Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Senin, 03 November 2025

KISAH ORANG SHOLEH/ULAMA DENGAN ANJING

Kisah Anjing dan Orang-orang Saleh Atau Ulama.

ANJING merupakan hewan yang sering dijumpai di sekitar kita. Sebagian penduduk bumi memeliharanya. 
Sebagian lagi tidak, terutama orang yang beragama. 
Mungkin mereka menjauhi hewan tersebut, karena merasa jijik dan memandang buruk terhadapnya karena mengandung najis.  

Tetapi ada juga beberapa kaum agamawan yang tetap memeliharanya karena banyak memberikan manfaat dalam kehidupan manusia, seperti untuk penjaga, pelacak dan hiasan rumah. 

Sebagian manusia ada yang membenci anjing, bahkan ada yang menyiksanya dengan melempari batu dan mengikat keempat kakinya kemudian menenggelamkannya di sungai, entah karena iseng, jengkel atau fanatik terhadap agama. 

Padahal, dalam Islam hanya diperintah untuk menjauhi hewan tersebut, dan apabila tersentuh cukup dibilas tujuh kali dengan air dan satu bilasan menggunakan tanah.  
Tidak ada dalil untuk menyiksa anjing karena najisnya apalagi sampai membunuhnya. 
 
Sebaliknya, secara empati dalam pandangan makhluk Allah, anjing tidak pernah menilai buruk teehadap manusia, terutama manusia yang bersalah dan berdosa seperti koruptor, Islam label KTP, mencuri dan pelaku dosa lainya.
 
Meski hewan anjing tetap menjadi polemik bagi manusia khususnya kaum agamawan (Islam), tetapi tidak bisa dipungkiri juga dalam sejarah umat manusia, ada beberapa kisah yang masyhur tentang  anjing yang ikut serta menghiasi hidup orang-orang saleh. 
 
Diceritakan dalam kitab Mauizhat al-Mukminin, halaman 240, suatu ketika Abdullah bin Ja’far melihat seorang budak yang memberikan sepotong roti kepada anjing. 
Setelah habis, roti ia lempar lagi pada si anjing, sampai tiga potong roti habis. 
 
‘‘Kau makan berapa potong sehari?’’ tanya Ibn Ja’far. ‘‘Seperti yang kau lihat tadi," jawab si budak. 
 
‘‘Kenapa kau berikan ke anjing semua?’’ 
 
‘‘Anjing ini datang dari tempat yang jauh dalam keadaan lapar. Aku membenci melihat diriku kenyang, sementara ia kelaparan.’’
 
Juga diceritakan didalam kitab Maulid al-Barzanjiy, kita menemukan bahwa kakek Nabi Muhammad Saw yang ke-5 bernama Kilab yang bermakna Anjing-anjing. 
Nabi sangat bangga menyebut dan mencantumkan nama kakeknya tersebut.
 
Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Banten dalam kitabnya Madarijus Su’ud Ila Ikhtisa al-Burud yang merupakan syarah kitab Maulid al-Barzanjiy, mengutip ahli sejarah,  nama Kilab adalah laqob yang masyhur. 
Julukan tersebut diberikan lantaran beliau sering berburu di hutan dengan membawa anjing buruan.
 
Syekh Muhammad bin Abdul Lathif mengutif perkataan Imam Ibnu Saad, seorang pakar sejarah pengarang kitab Thabaqat yang terdiri dari 15 jilid, menyebutkan bahwa  nama asli dari Kilab adalah al-Muhadzzab yang artinya orang pilihan.
 
Di Indonesia ada juga kisah seorang ulama Sufi bernama Mutamakkin dari Pati Jawa Tengah yang juga sangat fenomenal tentang kisah anjingnya. 
Dalam kitab Serat Cebolek yang disusun Yasadipura I, dalam rangka melatih jiwa dari hawa nafsu, ia menempuh berbagai cara. 
Diantaranya dengan mengurangi makan, minum dan tidur.
 
Puncaknya melakukan puasa 40 hari, dan malam pada hari ke-40 itu, ia meminta istrinya untuk menghidangkan makanan yang lezat di depannya dengan tubuh diikat erat di tiang rumah.
 
Setelah itu ia mengendalikan hawa nafsunya sekuat tenaga. Dan berhasil. Anehnya, saat nafsu dan syahwatnya keluar menjelma dua ekor anjing. Kedua anjing tersebut ingin masuk kembali, namun ia tolak. Yang membuat geger, Mbah Mutamakkin menamai kedua anjingnya tersebut dengan nama Abdul Qohar dan Qomaruddin.
 
Beliau pernah ditentang oleh para kiai di Kajen, karena memberi nama anjing dengan nama manusia dan konon salah satu nama ulama masyhur kala itu. 
Menurut beliau, manusia yang tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya sama seperti anjing. 
 
Tidak hanya berhenti di situ kisah tentang anjing dan orang saleh. 
Nabi Muhammad Saw pernah bercerita tentang wanita tuna susila dan seekor anjing di zaman Bani Israil yang termaktub di dalam Hadits Bukhori, bahwasanya dari Abu Hurairah ra dari Rasulullah Saw bersabda, ‘‘Telah diampuni seorang wanita pezina yang lewat di depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. 
 
Dia berkata, ‘‘Anjing ini hampir mati kehausan’’. (Melihat itu) si wanita  melepaskan sepatunya, lalu diikatkan dengan kerudungnya, lalu dia mengambil air untuk minum anjing tersebut. Maka diampuni wanita itu karena memberi minum. (HR Bukhari). 
 
KISAH ULAMA SUFI.

Ada juga yang lebih menarik lagi, yakni kisah sufi moderat, Syekh Abu Yazid Al-Busthomi. Suatu ketika beliau berjalan sendiri di malam hari. 
Lalu beliau melihat seekor anjing berjalan lurus ke arahnya. Ketika anjing itu menghampiri beliau, Abu Yazid mengangkat jubahnya khawatir tersentuh anjing yang katanya najis itu. Anjing itupun berhenti dan memandangnya. 
 
Entah bagaima Abu Yazid mendengar anjing itu berbicara kepadanya. ‘‘Tubuhku kering dan tidak akan menyebabkan najis kepadamu, kalaupun terkena najis, cukup dibilas tujuh kali dengan air dan tanah, maka najis ditubuhmu akan hilang. Tapi jika engkau mengangkat jubahmu karena menganggap dirimu lebih mulia, lalu menganggapku anjing yang hina, maka najis yang menempel di hatimu itu tidak akan bersih walaupun engkau membasuhnya dengan tujuh samudera lautan’’. 
 
Mendengar itu, Abu Yazid tersentak dan meminta maaf kepada anjing tersebut. Sebagai tanda permohonan maafnya, Abu Yazid mengajak anjing untuk bersahabat dan berjalan bersamanya. Namun anjing tersebut menolak. 
 
‘‘Engkau tidak patut berjalan denganku, karena mereka yang memuliakanmu akan mencemooh dan melempariku dengan batu. 
Aku tidak tahu mengapa mereka menganggapku hina, padahal aku berserah diri kepada Sang Pencipta Wujud ini. Lihatlah aku tidak menyimpan dan membawa sebuah tulang pun, sedangkan engkau masih menyimpan sekarung gandum.’’ 
 
Anjing memang seekor hewan namun mereka adalah makhluk Allah, jika kita menghina wujudnya, berarti kita juga menghina penciptanya. 
Dan yang boleh menghinanya hanya penciptanya saja. 

Wallahua’lam.

Minggu, 02 November 2025

IBADAH TEU LEPAS TINA DUA URUSAN

Assalaamu alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.


“SAFARI DAKWAH PERTAMA”

Kejemaah pengajian Pendopo Kota Sukabumi.


Tema : Mengatur waktu priotas ketaatan.


Teukenging hilap dzikir gunakn waktu sasaesaena dianggo dzikir nyebat jenengan allah swt, margi saupami didunia iyeu tos teu aya anu dzikir nyebat allah maka tangtu terjadi qiyamat,

Sanggem rosul dina hadits riwayat muslim,


عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه، أَنَّ رَسُولَ اللّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: "لاَ تَقُومُ السَّاعةُ حَتَّى لاَ يُقَالَ فِي الأَرْضِ: الله، الله". رواه مسلم.

Katampi tiannas RA, saestuna rosulullah saw, nyarios,

Moal terjadi qiyamat sahingga tos teu aya anu ngucapkn lafad allah allah dimuka bumi.


Rengkak saparipolah kedah pinuh kuibadah,diantawis ibadah nyaeta ngalaksanakeu kataatan, margi menurut imam al-ghojali dina kitab sirojuttholibin syarah minhajul abidin, yen ibadah teu leupas tina dua hal,

Hiji, Al-iqoomatu bitho’atillah (ngalaksanakn kataatan)

Kadua, Al-intihaau min ma’shiyatillah (Ngeureunan ma’shiyat)


Kataatan aya anu bentuk INDIVIDUAL aya oge anu bentuk SOSIAL saupami dibahasakn dina bahasa sanes nyaeta, MAHDHOH (Langsung kaallah) oge GHOIR MAHDHOH (Ketaatan/ibadah anu ngalangkungan hubungan sasama manusa,tapi tetep finisingna kaallah) 

Kukituna kahirupan manusia teu leupas tina dua hubungan,

Hablum minallah (hubungan sareng allah) sareng hablum minanaas (hubungan sasama manusa)

Nalika hiji jalma sae hubungan srg allah tapi sareung manusia awon,nebar kebencian,nganyerikeun hate batur dugika numpuk kasalahan dina dirina maka ibadahna moal aya tapakna jauh tanah kalangit kana ditarima,

Pikeun jalmi anu ibadah/ngalaksanakn kataatan kedah sae hablum minallahna oge hablum minannasna, ingsyaa allah ibadah sampurna oge ditarima.


Kaleubeutkn kataatan ngalaksanakn ibadah haji sareng umroh,malihan kajalmi anu parantos mampuh misti ngalaksanakn nana dauh kangjeng rosul dina kitab bughiyyah mustarsyidiin srg kitab anu sanesna,

من استطاع الى الحج ولم يحج فليمت ان شاء يهوديا او نصرانيا.

Saha jalma anu parantos mampuh ibadah haji oge umroh tapi teu ngalaksanakn ibadah haji/umroh maka maotna kantun milih jadi yahudi atanapi nashroni, naudzubillah.

 

Mumpung aya kesempatan dina sagala rupina enggal siapkn diri oge harta pikeun nohonan parentah haji/umroh,yaqin urang sadayana tiasa berangkat katanah suci pikeun ibadah haji atanapi umroh, 

Emutkn kusadayana asal mula urang sadaya teu daya teu upama oge tegaduh harta banda, tapi kuayana rohman srg rohiimna allah urang sadayana ngagaduhan sagala rupina,alhamdulillah,

Enggalan gunakn samemeh datang kaduhung anu teu aya tungtung hanjakal teu aya hinggana,hanas dunya dikumpul kumpul dibela bela, pekteh anu dibela bela ditinggalkn tiheula jadi rebutan ahli waris dipake kawin jeng mantan.


Bismillah pasti bisa,...

Allah manggil kasadayana jalmi kana ibadah haji sareung umroh ngalangkungan lisan nabi ibrohiim AS, khususna anu mampu, anu teumampu oge tangtos dimampukn kuallah,pikeun ibadah haji oge umroh.


“HARTA ANU DIGUNAKEUN PIKEUN IBADAH HAJI SAREUNG UMROH PASTI KUALLAH DIGANTI,MALIHAN DOSA OGE DIAMPUNI”


Bersambung Bag 2…..


Syukron.

Wassalaam.


Sabtu, 01 November 2025

7 WASIAT ROSULULLAH

7 Tujuh Wasiat Rasulullah
Wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Kepada Abu Dzar Al-Ghifari

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي بِسَبْعٍ : بِحُبِّ الْمَسَاكِيْنِ وَأَنْ أَدْنُوَ مِنْهُمْ، وَأَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلُ مِنِّي وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوقِيْ، وَأَنْ أَصِلَ رَحِمِيْ وَإِنْ جَفَانِيْ، وَأَنْ أُكْثِرَ مِنْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، وَأَنْ أَتَكَلَّمَ بِمُرِّ الْحَقِّ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ لَوْمَةُ لاَئِمٍ، وَأَنْ لاَ أَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا.

Dari Abu Dzar Radhiyallahu 'anhu , ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu 'alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, (2) beliau memerintahkan aku agar aku melihat kepada orang yang berada di bawahku dan tidak melihat kepada orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku menyambung silaturahmiku meskipun mereka berlaku kasar kepadaku, (4) aku dianjurkan agar memperbanyak ucapan lâ haulâ walâ quwwata illâ billâh (tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah), (5) aku diperintah untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit, (6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah, dan (7) beliau melarang aku agar tidak meminta-minta sesuatu pun kepada manusia”.

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh imam-imam ahlul-hadits, di antaranya:
1. Imam Ahmad dalam Musnadnya (V/159).
2. Imam ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul-Kabîr (II/156, no. 1649), dan lafazh hadits ini miliknya.
3. Imam Ibnu Hibban dalam Shahîh-nya (no. 2041-al-Mawârid).
4. Imam Abu Nu’aim dalam Hilyatu- Auliyâ` (I/214, no. 521).
5. Imam al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra (X/91).

Dishahîhkan oleh Syaikh al-‘Allamah al-Imam al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin al-Albâni rahimahullah dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 2166).


Abu Dzar Al Ghifari...

Antara nasihat beliau :

Terkandung 7 Wasiat penting Nabi pada Abu Dzar Al Ghifari…

Tujuh Wasiat Nabi saw

عَنْ أَبِي ذَرٍّ ، قَالَ : أَمَرَنِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ :

Abu Dzar radiallahu ‘anhu berkata: Kekasih ku sallallahu ‘alaihi wasallam mengarahkan aku melakukan tujuh perkara:

✔ Kemiskinan

أَمَرَنِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ ، وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ ، ،

(1) Baginda menyuruh aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka,

Doa Rasulullah

اللهم احيني مسكينا وأمتني مسكينا واحشرني في زمرة المساكن
قال الترمذي حسن غريب
ضعفه ابن كثير

1. Aku menjenguk ke surga dan aku melihat kebanyakan penghuninya orang-orang fakir (miskin). Lalu aku menjenguk ke neraka dan aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita. (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Orang-orang fakir-miskin akan memasuki surga lima ratus tahun[1] sebelum orang-orang kaya memasukinya. (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

3. Kesengsaraan yang paling sengsara ialah miskin di dunia dan disiksa di akhirat. (HR. Ath-Thabrani dan Asysyihaab)

4. Balasan amal dari seorang miskin terhadap orang kaya ialah kesetiaan (keikhlasan) dan doa. (HR. Abu Dawud)

5. Kasihanilah tiga golongan orang yaitu orang kaya dalam kaumnya lalu melarat, seorang yang semula mulia (terhormat dalam kaumnya) lalu terhina, dan seorang 'alim yang dipermainkan (diperolok-olok) oleh orang-orang yang dungu dan jahil. (HR. Asysyihaab)

6. Hampir saja kemiskinan (kemiskinan jiwa dan hati) berubah menjadi kekufuran. (HR. Ath-Thabrani)

✔ Melihat Orang Bawah

وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي ، وَلاَ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي

(2) baginda menyuruh aku untuk melihat orang di bawah ku, dan tidak melihat orang di atas ku,

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

انظروا إلى من هو أسفل منكم ولا تنظروا إلى من هو فوقكم ، فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله عليكم

“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu (dalam masalah ini). Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

l Qurtubhi mengatakan, “Berlomba-lombalah di dunia dalam melakukan amalan shalih.” (At Tadzkiroh Lil Qurtubhi,  hal. 578)

Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala juga berfirman,

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا

“Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS. Al Ma’idah: 48)

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron: 133)

Inilah yang dilakukan oleh para salafush sholeh, mereka selalu berlomba-lomba dalam kebaikan sebagaimana dapat dilihat dari perkataan mereka berikut ini yang disebutkan oleh Ibnu Rojab –rahimahullah-. Berikut sebagian perkatan mereka.

Al Hasan Al Bashri mengatakan,

إذا رأيت الرجل ينافسك في الدنيا فنافسه في الآخرة

“Apabila engkau melihat seseorang mengunggulimu dalam masalah dunia, maka unggulilah dia dalam masalah akhirat.”

Wahib bin Al Warid mengatakan,

إن استطعت أن لا يسبقك إلى الله أحد فافعل

“Jika kamu mampu untuk mengungguli seseorang dalam perlombaan menggapai ridho Allah, lakukanlah.”
Sebagian salaf mengatakan,

لو أن رجلا سمع بأحد أطوع لله منه كان ينبغي له أن يحزنه ذلك

“Seandainya seseorang mendengar ada orang lain yang lebih taat pada Allah dari dirinya, sudah selayaknya dia sedih karena dia telah diungguli dalam perkara ketaatan.” (Latho-if Ma’arif, hal. 268)

✔ Silaturrahim

وَأَمَرَنِي أَنْ أَصِلَ الرَّحِمَ وَإِنْ أَدْبَرَتْ ،

(3) baginda menyuruh aku menyambung hubungan silaturahim walau mereka telah bersikap buruk kepada ku,

Silaturahmi juga merupakan faktor yang dapat menjadi penyebab umur panjang dan banyak rizki. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

“Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi”. [Muttafaqun ‘alaihi].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الرَّحِمُ مُعَلَّقَةٌ بِالْعَرْشِ تَقُولُ مَنْ وَصَلَنِي وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَنِي قَطَعَهُ اللَّهُ

“Ar-rahim itu tergantung di Arsy. Ia berkata: “Barang siapa yang menyambungku, maka Allah akan menyambungnya. Dan barang siapa yang memutusku, maka Allah akan memutus hubungan dengannya”. [Muttafaqun ‘alaihi

Diriwayatkan, telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي قَرَابَةً أَصِلُهُمْ وَيَقْطَعُونِي وَأُحْسِنُ إِلَيْهِمْ وَيُسِيئُونَ إِلَيَّ وَأَحْلُمُ عَنْهُمْ وَيَجْهَلُونَ عَلَيَّ فَقَالَ لَئِنْ كُنْتَ كَمَا قُلْتَ فَكَأَنَّمَا تُسِفُّهُمْ الْمَلَّ وَلَا يَزَالُ مَعَكَ مِنَ اللَّهِ ظَهِيرٌ عَلَيْهِمْ مَا دُمْتَ عَلَى ذَلِكَ

“Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan dengan mereka, akan tetapi mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka, akan tetapi mereka berbuat buruk terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka, akan tetapi mereka kasar terhadapku,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila engkau benar demikian, maka seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan Allah akan senantiasa tetap menjadi penolongmu selama engkau berbuat demikan.” [Muttafaq ‘alaihi].

Begitu pula firman Allah Ta’ala:

وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۙ أُولَٰئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ الدَّارِ

“Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam)”. [ar-Ra’d/13:25)

✔ Jangan Meminta2

وَأَمَرَنِي أَنْ لاَ أَسْأَلَ أَحَدًا شَيْئًا ،

(4) baginda menyuruh aku untuk tidak meminta apa-apa daripada orang lain,

Hadis Pertama

Diriwayatkan dari Sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا زَالَ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِيْ وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ.

“Seseorang senantiasa meminta-minta kepada orang lain sehingga ia akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan tidak ada sekerat daging pun di wajahnya”.[1]

Hadits Kedua
Diriwayatkan dari Hubsyi bin Junaadah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ.

“Barang siapa meminta-minta kepada orang lain tanpa adanya kebutuhan, maka seolah-olah ia memakan bara api” [2].

Hadits Ketiga
Diriwayatkan dari Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َالْـمَسْأَلَةُ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ، إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِيْ أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ.

“Minta-minta itu merupakan cakaran, yang seseorang mencakar wajahnya dengannya, kecuali jika seseorang meminta kepada penguasa, atau atas suatu hal atau perkara yang sangat perlu” [3]

Bolehnya kita meminta kepada penguasa, jika kita dalam kefakiran. Penguasa adalah orang yang memegang baitul maal harta kaum Muslimin. Seseorang yang mengalami kesulitan, boleh meminta kepada penguasa karena penguasalah yang bertanggung jawab atas semuanya.

Namun, tidak boleh sering meminta kepada penguasa. Hal ini berdasarkan hadits Hakiim bin Hizaam Radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Aku meminta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau memberiku. Kemudian aku minta lagi, dan Rasulullah memberiku. Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا حَكِيْمُ، إِنَّ هَذَا الْـمَـالَ خَضِرَةٌ حُلْوَةٌ ، فَمَنْ أَخَذَهُ بِسَخَاوَةِ نَفْسٍ بُوْرِكَ لَهُ فِيْه ِ، وَمَنْ أَخَذَهُ بِإِشْرَافِ نَفْسٍ لَمْ يُبَارَكْ لَهُ فِيْهِ ، وَكَانَ كَالَّذِيْ يَأْكُلُ وَلَا يَشْبَعُ. الْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى.

“Wahai Hakiim! Sesungguhnya harta itu indah dan manis. Barang siapa mengambilnya dengan berlapang hati, maka akan diberikan berkah padanya. Barang siapa mengambilnya dengan kerakusan (mengharap-harap harta), maka Allah tidak memberikan berkah kepadanya, dan perumpamaannya (orang yang meminta dengan mengharap-harap) bagaikan orang yang makan, tetapi ia tidak kenyang (karena tidak ada berkah padanya). Tangan yang di atas (yang memberi) lebih baik daripada tangan yang di bawah (yang meminta)

✔ Berkata Benar

وَأَمَرَنِي أَنْ أَقُولَ بِالْحَقِّ وَإِنْ كَانَ مُرًّا ،

(5) baginda menyuruh aku untuk berkata yang benar walau ia pahit,

Al-Ahzab Ayat 70

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

70. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar

• Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ

Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga

عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا

Dari ‘Abdullâh bin Mas’ûd Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan seseorang ke Surga. Dan apabila seorang selalu berlaku jujur dan tetap memilih jujur, maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta, karena dusta membawa seseorang kepada kejahatan, dan kejahatan mengantarkan seseorang ke Neraka. Dan jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di sisi Allâh sebagai pendusta (pembohong)

✔ Jangan Takut Kpd Pencela

وَأَمَرَنِي أَنْ لاَ أَخَافَ فِي اللهِ لَوْمَةَ لاَئِمٍ ،

(6) baginda menyuruh aku untuk untuk tidak takut dicela oleh pencela ketika aku di jalan Allah,

Allah subhanahu wa ta’ala telah melarang kita untuk takut kepada setan tersebut, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,

إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ ٱلشَّيۡطَٰنُ يُخَوِّفُ أَوۡلِيَآءَهُۥ فَلَا تَخَافُوهُمۡ وَخَافُونِ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ  ١٧٥

“Sesungguhnya mereka itu tidak lain adalah setan dengan kawan-kawannya yang menakut-nakuti kamu, karena itu janganlah kamu takut kepada mereka tetapi takutlah kepada-Ku jika kamu benar-benar beriman.”(Ali ‘Imran: 175)

 Al-Ma'idah Ayat 54

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ ۚ ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

54. Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.

✔ Mengulangi Sebutan Hauqalah

وَأَمَرَنِي أَنْ أُكْثِرَ مِنْ قَوْلِ : لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ ، فَإِنَّهُنَّ مِنْ كَنْزٍ تَحْتَ الْعَرْشِ.

(7) baginda menyuruh aku untuk membanyakkan menyebut: Tiada daya dan upaya kecuali dengan Allah. Sesungguhnya kalimat tersebut merupakan harta karun yang ada di bawah arsy.

Dalam sebuah hadis menyebut daripada Abu Zar, beliau berkata: “Aku berjalan di belakang Rasulullah SAW, lalu Baginda berkata kepadaku: “Wahai Abu Zar, mahukah aku tunjukkan kepada kamu satu perbendaharaan daripada beberapa perbendaharaan syurga? Aku berkata: Mahu ya Rasulullah. Baginda bersabda: “La Haula wala Quwwata illa billah.”

يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِالْجَنَّةِ أَوْ قَالَ أَلَا أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ هِيَ كَنْزٌ مِنْ كُنُوزِ الْجَنَّةِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَإِلَّا بِاللَّهِ

"Wahai Abdullah bin Qais (nama Abu Musa), ucapkan Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah. Sesungguhnya itu adalah salah satu kekayaan yang tersimpan di surga." Atau beliau mengatakan: "Tidakkah kamu mau aku tunjuki salah satu harta simpanan di surga? Laa Haula Wa Laa Quwwata Illaa Billaah’.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Daripada Ibnu Mas’ud beliau berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Wahai Muaz, adakah kamu tahu tafsir (maksud) La haula wala quwwata illa billah? Muaz menjawab: Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui. Rasulullah SAW bersabda: La haula (tiada daya) dari menghindari maksiat kepada Allah melainkan dengan kekuatan Allah, wala quwwata (tiada kekuatan) atas mentaati Allah melainkan dengan pertolongan Allah SWT. Kemudian Rasulullah SAW menepuk bahu Muaz dan Baginda bersabda: “Demikianlah yang diberitahu oleh kekasihku Jibril daripada Tuhan.”

[Musnad Ahmad, hadis no:21453 . Shaikh Syu’aib al-Arnouth berkata: Hadis sahih lighairihi. Sanadnya hasan disebabkan perawi bernama Salam Abu al-Munzir]

PAHALA SHALAT DIHOTEL HAROMAIN

Pahala Shalat di Hotel Makkah Dilipatgandakan seperti Keutamaan di Masjidil Harom

Jamaah haji lanjut usia (lansia), risiko tinggi (risti), dan disabilitas sangat riskan manakala berdesakan saat menunaikan shalat di Masjidil Haram. Padahal salah satu tujuan para jamaah itu mendapatkan pahala sebesar-besarnya dengan shalat di masjid itu.

Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom. 
Shalat di Masjidil Harom lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah no. 1406, dari Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173)

Hadits riwayat Ibnu Majah ini,menyebut keutamaan yang luar biasa shalat di Masjidil Haram. Allah melipatgandakan pahala shalat di Masjidil Haram sampai 100 ribu kali dibanding shalat di Masjid Nabawi. 
Sedangkan shalat di Masjid Nabawi lebih utama 1000 kali shalat di tempat lain.

Batasan tempat Masjidil Haram itu terdapat beberapa makna, yaitu bermakna Kabah atau sekitaran komplek masjid itu berada, akan tetapi terdapat pendapat ulama yang mengatakan Masjidil Haram yaitu seluruh kota Makkah.

"Sebagian besar ulama berpendapat bahwa Masjidil Haram dalam hadits tersebut tidak dipahami secara harfiah, tetapi juga mencakup Tanah Suci Makkah secara keseluruhan," tulis Ustadz Hafiz dalam artikel Keutamaan Shalat di Hotel Sekitar Masjidil Haram dan Kota Makkah.

Alhafidz Imam Jalaluddin As-Suyuthi, dalam Al-Asybah wan Nazha’ir fil Furu’ yang menjelaskan bahwa pelipatgandaan pahala di Tanah Suci Makkah tidak bersifat khusus pada Masjidil Haram saja, tetapi meliputi seluruh kawasan Tanah Haram Makkah.

Rupanya pandangan ini sejalan dengan pendapat Imam An-Nawawi, yang menyatakan bahwa Kota Makkah memiliki keutamaan dibandingkan kota lain, sehingga pahala shalat, ibadah, dan segala kebaikan di Kota Makkah akan dilipatgandakan.

“Pelipatgandaan pahala shalat di Kota Makkah. Demikian juga dengan semua jenis ibadah,” (Imam An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajji wal Umrah, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], halaman 206)," kutipnya.

Hal ini juga dipahami oleh ulama sebelumnya, seperti Imam Az-Zarkasyi dan Imam Al-Mawardi, yang menguatkan bahwa pelipatgandaan pahala mencakup seluruh Tanah Haram. Imam Ibnu Hajar Al-Haitami dalam karyanya menegaskan bahwa pandangan ini juga diikuti oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Manasik-nya.

“Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa ibadah shalat di Kota Makkah dilipatgandakan pahalanya. Demikian juga dengan semua jenis ibadah. Di antara ulama yang berpendapat seperti ini ialah Mujahid dan Ahmad bin Hanbal. Imam Hasan Al-Basri berkata, ‘[Pahala] puasa sehari di Makkah dilipatgandakan 100.000 kali. Sedekah satu dirham dikalikan 100.000. Setiap kebaikan diganjar 100.000 kali.’ Oleh karena itu dianjurkan memperbanyak shalat, puasa, sedekah, tadarus Al-Qur’an, dan jenis kebaikan lain yang memungkinkan,” (An-Nawawi, Al-Idhah fi Manasikil Hajji wal Umrah, 212-213)," tulis kitab tersebut.

Jamaah haji Indonesia tidak perlu khawatir ketika lebih banyak melaksanakan shalat di hotel di kawasan Makkah. Asal masih di dalam kota Makkah insyaallah mendapat pahala ibadah yang besar.

"Jamaah haji tetap mendapatkan keutamaan shalat yang berlipat ganda dengan shalat di hotel masing-masing karena mereka masih harus menyiapkan energi dan stamina untuk tujuan utama kehadiran mereka di Arab Saudi, yaitu ibadah haji yang memerlukan kebugaran fisik dan kesehatan yang memadai.
Mudah-mudahan jemaah kita semua khususnya,umumnya jema'ah calon haji seindonesia dan dunia,Allah sehatkan lahir bathinnya selalu dijaga dan dibimbing dalam pelaksanaan rangkaian ibadah hajinya,dan amal ibadah lainnya,Aamiin
Semoga bermanfa'at
Allahu A'lam bissowab.
 

WAKAF UANG


WAKAF UANG

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia setelah :

Menimbang :

Bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, pengertian wakaf yang umum diketahui, antara lain, adalah:
حَبْسُ مَالٍ يُمْكِنُ الاِنْتِفَاعُ بِهِ مَعَ بَقَاءِ عَيْنِهِ بِقَطْعِ التَّصَرُّفِى رَقَبَتِهِ علَى. مَصْرَفٍف مُبَاحٍ مَوْجُوْدٍ (الرملي و الشر بيني)

yakni “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut, disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada,” (al-Ramli, Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar al-Fikr, 1984], juz V, h. 357; al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, [Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h. 376);

atau “Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam” dan “Benda wakaf adalah segala benda, baik bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam” (Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Bukuk III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4)); sehingga atas dasar pengertian tersebut, bagi mereka hukum wakaf uang (waqf alnuqud, cash wakaf) adalah tidak sah;

bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas (keluwesan) dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain;
bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum
Mengingat :

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya” (QS. Ali Imran [3]: 92)

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
مَثَلُ الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ اَنْۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِيْ كُلِّ سُنْۢبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللّٰهُ يُضٰعِفُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ ۗوَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ – اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُوْنَ مَآ اَنْفَقُوْا مَنًّا وَّلَآ اَذًىۙ لَّهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurniaNya) lagi Maha Mengetahui.”

“Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. al-Baqarah [2]: 261- 262)

Hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah (pahala) amal perbuatannya kecuali dari tiga hal, yaitu kecuali dari sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya” (H.R. Muslim (3084), al-Tirmidzi (1297), al-Nasa’i (3591), dan Abu Daud (2494))

Hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Baca Juga Hukum Wasiat Seorang Muslim Kepada Orang Kafir
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ أَصَابَ أَرْضًا بِخَيْبَرَ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْمِرُهُ فِيهَا فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي أَصَبْتُ أَرْضًا بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَنْفَسَ عِنْدِي مِنْهُ فَمَا تَأْمُرُ بِهِ قَالَ إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا وَتَصَدَّقْتَ بِهَا قَالَ فَتَصَدَّقَ بِهَا عُمَرُ أَنَّهُ لَا يُبَاعُ وَلَا يُوهَبُ وَلَا يُورَثُ وَتَصَدَّقَ بِهَا فِي الْفُقَرَاءِ وَفِي الْقُرْبَى وَفِي الرِّقَابِ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَالضَّيْفِ لَا جُنَاحَ عَلَى مَنْ وَلِيَهَا أَنْ يَأْكُلَ مِنْهَا بِالْمَعْرُوفِ وَيُطْعِمَ غَيْرَ مُتَمَوِّلٍ قَالَ فَحَدَّثْتُ بِهِ ابْنَ سِيرِينَ فَقَالَ غَيْرَ مُتَأَثِّلٍ مَالً

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu bahwa Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia berkata, “Wahai Rasulullah! Saya memperoleh tanah di Khaibar; yang belum pernah saya peroleh harta yang lebih baik bagiku melebihi tanah tersebut; apa perintah Engkau (kepadaku) mengenainya?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasil)- nya.”

Ibnu Umar berkata, “Maka, Umar menyedekahkan tanah tersebut, (dengan mensyaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya kepada fuqara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan dari (hasil) tanah itu secara ma’ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik.”

Rawi berkata, “Saya menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia berkata ‘ghaira muta’tstsilin malan (tanpa menyimpannya sebagai harta hak milik)’.” (H.R. al-Bukhari (2532), Muslim (3085), al-Tirmidzi (1296) , dan al-Nasa’i (3541)).

Hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ قَالَ عُمَرُ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْمِائَةَ سَهْمٍ الَّتِي لِي بِخَيْبَرَ لَمْ أُصِبْ مَالًا قَطُّ أَعْجَبَ إِلَيَّ مِنْهَا قَدْ أَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهَا فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْبِسْ أَصْلَهَا وَسَبِّلْ ثَمَرَتَهَا

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhu; ia berkata, Umar Radhiyallahu anhu berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Saya mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibar, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu; saya bermaksud menyedekahkannya.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah.” (H.R. al-Nasa’i (3546))

Jabir Radhiyallahu anhu berkata:
أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذُو مَقْدِرَةٍ إلَّا وَقَفَ ما بقى

“Tak ada seorang sahabat Rasul pun yang memiliki kemampuan kecuali berwakaf.” (lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 157; al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj, [Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h. 376)

Baca Juga Apakah Saudara Perempuan Mendapatkan Harta Waris ?
Memperhatikan :

Pendapat Imam al-Zuhri (w. 124 H.) bahwa mewakafkan dinar hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf ‘alaih (Abu Su’ud Muhammad, Risalah fi Jawazi Waqf alNuqud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20-21).
Mutaqaddimin dari ulama mazhab Hanafi (lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 162) membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-‘Urfi, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu
فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُونَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ حَسَنٌ وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ سَيِّئٌ

“Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk”.

Pendapat sebagian ulama mazhab al-Syafi’i:
وروى ابو ثور عن الشا فعى جواز وقفها اى الد نا والد رهم

 “Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam al Syafi’i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang)” (al-Mawardi, al-Hawi alKabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, [Beirut: Dar al-Fikr, 1994], juz IX, h. 379).

Pandangan dan pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, tanggal 23 Maret 2002, antara lain tentang perlunya dilakukan peninjauan dan penyempurnaan (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui, dengan memperhatikan maksud hadis, antara lain, riwayat dari Ibnu Umar (lihat konsideran mengingat [adillah] nomor 4 dan 3 di atas:احبس أصلها وسبل ثمارها
Pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, tanggal 11 Mei 2002 tentang rumusan definisi wakaf sebagai berikut : yakni “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada.”
Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag, (terakhir) nomor Dt.1.III/5/ BA.03.2/2772/2002, tanggal 26 April 2002.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG WAKAF UANG

Pertama :

Wakaf Uang (Cash Wakaf/Waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang.
Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga.
Wakaf Uang hukumnya jawaz (boleh).
Wakaf Uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy ( مصرف مباح ).
Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan.
Kedua :
Fatwa ini berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan : Jakarta, 28 Shafar 1423H/11 Mei 2002 M

KOMISI FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua
Ttd
K.H. Ma’ruf Amin

Sekretaris
Ttd
Drs.H. Hasanuddin, M.Ag

Fatwa MUI.