Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Rabu, 26 April 2017

Shalat sunat diatas kendaraan

Kaum muslimin yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah, ketahuilah bahwa hukum shalat di atas kendaraan itu ada rinciannya. Hukum asalnya tidak boleh dan tidak sah, namun dibolehkan dalam keadaan tertentu. Wajib Shalat Di Darat Jika Masih Bisa Sebagaimana kita ketahui bersama, menghadap kiblat adalah syarat sah shalat, tidak sah shalatnya jika tidak dipenuhi. Berdasarkan firman Allah Ta’ala: قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya” (QS. Al Baqarah: 144) Maka pada asalnya, shalat wajib yang lima waktu dilakukan di darat dan tidak boleh dikerjakan di atas kendaraan karena sulit menghadap kiblat dengan benar. Berbeda dengan shalat sunnah, boleh dikerjaan di atas kendaraan jika sedang safar, karena banyak dalil yang menunjukkan kebolehahnnya. Adapun jika tidak sedang safar, maka tidak ada keperluan untuk shalat wajib atau sunnah di atas kendaraan. Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim membuat judul “bab bolehnya shalat sunnah di atas binatang tunggangan dalam safar kemana pun binatang tersebut menghadap“, yaitu ketika menjelaskan hadits: أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي سُبْحَتَهُ حَيْثُمَا تَوَجَّهَتْ بِهِ نَاقَتُهُ “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya shalat sunnah kemana pun untanya menghadap” (HR. Muslim 33). dalam riwayat lain: إن رسولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كان يوترُ على البعيرِ “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya shalat witir di atas unta” (HR. Al Bukhari 999, Muslim 700). Imam An Nawawi lalu berkata: “hadits-hadits ini menunjukkan bolehnya shalat sunnah kemana pun binatang tunggangan menghadap. Ini boleh berdasarkan ijma kaum Muslimin”. Dan di tempat yang sama, beliau menjelaskan: “hadits ini juga dalil bahwa shalat wajib tidak boleh kecuali menghadap kiblat, dan tidak boleh di atas kendaraan, ini berdasarkan ijma kaum Muslimin. Kecuali karena adanya rasa takut yang besar” (Syarah Shahih Muslim, 5/211). Udzur Yang Membolehkan Shalat Di Kendaraan Islam itu mudah. Ketika ada kesulitan, maka muncul kemudahan. Demikian juga dalam hal shalat ketika berkendaraan, seseorang diberikan kemudahan jika memang ada kesulitan. Para ulama menyebutkan udzur-udzur atau penghalang-penghalang yang membuat seseorang boleh shalat di atas kendaraan. Syaikh Shalih Al Fauzan mengatakan: “jika orang yang sedang berkendara itu mendapatkan kesulitan jika turun dari kendaraannya, misal karena hujan lebat dan daratan berlumpur, atau khawatir terhadap kendaraannya jika ia turun, atau khawatir terhadap harta benda yang dibawanya jika ia turun, atau khawatir terhadap dirinya sendiri jika ia turun, misalnya karena ada musuh atau binatang buas, dalam semua keadaan ini ia boleh shalat di atas kendaraannya baik berupa hewan tunggangan atau lainnya tanpa turun ke darat” (Al Mulakhas Al Fiqhi, 235). Diantara udzur yang membolehkan juga adalah khawatir luputnya atau habisnya waktu shalat. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ketika ditanya mengenai hukum shalat di pesawat beliau menjelaskan: “shalat di pesawat jika memang tidak mungkin mendarat sebelum berakhirnya waktu shalat, atau tidak mendarat sebelum berakhirnya shalat kedua yang masih mungkin di jamak, maka saya katakan: shalat dalam keadaan demikian wajib hukumnya dan tidak boleh menundanya hingga keluar dari waktunya”. Beliau juga mengatakan: “adapun jika masih memungkinkan mendarat sebelum berakhir waktu shalat yang sekarang, atau sebelum berakhir waktu shalat selanjutnya dan memungkinkan untuk dijamak, maka tidak boleh shalat di pesawat karena shalat di pesawat itu tidak bisa menunaikan semua hal wajib dalam shalat. Jika memang demikian keadaannya maka hendaknya menunda shalat hingga mendarat lalu shalat di darat hingga benar pelaksanaannya” (Majmu’ Fatawa War Rasa-il, fatwa no.1079). Tata Cara Shalat Di Kendaraan Pada asalnya, tata cara shalat dikendaraan sama dengan shalat seperti biasanya di darat. Tidak boleh seseorang menggugurkan salah satu rukun shalat, jika masih memungkinkan, kecuali ada udzur syar’i. Dalam sebuah hadits shahih, Ibnu Abbas bertanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam: يا رسولَ اللهِ كيف أُصَلّي في السفينَةِ قال صلّ فيها قائما إلا أن تخافَ الغرقَ “wahai Rasulullah, bagaimana cara shalat di atas perahu? beliau bersabda: ‘shalatlah di dalamnya sambil berdiri, kecuali jika engkau takut tenggelam‘” (HR. Ad Daruquthni 2/68, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami 3777). Syaikh Al Albani berkata: “hukum shalat di atas pesawat sama seperti shalat di atas perahu. Shalat dilakukan sambil berdiri jika mampu, jika tidak mampu maka sambil duduk, rukuk dan sujudnya dengan isyarat” (Ikhtiyarat Imam Al Albani, 117). Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam fatwa beliau di atas juga menjelaskan tata cara shalat di atas pesawat: “shalat dilakukan dengan menghadap kiblat sambil berdiri, jika masih memungkinkan, dan juga rukuk seperti biasa jika bisa. Sujud dilakukan sambil duduk atau dengan isyarat karena sepengetahuan saya tidak mungkin melakukan sujud ketika di pesawat. Karena jarak antar tempat duduk sangat dekat. Allah Ta’ala berfirman: فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ‏ “bertaqwalah kepada Allah semampu kalian” (QS. At Taghabun: 16) dan Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم “apa yang aku perintahkan kepada kalian, kerjakanlah sesuai kemampuan kalian” (HR. Al Bukhari 7288, Muslim 1337) Allah Ta’ala juga berfirman: حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ‏ “Peliharalah segala shalat (mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah karena Allah (dalam salatmu) dengan khusyuk” (QS. Al Baqarah: 238) (Majmu’ Fatawa War Rasa-il, fatwa no.1079). Syaikh Musthafa Al Adawi juga ketika ditanya mengenai shalat di mobil (termasuk bus dan semacamnya) beliau menjelaskan caranya: “jika anda bersafar untuk jarak yang jauh dan tidak memungkinkan untuk berhenti, shalatlah sambil duduk, karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: ‏صل قائماً، فإن لم تستطع فقاعداً، فإن لم تستطع فعلى جنب “shalatlah sambil berdiri, jika tidak bisa maka sambil duduk, jika tidak bisa maka sambil berbaring” (HR. Al Bukhari 1117) jika tidak ada tempat wudhu dan tidak ada air maka bertayamumlah lalu shalat” (Sumber: http://mostafaaladwy.com/play-9716.html). Demikian, semoga bermanfaat, wabillahi at taufiq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar