hal ini ( walau lahwun ) diperbolehkan ( keringanan syariah karena kegembiraan saat nikah ), selama tak keluar dari batas batas mubah, demikian sebagian pendapat ulama ( Fathul Baari Almasyhur Juz 9 hal 203 )
Menunjukkan bahwa yg dipermasalahkan mengenai pelarangan Rebana adalah karena hal yg Lahwun ( melupakan dari Allah SWT ), namun bukan berarti semua Rebana haram karena Rasulullah SAW memperbolehkannya, bahkan dijelaskan di dalam Kitab Yang paling otentik Shahih Bukhari , namun ketika mulai makna syairnya menyimpang dan melupakan dari Allah SWT maka Rasulullah SAW melarangnya,
تحفة الأحوذي شرح الترمذي جزء الثالث, ص 155
و اضربو عليه . أي النكاح . بالدفوف لكن خارج المسجد
Di dalam Kitab Tuhfatul Ahwadzi Sarah At Tirmidzi juz 3 halaman 155 di terangkan bahwasanya sepakat para ulama terdahulu “ dan pukullah Rebana pada hari pernikahan, akan tetapi di luar masjid “
Diterangkan oleh banyak ulama Dua masjidil haram sewaktu pengarang bermukim di dua kota suci MAKKAH & MADINAH serta turut menghadiri acara resepsi pernikahan. mengapa Rebana Tidak di pukul di dalam masjid ? di karenakan adat istiadat warga Saudi Arabia apabila ada perayaa pernikahan selalu di barengi dengan tarian khas Saudi Arabia / timur tengah dengan berkaum kaum ( maksudnya laki-laki dengan laki-laki dan wanita dengan wanita ) di khawatirkan ikhtilat / bercampur baur antara yang muhrim dan yang bukan muhrim, juga karena menjaga kesucian masjid dari alunan lantunan syair yang hanya menghibur pengantin.
وفي الحاشية اعانة طاليبين على ألفاظ فتح المعين بشرح قرة العين بمهات الدين تأليف السيد أبى بكر المشهور باالسيد البكرى بن السيد محمد شطا الدمياطى المصرى . جزء الثالث , ص 273
و يسن أن يكون العقد في المسجد
Dan di dalam Kitab Hasiyyah I’anatut Tholibin Sarah Fathul Mu’in Karya Assyaikh Sayyid Abi Bakar yag termashur dengan nama As Sayyid Bakri ibn Sayyid Muhammad Sato Ad Dimyati Al Misri, juz 3 halaman 273 “ dan di sunnahkan pelaksanaan akad nikah di dalam masjid ”
Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla , juz VI, hal. 59 mengatakan:
“Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun Rasul-Nya tentang sesuatu yang kita perbincangkan di sini [dalam hal ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik], maka telah terbukti bahwa ia halal atau boleh secara mutlak.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 57)
Adapun jika seseorang mendengar nyanyian secara interaktif (istima’ al-ghina’) dan nyanyiannya adalah nyanyian haram, atau kondisi yang melingkupinya haram (misalnya ada ikhthilat/bercampur baur laki-laki dan wanita yang bukan muhrim tanpa memakai hijab) karena disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, maka aktivitasnya itu adalah haram (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Allah SWT berfirman:
“Maka janganlah kamu duduk bersama mereka hingga mereka beralih pada pembicaraan yang lainnya.” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 140).
“…Maka janganlah kamu duduk bersama kaum yang zhalim setelah (mereka) diberi peringatan.” (Qs. al-An’âm [6]: 68).
Imam asy-Syafi’i mengatakan bahwa tidak dibenarkan dari Nabi SAW ada dua hadits shahih yang saling bertentangan, di mana salah satunya menafikan apa yang ditetapkan yang lainnya, kecuali dua hadits ini dapat dipahami salah satunya berupa hukum khusus sedang lainnya hukum umum, atau salah satunya global (ijmal) sedang lainnya adalah penjelasan (tafsir). Pertentangan hanya terjadi jika terjadi nasakh (penghapusan hukum) { seperti nikah mut’ah / kawin kontrak yang telah di nasakh / dihapus hukumnya di jaman Rasulullah SAW,namun tidak dengan DUFF yang mana dalilnya( tafsili) / terperinci }.meskipun mujtahid belum menjumpai nasakh itu (Imam asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul Ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushul, hal. 275)
Diterangkan Di dalam QAWAID USHUL FIQIH { KITAB JAM’UL JAWAMI,ASBAH WANADHOIR, LATHOIFUL ISYARAH IMAM AS SUYUTI, } “DINUNA MABNIYATUN ALAN NUQUL SOHIH LA ALA MUNASABATIL UQUL DHAIFA” ( agama itu berdasarkan DALIL SHAHI yang tidak bersesuaian dengan aqal dhaif (LEMAH)/ DALIL LEMAH )
Demikianlah maksud pelarangannya di masjid, karena rebana yg mengarah pada musik lahwun (melalaikan) , sebagian ulama membolehkannya di masjid hanya untuk nikah walaupun Lahwun, namun sebagian lainnya mengatakan yg dimaksud adalah diluar masjid, bukan didalam masjid,
Pembahasan di atas ini adalah seputar Pelarangan Hukum Rebana untuk kegembiraan atas akad nikah dengan lagu yang melupakan dari Dzikrullah SWT( mengingat ALLAH SWT ).
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Sayyidina Umar ibn Khatab ra, melewati shahabat Hasan bin tsabit ra,sedangkan ia sedang melantunkan sayi’ir di masjid. Maka Sayyidina Umar ibn Khatab ra memarahinya seraya tidak setuju. Lalu Hasan bin tsabit berkata:
“Aku pernah bersyai’ir ( qasidah ) di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia dari pada mu ( yaitu Rasulullah SAW )” [HR. Muslim, juz II, hal. 485].
Didalam Madzhab Al Imam Syafii bahwa Dufuf ( Rebana ) hukumnya Mubah di dalam masjid secara Mutlak ( Faidhul qadir juz 1 hal 11 ),
Namun menurut Mayoritas pendapat para Ulama seperti Assyaikh Al imam Izzuddin ibn Abdussalam dan Asyyaikh Al imam Bahrul fahamah Ibn Daqiq al-‘ied dan yang lainnya , dua ulama’tersebut sangat terkenal dengan kealimannya dan kewara’annya menyatakan memukul rebana di dalam masjid diperbolehkan. ( kitab Fatawa Fiqhiyyatul Kubra juz 10 hal 296 ) [1]
[1] الفتاوى الفقهية الكبرى – (ج 10 / ص 296)
( وَسُئِلَ ) رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى عَمَّا صُورَته مَا يَتَعَاطَاهُ جَهَلَةُ الْمُتَصَوِّفَةِ مِنْ الطَّيَرَانِ وَالْقَصَبِ وَالْغِنَاءِ وَالصِّيَاحِ وَالرَّقْصِ وَاعْتِقَادِهِمْ أَنَّ ذَلِكَ قُرْبَةٌ وَتَكْنِيَتُهُمْ عَنْ الْبَارِي عَزَّ وَجَلَّ بِهِنْدٍ وَلَيْلَى فَهَلْ يَحِلُّ لَهُمْ ذَلِكَ لَا سِيَّمَا فِي الْمَسَاجِدِ وَهَلْ نُقِلَ عَنْ السَّلَفِ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ وَهَلْ ذَلِكَ صَغِيرَةٌ أَوْ كَبِيرَةٌ وَهَلْ يُكَفَّرُ مَنْ اعْتَقَدَ التَّقَرُّبَ بِهِ إلَى اللَّهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى أَوْضِحُوا لَنَا ذَلِكَ وَبَيِّنُوهُ بَيَانًا شَافِيًا ؟ ( فَأَجَابَ ) نَفَعَنَا اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِعُلُومِهِ بِقَوْلِهِ قَدْ أَشْبَعَ الْأَئِمَّةُ كَالْعِزِّ بْنِ عَبْدِ السَّلَامِ فِي قَوَاعِدِهِ الْكَلَامَ فِي ذَلِكَ وَلَا بَأْسَ بِالْكَلَامِ عَلَيْهَا بِاخْتِصَارٍ فَنَقُولُ أَمَّا الدُّفُّ فَمُبَاحٌ مُطْلَقًا حَتَّى لِلرِّجَالِ كَمَا اقْتَضَاهُ إطْلَاقُ الْجُمْهُورِ وَصَرَّحَ بِهِ السُّبْكِيّ وَضَعَّفَ مُخَالَفَةَ الْحَلِيمِيِّ فِيهِ وَأَمَّا الْيَرَاعُ فَالْمُعْتَمَدُ عِنْدَ النَّوَوِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى كَالْأَكْثَرِينَ حُرْمَتُهُ . وَأَمَّا اجْتِمَاعُهُمَا فَحَرَّمَهُ ابْنُ الصَّلَاحِ وَخَالَفَهُ السُّبْكِيّ وَغَيْرُهُ فَإِنَّ الْحُرْمَةَ لَمْ تَتَأَتَّ مِنْ الِاجْتِمَاعِ وَلَمْ تَسْرِ إلَى الدُّفِّ بَلْ مِنْ حَيْثُ الْيَرَاعُ الْمُسَمَّى بِالشَّبَّابَةِ – الى ان قال – وَأَمَّا التَّصْفِيقُ بِالْيَدِ لِلرِّجَالِ فَنَقَلَ ابْنُ عَبْدِ السَّلَامِ رَحِمه اللَّهُ تَعَالَى عَنْ بَعْضِهِمْ أَنَّهُ حَرَامٌ وَجَزَمَ بِهِ الْمَرَاغِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَفِيهِ نَظَرٌ وَنِيَّةُ التَّقَرُّبِ بِذَلِكَ لَا يَخْفَى عَلَى أَحَدٍ أَنَّهُ حَرَامٌ وَلَا يُعْلَمُ ذَلِكَ إلَّا بِصَرِيحِ لَفْظِ النَّاوِي فَلَا يَجُوزُ أَنْ يُظَنَّ بِهِ ذَلِكَ وَلَوْ لِقَرِينَةٍ لَا سِيَّمَا إنْ كَانَ مِمَّنْ اُشْتُهِرَ عَنْهُ خَيْرٌ بَلْ رُبَّمَا يَكُون ظَنُّ ذَلِكَ بِمِثْلِ هَذَا جَالِبًا لِلْمَقْتِ وَالْعِيَاذُ بِاَللَّهِ وَتَسْمِيَةُ الْبَارِي جَلَّ وَعَلَا بِالْمَخْلُوقِينَ حَرَامٌ عِنْد كُلِّ أَحَدٍ وَلَا يَنْبَغِي أَنْ يُظَنَّ ذَلِكَ أَيْضًا بِمِثْلِ مَنْ ذَكَرْنَاهُ وَحَاشَا مَنْ يُنْسَبُ إلَى أَدْنَى دَرَجَاتِ الْمُؤْمِنِينَ أَنْ يُشَبِّهَ الْقَدِيمَ بِالْحَادِثِ .وَأَمَّا فِعْلُ ذَلِكَ فِي الْمَسَاجِدِ فَلَا يَنْبَغِي لِأَنَّهَا لَمْ تُبْنَ لِمِثْلِ ذَلِكَ وَلَا يَحْرُم ذَلِكَ إلَّا إنْ أَضَرَّ بِأَرْضِ الْمَسْجِدِ أَوْ حُصُرِهِ أَوْ نَحْوِهِمَا أَوْ شَوَّشَ عَلَى نَحْوِ مُصَلٍّ أَوْ نَائِمٍ بِهِ وَقَدْ رَقَصَ الْحَبَشَةُ فِي الْمَسْجِدِ وَهُوَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْظُرهُمْ وَيُقِرّهُمْ عَلَى ذَلِكَ وَفِي التِّرْمِذِيِّ وَسُنَنِ ابْنِ مَاجَهْ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ { أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ وَافْعَلُوهُ فِي الْمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفِّ } وَفِيهِ إيمَاءٌ إلَى جَوَازِ ضَرْبِ الدُّفِّ فِي الْمَسَاجِدِ لِأَجْلِ ذَلِكَ فَعَلَى تَسْلِيمِهِ يُقَاسُ بِهِ غَيْرُهُ وَأَمَّا نَقْلُ ذَلِكَ عَنْ السَّلَفِ فَقَدْ قَالَ الْوَلِيُّ أَبُو زُرْعَةَ فِي تَحْرِيرِهِ صَحَّ عَنْ الشَّيْخِ عِزِّ الدِّينِ بْنِ عَبْدِ السَّلَامِ وَابْنِ دَقِيقِ الْعِيدِ وَهُمَا سَيِّدَا الْمُتَأَخِّرِينَ عِلْمًا وَوَرَعًا وَنَقَلَهُ بَعْضُهُمْ عَنْ الشَّيْخِ أَبِي إِسْحَاقَ الشِّيرَازِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَكَفَاكَ بِهِ وَرِعًا مُجْتَهِدًا وَأَمَّا دَلِيلُ الْحِلِّ لِمَا ذُكِرَ فَفِي الْبُخَارِيِّ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { سَمِعَ بَعْضَ جَوَارٍ يَضْرِبْنَ بِالدُّفِّ وَهِيَ تَقُولُ وَفِينَا نَبِيٌّ يَعْلَمُ مَا فِي غَدٍ فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعِي هَذَا وَقُولِي الَّذِي كُنْت تَقُولِينَ } وَفِي التِّرْمِذِيِّ وَابْنِ مَاجَهْ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ { لَمَّا رَجَعَ مِنْ بَعْضِ غَزَوَاتِهِ أَتَتْهُ جَارِيَةٌ سَوْدَاءُ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إنِّي نَذَرْتُ إنْ رَدَّك اللَّهُ تَعَالَى سَالِمًا أَنْ أَضْرِبَ بَيْنَ يَدَيْك بِالدُّفِّ فَقَالَ لَهَا إنْ كُنْتِ نَذَرْتِ فَأَوْفِ بِنَذْرِك } .
Berbeda dengan rebana dalam pembacaan Kitab maulid ( RAWI ), karena isi syairnya adalah Shalawat, pujian pada Allah SWT dan Rasul Nya SAW, maka hal ini tentunya tak ada khilaf ( perbedaan ) padanya, karena khilaf adalah pada lagu Band yg membawa lahwun ( Melalaikan ).
Sebagaimana Rasulullah SAW tak melarangnya, maka muslim mana pula yg berani mengharamkannya, sebab pelarangan di masjid adalah membunyikan hal yg membuat lupa dari Allah SWT didalam masjid,
sebagaimana juga syair yg jelas jelas dilarang oleh Rasulullah SAW untuk dilantunkan di masjid, karena membuat orang lupa dari Allah SWT, dan masjid adalah tempat dzikrullah SWT, namun justru syair pujian atas Rasul SAW diperbolehkan oleh Rasulullah SAW di masjid, demikian jelasnya di terangkan dalam Hadits shahih dalam Kitab Shahih Bukhari, bahkan Rasulullah SAW menyukainya dan mendoakan Hasan bin Tsabit ra yang melantunkan syair di masjid, tentunya syair yg memuji Allah SWT dan Rasul Nya SAW.
Saudaraku, Rebana yg kita pakai di masjid itu bukan Lahwun dan membuat orang lupa dari Allah SWT, justru rebana rebana itu membawa muslimin dan muslimah serta para pemuda pemudi untuk mau datang dan tertarik hadir ke Masjid & Majelis, duduk berdzikir, melupakan lagu BAND,lagu GOYANG EROTIC, lagu maksiatnya yang membawa si pendengarnya kearah negative , meninggalkan alat alat musik syaithonnya, tenggelam dalam dzikrullah SWT dan nama Allah SWT, asyik termasuk menikmati rebana yg pernah dipakai menyambut Rasulullah SAW,
mereka bertobat, mereka menangis, mereka asyik dengan khusyu duduk di masjid, terpanggil ke masjid, betah di masjid, perantara juga sebab adalah rebana itu tadi dan syair syair Pujian pada Allah SWT dan Rasul Nya SAW.
dan sebagaimana di Majelis Rasullullah SAW yang telah dikunjungi banyak Ulama,AL HABIB MUNZIR IBN FUAD AL MUSAWA ( Pengasuh kharismatik Majelis Rasulullah SAW ) Guru kita Yang Mulia ABUYA KH.AHMAD AL FARISY ( Pengasuh Majelis Dzikrullah SWT ) , KH.ABDUL RASYID ABDULLAH SYAFI’I ( pendiri pondok pesantren Al Qur’an As – Syafi’iyah,Sukabumi ) beliau adalah putra Al marhum Al Magfurllah KH.ABDULLAH SYAFI’I ( Pondok Pesantren ASSYAFIIYYAH, jakarta )Al marhum Al Magfurllah KH.ZAINUDIN MZ.( Da’I sejuta ummat ) KH.MUHAMMAD WASI ( pimpinan pondok pesantren Al Qur’aniyyah, pandeglang BANTEN ) KH.MUHYIDDIN ABDUL QADIR AL MANAFY MA.beliau adalah alumni RUBAT AL MALIKI ( ASSAYYID MUHAMMAD IBN ALWI IBN ABBAS AL MALIKI rujuka ulama ahlussunah wal jama’ah mazhab Asyafi’i Indonesia dalam hukum kontenporer islam ) makkah al mukarromah ( pimpinan 2 Pondok pesantren internasional Asyifa Wal mahmudiyyah,sumedang,soreang BANDUNG ) KH.ABDULLAH GYMNASTIAR/AA GYM ( Pimpinan pondok pesantren Darut tauhid ) KH.MUHAMMAD ARIFIN ILHAM ( Pimpinan Majelis Adzikra ) KH.YUSUF MANSYUR ( Pimpina Pondok pesantren DARUL QUR’AN ) Juga masih banyak lagi Ulama Besar lainnya di nusantara dan Ulama timur tengah,Bahkan Dunia, kita lihat bagaimana Al musnid Al Hafizdh Al Habib Umar bin Hafidh, justru tersenyum gembira dengan Rebana Hadroh Majelis Rasulullah SAW , demikian pula Guru Mulia Al Alim Al Allamah Al Arif billah Al Faqih Al Musnid As Sayyid Al Habib Zein bin Ibrahim bin Sumaith Pimpinan Ma'had Tahfidhul qur'an Madinah Almunawwarah yang dijuluki( IMAM SYAFI’I SHAGIR ) oleh ulama pendahulu kota MAKKAH & MADINAH , demikian pula Al Allamah Al Habib Salim bin Abdullah Asyatiri Pimpinan Rubat Tarim juga menjadi Dosen di Universitas AL Ahqaf Yaman, .demikian AL Allamah ALhabib Husein bin Muhamad Alhaddar, Mufti wilayah Baidha YAMAN. Dan juga Al Musnid Al magfurlah Abuya Prof. Doktor Al Muhadits As Sayyid Muhammad Ibn Alwi Ibn Abbas Al Maliki( beliau ialah Ahli Hadits Ulama dua tanah suci kota makkah dan madinah al munawaroh termasuk rujukan semua Ulama Kiyai & Habaib Di Indonesia Dan Dunia) tidak menyinggung tentang perihal pemakaiaan REBANA DI DALAM MASJID disaat pembacaan qosidah ataupun RAWI yang tertera di dalam kitab beliau yang sangat fenomenal yaitu kitab yang beliau beri nama MAFAHIM YAJIBU ANTUSHOHAH / pemahaman-pemahaman yang wajib di luruskan agar tidak mudah mem bid’ahkan serta mengkafirkan sesama KAUM MUSLIMIN AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH, di karenakan hancurnya UMAT TERDAHULU IALAH KARENA SALING ADU DOMBA TERHADAP SESAMA TENTANG PRIHAL SESUATU YANG BELUM KUNJUNG JELAS DI KETAHUINYA.yang di sampaikan oleh putra penerus perjuangan beliau di ma’had Al Maliki Roshefa Makkah Al Mukarromah yakni Al Arifbillah As Sayyid Ahmad ibn Muhammad Ibn Abbas Al Maliki Al Makki Al Hasani ( Makkah Al Mukarromah ).
mereka hadir di Majelis Rasulullah SAW dan gembira, tentunya bila hal ini mungkar niscaya mereka tak tinggal diam, bahkan mereka memuji Majelis AL HABIB MUNZIR BIN FUAD AL MUSAWA sebagai majelis yg sangat memancarkan cahaya keteduhan melebih banyak majelis majelis lainnya Bahkan para instansi pemerintah baik dari tingkat yang terendah ( Rt & Rw ) sampai pimpinan Negara Republik Indonesia tingkat yang tertinggi ( Presiden ) pun memuji sejuk dengannya disaat pembacaan qosidah dengan media Rebana.
mengenai pengingkaran yg muncul dari beberapa Kyai kita adalah karena mereka belum mencapai Tahqiq / pembenaran ( KELUASAN ILMU ) dalam masalah ini, karena Tahqiq dalam masalah ini adalah tujuannya, sebab alatnya telah dimainkan dihadapan Rasulullah SAW yg bila alat itu merupakan hal yg haram mestilah Rasulullah SAW telah mengharamkannya tanpa membedakan ia membawa manfaat atau tidak, namun Rasulullah SAW tak melarangnya, dan larangan Rasulullah SAW baru muncul pada saat syair nya mulai menyimpang, maka jelaslah bahwa hakikat pelarangannya adalah terletak pada Tujuan pemukulan Rebananya itu sendiri.
oleh: ABUYA KH.AHMAD AL FARISY mudir MAJELIS DZIKRULLAH SWT
{ Beliau adalah Alumni Rubath Al Jufry ( MADINAH AL MUNAWAROH ) yang mengarungi dunia belajar di timur tengah selama kurun waktu empat tahun 9 bulan lebih yang mengembara menuntut ilmu ke penjuru kota thoif,al baha
( riyadh ),Jeddah,makkah al mukarromah dan madinah al munawaroh setelah mendapat persetujuan belajar ke tanah suci,oleh tuan guru beliau KH.AHMAD MAKKI IBN KH.ABDULLAH MAHFUDH pengasuh pondok pesantren ASSALAFIYYAH sukabumi,yang terkenal dengan ilmu mantiq,nahwu,sharaf dan kitab rohbiyahnya ( kitab hukum waris ) nya yang telah medapatkan peghargaan penulis kitab klasik termashur, juga kesohor dalam terjemah KITAB-KITAB KUNING besar lainnya yang telah tersebar karya beliau di seluruh toko kitab nusantara .,beliau belajar di Ma’had Tahfidzhul qur’an Madinah Al Munawarah yang dipimpin oleh AL ALLAMAH AL FAQIH BAHRUL FAHAMAH AL MUSNID AL HABIB ZEIN IBN IBRAHIM IBN SUMAITH AL HUSAYNI AL MADANI ahli Fiqih,DAN BELIAU BANYAK MENGAMBIL SANAD / IJAZAH KEGURUAN KEPADA ULAMA BESAR KOTA MAKKAH ASSAYYID AL HABIB AHMAD IBN MUHAMMAD IBN ALWI IBN ABBAS AL MALIKI,ASYYAIKH MUHAMMAD ANNIJRI ahli murottal rauseffa makkah al mukarromah ( Imam Masjid Assudaish dan juga beliau murid kesayangan sang imam makkah karna kemerduan suaranya ), DAN MADINAH AL MUNAWARAH SEMISAL ASYAIKH PROF.DOKTOR.AL MUFASSIR SYAIKH MUHAMMAD ALI IBN ALI IBN JAMIL AL SHOBUNI ahli tafsir al qur’an, DI ANTARA KARYA BELIAU YANG MENDUNIA IALAH SOFWAH AL TAFSIR, ASYAIKH MUHAMMAD MAHMUD HADJAR AD DAMSYQI serta masih banyak lagi silsilah keguruan beliau yang masyhur.
( Ulama asal Damaskus, Suria ) ahli tasawuf, DIANTARA KARYA BELIAU YANG POPULER IALAH MUHAQQIQ FATHUL ALAM BISYRH MAROSIDUL ANAM. ASSYAIKH DOKTOR.MUHAMMAD SOBRI SULTHON AL MISRI,ahli syirah nabawi ( KAIRO, MESIR ) dan ULAMA lainnya di dalam ilmu bilaghah,bayan,ma’ani,Nahwu,sahraf,ushul dan lain sebagainya ,serta ulama indonesia lainnya yg tak dapat kami sebutkan satu persatu.Semoga bermanfaat didalam membaca Risalah kecil yang besar manfaatnya didalam menghidupkan sunnah Sayyidina Muhammad SAW yang telah memudar dimakan waktu dan zaman }
CREATED BY :Ustadzah. SITI NUR LATIFAH S.pd ( MAHASISWI NEGRI UNTIRTA , dengan nilai cumloud, Serang, BANTEN. )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar