Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Minggu, 26 November 2017

Rosulullah Kaya,Kekayaan untuk org Miskin

Rosulullah Kaya atau Miskin

Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Wa ba’du:

Kalau melihat kepada sejumlah nash baik dari Alquran maupun Sunnah, maka Nabi saw tidak bisa dikatakan miskin dalam pengertian tidak memiliki harta dan hidup dalam kondisi kekurangan.

Al quran misalnya menegaskan, “Dia mendapatimu dalam kondisi miskin, maka Dia memberikan kecukupan.” (QS adh-Dhuha: 8). Beliau juga banyak berdoa, “Ya Allah kepada-Mu aku memohon petunjuk, ketaqwaan, kehormataan, dan kecukupan.” (HR Muslim). Serta beliau sendiri di saat wafat meninggalkan sejumlah kebun dan harta di Medinah dan di Fadak.

Beliau mendapatkan harta dan kekayaan dari banyak jalur. Di antaranya:


– Dari hasil bisnis dan dagangnya di waktu muda.

– Dari warisan orang tua dan keluarganya.

– Dari warisan Khadijah ra yang merupakan pengusaha besar.

– Dari harta fai (rampasan yang didapat tanpa perang)

– Dari Ghanimah perang

– Dari hadiah sejumlah penguasa sekitar dst.

Hanya saja Rasul saw tidak mau hidup mewah dan menumpuk-numpuk harta. Rasul saw hidup dalam kondisi yang sangat sederhana. Inilah yang dimaksud oleh doa beliau, “Ya Allah hidupkan aku dalam kondisi miskin, matikan dalam kondisi miskin, dan kumpulkan bersama orang-orang miskin.”

Dalam kitab an-Nihayah fi Gharib al-Atsar disebutkan bahwa maksud dari miskin disitu adalah tawaduk, dan tidak sombong. Kekayaan yang beliau dapatkan beliau berikan kepada kaum muslimin yang membutuhkan. Beliau dikenal sebagai orang yang dermawan dan pemurah.

Jadi, Rasul saw adalah orang yang kaya yang tawaduk dan hidup bersahaja.

Wallahu a’lam.

Wassalamu alaikum wr.wb.

Jumat, 17 November 2017

Penjelasan tentang Istiqomah

ITIQOMAH

Sesunguhnya nikmat Allâh Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya tidak terbatas. Di antara nikmat yang paling besar adalah nikmat iman dan islam. Demikian juga nikmat istiqomah di atas iman. Hal ini ditunjukkan oleh hadits di bawah ini:

عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ

Dari Sufyan bin Abdullâh ats-Tsaqafi, ia berkata: Aku berkata, “Wahai Rasûlullâh, katakan kepadaku di dalam Islam satu perkataan yang aku tidak akan bertanya kepada seorangpun setelah Anda!” Beliau menjawab: “Katakanlah, ‘aku beriman’, lalu istiqomahlah”. [HR Muslim, no. 38; Ahmad 3/413; Tirmidzi, no. 2410; Ibnu Majah, no. 3972].

MAKNA ISTIQOMAH
Imam Ibnu Rajab al-Hambali rahimahullah (wafat tahun 795 H) berkata menjelaskan makna istiqomah dan kedudukan hadits ini dengan mengatakan: “Istiqomah adalah meniti jalan yang lurus, yaitu agama yang lurus, dengan tanpa membelok ke kanan atau ke kiri. Dan istiqomah mencakup melakukan semua ketaatan yang lahir dan yang batin dan meninggalkan semua perkara yang dilarang. Maka wasiat ini mencakup seluruh ajaran agama”.[1]

Dari penjelasan di atas maka diketahui bahwa ukuran istiqomah adalah agama yang lurus ini. Yaitu melakukan ketaatan sebagaimana diperintahkan dengan tanpa melewati batas, tanpa mengikuti hawa-nafsu, walaupun orang menganggapnya sebagai sikap berlebihan atau mengurangi. Allâh Ta’ala berfirman:

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Maka istiqomahlah (tetaplah kamu pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan. [Hûd/11:112].

Allâh Ta’ala juga berfirman:

فَلِذَٰلِكَ فَادْعُ ۖ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ ۖ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ ۖ وَقُلْ آمَنْتُ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنْ كِتَابٍ ۖ وَأُمِرْتُ لِأَعْدِلَ بَيْنَكُمُ ۖ اللَّهُ رَبُّنَا وَرَبُّكُمْ ۖ لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ أَعْمَالُكُمْ ۖ لَا حُجَّةَ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ ۖ اللَّهُ يَجْمَعُ بَيْنَنَا ۖ وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ

Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan istiqomahlah (tetaplah dalam agama dan lanjutkanlah berdakwah) sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka. Dan katakanlah: “Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allâh dan aku diperintahkan supaya berlaku adil di antara kamu. Allâh-lah tuhan kami dan tuhan kamu. Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu, tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu, Allâh akan mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah tempat kembali (kita)”. [Syûrâ/42:15].

ISTIQOMAH HATI DAN ANGGOTA BADAN
Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata: Pokok istiqomah adalah istiqomah hati di atas tauhid, sebagaimana penjelasan Abu Bakar ash-Shiddîq dan lainnya terhadap firman Allâh:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah (meneguhkan pendirian mereka”. [al-Ahqâf/46:13].

(Yaitu) bahwa mereka tidak berpaling kepada selain-Nya.

Ketika hati telah istiqomah di atas ma’rifah (pengetahuan) terhadap Allâh, khasyah (takut) kepada Allâh, mengagungkan Allâh, menghormati-Nya, mencintai-Nya, menghendaki-Nya, berharap kepada-Nya, berdoa kepada-Nya, tawakal kepada-Nya, dan berpaling dari selain-Nya; maka semua anggota badan juga istiqomah di atas ketaatan kepada-Nya. Karena hati merupaka raja semua anggota badan, dan semua anggota badan merupakan tentara hati. Maka jika raja istiqomah, tentara dan rakyatnya juga istiqomah.

Demikian juga firman Allâh:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allâh -Rûm/30 ayat 30- ditafsirkan dengan memurnikan niat dan kehendak bagi Allâh semata, tanpa sekutu bagi-Nya.

Setelah hati, maka perkara terbesar yang juga dijaga isitqomahnya adalah lisan, karena ia merupakan penterjemah hati dan pengungkap (isi) hati. Oleh karena itulah setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan istiqomah, beliau mewasiatkan untuk menjaga lisan.

Di dalam Musnad Imam Ahmad dari Anas bin Mâlik , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau bersabda:

لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ وَلَا يَدْخُلُ رَجُلٌ الْجَنَّةَ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

Iman seorang hamba tidak akan istiqomah, sehingga hatinya istiqomah. Dan hati seorang hamba tidak akan istiqomah, sehingga lisannya istiqomah. Dan orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatan-kejahatannya, tidak akan masuk surga. [HR Ahmad, no. 12636, dihasankan oleh Syaikh Salim al-Hilali dalam Bahjatun-Nazhirin, 3/13].

Disebutkan dalam Tirmidzi (no. 2407) dari Abu Sa’id al-Khudri secara marfuu’ dan mauqûf:

إِذَا أَصْبَحَ ابْنُ آدَمَ فَإِنَّ الْأَعْضَاءَ كُلَّهَا تُكَفِّرُ اللِّسَانَ فَتَقُولُ اتَّقِ اللَّهَ فِينَا فَإِنَّمَا نَحْنُ بِكَ فَإِنْ اسْتَقَمْتَ اسْتَقَمْنَا وَإِنْ اعْوَجَجْتَ اعْوَجَجْنَا

Jika anak Adam memasuki pagi hari sesungguhnya semua anggota badannya berkata merendah kepada lisan: “Takwalah kepada Allâh di dalam menjaga hak-hak kami, sesungguhnya kami ini tergantung kepadamu. Jika engkau istiqomah, maka kami juga istiqomah, jika engkau menyimpang (dari jalan petunjuk), kami juga menyimpang. [HR Tirmidzi, no. 2407; dihasankan oleh Syaikh Salim al-Hilali dalam Bahjatun-Nazhirin 3/17, no. 1521].[2]

KEUTAMAAN ISTIQOMAH
Istiqomah tidaklah mudah. Namun seorang hamba akan mendapatkan semangat di dalam istiqomah dengan mengetahui keutamaannya. Allâh Ta’ala berfirman memberitakan keutamaan besar yang akan diraih oleh orang-orang yang istiqomah:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allâh” kemudian mereka istiqomah (meneguhkan pendirian mereka), maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan bergembiralah dengan jannah yang telah dijanjikan Allâh kepadamu”. [Fush-shilat/41:30].

Di dalam ayat yang lain Allâh Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿١٣﴾ أُولَٰئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allâh”, kemudian mereka tetap istiqomah (teguh pendirian dalam tauhid dan tetap beramal yang shalih) maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan. [al-Ahqâf /46:13-14].

ISTIGHFAR MELENGKAPI ISTIQOMAH
Manusia pasti memiliki kekurangan. Manusia tidak akan mampu melaksanakan agama ini secara menyeluruh dengan sempurna. Oleh karena itulah Allâh Ta’ala memerintahkan istighfar setelah memerintahkan istiqomah. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَىٰ إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ ۗ وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ

Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, maka istiqomahlah (tetaplah pada jalan yang lurus) menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya. dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya. [Fush-shilat/41:6].

Iman Ibnu Rajab berkata: “Di dalam firman Allâh ‘maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya’, merupakan isyarat bahwa pasti terjadi kekuarangan di dalam (menjalankan) istiqomah yang diperintahkan, maka diperbaiki dengan istighfar yang mengharuskan taubat dan ruju’ menuju istiqomah”.[3]

SEBAB-SEBAB ISTIQOMAH
Sesungguhnya sebab-sebab istiqomah sangat banyak. Diantara sebab-sebab terpenting yang menjadikan seseorang istiqomah di jalan Allâh Ta’ala ialah sebagai berikut:
1. Merenungkan al-Qur`ân.
2. Mengamalkan agama Allâh.
3. Doa.
4. Dzikir.
5. Pembinaan iman.
6. Meneladani Salafush-Shâlih dan ulama yang istiqomah.
7. Mencintai Allâh dan Rasul-Nya melebihi yang lainnya.
8. Mencintai dan membenci sesuatu karena Allâh.
9. Saling berwasiat dengan al-haq, kesabaran, dan kasih-sayang.
10. Meyakini masa depan bagi agama Islam.

Inilah sedikit penjelasan tentang istiqomah, semoga bermanfaat.

Wallâhu A’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVII/1435H/2014M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Jâmi’ul-‘Ulûm wal-Hikam, juz 1, hlm. 510, karya Imam Ibnu Rojab, dengan penelitian Syu’aib al-Arnauth dan Ibrâhim Bajis, Penerbit ar-Risalah, Cet. 5, th. 1414 H/ 1994 M.
[2]. Jâmi’ul-‘Ulûm wal-Hikam, 1/511-512.
[3]. Jâmi’ul-‘Ulûm wal-Hikam, 1/510.

Rabu, 15 November 2017

Rosullah dikasih hadiah oleh raja mauqouqis

Kisah rosulullah dikasih hadiah oleh raja maquqis

Kisah ini menceritakan seorang tokoh perempuan yang luar biasa, Mariyah Al-Qibtiyah. Mariyah lahir di kota Jafnin sebelah timur sungai Nil ke arah Asmuniyah. Kemudian ia pindah ke istana Muqauqis gubernur Mesir dan hari demi hari ia lalui di sana. Hari-hari yang tergadaikan. Hingga suatu hari, datanglah Hatib bin Bi Balta’ah membawa surat dari Rasulullah Saw mengajak Muqauqis kepada Islam.

Bismillahirrahmanirrahiim
Dari Muhamad bin Abdillah hamba Allah dan rasulNya. Aku ingin mengajakmu dengan ajakan Islam. Masuk Islamlah maka kalian akan selamat. Allah akan memberikan pahala bagimu dua kali lipat. Jika engkau menolaknya maka engkau akan menanggung dosa orang Qibti semuanya.

“Katakanlah wahai ahlul kitab, marilah kita berpegang kepada satu kalimat yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian bahwa kita tidak menyembah selain Allah, tidak menyekutukan sesuatu denganNya, sebagian kita tidak menjadikan yang lain sebagai tuhan selain Allah, bila mereka berpaling maka katakanlah “Saksikanlah bahwa kami berserah diri (kepada Allah).” (QS Ali Imran:94)

Mariyah seorang budak belian yang cantik mendengar isi surat tersebut yang membuat hatinya lapang. Fikiran dan jiwanya melayang membayangkan siapa orang yang mengirimkan kata-kata indah penuh makna itu. Jantungnya hampir berhenti berdetak ketika seorang pemuka mengatakan bahwa ia bersama saudara kandungnya dipilih oleh kaisar untuk pergi ke Madinah sebagai hadiah untuk Rasulullah Saw. Bersamanya Muqauqis menyertakan emas permata, perhiasan yang indah serta madu asli yang sangat lezat. Ia menyambut perjalanan ini dengan penuh suka cita dengan kerinduan akan hidayah Allah.

Aku membaca suratmu dan memahami isinya. Aku mengetahui bahwa seorang nabi telah datang dan aku kira ia berasal dari daerah Syam. Aku telah memuliakan utusanmu dan mengutus untukmu dua orang sahaya yang memiliki kedudukan yang mulia di Qibty. Bersama dengan berbagai perbekalan yang dapat engkau manfaatkan. Semoga keselamatan atasmu. (Inilah surat balasan dari Muqauqis untuk Rasulullah SAW)

Saat rehat di perjalanan, Hatib bercerita kepada Mariyah tentang Rasulullah dan Islam serta bagaimana beliau sangat memuliakan manusia dan menjaga kehormatannya juga memperhatikan kebebasan beribadah.
Detak jantung Mariyah saling berbalapan saat perjalanan sudah mendekati Madinah. Nabi meminta Mariyah untuk tetap bersamanya dan menghadiahkan Sirin saudaranya kepada Hissan bin Tsabit.

Para istri Rasulullah menyambut kehadiran duta baru disertai rasa cemburu dalam hati mereka. Suatu pagi ummul mukminin Hafsah pergi ke rumah ayahnya. Tak lama kemudian ia kembali. Dan ternyata di dalam rumahnya Rasulullah sedang berbincang dengan Mariyah. Betapa marahnya Hafsah. Ia berkata:”Jika engkau tidak merendahkanku, tidak akan engkau ajak dia ke rumahku.” Dan mulailah ia menangis. Rasulullah menenangkannya dengan mengatakan: “Sesungguhnya Mariyah haram untukku.” Beliau meminta Hafsah untuk tidak menceritakan peristiwa itu kepada siapapun. Namun Hafsah menceritakannya kepada Aisyah dan akhirnya semua istri Rasulullah melakukan unjuk rasa. Rasulullah sampai bersumpah untuk tidak menjumpai mereka selama satu bulan. Dan tersiarlah kabar bahwa Rasulullah telah menceraikan istri-istrinya.

Maka turunlah surat At-Tahrim ayat 1
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ مَا أَحَلَّ اللَّهُ لَكَ تَبْتَغِي مَرْضَاةَ أَزْوَاجِكَ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيم

“Wahai Nabi! Mengapa engkau mengharamkan apa yang dihalalkan Allah bagimu? Engkau ingin menyenangkan hati istri-istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS At Tahrim:1)

Rasulullah Saw memindahkan Mariyah ke daerah aaliyah (tempat penyembelihan di Madinah) yang jauh dari istri-istrinya. Kemudian Mariyah hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Ibrahim.

Kelahiran Ibrahim disambut gembira oleh Rasulullah Saw. Beliau mencarikan sebaik-baik kabilah untuk merawatnya dan memberikan berbagai hadiah kepadanya. Ketika Ibrahim berusia delapan belas bulan, ia jatuh sakit yang cukup parah. Ia dipindahkan ke sebuah kamar disamping masyrubah Ummu Ibrahim. Mariyah bersama saudaranya Sirin bergantian menjaganya. Setelah Rasulullah diberi kabar akan sakitnya Ibrahim beliau segera datang dan menggendongnya. Dengan berlinang air mata beliau menemani Ibrahim hingga menghembuskan nafas terakhirnya.

Rasulullah telah mewasiatkan kebaikan akan orang-orang Qibty. Beliau bersabda:”Akan dibebaskan Mesir setelah ini. Maka aku wasiatkan kepada kalian agar memperlakukan orang-orang Qibty dengan baik. Sesungguhnya mereka memiliki tanggungan dan sifat penyayang.

Surat-surat Rasulullah: Ajak Penguasa & Raja-raja Kafir Masuk Islam

Pada masa awal setelah diangkat sebagai utusan Allah (Rasulullah) Nabi Muhammad Saw membangun komunikasi dengan para pemimpin suku dan pemimpin negara lain. Beliau mengirim utusan yang membawa surat ajakan masuk Islam. Korespondensi melalui surat itu tujukan kepada Heraclius (kaisar Romawi), Raja Negus (penguasa  Ethiopia), dan Khusrau (penguasa Persia).

SEJARAH MENCATAT

Sejarah mencatat, waktu itu Heraclius (Raja Romawi) dan Kisra (Raja Persia) merupakan dua kerajaan yang terkuat pada zamannya, dan merupakan dua orang yang telah menentukan jalannya politik dunia serta nasib seluruh penduduknya. Perang antara dua kerajaan ini berkecamuk dengan kemenangan yang selalu silih berganti.

Pada mulanya Persia adalah pihak yang menang. Ia menguasai Palestina dan Mesir, menaklukkan Baitul Maqdis (Yerusalem) dan berhasil membawa Salib Besar (The True Cross). Kemudian giliran Persia mengalami kekalahan lagi. Panji-panji Bizantium kembali berkibar lagi di Mesir, Suriah serta Palestina, dan Heraklius berhasil mengembalikan salib itu.

Kalau saja orang ingat akan kedudukan kedua kerajaan itu, mereka akan dapat mengira-ngira betapa besarnya dua nama ini, yang mendengarnya saja hati orang sudah gentar. Tiada satu kerajaan pun yang pernah berpikir hendak melawan mereka. Yang terlintas dalam pikiran orang ialah hendak membina persahabatan dengan keduanya. Jika kerajaan-kerajaan dunia yang terkenal pada waktu itu saja sudah demikian keadaannya, apalagi negeri-negeri Arab.

Yaman dan Irak waktu itu di bawah pengaruh Persia, sedang Mesir sampai ke Syam di bawah pengaruh Heraclius. Pada waktu itu Hijaz dan seluruh semenanjung jazirah terkurung dalam lingkaran pengaruh kedua imperium ini. Kehidupan orang Arab pada  masa itu hanya tergantung pada soal perdagangan dengan Yaman dan Syam. Dalam hal ini perlu sekali mereka mengambil hati Kisra dan Heraclius agar kedua kerajaan ini tidak merusak perdagangan mereka.

Disamping itu kehidupan orang-orang Arab tidak lebih daripada kabilah-kabilah, yang dalam bermusuhan, kadang keras, kadang lunak. Tak ada ikatan di antara mereka yang merupakan suatu kesatuan politik, yang dapat mereka gunakan untuk menghadapi pengaruh kedua kerajaan raksasa tersebut.

Oleh sebab itu, Rasulullah mengirimkan utusan-utusannya kepada kedua penguasa besar itu—juga kepada Ghassan, Yaman, Mesir dan Abisinia. Beliau mengajak mereka untuk memeluk Islam, tanpa merasa khawatir akan segala akibat yang mungkin timbul. Dampak yang mungkin dapat membawa seluruh negeri Arab tunduk di bawah cengkeraman Persia dan Bizantium.

Akan tetapi kenyataannya, Rasulullah tidak ragu-ragu mengajak para raja itu menganut agama yang benar. Beliau mengirim utusan kepada Heraclius, Kisra, Muqauqis, Harits Al-Ghassani (Raja Hira), Harits Al-Himyari (Raja Yaman) dan kepada Najasi, penguasa Abesinia (Ethiopia). Beliau hendak mengajak mereka masuk Islam.

Para sahabat menyatakan mereka kesanggupan mereka melakukan tugas besar ini. Rasulullah kemudian membuat sebentuk cincin dari perak bertuliskan: "Muhammad Rasulullah".

Adapun surat buat Heraclius itu dibawa oleh Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, dan surat kepada Kisra dibawa oleh Abdullah bin Hudzafah. Sementara surat kepada Najasyi dibawa oleh Amr bin Umayyah, dan surat kepada Muqauqis oleh Hatib bin Abi Balta'ah.

Sementara itu, surat kepada penguasa Oman dibawa oleh Amr bin Ash, surat kepada penguasa Yaman oleh Salit bin Amr, dan surat kepada Raja Bahrain oleh Al-'Ala bin Al-Hadzrami. Sedangkan surat kepada Harith Al-Ghassani, Raja Syam, dibawa oleh Syuja' bin Wahab. Dan surat kepada Harits Al-Himyari, Raja Yaman, dibawa oleh Muhajir bin Umayyah.

Masing-masing mereka kemudian berangkat menuju tempat yang telah ditugaskan oleh Nabi. Para penulis sejarah berbeda pendapat tentang waktu keberangkatan mereka. Sebagian besar menyatakan para utusan berangkat dalam waktu yang berbarengan, sementara sebagian lagi berpendapat mereka berangkat dalam waktu yang berlainan.

Surat Untuk Heraclius

Berikut Surat Rasulullah kepada Heraclius (Raja Romawi) -- yang dibawa oleh Dihyah al-Kalbi – teksnya berbunyi:

"Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusan-Nya kepada Heraclius pembesar Romawi. Salam sejahtera bagi yang mengikuti petunjuk yang benar. Dengan ini saya mengajak tuan menuruti ajaran Islam. Terimalah ajaran Islam, tuan akan selamat. Tuhan akan memberi pahala dua kali kepada tuan. Kalau tuan menolak, maka dosa  orang-orang Arisiyin—Heraklius bertanggungjawab atas dosa rakyatnya karena dia merintangi mereka dari agama—menjadi tanggungiawab tuan.

Wahai orang-orang Ahli Kitab. Marilah sama-sama kita berpegang pada kata yang sama antara kami dan kamu, yakni bahwa tak ada yang kita sembah selain Allah dan kita tidak akan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, bahwa yang satu takkan mengambil yang lain menjadi tuhan selain Allah. Tetapi kalau mereka mengelak juga, katakanlah kepada mereka, saksikanlah bahwa kami ini orang-orang Islam."

Ketika Rasulullah Saw mengirim surat kepada Kaisar Heraclius dan menyerukan kepada Islam. Pada waktu itu Kaisar sedang merayakan kemenangannya atas Negeri Persia.

Begitu menerima surat dari Rasulullah Saw, Sang Kaisar pun berkeinginan untuk melakukan penelitian guna memeriksa kebenaran kenabian Muhammad Saw. Lalu Kaisar memerintahkan untuk mendatangkan seseorang dari Bangsa Arab ke hadapannya. Abu Sufyan ra, waktu itu masih kafir, dan rombongannya segera dihadirkan di hadapan Kaisar.

Abu Sufyan pun diminta berdiri paling depan sebagai juru bicara karena memiliki nasab yang paling dekat dengan Rasulullah Saw. Rombongan yang lain berdiri di belakangnya sebagai saksi. Itulah strategi Kaisar untuk mendapatkan keterangan yang valid.

Maka berlangsunglah dialog yang panjang antara Kaisar dengan Abu Sufyan ra. Kaisar Heraclius adalah seorang yang cerdas dengan pengetahuan yang luas. Beliau bertanya dengan taktis dan mengarahkannya kepada ciri seorang nabi. Abu Sufyan ra juga seorang yang cerdas dan bisa membaca arah pertanyaan Sang Kaisar. Namun beliau dipaksa berkata benar walaupun berusaha memberi sedikit bias.

Di akhir dialog Sang Kaisar mengutarakan pendapatnya. Inilah ciri-ciri seorang nabi menurut pandangannya dan sebagaimana telah dia baca di dalam Injil. Ternyata semua ciri yang tersebut ada pada diri Rasulullah Saw.

Kaisar Heraclius telah mengetahui tentang Rasulullah Saw dan membenarkan kenabian beliau dengan pengetahuan yang lengkap. Akan tetapi ia dikalahkan rasa cintanya atas tahta kerajaan, sehingga ia tidak menyatakan keislamannya. Ia mengetahui dosa dirinya dan dosa dari rakyatnya sebagaimana telah dijelaskan oleh Rasulullah Saw.

Dengan kecerdasan dan keluasan ilmunya Kaisar bisa mengetahui kebenaran kenabian Rasulullah Saw. Bahkan Kaisar menyatakan : “Dia (maksudnya Rasulullah Saw) kelak akan mampu menguasai wilayah yang dipijak oleh kedua kakiku ini.” Saat itu Kaisar sedang dalam perjalanan menuju Baitul Maqdis.

Abu Sufyan ra menceritakan dialog ini setelah masuk Islam dengan keislaman yang sangat baik, sehingga hadits ini diterima. Kaisar lalu memuliakan Dihyah bin Khalifah Al-Kalby dengan menghadiahkan sejumlah harta dan pakaian. Kaisar pun memuliakan surat dari Rasulullah Saw, namun ia lebih mencintai tahtanya. Akibatnya, di dunia, Allah Swt memanjangkan kekuasaannya. Namun dia harus mempertanggungjawabkan kekafirannya di akhirat kelak.

Surat Untuk Muqouqis (Penguasa Mesir)

Kemudian Rasululullah Saw juga mengirim surat kepada Gubernur Mesir Muqauqis. Berikut Surat untuk Muqouqis, Gubernur Mesir:

“Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusanNya kepada Muqauqis raja Qibthi. Keselamatan bagi orang yang mengiktui petunjuk. Amma ba’du: Aku mengajakmu dengan ajakan Islam. Masuklah Islam maka engkau akan selamat. Masuklah Islam maka engkau akan diberikan Alah pahala dua kali. Jika kau menolak maka atasmu dosa penduduk Qibthi.

“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS ali Imran 3:64). (Al-Mawahib al Laduniyah).”

Surat untuk Raja Habasyah Najasyi (Ethiopia)

Selanjutnya, Rasulullah Saw mengirimkan surat kepada Raja Habasyah, Najasi. Berikut Surat Nabi kepada Raja Habsyah Najasyi.

“Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan utusa Allah kepada Najasyi raja Habasyah, keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk.

Amma ba’du: Aku memuji Allah padamun yang tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Menguasai, Maha Suci, Maha Penyelamat, Maha Pemberi Aman dan Maha Pembeda. Aku bersaksi bahwa Isa anak Maryam ruh Allah, dan firmanNya yang diberikan kepada Maryam yang suci lagi perawan, lalu ia hamil dari ruh dan tiupannya, sebagaimana Ia menciptakan Adam dengan tanganNya.

Aku mengajakmu kepada Allah yang Esa, yang tidak ada sekutu bagiNya, mematuhi dengan ketaatan kepadaNya dan untuk mengikutiku dan mempercayai apa yang aku bawa. Aku Rasulullah, aku mengajakmu dan para pasukanmu kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Tinggi. Aku telah menyampaikan pesan dan memberi nasehat, maka terimalah nasehatku. Keselamatan bagi orang yang mengikuti petunjuk. (Thabaqut Ibnu Sa’ad).

Surat Untuk Raja Raja Persia (Raja Khosrau II/Kisra Abrawaiz)

Lalu Rasullah juga mengirim surat kepada Raja Persia

Berikut Surat Rasulullah kepada Raja Persia, Kisra Abrawaiz:

“Dengan Nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad Rasulullah kepada Kisra raja Persia. Keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk, yang beriman kepada Allah dan RasulNya, dan bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan aku adalah utusan Allah kepada semua umat manusia, untuk memberi peringatan bagi siapa yang hidup. Masuklah Islam maka kau akan selamat, dan jika kau mengabaikannya maka atasmu dosa orang orang Majusi.” (Sumber: hadist Ibnu Abbas yang di-takhrij oleh Bukhari dan oleh Ahmad). 

Ketika Rasulullah Saw mengirim surat kepada Kisra Abrawaiz raja dari Negeri Persia dan menyerunya kepada Islam. Namun ketika surat itu dibacakan kepada Kisra, ia pun merobeknya sambil berkata, ”Budak rendahan dari rakyatku menuliskan namanya mendahuluiku”.

Ketika berita tersebut sampai kepada Rasulullah Saw, beliaupun mengatakan, ”Semoga Allah mencabik-cabik kerajaannya.” Doa tersebut dikabulkan. Persia akhirnya kalah dalam perang menghadapi Romawi dengan kekalahan yang menyakitkan. Kemudian iapun digulingkan oleh anaknya sendiri yakni Syirawaih. Ia dibunuh dan dirampas kekuasaannya.

Seterusnya kerajaan itu kian tercabik-cabik dan hancur sampai akhirnya ditaklukkan oleh pasukan Islam pada jaman Khalifah Umar bin Khaththab ra hingga tidak bisa lagi berdiri. Selain itu Kisra masih harus mempertanggung-jawabkan kekafirannya di akhirat kelak. (Desastian/dari berbagai sumber).



Senin, 13 November 2017

Rosulullah meninggal sebab di RACUN

Kajian Hadits Tentang Wafatnya Nabi Karena Pengaruh Racun

Di kalangan para ulama Islam, telah terjadi pro dan kontra seputar penyebab wafatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagian pihak beranggapan bahwa Nabi wafat karena sakit panas-demam biasa, sedangkan pihak yang lain berkeyakinan bahwa Nabi wafat karena adanya pengaruh racun yang merasuk ke dalam tubuh beliau. Racun tersebut bersumber dari daging kambing beracun yang pernah beliau cicipi saat terjadinya perang Khaibar pada tahun 7 H. Daging kambing itu diberikan oleh seorang wanita Yahudi bernama Zainab binti Harits, istri Salam bin Misykam, salah seorang pembesar Yahudi.

Menurut para ulama pakar sirah Nabi, diketahui bahwa beliau memang pernah menyantap daging kambing beracun pemberian seorang wanita Yahudi Khaibar. Kemudian paha kambing tersebut berbicara, memberitahu Nabi bahwa ia telah ditaburi racun. Beliau tidak melanjutkan santapannya. Tatkala beliau sakit yang mengantarkannya kepada kematian, beliau bersabda, “Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit akibat makanan yang aku santap di Khaibar. Dan, inilah saatnya aku merasakan urat nadiku terputus karena racun tersebut.”[1] Untuk itu, tidak ada lagi ruang untuk keraguan atas pengaruh racun tersebut di jasad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, setelah hal itu nyata-nyata termaktub di dalam kitab shahih dan kitab-kitab yang lain.[2]

Adapun Prof. Dr. Mutawalli Asy-Sya’rawi menegaskan bahwa wafatnya Rasulullah bukan akibat sakit dari makanan beracun yang disuguhkan untuk beliau di Khaibar oleh orang-orang Yahudi, walaupun rasa sakit itu masih terasa sampai beliau wafat. Kedudukan Rasulullah tidak mungkin lebih rendah dari para sahabat beliau yang telah mati syahid yang tetap hidup dan memperoleh rezeki dari Allah.[3]

Sedangkan, kalangan non muslim menjadikan isu wafatnya Nabi karena pengaruh racun tersebut sebagai sarana untuk ‘menggugat’ nubuwwat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

“Kenapa masalah racun ini sangat penting! Karena yang membunuh adalah wanita Yahudi yang ingin membuktikan kalau Nabi Muhammad itu adalah seorang nabi atau bukan. Orang Yahudi orangnya pintar, tidak seperti orang Arab atau orang Islam ‘kurang pintar’ lainnya. Mereka selalu menguji apa yang mereka dapat, tidak menelan mentah-mentah seperti umat Islam sekarang ini. Kalau dia benar-benar utusan Allah, kenapa Allah tidak memberitahukan sebelumnya? Makanya, kalau dia benar-benar utusan Allah, racun itu tentu tidak dimakan. Nah, bukan Islam namanya kalau tonggak keimanannya berdasarkan atas Injil dan Kristen. Jadi, tolok ukurnya pasti Kristen, padahal Injil dianggap dipalsukan. Pasti tanya bagaimana Yesus matinya. Sudah baca Quran atau Injil belum? Kata Quran, Yesus diselamatkan, tidak seperti Muhammad! Kata Injil, Yesus sendiri sudah tahu kalau waktunya sudah tiba, dan itu sudah dinubuwwatkan oleh kitab-kitab lama, dan dia akan dibangkitkan pada hari ketiga. Dia pun bilang ke salah satu rasulnya, kalau dia akan menyangkal tiga kali sebelum ayam berkokok. Dan semua benar. Mengerti tidak? Jelas-jelas Yesus lebih suci, dan Quran sendiri mengakuinya. Sekarang lihat! Tolong sebutkan satu ayat saja di dalam Al-Quran yang menyebutkan kalau Muhammad masuk surga!”[4]

Demikianlah, di kalangan umat Islam sendiri masih terdapat perbedaan pendapat seputar wafatnya Nabi karena pengaruh racun, sedangkan kalangan non muslim terus melancarkan berbagai propaganda untuk meruntuhkan bangunan kenabian di dalam Islam. Untuk itu, hadits-hadits tentang “racun Nabi” kiranya sangat urgen untuk dikaji lebih mendalam, agar bisa memberikan pemahaman yang komprehensif seputar wafatnya Nabi.

Redaksi Hadits

Adapun hadits pokok yang menjadi obyek pembahasan ini adalah sebagai berikut :

Hadits pertama :

وَقَالَ يُوْنُسُ عَنِ الزُّهْرِي قَالَ عُرْوَةُ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ فِي مَرَضِهِ الَّذِي مَاتَ فِيْهِ : يَا عَائِشَةُ مَا أَزَالُ أَجِدُ أَلَمَ الطَّعَامِ الَّذِي أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ فَهَذَا أَوَانُ وَجَدْتُ إِنْقِطَاعَ أَبْهَرِي مِنْ ذَلِكَ السَّمِّ

“Yunus berkata : Diriwayatkan dari Az-Zuhri, Urwah berkata : Aisyah x berkata, “Nabi n bersabda di kala sakit yang berakhir dengan wafatnya beliau, ‘Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan yang pernah aku makan di perang Khaibar. Dan inilah saatnya bagiku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun itu’.”[5]

Hadits kedua :

حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ أَخْبَرَنِى أَبُو بَكْرٍ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ يَحْيَى الأَشْقَرِ حَدَّثَنَا يُوسُفُ بْنُ مُوسَى الْمَرْوَرُّوذِىُّ حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ صَالِحٍ حَدَّثَنَا عَنْبَسَةُ حَدَّثَنَا يُونُسُ عَنِ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ عُرْوَةُ كَانَتْ عَائِشَةُ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا تَقُوْلُ : كَانَ رَسُولُ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ فِى مَرَضِهِ الَّذِى تُوُفِّىَ فِيهِ يَا عَائِشَةُ إِنِّى أَجِدُ أَلَمَ الطَّعَامِ الَّذِى أَكَلْتُ بِخَيْبَرَ فَهَذَا أَوَانُ انْقِطَاعِ أَبْهَرِى مِنْ ذَلِكَ السُّمِّ.[6] أَخْرَجَهُ الْبُخَارِىُّ فِى الصَّحِيحِ فَقَالَ وَقَالَ يُونُسُ

“Telah menceritakan kepada kami Abu Abdillah Al-Hafizh, telah mengabarkan kepadaku Abu Bakr Muhammad bin Ahmad bin Yahya Al-Asyqar, telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa Al-Marwarrudzi, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih, telah menceritakan kepada kami Anbasah, telah menceritakan kepada kami Yunus, dari Ibnu Syihab, ia berkata : Urwah mengatakan : Aisyah x berkata, “Nabi n bersabda di kala sakit yang berakhir dengan wafatnya beliau, ‘Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit karena makanan yang pernah aku makan di perang Khaibar. Dan inilah saatnya bagiku merasakan terputusnya urat nadiku karena racun itu’.” Dikeluarkan oleh Bukhari di dalam Shahihnya, ia mengatakan : Yunus berkata…[7]

Beberapa hadits pendukung yang menceritakan kronologi diracunnya Nabi antara lain sebagai berikut :

Hadits pertama :

حَدَّثَنَا سُرَيْجٌ حَدَّثَنَا عَبَّادٌ عَنْ هِلالٍ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً مِنَ الْيَهُودِ أَهْدَتْ لِرَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَاةً مَسْمُومَةً فَأَرْسَلَ إِلَيْهَا فَقَالَ مَا حَمَلَكِ عَلَى مَا صَنَعْتِ قَالَتْ أَحْبَبْتُ أَوْ أَرَدْتُ إِنْ كُنْتَ نَبِيًّا فَإِنَّ اللَّهَ سَيُطْلِعُكَ عَلَيْهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ نَبِيًّا أُرِيحُ النَّاسَ مِنْكَ. قَالَ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا وَجَدَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا احْتَجَمَ قَالَ فَسَافَرَ مَرَّةً فَلَمَّا أَحْرَمَ وَجَدَ مِنْ ذَلِكَ شَيْئًا فَاحْتَجَمَ

“Telah bercerita kepada kami Syuraih, telah bercerita kepada kami Abbad, dari Hilal, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa seorang wanita Yahudi menghadiahkan daging seekor kambing yang telah dibubuhi racun. Lantas, beliau mengutus seseorang agar menghadapkan wanita itu, beliau bertanya, “Apa alasanmu melakukan hal ini?” Ia menjawab, “Aku suka –atau aku ingin–, jika engkau benar seorang nabi, pasti Allah akan memberitahukan racun itu kepadamu. Namun jika engkau bukan seorang nabi, maka manusia tak akan lagi terganggu olehmu.” Ibnu Abbas menuturkan, “Apabila Rasulullah n merasakan sesuatu dari racun itu, beliau melakukan bekam. Suatu kali beliau sedang bepergian, ketika melakukan ihram beliau merasakan pengaruh racun tersebut, lantas beliau berbekam.”[8]

Hadits kedua :

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا خَالِدُ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنَا شُعْبَةٌ عَنْ هِشَامِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ أَنَس بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ : أَنَّ يَهُوْدِيَّةً أَتَتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِشَاةٍ مَسْمُوْمَةٍ فَأَكَلَ مِنْهَا فَجِيْءُ بِهَا فَقِيْلَ أَلاَ نَقْتُلُهَا؟ قَالَ : لاَ. فَمَا زِلْتُ أَعْرِفُهَا فِي لَهَوَاتِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdul Wahab, telah menceritakan kepada kami Khalid bin Al-Harits, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Hisyam bin Zaid, dari Anas bin Malik a, bahwa seorang wanita Yahudi mendatangi Nabi n dengan membawa daging kambing beracun. Beliau telah memakan sebagiannya. Lantas wanita itu dihadapkan kepada Rasulullah n dan beliau menanyainya tentang alasan tindakannya tersebut. Dikatakan, “Tidakkah kita membunuhnya?” Beliau menjawab, “Tidak perlu.” Anas berkata, “Aku senantiasa mengetahui bekas racun tersebut di pangkal langit-langit mulut Rasulullah n.”[9]

Hadits ketiga :

أَخْبَرَنَا أَحْمَدُ بْنُ جَعْفَرَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلَ حَدَّثَنِي أَبِي حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيْمُ بْنُ خَالِدٍ حَدَّثَنَا رَبَاحٌ عَنْ مَعْمَرٍ عَنِ الزُّهْرِي عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ أُمِّ مُبَشِّرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : دَخَلْتُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي وَجَعِهِ الَّذِي قُبِضَ فِيْهِ فَقُلْتُ : بِأَبِي أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ مَا تَتَّهِمُ بِنَفْسِكَ فَإِنِّي لاَ أَتَّهِمُ بِابْنِي إِلاَّ الطَّعَامَ الَّذِي أَكَلَهُ مَعَكَ بِخَيْبَرَ وَكَانَ ابْنُهَا بِشْرُ بِنُ الْبَرَّاءِ بْنِ مَعْرُوْرٍ مَاتَ قَبْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَأَنَا لاَ أَتَّهِمُ غَيْرَهَا هَذَا أَوَانُ انْقِطَاعِ أَبْهَرِي

“Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Ja’far, telah mennceritakan kepada kami Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Khalid, telah menceritakan kepada kami Rabah : Diriwayatkan dari Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari Abdurrahman bin Abdullah bin Ka’b bin Malik, dari ayahnya, dari Ummu Mubasysyir, ia berkata, “Aku pernah menjenguk Rasulullah n saat beliau menderita sakit yang menyebabkan beliau wafat. Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah engkau mencurigai sesuatu yang menyebabkan dirimu sakit? Sesungguhnya aku tiada mencurigai penyebab putraku meninggal, selain makanan yang ia santap bersamamu di Khaibar.’ Putranya, Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur telah meninggal sebelum Nabi n. Maka, Rasulullah n menjawab, ‘Aku tiada mencurigai selain ulah wanita Yahudi itu. Dan, inilah waktunya urat nadiku terputus’.”[10]

Pembahasan

Berbagai upaya pembunuhan terhadap Nabi Muhammad n telah banyak dilakukan oleh kaum Yahudi, bahkan sejak Nabi masih kecil. Di dalam kitab Ath-Thabaqat, Ibnu Sa’d meriwayatkan dengan sanad yang sampai kepada Ishaq bin Abdillah, bahwasanya ketika ibunda Nabi n hendak menyerahkan beliau kepada seorang perempuan Bani Sa’d (Halimah As-Sa’diyyah) yang akan menyusui beliau, ia berkata, “Jagalah putraku ini,” seraya ia menceritakan mimpinya. Suatu ketika Halimah melewati segolongan kaum Yahudi, lalu ia berkata, “Tidakkah kalian berkomentar tentang anakku ini?” Sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Bunuh anak itu.” Mereka bertanya, “Apakah anak itu yatim?” “Tidak, ini ayahnya dan aku ibunya,” jawab Halimah. Mereka berkata, “Sekiranya ia anak yatim, pasti kami akan membunuhnya.” Halimah meneruskan perjalanannya seraya berkata, “Hampir-hampir saja aku merusak amanah yang diembankan kepadaku.” (Riwayat ini mursal, sedang para perawinya tsiqat).[11]

Sedangkan tragedi peracunan Nabi setelah penaklukan Khaibar oleh seorang wanita Yahudi[12] merupakan tragedi bersejarah yang mengantarkan Rasulullah n memperoleh syahid dalam hidupnya. Ibnu Katsir v memastikan bahwa Nabi n wafat sebagai syahid. Ia menukil, “Kaum muslimin berpandangan bahwa Rasulullah n wafat sebagai syahid, selain kemuliaan yang Allah limpahkan kepada beliau berupa kenabian.”[13] Ibnu Mas’ud a berkata, “Sekiranya aku bersumpah sembilan kali untuk menyatakan bahwa Rasulullah n wafat karena terbunuh, itu lebih aku sukai daripada aku bersumpah sekali untuk menyatakan bahwa beliau tidak terbunuh. Yang demikian itu, karena Allah telah mengangkat beliau sebagai nabi sekaligus sebagai syahid.”[14]

Az-Zuhri berkata, bahwa Jabir mengatakan, “Pada hari itu Rasulullah n berbekam. Beliau dibekam seorang maula Bani Bayadhah dengan tanduk dan pisau. Pasca peristiwa tersebut, Rasulullah n hidup selama tiga tahun sampai jatuh sakit yang mengantarkan beliau wafat. Beliau bersabda, ‘Aku masih merasakan makanan yang aku makan dari kambing panggang saat perang Khaibar hingga sekarang. Inilah waktu terputusnya urat nadiku.’ Akhirnya, Rasulullah n wafat sebagai syahid.”[15]

Di dalam kitab Syarh al-Mawahib al-Laduniyah, Az-Zarqani berkata, “Salah satu mukjizat Nabi n adalah beliau tidak terpengaruh oleh racun seketika itu juga, sebab mereka (kaum Yahudi) berkata, ‘Jika dia seorang nabi, maka racun itu tidak akan membahayakan dirinya; tetapi jika ia hanya seorang raja, maka kami terbebas darinya.’ Tatkala racun itu tidak bereaksi dalam tubuh beliau, mereka menjadi yakin akan kenabian beliau. Sampai-sampai ada yang menyatakan bahwa perempuan Yahudi tersebut masuk Islam. Kemudian racun itu bereaksi di tubuh beliau setelah tiga tahun, guna memuliakan beliau dengan status syahid.”[16]

Dari paparan di atas menjadi jelaslah bahwa demam yang menyerang beliau menjelang wafat adalah reaksi dari racun yang tertelan di Khaibar. Selama hidup beliau racun itu tidak berpengaruh pada tubuh beliau, tidak bereaksi seketika itu juga –kecuali bekas yang ditinggalkan di langit-langit mulut dan rasa sakit yang acapkali datang kepada beliau–. Setelah kejadian itu, beliau masih sempat memimpin pasukan, ikut terjun pada beberapa pertempuran besar dan meraih kemenangan, melayani tantangan musuh, menerima tamu utusan, dan menjalani kehidupan normal seperti biasa. Hingga ajal yang telah ditetapkan datang menjemput beliau dengan cara yang alamiah. Allah membangkitkan kembali reaksi racun tersebut di tubuh Nabi n, dan karena racun itu beliau wafat. Sebagaimana sabda beliau n di kala sakit yang mengantarnya kepada kematian, “Aku masih merasakan sakit akibat makanan yang aku makan di Khaibar,[17] dan sekaranglah saatnya terputusnya urat nadiku.”[18]

Sehingga, Allah menghimpun gelar kenabian (nubuwwah) dan kesyahidan (syahadah) sekaligus untuk Nabi-Nya, guna mengoptimalkan kehormatan, kemuliaan dan ketinggian derajat beliau di sisi Allah. Dan juga agar beliau menempati kedudukan para syuhada’, sekaligus kedudukan para nabi. Karena itu, Ibnu Mas’ud, Az-Zuhri dan yang lain berpendapat bahwa Rasulullah n wafat sebagai syahid akibat racun tersebut di atas.[19]

Jadi, keselamatan beliau dari racun yang mematikan bagi orang lain seketika itu juga, pemberitahuan Allah kepada beliau bahwa daging itu beracun dan laporan organ kambing itu kepada beliau, merupakan mukjizat Rasulullah.[20] Begitu pula, sudah barang tentu tidak wafatnya Nabi n segera setelah menyantap daging kambing beracun tersebut menjadi salah satu mukjizat dan tanda kenabian yang semakin menambah kebenaran risalah beliau; bahwa beliau adalah benar-benar seorang rasul dari sisi Allah l. Hikmah Allah menghendaki, bahwa beliau wafat sesuai ajal yang telah Allah tetapkan, betapa pun beliau terpengaruh oleh racun yang ada di dalam daging kambing tersebut, sehingga beliau bertahan hidup sampai beberapa tahun sesudahnya.[21]

Kesimpulan

Setelah mengkaji secara mendalam hadits-hadits tentang kisah diracunnya Nabi, maka dapat diambil beberapa kesimpulan dan ibrah (pelajaran) sebagai berikut :

Rasulullah n wafat dan berpulang ke haribaan Allah sebagai syahid. Sebab, Allah telah mengangkat beliau sebagai nabi sekaligus sebagai syahid.
Permusuhan kaum Yahudi terhadap Islam berikut pemeluknya adalah fenomena sejak zaman dahulu kala. Mereka adalah musuh-musuh Allah dan para rasul-Nya.
Nabi n tidak menaruh dendam, bahkan beliau justru memberi maaf dan bersikap toleran. Karenanya, beliau tidak menghukum wanita yang memberi kambing beracun tersebut. Akan tetapi, wanita itu dibunuh sebagai qishash atas meninggalnya Bisyr bin Barra’ akibat dari perbuatannya.
Salah satu mukjizat Rasulullah n adalah daging kambing yang telah dipanggang itu bisa berbicara, dan memberitahu beliau bahwa ia telah ditaburi racun.
Sudah menjadi karunia Allah atas para hamba-Nya bahwa Dia tidak mencabut nyawa Nabi-Nya kecuali setelah Dia menyempurnakan agama-Nya, sehingga beliau meninggalkan umatnya dalam keadaan terang-benderang, malamnya seperti siangnya, tidak ada yang tersesat kecuali orang yang binasa.[22]
Dalam hadits ini mengandung isyarat akan kesempurnaan kesabaran dan ketabahan Rasulullah n. Beliau merasakan sakit dari waktu ke waktu akibat daging kambing panggang yang dibubuhi racun tersebut. Kondisi seperti ini berlangsung selama tiga tahun sejak pasca penaklukan Khaibar (7 H – 10 H). Setelah itu, beliau wafat.[23]

Maraji’

Fatawa Lajnah Da’imah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta’.

Prof. Dr. M. Mutawalli Asy-Sya’rawi, Anda Bertanya Islam Menjawab, Gema Insani Press, Jakarta.

http://www.salib.net/Forums/viewtopic/p=12821.html.

Shahih al-Bukhari, Al-Maktabah asy-Syamilah.

Abu Yusuf Muhammad Yazid, Munawarat al-Asyqiya’ li Qatli Khatam al-Anbiya’.

As-Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Al-Maktabah asy-Syamilah.

Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Al-Maktabah asy-Syamilah.

Musnad Ahmad, Al-Maktabah asy-Syamilah.

Syaikh Shalih Al-Munajjid, Al-Islam Su’al wa Jawab, www.islam-qa.com.

Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Wadda’ ar-Rasul li Ummatihi : Durus wa Washaya wa ‘Ibar wa ‘Izhat.

Syaikh Khalid bin Abdul Mun’im Ar-Rifa’i, Hal Matar Rasul bi Atsaris Samm.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Adh-Dhiya’ al-Lami’ min Khuthab al-Jawami’.

Khalid Abu Shalih, Qashimah azh-Zhuhri, Darul Wathan, Riyadh, 1422 H/2001.

Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq al-Makhtum.

Prof. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq, Mata an-Nabiy n bis Samm.

[1] Shahih al-Bukhari, Bab Maradh an-Nabi n, juz IV, hlm. 1611, no. 4165. Al-Maktabah asy-Syamilah.

[2] Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah, Bab Atsar as-Samm ‘alar Rasul n, juz 26, hlm. 37. Fatwa tersebut ditandatangani oleh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (Ketua), Abdul Aziz Alu Syaikh (Wakil Ketua), Abdullah bin Ghadyan (Anggota), Shalih Al-Fauzan (Anggota), Bakr Abu Zaid (Anggota). Al-Maktabah asy-Syamilah.

[3] Prof. Dr. M. Mutawalli Asy-Sya’rawi, Anda Bertanya Islam Menjawab, Gema Insani Press, Jakarta, hlm. 515.

[4] http://www.salib.net/Forums/viewtopic/p=12821.html, dengan perubahan redaksional.

[5] Yang dimaksud ath-tha’am dalam hadits di atas adalah asy-syat al-masmumah allati uhdiyat lahu (daging kambing beracun yang pernah dihadiahkan kepada beliau). Awanu artinya adalah waqt wa hina (waktu dan saat). Wajadtu artinya sya’artu (aku merasakan). Inqitha’u maksudnya qurba inqitha’ihi (hampir terputus). Abhari adalah urat nadi yang tersambung dengan jantung. Bila urat nadi seseorang terputus, maka ia akan meninggal. Shahih al-Bukhari, Bab Maradh an-Nabi n, juz IV, hlm. 1611, no. 4165. Al-Maktabah asy-Syamilah. Hakim dan Al-Isma’ili menyatakan sanadnya bersambung kepada Rasulullah n.

[6] Kata as-samm (racun) dengan fathah pada sin, dhammah atau mengkasrahkannya. Dibaca dengan tiga bahasa (as-samm, as-summ dan as-simm), namun yang paling fasih adalah dengan fathah (as-samm). Bentuk jamaknya samam dan sumum. Demikian dikatakan Al-Ashma’i. Lihat Abu Yusuf Muhammad Yazid, Munawarat al-Asyqiya’ li Qatli Khatam al-Anbiya’.

[7] As-Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Bab Isti’mal Awani al-Musyrikin, juz X, hlm. 11, no. 20209. Al-Maktabah asy-Syamilah.

[8] Ahmad meriwayatkannya sendiri, dan sanadnya hasan. Musnad Ahmad, juz V, hlm. 6, no. 32784. Al-Maktabah asy-Syamilah.

[9] Dikeluarkan oleh Muslim di dalam As-Salam, Bab As-Samm, no. 2190. Juga, Shahih al-Bukhari, Bab Qubul al-Hadiyyah min al-Musyrikin, juz II, hlm. 923, no. 2474. Al-Maktabah asy-Syamilah. Sedang kata al-lahawat adalah bentuk jamak dari lahat, yakni daging merah yang menggantung di pangkal langit-langit mulut (ovula). Demikian dikatakan Al-Ashma’i. Dikatakan pula, ‘Daging yang ada di ujung langit-langit mulut.’ Ucapannya, ‘Aku senantiasa mengetahuinya,’ yakni tanda. Seolah-olah racun tersebut meninggalkan tanda dan bekas berwarna hitam atau lainnya. Ucapan para sahabat, ‘Tidakkah kita membunuhnya?’, di sebagian naskah dengan huruf nun (kita) dan di sebagian lain dengan ta’ khithab (Anda). Lihat Abu Yusuf Muhammad Yazid, Munawarat al-Asyqiya’ li Qatli Khatam al-Anbiya’.

[10] Hadits ini shahih berdasarkan syarat Syaikhani, namun keduanya tidak mengeluarkan hadits tersebut. Adz-Dzahabi berkata di dalam At-Talkhish, “Berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim.” Lihat Al-Hakim, Al-Mustadrak ‘ala ash-Shahihain, Bab Dzikru Manaqib Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur, juz III, hlm. 242, no. 4966. Al-Maktabah asy-Syamilah.

[11] Dinukil dari Al-Islam Su’al wa Jawab, Syaikh Shalih Al-Munajjid, www.islam-qa.com.

[12] Ada riwayat yang menyatakan bahwa wanita Yahudi yang menghadiahkan daging kambing beracun itu masuk Islam setelah ia bertanya, “Siapa yang memberitahumu?” Dan, ia mendapat jawaban dari Rasulullah n bahwa daging kambing beracun itulah yang memberitahu beliau. Rasulullah n memaafkannya terlebih dahulu, kemudian beliau membunuhnya sebagai qishash atas meninggalnya Bisyr bin Barra’. Al-Bidayah wan Nihayah, karya Ibnu Katsir, IV : 208-323. Dinukil dari kitab Wadda’ur Rasul li Ummatihi : Durus wa Washaya wa ‘Ibar wa ‘Izhat, karya Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani.

[13] Lihat Al-Bidayah wan Nihayah, IV : 210, 211-212, dan V : 223-244. Dinukil dari kitab Wadda’ur Rasul li Ummatihi : Durus wa Washaya wa ‘Ibar wa ‘Izhat, karya Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani.

[14] Disebutkan oleh Ibnu Katsir dan ia menisbatkan sanadnya kepada Baihaqi. Lihat Al-Bidayah wan Nihayah, V : 227. Dinukil dari ibid.

[15] Dikutip dari Abu Yusuf Muhammad Yazid, Munawarat al-Asyqiya’ li Qatli Khatam al-Anbiya’.

[16] Dikutip dari Hal Matar Rasul bi Atsaris Samm, fatwa Syaikh Khalid bin Abdul Mun’im Ar-Rifa’i, no. 2091.

[17] Nabi bersama sebagian sahabat menyantap daging kambing beracun tersebut. Tetapi, beliau hanya mengunyah daging itu, tidak sampai menelannya. Segera saja beliau memuntahkan daging itu kembali. Lihat Adh-Dhiya’ al-Lami’ min Khuthab al-Jawami’, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Saat itu, Bisyr bin Barra’ ikut makan bersama beliau. Dan, suapannya telah masuk ke tenggorokannya, dan akhirnya ia meninggal karenanya. Lihat Khalid Abu Shalih, Qashimatuzh Zhuhri, bab Wa Mata n Syahidan, Darul Wathan, Riyadh, 1422 H/2001, hal. 64-68.

[18] Ibid. Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri juga menulis dalam kitab Ar-Rahiq al-Makhtum, “Rasa sakit itu semakin bertambah dan menjadi-jadi. Sungguh terlihat pengaruh racun yang tertelan oleh beliau di Khaibar, sampai-sampai beliau bersabda, “Wahai Aisyah, aku masih merasakan sakit akibat makanan yang aku santap di Khaibar. Dan, inilah saatnya aku merasakan urat nadiku terputus karena racun itu.”

[19] Ibid.

[20] Abu Yusuf Muhammad Yazid, Munawarat al-Asyqiya’ li Qatli Khatam al-Anbiya’.

[21] Mata an-Nabiy n bis Samm, karya Prof. Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq.

[22] Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthani, Wada’ ar-Rasul li Ummatihi : Durus wa Washaya wa ‘Ibar wa ‘Izhat.

[23] Khalid Abu Shalih, Qashimatuzh Zhuhri, hal. 68.

Kategori: Pemikiran Islam
Tinggalkan sebuah Komentar
Muhammad Albani

Blog di WordPress.com.
Kembali ke atas

HUKUM AMALAN REBO WEKASAN

PERTANYAAN

Hukum Sholat REBO WEKASAN.

JAWABAN :

Berikut paparan ALMUKARRAM
KH. HASYIM ASY'ARI MENGENAI SHALAT REBO WEKASAN
dalam Hasil Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jatim 1980 di PP.

Pertanyaan : Shalat rebo wekasan dan rangkainnya, bagaimana hukumnya menurut fuqoha dan menurut ulama sufi ?
Jawab : Menurut fatwa Roisul Akbar Almarhum Asyaikh Hasim Asy’ari tidak boleh. Shalat rebo wekasan karena tidak masyru’ah dalam syara’ dan tidak ada dalil syar’i.
Adapun fatwa tersebut sabagaimana dokumen asli yang ada pada cabang NU Sidoarjo sebagai berikut:

Mas’alah:

a. Kados pundi hukumipun ngelampahi shalat rebo wulan shofar, kasebat wonten ing kitab mujarobat lan ingkang kasebat wonten ing akhir bab 18?

فَائِدَةٌ اُخْرَى: ذَكَرَ بَعْضُ الْعَارِفِيْنَ مِنْ اَهْلِ الْكَشْفِ وَالتَّمْكِيْنِ أَنَّهُ يَنْزِلُ كُلَّ سَنَةٍ ثَلاَثَمِائَةٍ وَعِشْرُوْنَ أَلْفًا مِنَ الْبَلِيَّاتِ وَكُلُّ ذَلِكَ فِى يَوْمِ اْلأَرْبِعَاءِ اْلآخِيْرِ مِنْ شَهْرِ صَفَرَ فَيَكُوْنُ فِى ذَلِكَ الْيَوْمِ أَصْعَبُ اَيَّامِ السَّنَةِ كُلِّهَا فَمَنْ صَلَّى فِى ذَلِكَ الْيَوْمِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ..... الخ.
فونافا ساهى فونافا أوون؟ يعنى سنة فونافا حرام؟ أفتونا اثابكم الله؟

Sebagian orang yang ma’rifat dari ahli al-kasyafi dan tamkin menyebutkan: setiap tahun, turun 320.000 cobaan.
Semuannya itu pada hari rabu akhir bulan shafar.
Maka pada hari itu menjadi sulit-sulitnya hari di tahun tersebut. Barangsiapa shalat di hari itu 4 rokaat dst.

b. Kados pundi hukumipun ngelampai shalat hadiyah ingkang kasebat wonten ing kitab:

حاشية المهى على الستين مسئلة وونتن آخريفون باب يلامتى ميت وَنَصُّهُ:
فَائِدَةٌ:
ذَكَرَ فىِ نُزْهَةِ الْمَجاَلِسِ عَنْ كِتَابِ الْمُخْتاَرِ لا يَأْتِى عَلَىالْمَيَّتِوَمَطَالِعِ الاَنْواَرِ عَنْ النَّبِى أَشَدُّ مِنَ اللَّيْلَةِ الأُوْلَى فَارْحَمُواْ مَوْتَاكُمْ بِالصَّدَقَةِ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ يَقْرَأُ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ فِيْهِمَا فَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَآيَةِ الْكُرْسِيِّ وَإِلَهُكُمْ ... وَقُلْ هُوَاللهُ أَحَدْ اِحْدَى عَشْرَةَ مَرَّةً وَيَقُولُ: الّلهُمَّ إِنِّى صَلَّيْتُ هَذِهِ الصَّلاةَ وَتَعْلَمُ مَااُرِيْدُ. اللهم ابْعَثْ ثَواَبَها اِلَى قَبْرِ فُلان فَيَبْعَثُ الله مِنْ سَاعَتِهِ اَلَى قَبْرِهِ اَلْفَ مَلِكِ مَعَ كُلِّ مَلِكِ نُوْرٌ هَدِيَّةً يُؤَنِّسُوْنَةُ فِى قَبْرِهِ اِلَى اَنْ يُنْفَخَ فِى الصُّوْرِ وَيُعْطِىْ اللهُ المُصَلَّى بِعَددِ مَاطَلَعَتْ عَلَيهِ الشَّمْسُ أَلْفَ شَهِيْدٍ وَيُكْسِى أَلْفَ حُلَّةٍ. اِنْتَهَى وَقَدْ ذَكَرَنَا هَذِهِ الْفَائِدَةُ لِعُظْمِ نَفْعِهَا وَخَوْفاً مَنْ ضِيَاعِهاَ، فَيَنْبَغِى لِكُلِّ مُسْلِمٍ اَنْ يُصَلِّيْهَا كُلِّ لَيْلَةٍ لأَمْواَتِ الْمُسْلِمِيْنَ.
جواب:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى اُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
أورا وناع فيتواه، اجاء-اجاء لن علاكونى صلاة ربو وكاسان لن صلاة هدية كاع كاسبوت اع سوأل، كرنا صلاة لورو ايكو ماهو دودو صلاة مشروعة فى الشرع لن اور انا اصلى فى الشرع.
وَالدَّلِيْلُ عَلَى ذَلِكَ خُلُوُّ الْكُتُبِ الْمُعْتَمَدَةِ عَنْ ذِكْرِهَا

كيا كتاب تقريب، المنهاج القويم، فتح المعين، التحرير لن سأفندوكور. كيا كتاب النهاية، المهذب لن إحياء علوم الدين، كابيه ماهو اورا انا كع نوتور صلاة كع كاسبوت.

وَمِنَ الْمَعْلُوْمِ اَنَّهُ لَوْكَانَ لَهَا أَصْلٌ لَبَادَرُوْا إِلَى ذِكْرِهَا وَذِكْرِ فَضْلِهَا، وَالْعَادَةُ تُحِيْلُ اَنْ يَكُوْنَ مِثْلُ هَذِهِ السُّنَّةِ، وَتَغِيْبُ عَنْ هَؤُلاَءِ وَهُمْ أَعْلَمُ الدِّيْنِ وَقُدْوَةُ الْمُؤْمِنِيْنِ.

لن اورا وناع اويه قيتواه أتوا عافيك حكوم ساكا كتاب مجربات لن كتاب نزهة المجالس. كتراعان سكع حواشى الأشباه والنظائر للإمام الحمدى قال:

وَلاَ يَجُوْزُ اْلإِفْتَاءُ مِنَ الْكُتُبِ اْلغَيْرِ الْمُعْتَبَرَةِ،

لن كتراعان سكع كتاب تذكرة الموضوعات للملا على القارى:

لاَ يَجُوْزُ نَقْلُ الْأَحَادِيْثِ النَّبَوِيَّةِ وَالْمَسَائِلِ الْفِقْهِيَّةِ وَالتَّفَاسِيْرِ الْقُرْاَنِيَّةِ إِلَّا مِنَ الْكُتُبِ الْمُدَاوَلَةِ (الْمَشْهُوْرَةِ) لِعَدَمِ اْلإِعْتِمَادِ عَلَى غَيْرِهَا مِنْ وَدَعِ الزَّنَادِقَةِ وَإِلْحَادِ الْمُلاَحَدَةِ بِخِلاَفِ الْكُتُبِ الْمَحْفُوْظَةِ.

انتهى لن كتراعان سكع كتاب تنقيح الفتوى الحميدية:

وَلاَ يَحِلُّ الْإِفْتَاءُ مِنَ الْكُتُبِ الْغَرِيْبَةِ. وَقَدْ عَرَفْتَ اَنَّ نَقْلَ الْمُجَرَّبَاتِ الدَّيْرَبِيَّةِ وَحَاشِيَةِ السِّتِّيْنَ لِاسْتِحْبَابِ هَذِهِ الصَّلَاةِ الْمَذْكُوْرَةِ يُخَالِفُ كُتُبَ الْفُرُوْعَ اْلفِقْهِيَّةِ فَلَا يَصِحُّ وَلَا يَجُوْزُ الْإِفْتَاءُ بِهَا.

لن ماليه حديث كع كاسبات وونتن كتاب حاشية الستين فونيكا حديث موضوع. كتراعان سكع كتاب القسطلانى على البخارى:

وَيُسَمَّى الْمُخْتَلَفُ الْمَوْضُوْعَ وَيَحْرُمُ رِوَايَتُهُ مَعَ الْعِلْمِ بِهِ مُبَيِّنًا وَاْلعَمَلُ بِهِ مُطْلَقًا.

انتهى
قَالَ فِى نَيْلِ اْلأَمَانِى:
وَيَحْرُمُ رِوَايَتُهُ أَىْ عَلَى مَنْ عَلِمَ اَوْ ظَنَّ اَنَّهُ مَوْضُوْعٌ سَوَاءٌ كَانَ فِى اْلأَحْكَامِ أَوْ فِى غَيْرِهَا كَالْمَوَاعِظِ وَالْقَصَصِ وَالتَّرْغِيْبِ إِلاَّ مَعَ : مَنْ رَوَى عَنِّي حَدِيثًا وَهُوَ يَرَىبَيَانِ وَضْعِهِ لِقَوْلِهِ أَنَّهُ كَذِبٌ، فَهُوَ أَحَدُ الْكَذَّابِين وَهُوَ مِنَ الْكَبَائِرِ حَتَّى قَالَ الْجُوَيْنِى عَنْ أَئِمَّةِ أَصْحَابِنَا بِكُفْرِ مُعْتَمِدِهِ وَيُرَاقُ دَمُهُ. وَالْجُمْهُوْرُ اَنَّهُ لاَ يَكْفُرُ إِلاَّ إِنِ اسْتَحَلَّهُ وَاِنَّمَا يُضَعَّفُ وَتُرَدُّ رِوَايَتُهُ أَبَدًا، بَلْ يُخْتَمُ .
.... اِنْتَهَى.
وَلَيْسَ ِلأَحَدٍ أَنْ اَنَّهُ قَالَ: الصَّلاَةُيَسْتَبْدِلَ بِمَا صَحَّ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ خَيْرٌ مَوْضُوْعٌ فَمَنْ شَاءَ فَلْيَسْتَكْثِرْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَسْتَقْلِلْ، فَاِنَّ ذَلِكَ مُخْتَصٌّ بِصَلاَةٍ مَشْرُوْعِيَّةٍ

سكيرا اورا بيصا تتف كسنتانى صلاة هدية كلوان دليل حديث موضوع، موعكا اورا بيصا تتف كسنتانى صلاة ربو وكاسان كلوان دليل داووهى ستعاهى علماء العارفين، مالاه بيصا حرام، سباب ايكى بيصا تلبس بعبادة فاسدة. والله سبحانه وتعالى أعلم.
(هذا جواب الفقير اليه تعالى محمد هاشم أشعارى جومباع)
Wallohu a'lam.