Dari sepenggal cerita tersebut, syaikh Zainuddin al-Malibari -kakek dari pengarang kitab Fathul Mu’in– mampu merangkumnya menjadi dua bait syair yang begitu indah:
لِسَلَامَةِ الدُّنْيَا خِصَالٌ أَرْبَعُ # غُفْرٌ لِجَهْلِ الْقَوْمِ مَنْعُكَ تَجَهُّلَا
“Agar selamat di dunia harus memiliki empat perkara # (satu) mengampuni ketidakpahaman suatu kaum, (dua) mencegah dirimu sendiri untuk berbuat bodoh”
وَتَكُوْنَ مِنْ سَيْبِ الْأُنَاسَيْ آيْسًا # وِلِسَيْبِ نَفْسِكَ لِلْأُنَاسِ بَاذِلَا
“(tiga) Dirimu tidak berharap pemberian dari manusia # (empat) engkau memberi kontribusi pada mereka”.
Mengapa harus empat hal tersebut?. Karena pada dasarnya, ketika seseorang bisa memaklumi ketidakpahaman suatu masyarakat, ia akan sabar menghadapi kehidupan di tengah-tengah mereka. Begitu juga ketika ia tidak berbuat bodoh dan semena-mena terhadap masyarakat, tidak mengharap imbalan akan tetapi justru memberikan kontribusi yang baik, niscaya ia akan dicintai oleh masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar