Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Jumat, 30 September 2016

Dalil puasa dibulan yang mulya

Puasa dibulan mulya

Memperbanyak Berpuasa Pada Bulan-Bulan Suci (4 Bulan Haram)
بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Yang dimaksud dengan bulan haram atau bulan suci ialah bulan Dzulka’idah, dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Pada bulan-bulan itulah disunatkan banyak berpuasa. Al Qodhi Abu Ya’la rahimahullah mengatakan,”Dinamakan bulan haram karena ada dua alasan. Pertama, karena diharamkan pembunuhan pada bulan tersebut sebagaimana hal ini juga diyakini orang jahiliyyah. Kedua, karena pelarangan untuk melakukan berbagai perbuatan haram pada bulan tersebut lebih keras dari pada bulan-bulan lainnya.” (Lihat Zadul Maysir, Ibnul Jauziy).
Di dalam al-Qur'an, Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّہُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَہۡرً۬ا فِى ڪِتَـٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٲتِ وَٱلۡأَرۡضَ مِنۡہَآ أَرۡبَعَةٌ حُرُمٌ۬‌ۚ ذَٲلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ‌ۚ فَلَا تَظۡلِمُواْ فِيہِنَّ أَنفُسَڪُمۡ‌ۚ
(yang artinya), ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya 4 bulan suci. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS. At Taubah : 36).

1. Dalil Berpuasa di Bulan-Bulan Haram
Diterima dari seorang laki-laki dari Bahilah, ceritanya: Artinya: “Bahwa ia datang menemui Rasulullah saw. Katanya: ‘Ya Rasuullah, saya adalah laki-laki yang datang menemui anda pada tahun pertama, Ujar Nabi saw.:”Kenapa keadaanmu telah jauh berubah,padahal dahulunya kelihatan baik?’ Ujar laki-laki itu: ‘Semenjak berpisah dengan Anda itu, saya tidak makan hanyalah di waktu malam’, Maka Tanya Rasulullah saw. : ‘Kenapa kamu siksa dirimu’? Lalu sabdanya: ‘Berpuasalah pada bulan Shabar- yakni bulan Ramadhan – dan satu hari dari setiap bulan’! Tambahkanlah  buatku, karena saya kuat melakukannya’!ujar laki-laki itu. ‘Berpuasalah dua hari’! Ujar Nabi. ‘Tambahlah lagi’! mohon laki-laki itu pula. Maka sabda Nabi: ‘Berpuasalah pada bulan suci lalu berbukalah, kemudian berpuasalah, pada bulan suci lalu berbukalah, kemudan berpuasalah pada bulan suci lagi lalu berbukalah’!Sambil mengucapkan itu Nabi memberi isyarat dengan jari-jarinya yang tiga, mula-mula digenggamnya lalu dilepaskannya.”[1].

2. Puasa Dzulkaidah
Zulkaidah (Bahasa Arab: ذو القعدة, transliterasi: Dzulqaidah), adalah bulan kesebelas dalam penanggalan Islam, hijriyah. Ia merupakan bulan yang mengandung makna sakral dalam sejarah di mana pada bulan ini terdapat larangan berperang. Makna kata Zulkaidah adalah 'Penguasa Gencatan Senjata' sebab pada saat itu bangsa Arab meniadakan peperangan pada bulan ini. Bulan ini memiliki nama lain. Diantaranya, orang jahiliyah menyebut bulan ini dgn waranah. Ada juga orang arab yang menyebut bulan ini dgn nama: Al Hawa’. (Al Mu’jam Al Wasith, kata: Waranah atau Al Hawa’).
Hadis Shahih Seputar Bulan Dzul Qa’dah
Dari Abu Bakrah radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit & bumi. Satu tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, & Muharram, kemudian bulan Rajab suku Mudhar, antara Jumadi Tsani & Sya’ban.” [2].
Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau mengatakan: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan umrah sebanyak empat kali, semuanya di bulan Dzul Qai’dah, kecuali umrah yang dilakukan bersama hajinya. Empat umrah itu adalah umrah Hudaibiyah di bulan Dzul Qai’dah, umrah tahun depan di bulan Dzul Qo’dah, …[3].
Masyarakat Jahiliyah & Bulan Dzul Qai’dah
Masyarakat arab sangat menghormati bulan-bulan haram, baik di masa jahiliyah maupun di masa islam, termasuk diantaranya bulan Dzul Qai’dah. Di zaman jahiliyah, bulan Dzul Qai’dah merupakan kesempatan utk berdagang & memamerkan syair-syair mereka.
Mereka mengadakan pasar-pasar tertentu utk menggelar pertunjukkan pamer syair, pamer kehormatan suku & golongan, sambil berdagang di sekitar Mekkah, kemudian selanjutnya mereka melaksanakan ibadah haji.

3. Puasa di Awal Dzulhijah
Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ ». يَعْنِى أَيَّامَ الْعَشْرِ. قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَىْءٍ ».
"Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." [4].. Keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya.Di antara amalan yang dianjurkan di awal Dzulhijah adalah amalan puasa.
Dari Hunaidah bin Khalid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya[, ...”[5].

4. Puasa Bulan Muharram
Bulan Muharram-atau yang lebih dikenal masyarakan Jawa dengan nama bulan suro-bukanlah bulan sial. Bukan pula waktu dimana kita harus menghindari aktivitas atau hajatan besar di bulan ini. Akan tetapi bulan ini adalah bulan yang Allah muliakan. Sepantasnya juga kita memuliakan bulan ini dengan ibadah dan amalan saleh…
Dan tentang puasa ‘Asyura:
Pahalanya adalah pengampunan atas dosa setahun sebelumnya: Dari Abu Qatadah radhiallahu anhu, وَصَوْمُ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ إنِّي أَحْتَسِبُ عَلَى اللّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَنَة َالتِيْ قَبْلَهُ “Dan puasa di hari ‘Asyura, sungguh saya mengharap kepada Allah bisa menggugurkan dosa setahun yang lalu”. [6].
Hadits Tentang Kaidah Puasa 'Asyura: Diterima dari Abu Hurairah r.a. katanya: "Ditanyakan orang kepada Rasulullah saw.'Shalat apakah yang lebih utama setelah shalat fardhu '? Ujar Nabi: 'Yaitu shalat di tengah malam'. Tanya mereka lagi:'Puasa manakah yang lebih utama setelah puasa Ramadhan?' Ujar Nabi : 'Puasa pada bulan Allah yang kamu namakan bulan Muharram'." [7].
Untuk penjelasan lengkap klik Keutamaan Puasa Asy-Syura' (Muharram).

5. Puasa Pada Bulan Rajab (?)
Mengenai puasa pada bulan Rajab, tidak ada kelebihan yang menonjol baginya dari bulan-bulan lain, kecuali bahwa ia termasuk bulan suci. Dan tidak diterima dari sunnah keterangan yang sah bahwa berpuasa pada bulan itu mempunyai keistimewaan khusus. Ada juga diterima berita, tetapi tidak dapat dipertanggung-jawabkan sebagai alasan.
Berkata Ibnu Hajar: "Tidak ada diterima hadits yang sah yang dipakai sebagai alasan mengenai keutamaan bulan itu dan keutamaan berpuasa padanya, tidak pula mengenai kelebihan berpuasa pada hari-hari tertentu dari padanya, atau berjaga-jaga pada malam harinya."

6. Ketentuan dalam Puasa Sunnah
Ketentuan dalam Melakukan Puasa Sunnah
1. Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, minum dan selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
2. Boleh menyempurnakan atau membatalkan puasa sunnah. Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah diatas. Puasa sunnah merupakan pilihan bagi seseorang ketika ia ingin memulainya, begitu pula ketika ia ingin meneruskan puasanya. Inilah pendapat dari sekelompok sahabat,
3. Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seizin suaminya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَصُومُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Janganlah seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada kecuali dengan seizinnya.” [8].
Allaahu a’lam.
Sebarkan !!! insyaallah bermanfaat.
                      ﺳُﺒْﺤَﺎﻧَﻚَ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻭَﺑِﺤَﻤْﺪِﻙَ ﺃَﺷْﻬَﺪُ ﺃَﻥْ ﻻَ ﺇِﻟﻪَ ﺇِﻻَّ ﺃَﻧْﺖَ ﺃَﺳْﺘَﻐْﻔِﺮُﻙَ ﻭَﺃَﺗُﻮْﺏُ ﺇِﻟَﻴْﻚ                                “Maha suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu.”
Sumber:
Fikih Sunnah jilid 3, hal.245-247, Sayyid Sabiq, Penerbit: P.T.Al-Ma’arif  - Bandung.
http://id.wikipedia.org/wiki/Dzulkaidah
***
[1]. H.R. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Baihaqi dengan sanad yang baik.
“Dilepaskanya” maksudnya sebagai isyarat agar orang itu berpuasa selama tiga hari, lalu berbuka selama tiga hari pula.
[2]. (HR. Al Bukhari & Muslim).
[3]. (HR. Al Bukhari).
[4]. (HR. Abu Daud no. 2438, At Tirmidzi no. 757, Ibnu Majah no. 1727, dan Ahmad no. 1968. Shahih).
[5]. (HR. Abu Daud no. 2437. Shahih).
[6]. [Sunan Abu Dawud].
[7]. (Riwayat Ahmad, Muslim dan Abu Daud).
[8]. (HR. Bukhari no. 5192 dan Muslim no. 1026)

Wallohu a'lam

Keutamaan puasa


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه. أما بعد

PENGERTIAN PUASA

Puasa secara bahasa ialah صام – يصوم yang artinya أمسك (menahan)

Adapun puasa secara syar’i adalah:

التعبد للهِ سبحانه وتعالى بالإمساك عن الأكل والشرب، وسائر المفطرات مع النية، من طلوع الفجر إلى غروب الشمس

Beribadah kepada Allah subhaanahu wa ta’ala dengan cara menahan diri (diri) dari makan dan minum serta segala sesuatu yang dapat membatalkannya, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.[Lihat: Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’(6/298) & Taisiirul ‘Allam Syarhi ‘Umdatil Ahkam (hlm. 429)]

KEUTAMAAN PUASA

Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah menuturkan, ‘Ketahuilah, bahwa pada ibadah puasa itu terdapat keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ibadah yang lain, yaitu hubungan antara hamba dengan Allah, sebagaimana Allah firmankan dalam hadits Qudsi: “Puasa itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan membalasnya” [HR. Bukhari (no.1894) dan Muslim (no.(164)1151)] ‘Cukuplah hubungan ini sebagai kemuliaan puasa.’

Kemudian beliau berkata bahwa Keutamaan Puasa itu ada dua:

Pertama: Puasa adalah amal yang tersembunyi dan amalan bathin yang orang lain tidak bisa melihatnya dan juga amalan yang tidak bisa dimasuki riya’.

Kedua: Puasa adalah amal yang bisa menundukkan musuh-musuh Allah. Karena wasilah (perantara) yang digunakan musuh Allah adalah syahwat. Syahwat itu hanya bisa menjadi kuat karena makanan dan minuman. Selama wilayah syahwat subur maka syaithan bisa bebas bergerak di area gembalaannya itu (syahwat). Dengan ditinggalkannya syahwat maka jalan-jalan menuju area tersebut menjadi sempit. Di dalam puasa itu terdapat banyak kandungan yang menunjukkan keutamaannya dan ini cukup masyhur.[Mukhatashar Minhaajil Qaashidiin (hlm.45)]

Adapun keutamaan-keutamaan puasa diantara lainnya ialah sebagai berikut:

1.      Diberikan Ampunan dan Pahala yang besar
Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)

2.      Puasa adalah Prisai
Terdapat beberapa keterangan hadits yang menyebutkan bahwa Puasa adalah Prisai kaum muslimin sebagai pelindung dari Api Neraka dan Syahwat, hal ini sebagaimana dijelaskan dalam beberapa hadits berikut:

@ Puasa Prisai dari Syahwat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنْ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai sekalian pemuda! Barangsiapa diantara kalian sudah mampu, hendaklah dia menikah karena sesungguhnya menikah itu lebih menundukkan pandangan dan lebih tangguh memelihara kemaluan, barangsiapa yang tidak mampu hendaklah dia berpuasa karena puasa itu bisa menjadi prisai baginya.” [HR. Bukhari kitab Nikah bab.3 (no.5066) dan Muslim kitab Nikah bab.1 (no. (1)1400) dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu]

@ Puasa Prisai dari api Neraka

Dalam hadits lain,

الصِّيَامُ جُنَّةٌ يَسْتَجِنُّ بِهَا العَبْدُ مِنَ النَّارِ

“Puasa adalah prisai yang dengannya seorang hamba dilindungi dari api Neraka.” [Shahih: HR. Ahmad (3/24 dan 296) dari Jabir, Ahmad (4/22) dari ‘Utsman bin Abil ‘Ash, Syaikh Ali Hasan & Salim Ied Al-Hilali menyatakan shahih dalam footnote kitab Shifatu Shaumin Nabi (hlm.12-13)]

3.      Dijauhkan dari Api Neraka
Di antara keutaman-keutamaan puasa ialah dijauhkannya seorang hamba dari api Neraka, sebagaimana keterang berikut:

@ Orang berpuasa dijauhkan dari api Neraka sejauh perjalanan 70 tahun

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ عَبْدٍ يَصُومُ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا بَاعَدَ اللَّهُ بِذَلِكَ الْيَوْمِ وَجْهَهُ عَنْ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا

“Tidaklah seorang hamba berpuasa selama sehari karena Allah, melainkan dengan puasanya satu hari itu, Allah menjauhkannya dari neraka sejauh perjalanan 70 tahun.” [HR. Muslim kitab ash-shiyaam bab.31 (no.(167) 1153)]

Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Alu Bassam rahimahullah menuturkan: “Dijauhkan dari api neraka berarti didekatkan ke Surga, karena di sana tidak ada pilihan lain kecuali ke Surga atau Neraka. [Lihat: Taisiirul ‘Allam Syarhi ‘Umdatil Ahkaam (hlm.477)]

@ Orang berpuasa dijauhkan dari api Neraka satu parit (jarak) sejauh antara langit dan bumi

Dari Abu Umamah Al Bahili bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ جَعَلَ اللَّهُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّارِ خَنْدَقًا كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ

“Barangsiapa yang berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan membuat parit (jarak) antara dia dan neraka, sebagaimana (jarak) antara langit dan bumi.”[Shahih: HR. At-Tirmidzi (no.1624), Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam ash-Shaghir (449), lihat; Silsilah Ahaadits ash-Shahiihah (2/106-107, no.563)]

4.      Mendapatkan Dua Kegembiraan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ حِينَ يُفْطِرُ وَفَرْحَةٌ حِينَ يَلْقَى رَبَّهُ

“Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, yaitu kegembiraan tatkala berbuka dan kegembiraan tatkala bertemu dengan Rabbnya.” [Shahih: HR. Bukhari (no.1904), At-Tirmidzi kitab ash-shaum bab.55 (no.766) dan Ibnu Majah (no.1638)]

5.      Puasa dapat memasukan pelakunya ke dalam Surga & tidak ada yang semisal dengannya
Sebagaimana diketahui bahwa puasa itu dapat menjauhkan pelakunya dari Neraka yang artinya puasa akan mendekatkan ke Surga.[Shifatu Shaumin Nabi (hlm.13)] Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, dia bercerita aku pernah berkata:

يا رسول الله، دُلَّنِي على عمل أدخل به الجنَّة، قال؛ عَلَيْكَ بِالصَّوم لاَ مِثْلَ لَهُ

“Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku amalan yang memasukkan ke Surga, beliau menjawab: “Hendaklah engkau berpuasa, karena tiada ada sesuatu yang semisal dengannya.”[HR. An-Nasaa`i (4/165), Ibnu Hibban (hlm.232-Mawaarid), dan Al-Hakim (1/421) dengan sanad yang shahih]

6.      Bau Mulut orang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma misik (kasturi)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ

Allah Ta’ala telah berfirman: “Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan memberi balasannya. Dan puasa itu adalah prisai, maka apabila suatu hari seorang dari kalian sedang melaksanakan puasa, maka janganlah dia berkata rafats (hubungan badan atau berbicara keji) dan tidak pula berbuat kegaduhan. Jika ada orang lain yang menghinanya atau menyerangnya hendaklah dia mengatakan ‘Aku sedang puasa. Dan demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang sedang puasa lebih harum di sisi Allah Ta’ala dari pada harumnya minyak misik. Dan untuk orang yang puasa akan mendapatkan dua kegembiraan yang dia akan bergembira dengan keduanya, yaitu apabila berbuka dia bergembira dan apabila berjumpa dengan Rabbnya dia bergembira disebabkan puasanya itu”. [HR. Bukhari kitabush shaum bab.9 (no.1904) dan Muslim kitabush shiyaam bab.29 (no.(163)1151)]

Dalam riwayat Bukhari yang lainnya disebutkan:

…وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي الصِّيَامُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا

“…Dan demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang sedang puasa lebih harum di sisi Allah Ta’ala dari pada harumnya minyak misik, karena dia meninggalkan makanannya, minuman dan nafsu syahwatnya karena Aku. Puasa itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan membalasnya dan setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa.”[kitabush shaum bab.2 (no.1894)]

Dalam riwayat Muslim yang lainnya:

“Setiap amal anak Adam akan dibalas berlipat ganda. Satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipatnya sampai tujuh ratus kali lipat. Allah ta’ala berfirman: ‘Kecuali puasa.’ Puasa itu untuk diri-Ku dan Aku akan membalasnya, dia meninggalkan syahwat dan makanannya demi diri-Ku. Orang yang berpuasa itu mempunyai dua kegembiraan: kegembiraan saat berbuka dan kegembiraan saat berjumpa dengan Rabbnya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada aroma minyak misik.”[kitabush shiyaam bab.29 (no.(164)1151)]

7.      Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafa’at di Hari Kiamat bagi orang yang mengamalkannya
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَقُولُ الصِّيَامُ؛ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ والشَّهْوَةَ، فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ، وَ يَقُولُ الْقُرْآنُ؛ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِيْ فِيْهِ، قَالَ؛ فَيُشَفَّعَانِ.

“Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafa’at kepada hamba pada Hari Kiamat kelak. Puasa berkata: ‘Wahai Rabbku, aku telah menahannya dari makanan dan syahwat. Maka perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya.’ Sedangkan Al-Qur’an berkata: ‘Aku telah mencegahnya dari tidur pada malam hari. Maka perkenankanlah aku untuk memberi syafa’at kepadanya.’ Beliau bersabda: “Maka keduanya pun diperkenankan memberi syafa’at.” [HR. Ahmad (6626), al-Hakim (1/554), Abu Nu’aim (8/161) dari beberapa jalan dari Huyay bin ‘Abdillah, dari Abdurrahman al-Hubuli, dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. Sanad hadits ini hasan. Di dalam kitabnya Mazma’uz Zawaa`id (3/181) setelah menambahkan penisbatannya pada ath-Thabrani di dalam kitab al-Kabiir, al-Haitsami berkata: ‘Rijal hadits ini adalah rijal yang shahih.’ Lihat Shifatu Shaumin Nabi (hlm.15 – footnote,no.1)]

8.      Puasa sebagai penebus (kaffarat)
Di antara keutamaan yang hanya dimiliki oleh puasa adalah Allah telah menjadikannya sebagai penebus cukur kepala dalam ihram karena ada alasan tertentu, sehingga tidak dapat mengerjakanya, baik karena sakit atau karena gangguan yang terdapat pada kepala; tidak mampu menyembelih hewan kurban. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah ta’ala:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan `umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan `umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 19)

Keterangan tentang hal ini banyak sekali di dalam Kitab-Nya yang intinya salah satu keutamaan puasa adalah sebagai kaffarat (sebuah penebus) di antara lainnya ialah kaffarat bagi jama’ah haji yang membunuh hewan buruan ketika ihram [Lihat: QS. Al-Maa`idah:95], kaffarat bagi orang yang men-zhihar istrinya, lalu menarik kembali ucapannya namun tidak bisa membebaskan budak [Lihat: QS. Al-Mujaddilah: 3-4], kaffarat atas pelanggaran sumpah [Lihat: QS. Al-Maa`idah: 89] kaffarat atas fitnah (kesalahan) seorang hamba dalam keluarga, harta dan tetangganya hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

فِتْنَةُ الرَّجُلِ فِي أَهْلِهِ وَمَالِهِ وَوَلَدِهِ وَجَارِهِ تُكَفِّرُهَا الصَّلَاةُ وَالصَّدَقَةُ وَالْأَمْرُ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيُ عَنْ الْمُنْكَرِ

“Fitnah (kesalahan) seseorang dalam keluarga, harta dan tetangganya dapat ditebus dengan shalat, puasa dan sedekah dan amar ma’ruf nahyi munkar.”[HR. Bukhari kitabul fitan bab.18 (no.7096) dan Muslim (no. (231) 144)]

9.      Pintu Surga “Ar-Rayyan” disediakan bagi orang yang berpuasa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ لَا يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ

“Sesungguhnya di dalam Surga ada satu pintu yang disebut dengan Ar-Rayyan, yang pada hari Kiamat tidak akan ada orang yang masuk ke surga melewati pintu itu kecuali para shaimun (orang-orang yang berpuasa). Tidak akan ada seorangpun yang masuk melewati pintu tersebut selain mereka. Lalu dikatakan kepada mereka; Mana para shaimun, maka para shaimun berdiri menghadap. Tidak akan ada seorangpun yang masuk melewati pintu tersebut selain mereka. Apabila mereka telah masuk semuanya, maka pintu itu ditutup dan tidak akan ada seorangpun yang masuk melewati pintu tersebut.” [HR. Bukhari bab.4; Ar-Rayyan Li-Shaa`imiin (no.1896) dan Muslim bab.30; Fadhlush Shiyaam (no. (166) 1152)]

10.  Disediakan Ruangan di Surga bagi orang yang berpuasa
Dari Abu Malik Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ فِي الْجَنَّةِ غُرْفًا يُرَى ظَاهِرُهَا مِنْ بَاطِنِهَا، وَبَاطِنُهَا مِنْ ظَاهِرِهَا، أَعَدَّهَا اللهُ تَعَالَى لِمَنْ أَطْعَمَ الطَّعَامَ، وَأَلَانَ الْكَلَامَ، وَتَابِعَ الصِّيَامَ، وَأَفْشَى السَّلاَمِ، وَصَلَّى بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ

“Sesungguhnya di Surga itu terdapat sebuah ruangan yang luarnya nampak dari dalamnya dan dalamnya nampak dari luarnya. Allah ta’ala telah mempersiapkan ruangan itu bagi orang-orang yang memberi makan orang lain, lemah-lembut dalam berbicara, merutinkan puasa dengan puasa berikutnya, menebarkan salam, dan mengerjakan shalat malam ketika orang-orang tertidur lelap.”[Hasan: HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, lihat; Shahiih At-Targhiib wat Tarhiib (no.947) dan Al-Jaami’ ash-Shaghiir (no.2123)]

—oOo—

وصلى الله على نبيينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين, والحمد لله رب العالمين

Amalan dibulan muharrom

Amalan di bulan muharrom

Memperbanyak puasa selama bulan Muharram
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أفضل الصيام بعد رمضان ، شهر الله المحرم

“Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim)

Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:

ما رأيت النبي صلى الله عليه وسلم يتحرى صيام يوم فضَّلة على غيره إلا هذا اليوم يوم عاشوراء ، وهذا الشهر – يعني شهر رمضان

“Saya tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih satu hari untuk puasa yang lebih beliau unggulkan dari pada yang lainnya kecuali puasa hari Asyura’, dan puasa bulan Ramadhan.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Puasa Asyura’ (puasa tanggal 10 Muharram)

Dari Abu Musa Al Asy’ari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

كان يوم عاشوراء تعده اليهود عيداً ، قال النبي صلى الله عليه وسلم : « فصوموه أنتم ».

Dulu hari Asyura’ dijadikan orang yahudi sebagai hari raya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian.” (HR. Al Bukhari)

Dari Abu Qatadah Al Anshari radliallahu ‘anhu, beliau mengatakan:

سئل عن صوم يوم عاشوراء فقال كفارة سنة

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang puasa Asyura’, kemudian beliau menjawab: “Puasa Asyura’ menjadi penebus dosa setahun yang telah lewat.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:

قَدِمَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمَدِينَةَ وَالْيَهُودُ تَصُومُ عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ ظَهَرَ فِيهِ مُوسَى عَلَى فِرْعَوْنَ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – لأَصْحَابِهِ «أَنْتُمْ أَحَقُّ بِمُوسَى مِنْهُمْ ، فَصُومُوا».

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Madinah, sementara orang-orang yahudi berpuasa Asyura’. Mereka mengatakan: Ini adalah hari di mana Musa menang melawan Fir’aun. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat: “Kalian lebih berhak terhadap Musa dari pada mereka (orang yahudi), karena itu berpuasalah.” (HR. Al Bukhari)

Keterangan:
Puasa Asyura’ merupakan kewajiban puasa pertama dalam islam, sebelum Ramadlan. Dari Rubayyi’ binti Mu’awwidz radliallahu ‘anha, beliau mengatakan:

أرسل النبي صلى الله عليه وسلم غداة عاشوراء إلى قرى الأنصار : ((من أصبح مفطراً فليتم بقية يومه ، ومن أصبح صائماً فليصم)) قالت: فكنا نصومه بعد ونصوّم صبياننا ونجعل لهم اللعبة من العهن، فإذا بكى أحدهم على الطعام أعطيناه ذاك حتى يكون عند الإفطار

Suatu ketika, di pagi hari Asyura’, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang mendatangi salah satu kampung penduduk Madinah untuk menyampaikan pesan: “Siapa yang di pagi hari sudah makan maka hendaknya dia puasa sampai maghrib. Dan siapa yang sudah puasa, hendaknya dia lanjutkan puasanya.” Rubayyi’ mengatakan: Kemudian setelah itu kami puasa, dan kami mengajak anak-anak untuk berpuasa. Kami buatkan mereka mainan dari kain. Jika ada yang menangis meminta makanan, kami memberikan mainan itu. Begitu seterusnya sampai datang waktu berbuka. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, puasa Asyura’ menjadi puasa sunnah. A’isyah radliallahu ‘anha mengatakan:

كان يوم عاشوراء تصومه قريش في الجاهلية ،فلما قد المدينة صامه وأمر بصيامه ، فلما فرض رمضان ترك يوم عاشوراء ، فمن شاء صامه ، ومن شاء تركه

Dulu hari Asyura’ dijadikan sebagai hari berpuasa orang Quraisy di masa jahiliyah. Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melaksanakn puasa Asyura’ dan memerintahkan sahabat untuk berpuasa. Setelah Allah wajibkan puasa Ramadlan, beliau tinggalkan hari Asyura’. Siapa yang ingin puasa Asyura’ boleh puasa, siapa yang tidak ingin puasa Asyura’ boleh tidak puasa. (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Puasa Tasu’a (puasa tanggal 9 Muharram)

Dari Ibn Abbas radliallahu ‘anhuma, beliau menceritakan:

حين صام رسول الله صلى الله عليه وسلم يوم عاشوراء وأمر بصيامه ، قالوا : يا رسول الله ! إنه يوم تعظمه اليهود والنصارى ، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ((فإذا كان العام المقبل ، إن شاء الله ، صمنا اليوم التاسع )) . قال : فلم يأت العام المقبل حتى تُوفي رسول الله صلى الله عليه وسلم

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura’ dan memerintahkan para sahabat untuk puasa. Kemudian ada sahabat yang berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura adalah hari yang diagungkan orang yahudi dan nasrani. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahun depan, kita akan berpuasa di tanggal sembilan.” Namun, belum sampai tahun depan, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsudah diwafatkan. (HR. Al Bukhari)

Adakah anjuran puasa tanggal 11 Bulan Muharram?
Sebagian ulama berpendapat, dianjurkan melaksanakan puasa tanggal 11 Muharram, setelah puasa Asyura’. Pendapat ini berdasarkan hadis:

صوموا يوم عاشوراء وخالفوا فيه اليهود وصوموا قبله يوما أو بعده يوما

“Puasalah hari Asyura’ dan jangan sama dengan model orang yahudi. Puasalah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.” (HR. Ahmad, Al Bazzar).

Hadis ini dihasankan oleh Syaikh Ahmad Syakir. Hadis ini juga dikuatkan hadis lain, yang diriwayatkan Al-Baihaqi dalam Sunan Al-Kubra dengan lafadz:

صوموا قبله يوماً وبعده يوماً

“Puasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya.”

Dengan menggunakan kata hubung وَ (yang berarti “dan”) sementara hadis sebelumnya menggunakan kata hubung أَوْ (yang artinya “atau”).

Al-Hafidz Ibn Hajar menjelaskan status hadis di atas:
Hadis ini diriwayatkan Ahmad dan al-Baihaqi dengan sanad dhaif, karena keadaan perawi Muhammad bin Abi Laila yang lemah. Akan tetapi dia tidak sendirian. Hadis ini memiliki jalur penguat dari Shaleh bin Abi Shaleh bin Hay. (Ittihaf al-Mahrah, hadis no. 2225)
Demikian keterangan Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Munajed.

Sementara itu, ulama lain berpendapat bahwa puasa tanggal 11 tidak disyariatkan, karena hadis ini sanadnya dhaif. Sebagaimana keterangan Al Albani dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam ta’liq musnad Ahmad. Hanya saja dianjurkan untuk melakukan puasa tiga hari, jika dia tidak bisa memastikan tanggal 1 Muharam, sebagai bentuk kehati-hatian.

Imam Ahmad mengatakan:

Jika awal bulan Muharram tidak jelas maka sebaiknya puasa tiga hari: (tanggal 9, 10, dan 11 Muharram), Ibnu Sirrin menjelaskan demikian. Beliau mempraktekkan hal itu agar lebih yakin untuk mendapatkan puasa tanggal 9 dan 10. (Al Mughni, 3/174. Diambil dari Al Bida’ Al Hauliyah, hal. 52).

Disamping itu, melakukan puasa 3 hari, di tanggal 9, 10, dan 11 Muharram, masuk dalam cakupan hadis yang menganjurkan untuk memperbanyak puasa selama di bulan Muharram. Sebagaimana yang dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (HR. Muslim)

Ibnul Qayim menjelaskan bahwa puasa terkait hari Asyura ada tiga tingkatan:

Tingkatan paling sempurna, puasa tiga hari. Sehari sebelum Asyura, hari Asyura, dan sehari setelahnya.
Tingkatan kedua, puasa tanggal 9 dan tanggal 10 Muharram. Ini berdasarkan banyak hadis.
Tingkatan ketiga, puasa tanggal 10 saja.
(Zadul Ma’ad, 2/72)

Bolehkah puasa tanggal 10 saja?

Sebagian ulama berpendapat, puasa tanggal 10 saja hukumnya makruh. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berencana untuk puasa tanggal 9, di tahun berikutnya, dengan tujuan menyelisihi model puasa orang yahudi. Ini merupakan pendapat Syaikh Ibn Baz rahimahullah.

Sementara itu, ulama yang lain berpendapat bahwa melakukan puasa tanggal 10 saja tidak makruh. Akan tetapi yang lebih baik, diiringi dengan puasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya, dalam rangka melaksanakan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam majmu’ fatawa, Syaikh Ibnu Utsaimin pernah ditanya:
Bolehkah puasa tanggal 10 Muharam saja, tanpa puasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya. Mengingat ada sebagian orang yang mengatakan bahwa hukum makruh untuk puasa tanggal 10 muharram telah hilang, disebabkan pada saat ini, orang yahudi dan nasrani tidak lagi melakukan puasa tanggal 10.

Beliau menjawab:
Makruhnya puasa pada tanggal 10 saja, bukanlah pendapat yang disepakati para ulama. Diantara mereka ada yang berpendapat tidak makruh melakukan puasa tanggal 10 saja, namun sebaiknya dia berpuasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. Dan puasa tanggal 9 lebih baik dari pada puasa tanggal 11. Maksudnya, yang lebih baik, dia berpuasa sehari sebelumnya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Jika saya masih hidup tahun depan, saya akan puasa tanggal sembilan (muharram).” maksud beliau adalah puasa tanggal 9 dan 10 muharram….. Pendapat yang lebih kuat, melaksanakan puasa tanggal 10 saja hukumnya tidak makruh. Akan tetapi yang lebih baik adalah diiringi puasa sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. (Majmu’ Fatawa Ibn Utsaimin, 20/42)

Wallohu a'lam

Hukum calo (broker/makelar) menurut islam

Membaca kata broker,apa persepsi yang muncul dipikiran kita? Persepsi kita bisa berarti orang yang suka minta komisi, ada unsur percaloan. Broker sendiri berarti pedagang perantara. Mungkin takala zaman belum seperti sekarang, seorang produsen yang menciptakan suatu produk disebabkan memiliki keterbatasaan waktu dan tenaga untuk menjual dan memasarkan produknya, kemudian menggunakan jasa broker dengan imbalan komisi bagi yang mampu membawa pembeli. Broker bertindak sebagai pedagang perantara, berfungsi mempertemukan penjual dan pembeli sehingga mempercepat dan membantu kelancaran proses negoisiasi. Hasil akhir adalah memperoleh komisi dari jasa layanan mereka. Broker menjual informasi tentang apa yang dibutuhkan pembeli, dan mencari pemasok-pemasok mana yang menyediakan barang kebutuhan tersebut. Di bidang property, seorang broker memiliki peran untuk menegosiasikan penjualan property antara penjual dan pembeli dengan imbalan komisi tertentu. Sebagai broker professional mereka harus bertindak bagi kepentingan penjual dan pembeli dan buka untuk dirinya sendiri, selain itu juga harus bisa menjadi problem solver, mencari solusi bila ada ketidak sesuaian antara penjual dan pembeli dengan pendekatan win-win solution. Prospek mencari listing (maksudnya mencari pemilik yang sedang/ingin menjual atau menyewa property dan mempercayakan kita untuk memasarkannya), bisa kita dapatkan melalui kawan, kerabat, iklan baris disurat kabar, atau lagi jalan-jalan dan menemukan tanda didepan rumah pemilik. Semuanya itu bisa kita prospek agar bersedia diajak kerja sama dengan kita. Bila kita mendapatkan pembeli kita tawarkan mau tidak sang pemilik memberi komisi kepada kita, atau bekerja sama untuk deal harga, atau sistemnya jual harga dengan cara pemilik menentukan harga terserah kita mau menjual dengan harga berapa. Selisihnya itu menjadi milik kita. Bagaimana komisi yang didapatkan broker, halal ataukah tidak? Simak bahasan berikut. Tinjauan Islam Terhadap Komisi Broker (Makelar) Coba kita lihat fatwa komisi fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah berikut ini: Pertanyaan: أخذت زبونا إلى أحد المصانع أو المحلات لشراء بضاعة، فأعطاني صاحب المصنع أو المحل عمولة على الزبون. هل هذا المال حلال (العمولة)؟ وإذا زاد صاحب المصنع مبلغا معينا على كل قطعة يأخذها الزبون، وهذه الزيادة آخذها أنا مقابل شراء الزبون لهذه البضاعة، فهل هذا جائز؟ إذا كان غير جائز فما هي العمولة الجائزة؟ Saya pernah membawa seorang konsumen ke salah satu pabrik atau toko untuk membeli suatu barang. Lalu pemilik pabrik atau toko itu memberi saya komisi atas konsumen yang saya bawa. Apakah komisi yang saya peroleh itu halal atau haram? Jika pemilik pabrik itu memberikan tambahan uang dalam jumlah tertentu dari setiap item yang dibeli konsumen tersebut, dan saya mau menerima tambahan tersebut sebagai atas pembelian konsumen tersebut, apakah hal tersebut dibolehkan? Dan jika hal itu tidak dibolehkan, lalu apakah komisi yang dibolehkan? Jawaban: إذا كان المصنع أو التاجر يعطيك جزءا من المال على كل سلعة تباع عن طريقك؛ تشجيعا لك لجهودك في البحث عن الزبائن، وهذا المال لا يزاد في سعر السلعة، وليس في ذلك إضرار بالآخرين ممن يبيع هذه السلعة، حيث إن هذا المصنع أو التاجر يبيعها بسعر كما يبيعها الآخرون – فهذا جائز ولا محذور فيه. أما إن كان هذا المال الذي تأخذه من صاحب المصنع أو المحل، يزاد على المشتري في ثمن السلعة، فلا يجوز لك أخذه، ولا يجوز للبائع فعل ذلك؛ لأن في هذا إضرار بالمشتري بزيادة السعر عليه. Jika pihak pabrik atau pedagang memberi Anda sejumlah uang atas setiap barang yang terjual melalui diri Anda sebagai balas jasa atas kerja keras yang telah Anda lakukan untuk mencari konsumen, dan uang tersebut tidak ditambahkan pada harga barang, dan tidak pula memberi mudharat pada orang lain yang menjual barang tersebut, di mana pabrik atau pedagang itu menjual barang tersebut dengan harga seperti yang dijual oleh orang lain, maka hal itu boleh dan tidak dilarang. Tetapi, jika uang yang Anda ambil dari pihak pabrik atau toko dibebankan pada harga barang yang harus dibayar pembeli, maka Anda tidak boleh mengambilnya dan tidak boleh juga bagi penjual untuk melakukan hal tersebut. Sebab, pada perbuatan itu mengandung unsur yang mencelakakan pembeli karena harus menambah uang pada harga barangnya. Wabillaahit taufiq. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.[1] Fatwa di atas menunjukkan bahwa pengambilan komisi dari broker atau makelar (dari pihak buyer/pembeli) dirinci sebagai berikut: 1. Jika komisi bagi broker dibebankan pada harga yang mesti dibayar pembeli tanpa sepengetahuan pembeli, maka tidak dibolehkan karena merugikan pembeli. 2. Jika komisi bagi broker tidak dibebankan pada pembeli atau dibebankan pada pembeli dengan seizinnya, maka dibolehkan.[2] Contoh: Bila A memiliki toko bahan bangunan, yang biasanya menjual genteng @ Rp 1.000,- (seribu rupiah), akan tetapi karena konsumen B datang ke toko tersebut dibawa oleh C yang biasanya berprofesi sebagai tukang bangunan, maka A menjual gentingnya kepada B seharga @ Rp. 1.050,- (seribu lima puluh rupiah), dengan perhitungan: Rp 1.000,- adalah harga genteng sebenarnya, dan Rp 50,- adalah fee untuk C yang telah berjasa membawa konsumen ke toko A. Sudah barang tentu, ketika A menaikkan harga penjualan dari Rp 1.000,- menjadi Rp 1.050,- dengan perhitungan seperti di atas, tanpa sepengetahuan B. Dengan demikian, pada kasus seperti ini B dirugikan, karena ia dibebani Rp 50,- sebagai fee untuk C, tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu. Dan ini tentu bertentangan dengan firman Allah Ta’ala, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.” (QS. An Nisa’: 29) Adapun bila pemilik toko memberi fee kepada C tanpa menaikkan harga jual, sehingga tetap saja ia menjual genteng tersebut seharga @ Rp 1.000,- maka itu tidak mengapa. Atau, bila sebelumnya pemilik toko memberitahukan kepada pembeli bahwa harga genting, ditambah dengan fee yang akan diberikan kepada mediator, dan ternyata pembeli mengizinkan, maka praktek semacam ini dibenarkan.[3] Jika broker tadi adalah dari pihak penjual (seller), maka rinciannya sebagai berikut: Jika si broker menaikkan harga tanpa izin atau sepengetahuan si penjual, maka ini tidak dibolehkan. Jika si broker menaikkan harga dengan izin atau sepengetahuan si penjual (baik kadar kenaikannya diserahkan kepada broker atau ditentukan oleh pemilik barang), ini dibolehkan. Broker Harus Jujur dan Amanah Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah menerangkan, “Hendaklah si broker (makelar) adalah orang yang paham terhadap info yang ia dapat dari penjual atau apa yang diinginkan pembeli. Sehingga dari sini ia tidak merugikan penjual atau juga pembeli, yang awalnya disangka ia punya info, tak tahunya hanya bualan belaka. Si broker juga harus memiliki sifat amanah dan jujur. Si broker tidak boleh hanya menguntungkan salah satu dari keduanya (merugikan lainnya). Jika ada ‘aib (kejelekan) dari produk yang dijual, ia harus menerangkannya dengan amanah dan jujur. Ia pun tidak boleh melakukan penipuan kepada penjual atau pembeli.”[4] Wallahu a’lam bish showab.

Kamis, 29 September 2016

Berdosa tetep dikasih allah

Diantara kita mungkin pernah berfikir kenapa orang yang telah berbuat dzolim, ingkar dan menyakiti orang lain tetap hidup makmur dan bebas? Berbeda dengan orang yang beriman yang justru tidak henti-hentinya mendapat cobaan dalam berbagai bentuk dari Allah SWT. Lantas, adakah alasan Allah SWT melakukan demikian?
Pertanyaan ini tanpa disadari dapat mengundang diri untuk mempertanyakan keadilan Allah. Walau kondisi seseorang tidak sebaik mereka, yakinlah Allah telah menyelamatkan diri tidak diserupa dengan mereka dan masih memberi kekuatan diri untuk terus beribadah kepada-Nya.
Lantas mengapa orang yang sudah zalim dan ingkar kepada Allah masih diberikan rezeki, kesehatan, tidak ditampakkan dosanya dan tidak disegerakan sangsi kepadanya. Dalam kitab Nashaihul Ibad, Saad bin Hilal berkata bahwa meski dzalim dan selalu melanggar perintah Allah,orang dzalim tetap oleh allah diberi 4 anugerah kepadanya:
1. Orang dzalim tidak terhalang untuk mendapatkan rezeki Allah SWT memiliki sifat Rahman yakni kasih Allah pada semua manusia, dan rahiim kasih sayang Allah hanya untuk orang beriman saja kelak di akhirat. Nah orang dzalim mendapat kasih sayang berupa rahman, jadi meski Ia dzalim atau kafir, tetap saja mendapatkan nikmat Allah ini. Namun Rahman Allah itu hanya sebatas di dunia saja. Akan tetapi orang dzalim tidak akan mendapatkan sifat rahiim, karena sifat ini hanya untuk kasih sayang Allah hanya untuk orang beriman dari mulai di dunia dan di akhirat. Seperti dalam surat Al-Israa’ ayat 20 berikut ini.
Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi. (Q.S. Al-Israa’ [17] : 20). Orang dzalim adalah orang yang menginginkan kehidupan di dunia saja. Mereka bahkan disegerakan diberi keduniawaian sebagaimana yang mereka minta.
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang kami kehendaki bagi orang yang kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.S. Al-Israa’ [17] : 19).
Perhatikan secara jelas dan seksama orang zalim itu, tentu bukan dengan pandangan kedengkian karena kelebihan materi mereka, apakah sejujurnya mereka bahagia dan tenang dengan harta yang didapatnya itu, lantas bagaimana kehidupan keluarganya. Ternyata ketenangan dan kebahagian hanya muncul dipermukaan, namun didalamnya hati mereka sudah tentu gersang. Manifestasinya terlihat dengan tiada henti mereka mengejar kedudukan, kekayaan dan kelezatan hidup. Apa yang sudah didapat walau melimpah, masih terus dianggap kurang.
Dengan demikian tidak perlu kuatir dengan orang zalim yang malah mendapatkan apa apa yang mereka inginkan di dunia.
Jika tiba waktunya yang dijanjikan Allah maka segala harta kekayaannya tidak dapat dijadikan penebus untuk membebaskan dirinya dari siksanya yang pedih yang telah disiapkan Allah.
2. Orang dzalim tidak terhalang untuk mendapat kesehatan Sifat Allah Rahman juga berlaku untuk kesehatan. Setiap orang yang dzalim tidak terhalang untuk mendapat kesehatan. Selain karena izin Allah SWT, kesehatan didapat karena dibarengi dengan pola hidup sehat dan olahraga. Bagi mereka yang dzalim namun tetap menjaga pola hidupnya, maka Allah SWT tetap menganugerahkan kesehatan karena usahanya tersebut. Akan tetapi ini tidak berlaku jika Allah menginginkan hambanya yang dzalim sakit, meski Ia telah menjaga pola hidup sehat dan berolahraga, namun akan tetap mengalami sakit dengan izin Allah.
3.Allah tidak akan menampakkan dosanya semasa hidup di dunia Allah tidak akan memperlihatkan dosa semasa di dunia kepada orang dzalim. Ia hanya akan mengetuk pintu bagi orang terpilih tentang beratnya azab neraka terhadap dosa yang telah dilakukan di dunia. Memperlihatkan dosa semasa hidup juga termasuk nikmat Allah, bagaimana tidak, dengan begitu manusia akan mengingat kematian dan akhirnya beralih menjadi lebih baik lagi. Namun kepada orang dzalim, Allah tidak menganugerahkan hal tersebut. Mata hati mereka tertutup dan tidak bisa melihat dosa-dosa yang telah mereka lakukan.
4. Allah tidak menyegerakan hukumannnya di dunia Bagi mereka yang dzalim, Allah juga tidak menyegerakan hukumannnya di dunia. Namun hal ini bukan berarti orang dzalim luput dari pengawasan Allah SWT.
Allah hanya menangguhkan atas mereka. Terhadap rahmatNya yang tetap diberikan kepada manusia yang jelas-jelas ingkar, menunjukkan kesabaran Allah atas semua ciptaan-Nya. Firman Allah:
Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, (Ibrahim :42)
Firman Allah : Dan tinggalkanlah dosa yang nampak dan yang tersembunyi. Sesungguhnya orang yang mengerjakan dosa, kelak akan diberi pembalasan (pada hari kiamat), disebabkan apa yang mereka telah kerjakan. (Al Anam : 120) Dengan demikian tidaklah usah irilah dengan mereka karena Allah hanya menangguhkan. Bukan kah hidup di dunia hanya sementara, di sinilah kita diwajibkan mendapatkan bekal untuk mendapatkan surga di akhirat kelak.

Wallohu a'lam..

Sebab rizqi terhalang

Apa Sebab Rezeki Kita Terhalang Kita sudah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat menggapai rezeki dengan berbagai potensi yang kita miliki. Kemampuan fisik kita mungkin tidak ada yang meragukan dan meremehkan. Pemikiran kita sudah mendapatkan bekal yang sangat cukup. Tak lupa juga kita senantiasa berdo’a. Tapi mengapa kok rezeki susah banget kita dapatkan. Kita datangi, dia malah menjauh. Sudah ada di hadapan mata, mau kita ambil keburu di duluan yang lain. Sudah ada tangan, tinggal mau menikmati, ada yang merampas dengan kasar. Berlimpah rezeki sudah kita kumpulkan, pengeluaran selalu lebih besar dari pada pemasukkannya. Tanpa diduga, usaha yang dibangun puluhan tahun yang melimpah ruah dalam sekejap bisa lenyap. Ada musibah alam yang tidak kita kehendaki. Ada juga krisis yang melanda dunia yang berimbas juga terhadap usaha kita. Kalau sudah demikian, apanya yang salah. Apa sebabnya? Berikut bisa kita renungkan, mungkin dan bisa jadi kita mengalami hal ini. Tahukah kita bahwa : Rasullah Shallallahu'alaihi Wasallam telah bersabda: "Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya" (HR. Ahmad) Saudaraku… Tak bosan-bosannya kita bermaksiat, bergelimang dengan dosa. Sadarkah kita bahwa inilah yang menjadi penghalang rezeki itu. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah, bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda : "Wahai segenap Muhajirin, ada lima hal yang membuat aku berlindung kepada Allah subhanahu wa ta'ala dan aku berharap kalian tidak mendapatkannya. Pertama, tidaklah perbuatan zina tampak pada suatu kaum sehingga mereka akan tertimpa bencana wabah dan penyakit yang tidak pernah ditimpakan kepada orang-orang sebelum mereka. Kedua, tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan tertimpa paceklik, masalah ekonomi dan kedurjanaan penguasa. Ketiga, tidaklah suatu kaum menolak membayar zakat melainkan mereka akam mengalami kemarau panjang. Sekiranya tidak karena binatang, niscaya mereka tidak akan diberi hujan. Keempat, tidaklah suatu kaum melakukan tipuan (ingkar janji) melainkan akan Allah subhanahu wa ta'ala utus kepada mereka musuh yang akan mengambil sebagian yang mereka miliki. Kelima, tidaklah para imam (pemimpin) mereka meninggalkan (tidak mengamalkan Al-Qur'an) melainkan akan Allah Subhanahu wa Ta'ala jadikan permusuhan antar mereka." Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam juga bersabda : "Jika engkau dapati Allah subhanahu wa ta'ala memberikan limpahan kekayaan kepada seorang hamba padahal hamba itu tetap berada di dalam kemaksiatan, maka tak lain hal itu merupakan penundaan tindakan dari Nya" (HR Ahmad) Selanjutnya beliau (Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam) membaca ayat yang artinya : „Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa." (QS Al-An'aam : 44) Imam Ahmad meriwayatkan, Abi Rafi' bercerita bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah melewati pekuburan Baqi. Lalu beliau berkata, "Kotorlah engkau, cis ... !" Aku menyangka kiranya beliau maksudkan diriku. Beliau bertutur, „Tidak, cuma inilah kuburan si fulan yang pernah kuutus untuk memungut zakat pada bani fulan lalu dia mencuri baju wol dan kini dia sedang dipakaikan baju yang serupa dari api neraka. Dalam shahih Muslim dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda : "Penduduk yang di dunia begelimang kesenangan sementara dia itu termasuk ahli neraka dihadirkan pada hari kiamat untuk kemudian dicelup dengan celupan neraka. Kemudian kepada mereka dikatakan, „Hai ibnu Adam, adakah kau lihat kebaikan ?" Dia menjawab, "Wallahi, tidak ya Rabbi !" Dan manusia yang di dunia paling sengsara hidupnya sementara dia itu calon penghuni surga akan dicelup dengan celupan surga. Lalu kepada mereka akan dikatakan, "Hai ibnu Adam, adakah kau peroleh kesengsaraan? Adakah kau temui kegetiran?" Dia menjawab, "Tidak, demi Allah ya Rabbi, tidak kudapati sama sekali."" Sedangkan dalam shahih Muslim Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam pernah bersabda tentang 3 golongan manusia yang pertama diadili di hari akhir. Golongan pertama adalah mereka yang mati syahid. Diantara mereka wajahnya tersungkur dan diseret ke neraka karena ternyata perang yang telah dilakukannya semata-mata hanya agar disebut pahlawan. Golongan kedua adalah orang yang sering membaca Al-Qur'an, rajin menuntut ilmu dan senantiasa mengamalkan pengetahuannya. Namun ternyata mereka juga tersungkur dan diseret ke dalam nereka. Mengapa ? Karena ternyata mereka hanya ingin mendapat gelar sebagai orang alim dan pintar. Golongan ketiga adalah seorang laki-laki yang seluruh kekayaannya dia korbankan. Tetapi nasibnya sama dengan kedua golongan sebelumya, ia tersungkur dan diseret ke neraka, karena ia melakukan itu agar dikatakan dermawan. Saudaraku….. Kita harus menyadari akan hal ini, bahwa kemaksiatan yang telah dilakukan merupakan penghalang rezeki. Akal kita juga tidak akan bisa menerima ilmu jika kita bermasiat, Imam Syafi’i duduk di depan Imam Malik. Dia membacakan sesuatu yang membuat Imam Malik kagum. Imam Malik sangat mengagumi kecepatannya dalam menangkap pelajaran, kecerdasannya dan pemahamannya yang sempurna. Imam Malik berkata, “Aku melihat, Allah telah meletakkan sinar dalam hatimu. Jangan padamkan sinar itu dengan kegelapan maksiat.” Imam Syafi’i menjawab, “Saya mengeluhkan hafalanku yang jelek kepada Waki’. Ia menasehatiku untuk meninggalkan maksiat. Waki’ berkata, ‘Ketahuilah bahwa ilmu itu anugerah dan anugerah Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat.” Saudaraku…. “Seorang mukmin jika berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika dia bertobat dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa lain, noktah itu pun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang disebut-sebut Allah dalam ayat,“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka." (HR Tarmidzi) Saudaraku…. Bukankah kita telah mengikrarkan pengakuan kita sebagaimana dalam surat Al A’raaf ayat 172 yang artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)", Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seorang hamba mengucapkan di pagi dan sore hari sebanyak tiga kali, رَضِيْتُ بِاللهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا وَرَسُوْلاً [Aku rela Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama dan Muhammad shallallahu’alaihi wasallam sebagai Nabi dan Rasul], melainkan sudah menjadi hak Allah untuk meridhainya pada hari Kiamat." (HR. Ahmad) Kita harus bisa istiqomah dengan keimanan kita. Allah subhanahu wa ta'ala Berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (QS. Fushshilat : 30) Saudaraku… Kita telah menyadari apa yang telah kita lakukan selama ini. Kini saatnya kita kembali kepada hakikat jalan yang sesungguhnya yang harus kita lalui. Kita harus mengakui dan menjadikan Al Qur’an sebagai pedoman kita sebagaimana dalam QS. Al Baqarah ayat 2. Saatnya kita menapaki jalan Islam, masuk ke dalam secara keseluruhan, kita celupkan diri kita ke dalam nilai-nilai Islam. Dari Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib, ia berkata, “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukin, semua urusan baik baginya dan kebaikan ini tidak dimiliki oleh selain seorang mukmin. Apabila mendapat kesenangan ia bersyukur dan itulah yang terbaik untuknya. Dan apabila mendapat musibah ia bersabar dan itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Imam Muslim) Bila keimanan telah tertancap dan menghunjam dalam diri. Segala hal apapun menjadi baik bagi kita. Kita akan melihat segala sesuatunya dari kacamata iman. Kita akan bisa mengambil hikmah dari setiap kejadian yang kita alami. Saudaraku… Mari kita beriman dan bertaqwa! Niscaya janji Allah itu benar. Mari kita buktikan. Mari kita menikmati hakikat kekayaan yang sesungguhnya. "Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (QS. Ath-Thalaq: 2-3). Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A'raaf : 96) Wallahu a’lam bish-shawab.

Perkara memperlancar RIZQI

Ada faedah ilmu berharga yang kami peroleh di pagi ini yang disebutkan oleh ulama rabbani, yang moga kita bisa gali ilmu ini. Ilmu tersebut adalah mengenai pelancar dan penghambat rezeki. Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan: Ada empat hal pelancar rezeki: 1- shalat malam 2- memperbanyak istighfar di waktu sahur 3- membiasakan sedekah 4- berdzikir di pagi dan petang Ada empat hal penghambat rezeki: 1- tidur pagi 2- sedikit shalat 3- malas-malasan 4- sifat khianat Ini nasehat umum yang beliau sampaikan dalam Zaadul Ma’ad, 4: 378. Silakan klik link pada tulisan di atas, saudara dapat melihat bahasan terkait yang pernah diulas di Rumaysho.Com. Moga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik. Referensi: Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan keempat, tahun 1425 H

10 dosa penghalang rizqi

1. Syirik (Menyekutukan Allah) Syirik adalah dosa besar penghalang rezeki, syirik adalah dosa yang tidak diampuni. Apabila ada orang yang meninggal dalam keadaan masih syirik maka ia akan berada dalam neraka selamanya.
2. Meninggalkan Sholat Sholat adalah wajib, meninggalkan sholat adalah dosa besar.
Ada baiknya anda selalu menjaga sholat anda, sebisa mungkin ditunaikan. Sebaiknya ketika panggilan Allah (azan) berkumandang segeralah penuhi panggilannya, jangan ditunda. Nggak mau juga kan rezekinya ditunda oleh Allah.
3. Durhaka Kepada Orang Tua
Surga ditelapak kaki ibu, durhaka kepada kedua orang tua sama saja menjauhkan diri dari surga. Sekaligus menjauhkan dari rezeki yang halal.
4. Zina Bagaimanapun jangan pernah melakukan zina.
Hukuman orang yang berzina sangatlah berat dan juga termasuk dari dosa besar. 5. Rizki Haram Perolehlah rizki dengan cara yang halal, dengan usaha yang halal. Rizki yang diperoleh secara haram bisa memutus rizki halal karena rizki haram adalah termasuk dosa besar penghalang rezeki halal.
6. Minum Khamr Minuman keras atau khamr merupakan minuman yang memabukkan. Terdapat banyak hal yang mudharat pada khamr ini. Jauhilah khamr karena Allah.
7. Memutus Silaturahim Memutus silaturahim merupakan hal yang menghalangi rezeki, sebaliknya menyambung silaturahim adalah hal yang mendatangkan rezeki.
8. Menuduh dan Bersaksi Palsu Hati hati dengan ucapan anda, mulutmu harimaumu. Terkadang mulut susah untuk dikendalikan, tapi cobalah berkata yang baik atau diam.
9. Kikir dan Pelit Kikir merupakan dosa penghalang rezeki, jauhilah kikir. Sebaliknya dermawan, suka menolong merupakan sikap yang mendatangkan rezeki.
10. Ghibah Ghibah atau gosip, membicarakan keburukan orang merupakan dosa besar! Awas, ghibah juga bisa dalam acara televisi lho.  Banyak sekali hal-hal yang harus kita jauhi karena hal-hal tersebut adalah dosa yang besar dan dapat menjadi sebab yang menghambat turunnya rezeki dari Allah.
Oleh karena itu marilah kita jaga diri kita dari dosa besar yang menghambat rezeki dan selalu bertaqwa agar Allah mencintai kita dan kita pun mencintai Allah dan Allah pun tidak segan untuk menurunkan rezeki yang banyak kepada kita.

Wallahu a'lam...

HUKUM WAKAF DENGAN UANG

Wakaf tunai (waqf al nuqud, cash waqf) adalah wakaf dalam bentuk uang. Caranya dengan menjadikan uang wakaf sebagai modal dalam akad mudharabah yang keuntungannya disalurkan sebagai wakaf, atau dengan meminjamkan uang dalam akad pinjaman (qardh). (Abu Su’ud Muhammad, Risalah bi Waqf al Nuqud, hlm. 20-21; Fiqh Al Waqf fi Al Syari’ah Al Islamiyyah, 2/239). Di Indonesia wakaf tunai telah difatwakan kebolehannya oleh Komisi Fatwa MUI Pusat tanggal 11 Mei 2002 dan telah mendapat legalitas berdasar UU No 41/2004 tentang Wakaf. (Agustianto, Wakaf Tunai dalam Hukum Positif, hlm. 5-6). Sebenarnya ada khilafiyah di kalangan fuqaha mengenai hukum wakaf tunai. Pertama, tak membolehkan wakaf tunai. Ini pendapat mayoritas fuqaha Hanafiyah, pendapat mazhab Syafi’i, dan pendapat yang sahih di kalangan fuqaha Hanabilah dan Zaidiyyah. Kedua, membolehkan wakaf tunai. Ini pendapat ulama Malikiyyah, juga satu riwayat Imam Ahmad yang dipilih Ibnu Taimiyyah (Majmu’ul Fatawa, 31/234) dan juga satu pendapat (qaul) di kalangan fuqaha Hanafiyah dan Hanabilah. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah, 44/167; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 10/298; Al ‘Ayyasyi Faddad, Masa`il fi Fiqh Al Waqf, hlm. 8-9). Sumber perbedaan pendapat di atas sebenarnya terkait dengan uang sebagai barang wakaf, apakah bendanya tetap ada atau akan lenyap. Pendapat yang tak membolehkan beralasan, sebagaimana kata Imam Ibnu Qudamah,”Karena wakaf itu adalah menahan harta pokok (al ashl) dan memanfaatkan buahnya, dan sesuatu yang tak dapat dimanfaatkan kecuali dengan lenyapnya sesuatu itu, tak sah wakafnya.” (Ibnu Qudamah, Al Mughni, 8/229). Sedang pendapat yang membolehkan, mengatakan uang yang diwakafkan sebenarnya tak lenyap, karena disediakan gantinya (badal), yaitu uang yang senilai. (Abu Su’ud Muhammad, Risalah bi Waqf al Nuqud, hlm. 31; Abdullah Tsamali, Waqf Al Nuqud, hlm. 11-12; Ali Muhammadi, Waqf Al Nuqud Fiqhuhu wa Anwa’uhu, hlm. 159-163; Ahmad Al Haddad, Waqf Al Nuqud wa Istitsmaruha, hlm. 30-40). Yang lebih kuat (rajih) menurut kami pendapat yang tak membolehkan wakaf tunai, dengan 3 (tiga) alasan sbb; pertama, pendapat yang tak membolehkan lebih sesuai dan lebih dekat kepada definisi syar’i (ta’rif syar’i) bagi wakaf, yang mensyaratkan tetapnya zat harta wakaf (ma’a baqaa`i ‘ainihi). Sebab definisi wakaf adalah menahan harta yang dapat diambil manfaatnya dengan mempertahankan benda/zat harta itu (ma’a baqaa`i ‘ainihi), dengan tidak melakukan tindakan hukum (tasharruf) terhadap benda itu (menjual, menghibahkan, dst), untuk disalurkan kepada sesuatu yang mubah. (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 3/87; Imam Ibnu Qudamah, Al Mughni, 4/231; Imam Syairazi, Al Muhadzdzab, 1/575). Wakaf uang tak memenuhi syarat ini, karena zat uang akan segera lenyap ketika digunakan. Berhujjah dengan definisi syar’i ini sesungguhnya adalah berhujjah dengan nash syar’i, karena definisi syar’i hakikatnya adalah hukum syar’i yang diistinbath dari nash-nash syar’i. (Taqiyuddin Nabhani, Izalatul Atribah ‘Anil Judzur, hlm. 1-2; Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah; 3/443). Kedua, pendapat yang tak membolehkan wakaf tunai berarti berpegang dengan hukum asal (al ashl), yaitu benda wakaf harus dipertahankan zatnya. Sedang pendapat yang membolehkan berarti menyalahi hukum asal (khilaful ashl), yaitu benda wakaf boleh lenyap zatnya asalkan diganti yang senilai. Berpegang dengan hukum asal adalah sesuatu yang yakin, sedang menyalahi hukum asal masih diragukan, kecuali ada dalilnya. Kaidah fiqih menyebutkan : al yaqiin laa yuzaalu bi al syakk (sesuatu yang yakin tak dapat dihilangkan dengan keraguan). (Jalaluddin Suyuthi, Al Asybah wa An Nazha`ir, hlm. 50). Ketiga, pendapat yang membolehkan wakaf tunai sesungguhnya lebih bersandar kepada dalil kemaslahatan (Mashalih Mursalah). (Abdullah Tsamali, Waqf Al Nuqud, hlm. 13-14). Padahal Mashalih Mursalah bukan dalil syar’i yang mu’tabar (kuat). (Taqiyuddin Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah; 3/441).

Hukum Wakaf dengan uang tunai, ulama’ berbeda pendapat :

Menurut mayoritas fuqoha’ tidak sah. Sedang mutaqaddimin Hanafiyyah dan sebagian ulama’ Malikiyyah memperbolehkan dalam hal uang tunai itu berupa dirham dan dinar.المغني ج: 5 ص: 373

أن ما لا يمكن الانتفاع به مع بقاء عينه كالدنانير والدراهم والمطعوم والمشروب والشمع وأشباهه لا يصح وقفه في قول عامة الفقهاء وأهل العلم إلا شيئا يحكى عن مالك والأوزاعي في وقف الطعام أنه يجوز ولم يحكه أصحاب مالك وليس بصحيح لأن الوقف تحبيس الأصل وتسبيل الثمرة وما لا ينتفع به إلا بالإتلاف لا يصح فيه ذلك وقيل في الدراهم والدنانير يصح وقفها على قول من أجاز إجارتها

مختصر اختلاف العلماء ج: 4 ص: 163

وأما الدراهم والدنانير فلا يصح وقفها لأنها تستهلك عينها فتخرج عن أن تكون موقوفة وأجاز مالك وقف الدنانير وجعلها مع ذلك قرضا على من أوقفت عليه فلا معنى له لأنها إذا جعلت كذلك فهي مملوكة لمن أوقفت عليه والأوقاف لا تكون مملوكة

ردالمختار علىالدر المختار 4\560

قال المصنف فىالمنح ولما جرى التعامل فى زماننا فى البلاد الروميّة وغيرها فى وقف الدراهم والدنانير دخلت تحت قول محمد المفتى به فى وقت كل منقول فيه تعامل كما لا يخفى, فلا يحتاج على هذا الى تخصيص القول بجواز وقفها بمذهب الامام زفر من رواية الانصارى والله تعالى اعلم, وقد افتى مولانا صاحب البحر بجواز وقفها ولم يحك خلافا اهـ ما فى المنح

الفقه الاسلامى 8\162

وقد وضع الحنابلة وغيرهم ضابطا لما يجوز وقفه, وما لايجوز فقالوا : الذى يجوز وقفه هو كلّ ما جاز بيعه وجاز الانتفاع به مع بقاء عينه وكان اصلا يبقى بقاء متصلا كالعقار والحيوانات والسلاح والأثاث وأشباه ذلك.

وما لا ينتفع به الا بالاتلاف مثل الدنانير والدراهم (النقود) وما ليس بحلى, والمأكول والمشروب والشمع وأشباهه لايصح وقفه فى قول جماعة من الفقهاء لأن ّالوقف تحبيس الأصل,وتسبيل الثمرة,وما لا ينتفع به الا بالإتلاف لا يصح فيه الوقف, لأنه لايمكن الانتفاع به على الدوام الا ان متقدمى الحنفية اجازوا وقف الدنانير والدراهم والمكيل والموزون, لكن الظاهر انه لا يجوز الان لعدم التعامل به كما سيأتى

Masaji Antoro

Menambah sedikit :Tapi bila uang tersebut kemudian digunakan pembangunan masjid menurut Abu Muhammad juga tergolong WAKAF

وقال الشيخ أبو محمد وكذا لو أخذ من الناس ليبنى به زاوية أو رباطا فيصير كذلك بمجرد بنائه

Fath al-Muiin III/161

Wallahu a’lam.[]