Bentuk-Bentuk Jihad
Jihad sebagai salah satu wujud pengamalan ajaran Islam dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh umat Islam.
Pertama, perang (ghazwah/qital). Al-Qur’an menyatakan bahwa tujuan perang untuk menghilangkan fitnah atau kezaliman. Firman Allah Swt, “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim,” (QS al-Baqarah [2]: 193).
Kedua, menyampaikan kebenaran atau mengkritik penguasa yang zalim. Perintah berjihad melwan pengasa yang zalim disebutkan, antara lain, sabda Rasulullah Saw, “Susungguhnya diantara jihad yang paling besar adalah menyampaikan kebenaran kepada penguasa yang zalim” (HR Tirmidzi).
Ketiga, berbakti kepada kedua orang tua (bir al-walidaini). Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa seseorang datang kepada Rasulullah Saw meminta izin berjihad (berperang) bersama beliau. Namun Rasulullah menyuruhnya berjihad dengan cara lain, yakni berbakti kepad kedua orang tua. Dalam al-Qur’an allah Swt berfirman, “… Hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya, (QS al-Isra’ [17]: 23).
Keempat, menuntut ilmu dan mengembangkan lembaga pendidikan. Dalam sebuah hadits dijelaskan “Orang yang datang ke masjidku ini tidak lain karena kecuali karena kebaikan yang dipelajarinya atau yang diajarkannya, maka ia sama dengan orang yang berjihad (berperang) di jalan Allah,” (HR Ibnu Majah).
Kelima, membantu fakir miskin. Bentuk jihad yang tidak kalah pentingnya adalah membantu orang miskin, peduli terhadap sesame dan menyantuni kaum papa. Sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah menjelaskan bahwa orang yang menolong dan memberikan perlindungan kepad janda dan roang miskin sama seperti orang yang melakukan jihad di jalan Allah.
Keenam, bekerja. Suatu ketika Rasulullah Saw dalam perjalanan keluar kota untuk berperang. Rasulullah Saw dan rombongan bertemu dengan pemuda kekar yang sedang mencangkul di sawah. Lantas seorang sahabat mengusulkan untuk mengajak pemuda tersebut berperang bersama Rasulullah Saw. Beliau menjawab, “Jika ia bekerja untuk menghidupi diri dan keluarganya, maka ia juga pejuang (jihad) seperti kita”.
Wallahu a’lam bis shawab.
Disarikan dari buku Nasir Abbas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar