Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Sabtu, 26 April 2025

SHALAT DITANAH HARAM PAHALANYA SAMA DENGAN DIMASJIDIL HARAM

Shalat di Hotel dekat Masjidil Haram, Apakah Pahalanya juga Dilipatgandakan ?....

Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa bulan Dzulhijjah menjadi bulan istimewa bagi umat Islam, apalagi mereka yang sedang menunaikan ibadah haji. Tentu hal ini semakin menambah motivasi untuk beribadah di Tanah Suci Makkah.

Makkah, selain sebagai tempat kelahiran Nabi Muhammad dan sejarah peradaban Islam, memiliki kemuliaan tersendiri. Terutama Masjidil Haram. Bahkan siapa saja yang melaksanakan shalat di Masjidil Haram akan mendapatkan pahala berlipat.

Dalam salah satu hadis disebutkan:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِي غَيْرِهِ مِنَ الْمَسَاجِدِ، إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ

Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda: Salat di masjidku ini (Masjid Nabawi) lebih baik daripada seribu kali shalat di masjid lain, kecuali Masjidil Haram (HR. Bukhari: 2/60, Muslim: 3/1013, Tirmidzi:2/147, Baihaqi: 5/403)

Sedangkan dalam riwayat lain:

وَعَنِ اِبْنِ اَلزُّبَيْرِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا اَلْمَسْجِدَ اَلْحَرَامَ، وَصَلَاةٌ فِي اَلْمَسْجِدِ اَلْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةٍ فِي مَسْجِدِي بِمِائَةِ صَلَاةٍ.

Artinya: Dari Ibn az-Zubair, ia berkata, Rasulullah saw bersabda, bahwa shalat di Masjid-ku ini lebih utama dibanding seribu shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram. Sedangkan shalat di Masjidil Haram lebih utama dibanding shalat di Masjidku dengan kelipatan pahala seratus shalat. (H.R. Ahmad dan disahihkan oleh Ibnu Hibban). 

Kedahsyatan balasan pahala yang berlipat ganda tersebut menjadi acuan dasar umat Islam untuk berlomba menunaikan shalat di Masjidil Haram, bahkan saking berdesakannya, ada sebagian orang yang melaksanakan shalat di luar Masjidil Haram, misalkan di penginapan. Pertanyaannya, apakah orang tersebut mendapatkan fadilah sebagaimana shalat di dalam Masjidil Haram?

Penjelasan hadis di atas oleh Badruddin Al-aini dalam kitab Umdatul Qari Syarh Sahih Bukhari disebutkan:

فَإِن قلت :هَل يخْتَص تَضْعِيف الصَّلَاة بِنَفس الْمَسْجِد الْحَرَام أَو يعم جَمِيع مَكَّة من الْمنَازل والشعاب وَغير ذَلِك أم يعم جَمِيع الْحرم الَّذِي يحرم صَيْده (قلت) فِيهِ خلاف وَالصَّحِيح عِنْد الشَّافِعِيَّة أَنه يعم جَمِيع مَكَّة وَصحح النَّوَوِيّ أَنه جَمِيع الْحرم

Artinya: Apabila engkau bertanya: apakah kelipatan pahala shalat itu tertentu di Masjidil Haram saja, atau meliputi seluruh kota Makkah seperti tempat tinggal/ penginapan, bukit, ataukah seluruh Tanah Haram yang dilarang membunuh hewan buruannya? Saya (Badruddin Al-Aini) jawab: Permasalahan ini terdapat perbedaan pendapat, namun yang sahih menurut ulama Syafii adalah seluruh Makkah, sedangkan Imam Nawawi memperjelas adalah seluruh Tanah Haram.

Begitu pula, salah satu ulama Syafii yang masyhur, yakni Imam Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitab Asybah wan Nadzair menyatakan:

 أَنَّ التَّضْعِيفَ فِي حَرَمِ مَكَّةَ لَا يُخْتَصُّ بِالْمَسْجِدِ بَلْ يَعُمُّ جَمِيعَ الْحَرَمِ 

Artinya: Sesungguhnya pelipatgandaan pahala di Tanah Haram Makkah tidak khusus di Masjidil Haram tetapi meliputi seluruh Tanah Haram. (Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazha`ir, Bairut-al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1403 H, h. 523) 

Pendapat Imam Suyuti ini selaras dengan beberapa pendapat ulama madzhab lain:


 ذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ فِي الْمَشْهُورِ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالشَّافِعِيَّةُ إِلَى أَنَّ الْمُضَاعَفَةَ تَعُمُّ جَمِيعَ حَرَمِ مَكَّةَ.

Artinya: Madzhab ulama Hanafi dalam pendapat yang masyhur, Madzhab Maliki dan Syafi’i berpendapat bahwa pelipatgandaan pahala di Tanah Haram Makkah itu meliputi seluruh Tanah Haram Makkah. (Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al-Islamiyyah, al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, Kuwait-Thab’ al-Wizarah, cet ke-2, 1427 H, juz, 37, h. 239)

Walhasil, merujuk dari beberapa keterangan di atas, dapat dipahami bersama bahwa siapa saja yang shalat di tempat tinggal, penginapan, hotel, maupun tempat lain yang masih termasuk wilayah Tanah Haram Makkah, maka pahalanya juga dilipatgandakan sesuai redaksi hadis di atas.

Namun harus diingat, bahwa bagaimanapun juga pahala shalat yang dilakukan di dalam Masjidil Haram jika diakumulasi tetap lebih banyak ketimbang shalat di penginapan, sebab beberapa kesunnahan dan fadilah di dalam Masjidil Haram seperti shalat sunnah tahiyyatul masjid, i’tikaf, berdoa di tempat mustajab, itu tidak dapat ditemukan di penginapan.
Allahu a'lam.

Rabu, 09 April 2025

MUSAFIR BERMAKMUM KEPADA MUKIM

Hukum Musafir Bermakmum Kepada Orang yang Bukan Musafir


Musafir boleh bermakmum kepada orang mukim dengan syarat tidak melakukan shalat qashar dan mesti shalat sempurna.

Shalat berjamaah sangat dianjurkan dalam Islam. Hukumnya sunnah muakkad. Ada banyak dalil dan keterangan dalam hadits Nabi yang menunjukkan keutamaan shalat berjamaah dibandingkan shalat sendirian. Salah satunya adalah hadits yang terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda:
 
صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
 
Artinya, “Shalat berjamaah lebih utama dua puluh tujuh derajat dibandingkan shalat sendirian,” (HR Bukhari dan Muslim).
 
Shalat berjamaah juga disunnahkan bagi musafir atau orang yang sedang melakukan perjalanan. Apalagi pada masa sekarang, khususnya di Indonesia, mushala dan masjid sudah ada di mana-mana sehingga memudahkan orang yang dalam perjalanan (musafir) untuk melakukan shalat.
 
Namun bagaimana hukumnya bila musafir bermakmum kepada orang yang mukim atau orang yang bukan musafir?
 
Syekh Mushtafa Bugha dalam Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhab Imamil Syafi’i menjelaskan bahwa:
 
أن لا يقتدي بمقيم، فإن اقتدى به وجب عليه أن يتابعه في الإتمام ولم يجز له القصر
 
Artinya, “Musafir yang melakukan shalat qashar tidak boleh bermakmum kepada yang mukim, bila bermakmum kepada mukim dia mesti shalat sempurna dan tidak boleh shalat qashar.”
 
Musafir boleh saja mengikuti shalat berjamaah orang yang mukim atau bermakmum kepada orang yang bukan musafir asalkan shalat yang dikerjakannya bukan shalat qashar.
 
Dengan kata lain, kalau dia mengerjakan shalat zuhur mesti empat raka’at, tidak boleh diqashar menjadi dua rakaat bila bermakmum kepada yang mukim.
 
Sebaliknya, bila yang menjadi imam adalah musafir, maka dia boleh melakukan shalat qashar, meski jamaahnya orang mukim. Setelah selesai shalat dua rakaat, maka jamaah yang bukan musafir menyempurnakan shalatnya.
 
Syekh Musthafa Bugha menjelaskan:
 
أما العكس فلا مانع من القصر فيه، وهو أن يؤم المسافر مقيمين فله أن يقصر
 
Artinya, “Adapun sebaliknya, maka tidak masalah melakukan shalat qashar, ketika musafir menjadi imam bagi orang mukim, dibolehkan untuk mengqashar shalatnya.”
 
Simpulannya, musafir boleh bermakmum kepada orang mukim dengan syarat tidak melakukan shalat qashar dan mesti shalat sempurna. Sebaliknya, musafir dibolehkan melakukan shalat qashar bila menjadi imam bagi orang yang mukim, setelah selesai shalat orang mukim diwajibkan untuk menyempurnakan shalatnya. 
Wallahu a’lam.