Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Jumat, 14 April 2017

3 bekal amar ma'ruf

Amar Maruf Nahi Mungkar
3 Bekal Amar Maruf Nahi Mungkar

Sebuah faedah ilmu yang sangat berharga dari ulama besar masa silam Ahmad bin ‘Abdul Al Haroni yang dikenal dengan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau memberikan nasehat bagaimana kita seharusnya beramar ma’ruf nahi mungkar yaitu mengajak pada kebaikan dan melarang dari kemungkaran.

Syaikhul Islam mengatakan, “Orang yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar semestinya memiliki tiga bekal yaitu: [1] ilmu, [2] lemah lembut, dan [3] sabar. Ilmu haruslah ada sebelum amar ma’ruf nahi mungkar (di awal). Lemah lembut harus ada ketika ingin beramar ma’ruf nahi mungkar (di tengah-tengah). Sikap sabar harus ada sesudah beramar ma’ruf nahi mungkar (di akhir). ”
Berikut rinciannya yang kami olah dari pembahasan Syaikhul Islam.

Pertama: Bekal Ilmu di Awal


‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan,

مَنْ عَبَدَ اللهَ بِغَيْرِ عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلُحُ

“Barangsiapa yang beribadah pada Allah tanpa ilmu, maka ia akan membuat banyak kerusakan dibanding mendatangkan banyak kebaikan.”
Begitu pula  Mu’adz bin Jabal pernah mengatakan,

العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ

”Ilmu adalah pemimpin amalan. Sedangkan amalan itu berada di belakang ilmu.”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Ini memang benar. Yang namanya maksud dan amalan tanpa disertai ilmu, maka hanya mengakibatkan kebodohan, kesesatan dan sekedar mengikuti hawa nafsu sebagaimana telah dijelaskan. Inilah beda antara orang Jahiliyah dan seorang muslim. Seorang muslim haruslah membekali dirinya dengan ilmu dalam beramar ma’ruf nahi mungkar dan harus bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Seseorang juga harus mengetahui bagaimana kondisi orang yang akan diajak pada kebaikan dan dilarang dari kemungkaran. Di antara bentuk mendatangkan kebaikan adalah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar sesuatu tuntutan yang diajarkan  dalam Islam (jalan yang lurus). Jika seseorang membekali dirinya dengan ilmu, maka itu akan membuat lebih cepat mengantarkan pada tujuan.”

Kedua: Lemah Lembut di Tengah-Tengah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar


Dalam amar ma’ruf nahi mungkar hendaklah ada sikap lemah lembut. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sesungguhnya jika lemah lembut itu ada dalam sesuatu, maka ia akan senantiasa menghiasanya. Jika kelembutan itu hilang, maka pastilah hanya akan mendatangkan kejelekan.”[1]
Begitu pula beliau bersabda,

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ

“Sesungguhnya Allah itu Maha Lembut. Dia menyukai kelembutan dan Dia akan memberi kepada kelembutan yang tidak diberikan jika seseorang bersikap kasar.”[2]

Ketiga: Bersabar di Akhir


Setelah melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, haruslah ada sikap sabar terhadap setiap gangguan. Syaikhul Islam mengatakan, “Setiap orang yang ingin melakukan amar ma’ruf nahi mungkar pastilah mendapat rintangan. Oleh karena itu, jika seseorang tidak bersabar, maka hanya akan membawa dampak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.”
Luqman pernah mengatakan pada anaknya,

وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الأمُورِ

“Dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman: 17)
Oleh karena itu, Allah memerintahkan kepada para Rasul –dan mereka adalah imam (pemimpin) dalam amar ma’ruf nahi mungkar- untuk bersabar, sebagaimana hal ini Allah perintahkan pada penutup Rasul (yakni Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam). Bahkan perintah ini Allah sandingkan dengan penyampaian kerasulan. Hal ini dapat kita lihat dalam surat Al Mudatsir (surat yang merupakan tanda Muhammad menjadi Rasul), yang turun setelah surat Iqro’ (surat yang merupakan tanda Muhammad diangkat sebagai Nabi).

يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ, قُمْ فَأَنْذِرْ, وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ, وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ, وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ وَلا تَمْنُنْ تَسْتَكْثِرُ, وَلِرَبِّكَ فَاصْبِرْ
“Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! dan Rabbmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah.” (QS. Al Mudatsir: 1-7)
Allah membuka surat yang merupakan pertanda beliau diangkat menjadi Rasul dengan perintah memberikan peringatan (indzar). Di akhirnya, Allah tutup dengan perintah untuk bersabar. Yang namanya memberi peringatan (indzar) adalah melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Maka ini menunjukkan bahwa sesudah seseorang melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, hendaklah ia bersabar.
Demikian faedah dari Syaikhul Islam sebagai bekal bagi orang yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar.
Semoga kita dapat memperhatikan nasehat dalam setiap tindak tanduk kita ketika ingin memperbaiki orang lain. Hanya Allah yang memberi taufik.
Faedah Ilmu dari Risalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah:
Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15-18, Mawqi’ Al Islam
Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel https://rumaysho.com
Disusun di Panggang, Gunung Kidul, di Hari Tasyriq (Hari Dianjurkan untuk Banyak Berdzikir), 11 Dzulhijah 1430 H.
[1] HR. Muslim no. 2594, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.
[2] HR. Muslim no. 2593, nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ditujukan pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.Masuk Surga Bukan dengan Amalan, Benarkah?
Masuk Surga Bukan dengan Amalan, Benarkah?

Kita masuk surga bukan dengan amalan kita, benarkah?
Dalam hadits disebutkan,

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا عَمَلُهُ الْجَنَّةَ » . قَالُوا وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « لاَ ، وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِى اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ

Sesungguhnya Abu Hurairah berkata, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal seseorang tidak akan memasukkan seseorang ke dalam surga.” “Engkau juga tidak wahai Rasulullah?”, tanya beberapa sahabat. Beliau menjawab, “Aku pun tidak. Itu semua hanyalah karena karunia dan rahmat Allah.” (HR. Bukhari no. 5673 dan Muslim no. 2816)
Sedangkan firman Allah Ta’ala,
سَابِقُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أُعِدَّتْ لِلَّذِينَ آَمَنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabbmu dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al Hadiid: 21).
Dalam ayat ini dinyatakan bahwa surga itu disediakan bagi orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Berarti ada amalan.
Begitu pula dalam ayat,
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan” (QS. An-Nahl: 32)
وَتِلْكَ الْجَنَّةُ الَّتِي أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan itulah surga yang diwariskan kepada kamu disebabkan amal-amal yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Az-Zukhruf: 72)
Seakan-akan ayat dan hadits itu bertentangan.
Ayat menyatakan, kita masuk surga karena amalan dan keimanan kita. Sedangkan hadits menyatakan, faktor terbesar masuk surga adalah karena karunia Allah.
Ada beberapa penjelasan para ulama mengenai hal ini:
Yang dimaksud seseorang tidak masuk surga dengan amalnya adalah peniadaan masuk surga karena amalan.
Amalan itu sendiri tidak bisa memasukkan orang ke dalam surga.
Kalau bukan karena karunia dan rahmat Allah, tentu tidak akan bisa memasukinya. Bahkan adanya amalan juga karena sebab rahmat Allah bagi hamba-Nya.
Amalan hanyalah sebab tingginya derajat seseorang di surga, namun bukan sebab seseorang masuk ke dalam surga.
Amalan yang dilakukan hamba sama sekali tidak bisa mengganti surga yang Allah beri. Itulah yang dimaksud, seseorang tidak memasuki surga dengan amalannya. Maksudnya ia tidak bisa ganti surga dengan amalannya. Sedangkan yang memasukkan seseorang ke dalam surga hanyalah rahmat dan karunia Allah. (Disarikan dari Bahjah An-Nazhirin, Salim bin ‘Ied Al Hilali, Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama, 1430 H, 3: 18-19).
Imam Nawawi rahimahullah memberikan keterangan yang sangat bagus, “Ayat-ayat Al-Qur’an yang ada menunjukkan bahwa amalan bisa memasukkan orang dalam surga.
Maka tidak bertentangan dengan hadits-hadits yang ada. Bahkan makna ayat adalah masuk surga itu disebabkan karena amalan. Namun di situ ada taufik dari Allah untuk beramal.
Ada hidayah untuk ikhlas pula dalam beramal.
Maka diterimanya amal memang karena rahmat dan karunia Allah. Karenanya, amalan semata tidak memasukkan seseorang ke dalam surga.
Itulah yang dimaksudkan dalam hadits. Kesimpulannya, bisa saja kita katakan bahwa sebab masuk surga adalah karena ada amalan. Amalan itu ada karena rahmat Allah. Wallahu a’lam.” (Syarh Shahih Muslim, 14: 145)
Jadi kita masuk surga bukan semata-mata dengan amalan kita. Amalan kita itu bisa ada karena taufik Allah. Taufik Allah itulah karunia dan rahmat-Nya. Jadinya, amalan itu ada karena karunia dan rahmat-Nya.
Bersyukurlah jika kita termasuk orang yang dimudahkan dalam beramal.
Hanya Allah yang memberi taufik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar