Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Senin, 17 Januari 2022

HIBAH DIAMBIL KEMBALI

PERTANYAAN :

Assalaamualaikum, maaf ustadz yai gus yang ada di piss, mohon penjelasannya : hibah adalah suatu pemberian semasa hidup seseorang, baik kepada ahli waris maupun kepada orang lain, pertanyaanya !! kalau orang tua hibah kepada anaknya kemudian di lain waktu orang tuanya mengambil pemberiannya kembali, apakah itu boleh atau tidak ? kalau mau membatalkan apakah harus ada persetujuan dari yang diberi hibah atau tidak ? mohon penjelasan nya terima kasih.

JAWABAN :

Wa'alaikum salam, hukumnya khilaf ulama, di antara yang membolehkan adalah keterangan berikut :
Boleh membatalkan semuanya atau membatalkan sebagiannya dengan tujuan taswiyah / menyama-ratakan pemberian di antara anak-anaknya.
Wallahu a'lam.

ﻓﻲﺍﻟﻤﻐﻨﻲﻻﺑﻦﻗﺪﺍﻣﺔﺍﻟﻤﻘﺪﺳﻲﺭﺣﻤﻪﺍﻟﻠﻪ:...ﻭﻗﻮﻝﺍﻟﺨﺮﻗﻲ:"ﺃﻣﺮﺑﺮﺩﻩ"ﻳﺪﻝﻋﻠﻰﺃﻥﻟﻸﺏﺍﻟﺮﺟﻮﻉﻓﻴﻤﺎﻭﻫﺐﻟﻮﻟﺪﻩﻭﻫﻮﻇﺎﻫﺮﻣﺬﻫﺐﺃﺣﻤﺪﺳﻮﺍﺀﻗﺼﺪﺑﺮﺟﻮﻋﻪﺍﻟﺘﺴﻮﻳﺔﺑﻴﻦﺍﻷﻭﻻﺩﺃﻭﻟﻢﻳﺮﺩﻭﻫﺬﺍﻣﺬﻫﺐﻣﺎﻟﻚ,ﻭﺍﻷﻭﺯﺍﻋﻲﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲﻭﺇﺳﺤﺎﻕ,

Dalam kitab almughni diterangkan, dhohir pendapat imam ahmad membolehkan kepada seorang bapak membatalkan hibah kepada anak-anaknya.

ﻭﺃﺑﻲﺛﻮﺭﻭﻋﻦﺃﺣﻤﺪﺭﻭﺍﻳﺔﺃﺧﺮﻯ:ﻟﻴﺲﻟﻪﺍﻟﺮﺟﻮﻉﻓﻴﻬﺎﻭﺑﻬﺎﻗﺎﻝﺃﺻﺤﺎﺏﺍﻟﺮﺃﻱﻭﺍﻟﺜﻮﺭﻱ,ﻭﺍﻟﻌﻨﺒﺮﻱ....ﻭﻟﻨﺎﻗﻮﻝﺍﻟﻨﺒﻲـﺻﻠﻰﺍﻟﻠﻪﻋﻠﻴﻪﻭﺳﻠﻢـﻟﺒﺸﻴﺮﺑﻦﺳﻌﺪ:"ﻓﺎﺭﺩﺩﻩ"ﻭﺭﻭﻯ:"ﻓﺄﺭﺟﻌﻪ"ﺭﻭﺍﻩﻛﺬﻟﻚﻣﺎﻟﻚﻋﻦﺍﻟﺰﻫﺮﻱﻋﻦﺣﻤﻴﺪﺑﻦﻋﺒﺪﺍﻟﺮﺣﻤﻦ,ﻋﻦﺍﻟﻨﻌﻤﺎﻥﻓﺄﻣﺮﻩﺑﺎﻟﺮﺟﻮﻉﻓﻲﻫﺒﺘﻪﻭﺃﻗﻞﺃﺣﻮﺍﻝﺍﻷﻣﺮﺍﻟﺠﻮﺍﺯﻭﻗﺪﺍﻣﺘﺜﻞﺑﺸﻴﺮﺑﻦﺳﻌﺪﻓﻲﺫﻟﻚﻓﺮﺟﻊﻓﻲﻫﺒﺘﻪ ﻟﻮﻟﺪﻩ..._ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻗﺪﺍﻣﺔ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻳﻀﺎ:ﻭﻇﺎﻫﺮ ﻛﻼﻡﺍﻟﺨﺮﻗﻲ ﺃﻥ ﺍﻷﻡ ﻛﺎﻷﺏ,ﻓﻲ ﺍﻟﺮﺟﻮﻉ ﻓﻲ ﺍﻟﻬﺒﺔ ﻷﻥﻗﻮﻟﻪ" :ﻭﺇﺫﺍ ﻓﺎﺿﻞ ﺑﻴﻦ ﺃﻭﻻﺩﻩ"ﻳﺘﻨﺎﻭﻝ ﻛﻞ ﻭﺍﻟﺪ ﺛﻢﻗﺎﻝ ﻓﻲ ﺳﻴﺎﻗﻪ" :ﺃﻣﺮ ﺑﺮﺩﻩ"ﻓﻴﺪﺧﻞ ﻓﻴﻪ ﺍﻷﻡ ﻭﻫﺬﺍﻣﺬﻫﺐ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻷﻧﻬﺎ ﺩﺍﺧﻠﺔ ﻓﻲ ﻗﻮﻟﻪ" :ﺇﻻ ﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻓﻴﻤﺎ ﻳﻌﻄﻲ ﻭﻟﺪﻩ"ﻭﻷﻧﻬﺎ ﻟﻤﺎ ﺩﺧﻠﺖ ﻓﻲ ﻗﻮﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ـﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ـ:ﺳﻮﻭﺍ ﺑﻴﻦ ﺃﻭﻻﺩﻛﻢ(ﻳﻨﺒﻐﻲﺃﻥ ﻳﺘﻤﻜﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﺴﻮﻳﺔ ﻭﺍﻟﺮﺟﻮﻉ ﻓﻲ ﺍﻟﻬﺒﺔ ﻃﺮﻳﻖ ﻓﻲﺍﻟﺘﺴﻮﻳﺔ,ﻭﺭﺑﻤﺎ ﺗﻌﻴﻦ ﻃﺮﻳﻘﺎ ﻓﻴﻬﺎ ﺇﺫﺍ ﻟﻢ ﻳﻤﻜﻦ ﺇﻋﻄﺎﺀﺍﻵﺧﺮ ﻣﺜﻞ ﻋﻄﻴﺔ ﺍﻷﻭﻝ ﻭﻷﻧﻬﺎ ﻟﻤﺎ ﺩﺧﻠﺖ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻌﻨﻰﻓﻲ ﺣﺪﻳﺚ ﺑﺸﻴﺮ ﺑﻦ ﺳﻌﺪ ﻓﻴﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﺗﺪﺧﻞ ﻓﻲ ﺟﻤﻴﻊﻣﺪﻟﻮﻟﻪ ﻟﻘﻮﻟﻪ" :ﻓﺎﺭﺩﺩﻩ"ﻭﻗﻮﻟﻪ" :ﻓﺄﺭﺟﻌﻪ"ﻭﻷﻧﻬﺎﻟﻤﺎ ﺳﺎﻭﺕ ﺍﻷﺏ ﻓﻲ ﺗﺤﺮﻳﻢ ﺗﻔﻀﻴﻞ ﺑﻌﺾ ﻭﻟﺪﻫﺎﻳﻨﺒﻐﻲ ﺃﻥ ﺗﺴﺎﻭﻳﻪ ﻓﻲ ﺍﻟﺘﻤﻜﻦ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺟﻮﻉ ﻓﻴﻤﺎ ﻓﻀﻠﻪﺑﻪ,ﺗﺨﻠﻴﺼﺎ ﻟﻬﺎ ﻣﻦ ﺍﻹﺛﻢ ﻭﺇﺯﺍﻟﺔ ﻟﻠﺘﻔﻀﻴﻞ ﺍﻟﻤﺤﺮﻡﻛﺎﻷﺏ ﻭﺍﻟﻤﻨﺼﻮﺹ ﻋﻦ ﺃﺣﻤﺪ ﺃﻧﻪ ﻟﻴﺲ ﻟﻬﺎ ﺍﻟﺮﺟﻮﻉ.

Pandangan Ulama Asy-syafi'iyyah berkaitan hal di atas Referensi Bughiyatul Musytarsyidin Hal 177 :

(مسألة: ب): لا تجب التسوية في عطية الأولاد، سواء كانت هبة أو صدقة أو هدية أو وقفاً أو تبرعاً آخر، نعم يسن العدل كما يسن في عطية الأصول، بل يكره التفضيل، وقال جمع: يحرم سواء الذكر وغيره ولو في الأحفاد مع وجود الأولاد إلا لتفاوت حاجة أو فضل فلا كراهة، فإن كان ذلك وصية فلا بد من إجازة بقيتهم

Tidak wajib menyama-ratakan pemberian kepada anak baik pemberian itu berupa hibah, shodaqoh, hadiah, wakoq, atau sifatnya tabarru', namun disunahkan berlaku adil seperti disunahkan dalam memberi kepada ushuul (bapak, kekek dst / ibu, nenek dst) . Bahkan makruh hukumnya membedakan pemberian di antara anak. Segolongan ulama berkata : Haram membedakan pemberian,baik kepada laki-laki atau perempuan walaupun kepada cucu-cucu kecuali ada perbedaan kebutuhan diantara mereka,atau perbedaan dalam keutamaan,maka tidak makruh.Jika pemberian itu melalui akad washiyat,maka harus menunggu persetujuan ahli waris yang lain (jika lebih besar dari 1/3 harta).

- Bughiyatul Mustarsyidin, Hal 178 :

[فائدة]: شروط رجوع الوالد في هبته لولده وإن سفل أن لا يتعلق به حق لازم، وأن لا يكون الفرع قناً فإنه يكون لسيده، وأن يكون الموهوب عيناً لا ديناً، وأن لا يزول ملك الفرع وإن عاد إليه اهـ ش ق. وخرج بالهبة النذر فلا رجوع فيه على المعتمد.

(Faidatun) Syarat diperbolehkannya mengambil kembali atau membatalkan pemberian seorang bapak kepada anaknya jika :
- tidak berkaitan dengan hak lazim/tetap
- anak (yang menerima pemberian) bukan seorang hamba sahaya, karena harta hamba sahaya adalah milik sayidnya.
- pemberian itu berupa 'Ain (seperti lahan atau tempat dll) bukan berupa hutang.
- pemberian itu belum pernah lepas dari tangan si anak, walaupun sempat lepas namun kembali lagi (si anak menerima pemberian dari bapak, kemudian pemberian itu digadaikan contohnya, kemudian dilunasi sehingga pemberian itu kembali ke tangan si anak). Dan berbeda Jika pemberian itu adalah hasil dari Nadzar, maka menurut kaol mu'tamad tidak boleh dibatalkan ? diambil kembali.

Melihat keterangan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jawaban dari pertanyaan kedua : tidak disyaratkan bagi bapak atas izin si anak ketika membatalkan atau mengambil kembali pemberiannya.
Wallahu A'lam.
Hibbah tidak bisa diminta lagi, kecuali hibbah dari orang tua pada anaknya.

(وإذا قبضها الموهوب له لم يكن للواهب أ ن يرجع فيها إلا أن يكون والداً) وإن علا

- Roudhotut Tholibin :

روضة الطالبين أبو زكريا يحيى بن شرف النووي
الموهوب ، إما أن لا يكون باقيا في سلطنة المتهب ، وإما أن يكون . القسم الأول : أن لا يكون بأن أتلف ، أو زال ملكه عنه ببيع ، أو غيره ، أو وقفه ، أو أعتقه ، أو كاتبه ، أو استولدها ، أو وهبه وأقبضه ، أو رهنه وأقبضه ، فلا رجوع له ، ولا قيمة أيضا

Barang yang diberikan itu ada kalanya tidak langgeng di tangan orang yang diberi dan ada kalanya masih tetap ada, bagian petama, yang tidak langgeng misalnya menjadi rusak atau hilang kepemilikan sebab dijual atau yang lainnya sebab diwakafkan, sebab dimerdekakan, sebab di-akadi mukatab, sebab diberikan lagi atau sebab digadaikan maka tidak boleh diminta kembali dan juga tidak ada ganti rugi.

.حدثنا حامد بن عمر حدثنا أبو عوانة عن حصين عن عامر قال سمعت النعمان بن بشير رضي الله عنهما وهو على المنبر يقول: أعطاني أبي عطية فقالت عمرة بنت رواحة لا أرضى حتى تشهد رسول الله صلى الله عليه و سلم فأتى رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال إني أعطيت ابني من عمرة بنت رواحة عطية فأمرتني أن أشهدك يا رسول الله قال ( أعطيت سائر ولدك مثل هذا ) . قال لا قال ( فاتقوا الله واعدلوا بين أولادكم ) . قال فرجع فرد عطيته
Artinya :
Telah menceritakan kepada kami Hamid bin 'Umar telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Hushain dari 'Amir berkata; aku mendengar An Nu'man bin Basyir radliallahu 'anhuma berkhutbah diatas mimbar, katanya: Bapakku memberiku sebuah hadiah (pemberian tanpa imbalan).
Maka 'Amrah binti Rawahah berkata; Aku tidak rela sampai kamu mempersaksikannya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka bapakku menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata:
Aku memberi anakku sebuah hadiah yang berasal dari 'Amrah binti Rawahah, namun dia memerintahkan aku agar aku mempersaksikannya kepada anda, wahai Rasulullah.
Beliau bertanya :
Apakah semua anakmu kamu beri hadiah seperti ini ?.
Dia menjawab :
Tidak. Beliau bersabda :
Bertaqwalah kalian kepada Allah dan berbuat adillah diantara anak-anak kalian. An-Nu'man berkata:
Maka dia kembali dan Beliau menolak pemberian bapakku. (HR. Bukhori No. 2447 Juz 2 Halaman 914)

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدَةَ الضَّبِّيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ الثَّقَفِيُّ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ لَنَا مَثَلُ السُّوءِ الْعَائِدُ فِي هِبَتِهِ كَالْكَلْبِ يَعُودُ فِي قَيْئِهِ

Artinya : telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdah Adh-Dhabbi menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, Ayyub menceritakan kepada kami, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Kami tidak memiliki contoh yang buruk; Orang yang mengambil kembali pemberiannya seperti anjing yang menjilat muntahnya sendiri". (HR. Tirmidzi No. 1298)

قال وفي الباب عن ابن عمر عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال لا يحل لأحد أن يعطي عطية فيرجع فيها إلا الوالد فيما يعطي ولده صحيح

Artinya : Ia (Tirmidzi) berkata, "Pada bab ini ada riwayat lain dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Tidak halal bagi seseorang memberi suatu pemberian lalu ia mengambilnya kembali, kecuali orangtua, dia boleh mengambil kembali apayang telah diberikan kepada anaknya".
(Lihat Kitab Sunan Tirmidzi Juz 3 Halaman 592).

قال أبو عيسى حديث ابن عباس رضي الله عنهما حديث حسن صحيح والعلم على هذا الحديث عند بعض أهل العلم من بعض أصحاب النبي صلى الله عليه و سلم وغيرهم قالوا من وهب هبة لذي رحم محرم فليس له أن يرجع فيها ومن وهب هبة لغير ذي رحم محرم فله أن يرجع فيها ما لم يثب منها وهو قول الثوري وقال الشافعي لا يحل لأحد أن يعطي عطية فيرجع فيها إلا الوالد فيما يعطي ولده واحتج الشافعي بحديث عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه و سلم قال لا يحل لأحد أن يعطي عطية فيرجع فيها إلا الوالد فيما يعطي ولده صحيح

Artinya : Abu Isa (Tirmidzi) berkata, "Hadits Ibnu Abbas ini adalah hasan shahih".
Para ulama dari sahabat nabi dan yang lainnya mengamalkan hadits ini: mereka berkata, "Orang yang memberi suatu pemberian kepada mahramnya (keluarga yang haram menikah dengannya), boleh mengambil kembali pemberian tersebut, sementara orang yang memberi suatu pemberian kepada orang lain yang bukan mahramnya, maka ia tidak boleh mengambil kembali pemberian tersebut. Demikian pula pendapat Ats-Tsauri.
Asy-Syafi'i berkata, "Tidak halal bagi seseorang yang memberi suatu pemberian.
lalu mengambilnya kembali. kecuali orangtua, dia boleh mengambil apa yang telah diberikan kepada anaknya."
Asy-Syaffi berdalih dengan hadits Abdullah bin Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Tidak halal bagi seseorang memberikan snatu pemberian lalu mengambilnya kembali, kecuali orangtua.
ia boleh mengambil kembali apayang telah diberikan kepada anaknya.
(Lihat Kitab Sunan Tirmidzi Juz 3 Halaman 593).  

Wallohu a'lam bis showab.


Selasa, 04 Januari 2022

Hukum Bank Konvensional

HUKUM BANK KONVENSIONAL MENURUT SYARIAH ISLAM

Hukum perbankan konvensional non-syariah dalam pandangan syariah Islam.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah bank konvensional mengandung riba?...
Kalau iya, berarti hukumnya haram.
Apakah semua layanan di perbankan non-syariah menjadi haram?
Bagaimana hukum gaji pegawai, staf dan manajer dan direktur bank, apakah haram atau halal? Berikut pendapat ulama salaf (klasik) dan kontemporer dan hukum bekerja di dan memakan gaji dari bank.

RIBA

Di bidang transaksi ekonomi, Islam melarang keras praktik riba. Al-Dhahabi dalam kitab Al-Kabair menjadikan riba sebagai salah atu perilaku dosa besar yang harus dijauhi.
Secara sederhana riba berarti menggandakan uang yang dipinjamkan atau dihutangkan pada seseorang.

DEFINISI RIBA

Secara etimologis (lughawi) riba (الربا) adalah isim maqshur, berasal dari rabaa yarbuu.
Asal arti kata riba adalah ziyadah yakni tambahan atau kelebihan.

Secara terminologis (istilah) riba adalah setiap kelebihan antara nilai barang yang diberikan dengan nilai-tandingnya (nilai barang yang diterimakan). (Lihat Ibnul Arabi dalam أحكام القرأن).

MACAM-MACAM RIBA DALAM ISLAM

Ada dua macam jenis riba yaitu riba al-fadhl (ربا الفضل) dan riba al-nasi'ah (ربا النسيئة).

RIBA FADHAL

Riba al-Fadhl disebut juga dengan riba jual beli adalah penambahan dalam jual-beli barang yang sejenis.
Riba ini terjadi apabila seseorang menjual sesuatu dengan sejenisnya dengan tambahan, seperti menjual emas dengan emas, mata uang dirham dengan dirham, gandum dengan gandum dan seterusnya.

Lebih jelasnya dapat dilihat dari hadits riwayat Bukhari dan Muslim berikut:

Bilal datang kepada Rasulullah SAW dengan membawa korma kualitas Barni (baik). Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, "Dari mana kurma itu ?".
Ia menjawab , "Kami punya kurma yang buruk lalu kami tukar bdli dua liter dengan satu liter". Maka Rasulullah bersabda: "Masya Allah, itu juga adalah perbuatan riba.
Jangan kau lakukan. Jika kamu mau membeli, juallah dahulu kurmamu itu kemudian kamu beli kurma yang kamu inginkan.

RIBA NASI'AH

Riba an-Nasi'ah disebut juga riba hutang piutang adalah kelebihan (bunga) yang dikenakan pada orang yang berhutang oleh yang menghutangi pada awal transaksi atau karena penundaan pembayaran hutang.

Riba nasi'ah ada dua jenis sebagai berikut:

1. A meminjamkan/menghutangkan uang atau benda berharga lain pada B. Bentuknya ada dua:

(a) A menetapkan tambahan (bunga) pada awal transaksi.

(b) A tidak menetapkan bunga di awal transaksi, akan tetap saat B tidak mampu melunasi hutang pada saat yang ditentukan, maka A membolehkan pembayaran ditunda asal dengan bunga.

2. A membeli emas atau perak pada B dengan menunda penerimaannya/tidak langsung saling terima.

Perbedaan khasnya, riba nasi'ah adalah jual beli barang yang sama jenisnya tapi tidak secara kontan. Sedangkan riba fadhl adalah jual beli barang dengan kelebihan atau hutang piutang dengan bunga.

Ulama sepakat atas keharaman riba nasi'ah.
Sementara terjadi ikhtilaf (beda pendapat) atas keharaman riba fadhl, tapi mayoritas mengharamkannya.

HUKUM RIBA DALAM ISLAM

Hukum riba adalah haram dan termasuk dari dosa besar karena akan menyebabkan kesengsaraan kaum dhuafa, menzalimi orang miskin, eksploitasi si kaya pada si miskin, menutup pintu sedekah dan kebajikan serta membunuh rasa empati antar manusia yang berbeda strata sosial ekonominya.

DALIL HARAMNYA RIBA

1. Al-Baqarah 2:278..

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنْ الرِّبَا إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.

2. Al-Baqarah 2:279

فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Artinya: Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.
Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.

3. Hadits sahih riwayat Muslim:

لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم آكل الربا، وموكله وكاتبه، وشاهديه، وقال: هم سواء

Artinya: Nabi Muhammad Rasulullah melaknat pemakan, wakil, penulis dan dua saksi transaksi riba.

4. Hadits sahih riwayat Bukhari dan Muslim (mutafaq alaih):

اجتنبوا السبع الموبقات)) قالوا: يا رسول الله، وما هن؟ قال: ((الشرك بالله، والسحر، وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق، وأكل الربا، وأكل مال اليتيم، والتولي يوم الزحف، وقذف المحصنات المؤمنات الغافلات

Artinya: Jauhilah tujuh dosa besar. Apa itu ya Rasulullah.
Nabi menjawab:
Syirik, sihir, membunuh, memakan riba, makan harta anak yatim, lari saat perang, menuduh zina pada perempuan muslimah bersuami.

PENDAPAT YANG MENGHARAMKAN BANK KONVENSIONAL

Jumhur (mayoritas) ulama mengharamkan bank konvensional karena adanya praktek bunga bank yang secara prinsip sama persis dengan riba. Baik itu bunga pinjaman, bunga tabungan atau bunga deposito.

PRAKTIK PERBANKAN YANG DIHARAMKAN

Praktik perbankan konvensional yang haram adalah
(a) menerima tabungan dengan imbalan bunga, yang kemudian dipakai untuk dana kredit perbankan dengan bunga berlipat.
(b) memberikan kredit dengan bunga yang ditentukan;
(c) segala praktik hutang piutang yang mensyaratkan bunga.

Bagi ulama yang mengharamkan sistem perbankan nasional, bunga bank adalah riba.
Dan karena itu haram.

PRAKTIK BANK KONVENSIONAL YANG HALAL

Namun demikian, pendapat yang mengharamkan tidak menafikan adanya sejumlah layanan perbankan yang halal seperti:
(a) layanan transfer uang dari satu tempat ke tempat lain dengan ongkos pengiriman;
(b) menerbitkan kartu ATM;
(c) menyewakan lemari besi;
(d) mempermudah hubungan antarnegara.

ULAMA DAN LEMBAGA YANG MENGHARAMKAN BANK KONVENSIONAL

1. Pertemuan 150 Ulama’ terkemuka dalam konferensi Penelitian Islam di bulan Muharram 1385 H, atau Mei 1965 di Kairo, Mesir menyepakati secara aklamasi bahwa segala keuntungan atas berbagai macam pinjaman semua merupakan praktek riba yang diharamkan termasuk bunga bank.
2. Majma’al Fiqh al-Islamy, Negara-negara OKI yang diselenggarakan di Jeddah pada tanggal 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 Desember 1985;
3. Majma’ Fiqh Rabithah al’Alam al-Islamy, Keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di Makkah, 12-19 Rajab 1406

4. Keputusan Dar It-Itfa, Kerajaan Saudi Arabia, 1979;
5. Keputusan Supreme Shariah Court, Pakistan, 22 Desember 1999;
6. Majma’ul Buhuts al-Islamyyah, di Al-Azhar, Mesir, 1965.
7. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga bank tidak sesuai dengan syari’ah.
8. Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammadiyah tahun 1968 di Sidoarjo menyatakan bahwa sistem perbankan konvensional tidak sesuai dengan kaidah Islam.
9. Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar Lampung.
10. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.

11. Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqa’idah 1424/03 Januari 2004, 28 Dzulqa’idah 1424/17 Januari 2004, dan 05 Dzulhijah 1424/24 Januari 2004.

HUKUM BEKERJA DAN GAJI PEGAWAI BANK KONVENSIONAL

Menurut fatwa Syekh Jad al-Haq, salah satu Mufti Mesir, memperoleh gaji/honorarium dari bank-bank tersebut dapat dibenarkan, bahkan kendati bank-bank konvensiobnal itu melakukan transaksi riba. Bekerja dan memperoleh gaji di sana pun masih dapat dibenarkan, selama bank tersebut mempunyai aktivitas lain yang sifatnya halal.

Yusuf Qaradhawi termasuk ulama yang mengharamkan bank namun dalam soal gaji pegawai bank ia menyatakan bahwa apabila pegawai tersebut bekerja karena tidak ada pekerjaan di tempat lain maka ia dalam kondisi darurat.
Dalam Islam, kondisi darurat menghalalkan perkara yang asalnya haram.
Kebutuhan hidup termasuk kondisi darurat.
Dalam konteks ini, maka pekerjaannya di bank hukumnya boleh.
Begitu juga boleh mengikuti pendapat ulama terpercaya yang menghalalkan bank konvensional.

Teks asli sebagai berikut:

إذا كان السائل قد عمل في البنك الربوي لأنه لم يجد عملا آخر يتعيش منه، واضطر للعمل فيه، فإن الضرورات تبيح المحظورات، والحاجة تنزل منزلة الضرورة، وبهذا يكون عمله في البنك مباحا له لظروفه الخاصة، وكذلك إذا عمل في البنك بناء على فتوى من عالم ثقة في علمه ودينه بجواز عمله في البنك الربوي مرحليا ليكتسب منه الخبرة، ثم يوظفها بعد ذلك في خدمة المصارف الإسلامية.
(Sumber: http://webmail.qaradawi.net/fatawaahkam/30/1766.html)

PENDAPAT HALALNYA BANK KONVENSIONAL

Beberapa alasan para ulama ahli fiqih yang menghalalkan bank konvensional adalah
(a) bunga bank bukanlah riba yang dilarang seperti yang disebut dalam Quran dan hadits (b) riba adalah bunga yang berlipat ganda; sedang bunga pinjaman bank tidaklah demikian.

ULAMA DAN LEMBAGA YANG MENGHALALKAN BANK KONVENSIONAL

1. Syekh Al-Azhar Sayyid Muhammad Thanthawi menilai bunga bank bukan riba dan halal.
2. Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir. dalam buku Sikap Syariah Islam terhadap Perbankan
3. Keputusan Majma al-Buhust al-Islamiyah 2002 membahas soal bank konvensional.
4. A.Hasan Bangil, tokoh Persatuan Islam (PERSIS), secara tegas menyatakan bunga bank itu halal.
5. Dr.Alwi Shihab dalam wawancaranya dengan Metro TV berpendapat bunga bank bukanlah riba dan karena itu halal.

ALSAN ULAMA DAN LEMBAGA YANG MENGHALALKAN BANK KONVENSIONAL

1. Menurut Sayyid Muhammad Thanthawi bank konvensional/deposito itu halal dalam berbagai bentuknya walau dengan penentuan bunga terlebih dahulu.

Menurutnya, di samping penentuan tersebut menghalangi adanya perselisihan atau penipuan di kemudian hari, juga karena penetuan bunga dilakukan setelah perhitungan yang teliti, dan terlaksana antara nasabah dengan bank atas dasar kerelaan mereka.

2. Dr. Ibrahim Abdullah an-Nashir mengatakan, “Perkataan yang benar bahwa tidak mungkin ada kekuatan Islam tanpa ditopang dengan kekuatan perekonomian, dan tidak ada kekuatan perekonomian tanpa ditopang perbankan, sedangkan tidak ada perbankan tanpa riba. Ia juga mengatakan, “Sistem ekonomi perbankan ini memiliki perbedaan yang jelas dengan amal-amal ribawi yang dilarang Al-Qur’an yang Mulia.
Karena bunga bank adalah muamalah baru, yang hukumnya tidak tunduk terhadap nash-nash yang pasti yang terdapat dalam Al-Qur’an tentang pengharaman riba.”

3. Isi keputusan Majma al-Buhust al-Islamiyah 2002:

"Mereka yang bertransaksi dengan atau bank-bank konvensional dan menyerahkan harta dan tabungan mereka kepada bank agar menjadi wakil mereka dalam menginvestasikannya dalam berbagai kegiatan yang dibenarkan, dengan imbalan keuntungan yang diberikan kepada mereka serta ditetapkan terlebih dahulu pada waktu-waktu yang disepakati bersama orang-orang yang bertransaksi dengannya atas harta-harta itu, maka transaksi dalam bentuk ini adalah halal tanpa syubhat (kesamaran), karena tidak ada teks keagamaan di dalam Alquran atau dari Sunnah Nabi yang melarang transaksi di mana ditetapkan keuntungan atau bunga terlebih dahulu, selama kedua belah pihak rela dengan bentuk transaksi tersebut."

Allah berfirman: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil. Tetapi (hendaklah) dengan perniagaan yang berdasar kerelaan di antara kamu. (QS. an-Nisa': 29).

Kesimpulannya, penetapan keuntungan terlebih dahulu bagi mereka yang menginvestasikan harta mereka melalui bank-bank atau selain bank adalah halal dan tanpa syubhat dalam transaksi itu.

Ini termasuk dalam persoalan "Al-Mashalih Al-Mursalah", bukannya termasuk persoalan aqidah atau ibadat-ibadat yang tidak boleh dilakukan atas perubahan atau penggantian.

4. Kata A. Hasan Bangil bunga bank itu halal. karena tidak ada unsur lipat gandanya.

KESIMPULAN HUKUM BANK KONVENSIONAL DALAM ISLAM

Mayoritas ulama (jumhur) sepakat bahwa praktik bunga yang ada di perbankan konvensional adalah sama dengan riba dan karena itu haram.
Walaupun ada sejumlah layanan perbankan yang tidak mengandung unsur bunga dan karena itu halal.
Namun demikian, ada sejumlah ulama yang menganggap bahwa bunga bank bukanlah riba dan karena itu halal hukumnya.

Bagi seorang muslim yang taat dan berada dalam kondisi yang ideal dan berada dalam posisi yang dapat memilih, tentunya akan lebih baik kalau berusaha menjauhi praktik bank konvensional yang diharamkan. Namun, apabila terpaksa, Anda dapat memanfaatkan segala layanan bank konvensional karena ada sebagian ulama yang menghalalkannya.

ANEKA LAYANAN BANK KONVENSIONAL

Bank-bank besar seperti Bank Mandiri, Bank BRI, BCA, dll umumnya memiliki produk dan layanan-layanan berikut:

1. Layanan Transaksi Perbankan yang meliputi Safe Deposit Box, Transfer, Remittance, Collection and Clearing, Bank Notes, Travellers’ Cheque, Virtual Account, Open Payment, Auto Debit, Payroll Services

2. Produk Simpanan yang meliputi tabungan, Giro, Deposito Berjangka, dll.

3. Perbankan Elektronik yang meliputi ATM (multifungsi, non tunai dan setoran tunai), Debit, Tunai, Internet Banking, Mobile Banking,Phone Banking, SMS Top Up, SMS Push Notification, dll.

4. Layanan Cash Management yang meliputi Payable Management / Disbursement, Receivable Management / Collection
Liquidity Management

5. Kartu Kredit

6. Fasilitas Kredit yang meliputi Kredit Pemilikan Rumah, Kredit Kendaraan Bermotor, Kredit Modal Kerja, Kredit Sindikasi, Kredit Ekspor, Trust Receipt, Kredit Investasi, Distributor Financing, Supplier Financing, Dealer Financing, Warehouse Financing, dll.

7. Bank Garansi meliputi Bid Bond, Performance Bond, Advance Payment Bond, Pusat Pengelolaan Pembebasan dan Pengembalian Bea Masuk (P4BM), dll.

8. Fasilitas Ekspor Impor meliputi Letter of Credit (L/C), Negotiation, Bankers Acceptance, Bills Discounting,
Documentary Collections, dll.

9. Fasilitas Valuta Asing meliputi Spot, Forward, Swap, dll.

Intinya, produk layanan bank konvensional tidak hanya berkaitan dengan pinjaman, tabungan dan deposito saja.

CATATAN DAN RUJUKAN

1. Definisi riba secara bahasa:

فأما الربا في اللغة : هو الزيادة . يقال : أربى فلان على فلان ، أي زاد عليه . ويسمى المكان المرتفع ربوة لزيادة فيه على سائر الأمكنة.

Lihat As-sarahsi dalam Al Mabsuth.

2. Definisi riba secara syariah:

وفي الشريعة : الربا : هو الفضل الخالي عن العوض المشروط في البيع

lihat Muhammad bin Ahmad bin Abi Sahl As-Sarahsi dalam Al-Mabsuth.

Alasan dari keharamannya adalah:

لما بينا : أن البيع الحلال مقابلة مال متقوم بمال متقوم فالفضل الخالي عن العوض إذا دخل في البيع كان ضد ما يقتضيه البيع فكان حراما شرظا ، واشتراطه في البيع مفسد للبيع ، كاشتراط الخمر وغيرها

3. Ahmad ibnu Ali ibnu Hajar Al Asqalani dalam...

فتح الباري شرح صحيح البخاري كتاب البيوع

4. Pembagian riba menjadi dua macam lihat Muwaffiquddin Abdullah bin Ahmad bin Qudamah dalam Al-Mughni demikian:

فصل : والربا على ضربين : ربا الفضل ، وربا النسيئة . وأجمع أهل العلم على تحريمهما . وقد كان في ربا الفضل اختلاف بين الصحابة ; فحكي عن ابن عباس ، وأسامة بن زيد ، وزيد بن أرقم ، وابن الزبير ، أنهم قالوا : إنما الربا في النسيئة . لقول النبي صلى الله عليه وسلم : { لا ربا إلا في النسيئة } . رواه البخاري

5. Muhammad Rashid Ridha dalam Tafsir Al-Manar menyebut riba nasi'ah dan riba fadhl masing-masing dengan riba jali (jelas) dan riba khafi (samar). Riba jali (nasi'ah) haram secara mutlak karena sangat eksploitatif terhadap orang miskin. Namun, menurut Ridha keduanya sama-sama haram.

الربا نوعان : جلي ، وخفي . فالجلي حرم لما فيه من الضرر العظيم ، والخفي حرم لأنه ذريعة إلى الجلي ، فتحريم الأول قصدا وتحريم الثاني وسيلة

6. Contoh riba nasi'ah menurut Rashid Ridha adalah seperti praktik yang dilakukan bangsa Arab era Jahiliyah

فأما الجلي فربا النسيئة وهو الذي كانوا يفعلونه في الجاهلية ، مثل أن يؤخر دينه ويزيده في المال ، وكلما أخره زاد في المال حتى تصير المائة عنده آلافا مؤلفة ، وفي الغالب لا يفعل ذلك إلا معدم محتاج ، فإذا رأى المستحق يؤخر مطالبته ويصبر عليه بزيادة يبذلها له ، تكلف بذلها ليفتدي من أسر المطالبة والحبس ، ويدافع من وقت إلى وقت ، فيشتد ضرره وتعظم مصيبته ، ويعلوه الدين حتى يستغرق جميع موجوده " إلخ

Riba nasi'ah inilah yang dimaksud dalam Qur'an dan hadits Nabi yang pelakunya diancam dan dilaknat.
Sedangkan keharaman dari riba fadhl adalah dalam rangka mencegah perantara menuju keharaman yakni untuk mencegah pelaku riba fadhl menuju riba nasi'ah.

7. Riba fadhla seperti dalam hadits Nabi:

لا تبيعوا الدرهم بالدرهمين فإني أخاف عليكم الرماء والرماء هو الربا

8. Benda-benda yang mengandung riba fadhl dan kalau dijualbelikan/dibarter harus sama nilainya ada enam:

تحريم الربا في ستة أعيان وهي الذهب والفضة والبر والشعير والتمر والملح.

Keenam benda ini kalau ditukar dengan sesamanya harus sama persis nilainya.
Seperti emas 1 gram harus dengan emas 1 gram.
Tapi tidak riba kalau jenisnya tidak sama.
Misal, emas 1 gram boleh ditukar dengan perak 2 gram.

9. Yusuf Qardhawi termasuk ulama moderat yang mengharamkan bank konvensional karena bunga bank adalah riba.
Namun, dia juga menghalalkan sejumlah produk layanan perbankan yang tidak ada kaitannya dengan riba.
Dan Qardhawi berfatwa bahwa boleh hukumnya bekerja di perbankan di bagian manapun sampai menunggu datangnya bank syariah.

Teks aslinya sebagai berikut:

ولو أننا حظرنا على كل مسلم أن يشتغل في البنوك لكانت النتيجة أن يسيطر غير المسلمين من يهود وغيرهم على أعمال البنوك وما شاكلها ، وفي هذا على الإسلام وأهله ما فيه .
على أن أعمال البنوك ليست كلها ربوية فأكثرها حلال طيب لا حرمة فيه ، مثل السمسرة والإيداع وغيرها ، وأقل أعمالها هو الحرام ، فلا بأس أن يقبله المسلم - وإن لم يرض عنه - حتى يتغير هذا الوضع المالي إلى وضع يرضي دينه وضميره ، على أن يكون في أثناء ذلك متقنًا عمله مؤديًا واجبًا نحو نفسه وربه ، وأمته منتظرًا المثوبة على حسن نيته ( وإنما لكل امرئ ما نوى ) .
وقب
(link: http://www.hadielislam.com/arabic/index.php?pg=fatawa%2Ffatwa&id=470)

Allahu A'lam...