Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Rabu, 31 Januari 2018

Istri Sholihah

MATAKU TDK BISA TERPEJAM SEBELUM RIDHOMU

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallaahu ‘anhu dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ فِي الْجَنَّةِ؟قُلْنَا بَلَى يَا رَسُوْلَ الله كُلُّ وَدُوْدٍ وَلُوْدٍ، إِذَا غَضِبَتْ أَوْ أُسِيْءَ إِلَيْهَا أَوْ غَضِبَ زَوْجُهَا، قَالَتْ: هَذِهِ يَدِيْ فِي يَدِكَ، لاَ أَكْتَحِلُ بِغَمْضٍ حَتَّى تَرْضَى

“Maukah kalian aku beritahu tentang istri-istri kalian di dalam surga?” Mereka menjawab: “Tentu saja wahai Rasulullaah!” Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Wanita yang penyayang lagi subur. Apabila ia marah, atau diperlakukan buruk atau suaminya marah kepadanya, ia berkata: “Ini tanganku di atas tanganmu, mataku tidak akan bisa terpejam hingga engkau ridha.” (HR. Ath Thabarani dalam Al Ausath dan Ash Shaghir. Lihat Ash Shahihah hadits no. 3380)

Istri yang menginginkan hidup penuh dengan kebahagiaan bersama suaminya adalah istri yang tidak mudah marah. Dan niscaya dia pun akan meredam kemarahan dirinya dan kemarahan suaminya dengan cinta dan kasih sayang demi menggapai kebahagiaan surga. Ia tahu bahwa kemuliaan dan posisi seorang istri akan semakin mulia dengan ridha suami. Dan ketika sang istri tahu bahwa ridha suami adalah salah satu sebab untuk masuk ke dalam surga, niscaya dia akan berusaha menggapai ridha suaminya tersebut. Allah Subhaanahu wa Ta’alaa berfirman ketika menjelaskan cirri-ciri orang yang bertaqwa, satu di antaranya adalah orang yang pemaaf ;

وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”. (Qs. Ali-Imran: 134)

Wahai para istri shalihah, jadikan baktimu kepada suamimu berbalas ridha Allah. Lakukanlah baktimu dengan niat ikhlas karena Allah, berusahalah dengan sungguh-sungguh dan lakukan dengan cara yang baik. Lakukanlah untuk mendapatkan ridha suamimu, maka Allah pun akan ridha terhadapmu.. Insyaalah.

Sebaliknya, apabila suami tidak ridha, Allah pun tidak memberikan keridhaan-Nya. Parahnya lagi, para malaikat pun akan melaknat istri yang durhaka. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan terhadapnya), maka penghuni langit murka kepadanya hingga suaminya ridha kepadanya.” (HR. Bukhari no. 5194 dan Muslim no.1436)

Bahkan, apabila suami murka bisa mengakibatkan tertolaknya shalat yang dilakukan oleh sang istri. Wal iyyadzubillaah. Sebagaimana sabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada hadits riwayat Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhumaa,

ثَلَاثَةٌ لَا تَرْتَفِعُ صَلَاتُهُمْ فَوْقَ رُءُوسِهِمْ شِبْرًا رَجُلٌ أَمَّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ وَأَخَوَانِ مُتَصَارِمَانِ

“Ada tiga kelompok yang shalatnya tidak terangkat walau hanya sejengkal di atas kepalanya (tidak diterima oleh Allah). Orang yang mengimami sebuah kaum tetapi kaum itu membencinya, istri yang tidur sementara suaminya sedang marah kepadanya, dan dua saudara yang saling mendiamkan (memutuskan hubungan).” (HR. Ibnu Majah I/311 no. 971 dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Misyakatul Mashabih no. 1128)

Gapailah ridha Allah melalui ketaatan terhadap suami

Marilah kita berusaha mendapatkan ridha Allah. Karena mendapatkan ridha Allah merupakan tujuan utama dari kehidupan seorang muslim. Dan kehidupan berumah tangga merupakan bagian darinya, dan satu diantara yang akan mendatangkan keridhaan Allah adalah proses ketaatan istri terhadap suaminya. Sebuah tujuan yang lebih agung daripada berbagai kenikmatan apapun. Sebagaimana firman Allah Subhaanahu wa Ta’alaa,

وَرِضْوَانٌ مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar”. (Qs. At-Taubah: 72)

Diutamakannya ridha Allah atas nikmat yang lain menunjukkan bahwa sekecil apapun yang akan membuahkan  ridha Allah, itu lebih baik daripada semua jenis kenikmatan. Seorang istri hendaknya menjadikan ridha Allah sebagai tujuan utama. Harapan untuk meraih ridha Allah inilah yang seharusnya dijadikan motivasi bagi istri untuk senantiasa melaksanakan ketaatan kepada sang suami. Jika Allah sudah memberikan ridha-Nya, adakah hal lain yang lebih baik untuk diharapkan?

Tapi ingatlah saudariku, bahwasanya ketaatan terhadap suami bukanlah sesuatu yang mutlak, tidak boleh taat kepadanya dalam hal kemaksiatan. Tidak ada alasan ketaatan untuk kemaksiatan.

لاَ طَاعَةَ لِـمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ الْـخَالِقِ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Al-Khaliq” (Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihahno. 179)

Walaupun keluarga dalam masalah, seperti himpitan ekonomi, hutang yang kelewat besar atau persoalan kehidupan lainnya, seorang istri tetap tidak dibenarkan menuruti perintah suaminya yang melanggar kaidah syar’i. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ طَاعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ ، إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوفِ

“Tidak ada kewajiban taat jika diperintahkan untuk durhaka kepada Allah. Kewajiban taat hanya ada dalam kebajikan” (HR Ahmad no 724. Syeikh Syuaib Al Arnauth mengatakan, “Sanadnya shahih menurut kriteria Bukhari dan Muslim”).

Dan ketahuilah duhai para istri shalihah, bahwasanya ridha suami berlaku pula untuk amalan sunnah yang hendak dikerjakan oleh sang istri, seperti berpuasa atau menerima tamu. Dalam hal ini, istri juga wajib mendapat ridha suami melalui izinnya. Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan kepada kita,

لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ، وَلاَ تَأْذَنَ فِى بَيْتِهِ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

“Tidak halal bagi seorang isteri untuk berpuasa (sunnah), sedangkan suaminya ada kecuali dengan izinnya. Dan tidak halal memberi izin (kepada orang lain untuk masuk) ke rumahnya kecuali dengan seizin suaminya.” (HR. Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)

Memang benar adanya bahwa kehidupan yang telah dan sedang kita jalani telah memberikan banyak pengalaman berupa tantangan dan kesulitan dalam kehidupan suami istri. Hadapilah kesulitan-kesulitan tersebut dengan kesabaran dan ketabahan. Perhatikanlah apa yang dikatakan Abu Darda’ kepada istrinya,

Disebutkan dalam Tariqh Damasyqus (70/151) dari Baqiyah bin Al-Walid bahwa Ibrahim bin Adham berkata, Abu Darda’ berkata kepada istrinya Ummu Darda’.

إذا غضبت أرضيتك وإذا غضبت فارضيني فإنك إن لم تفعلي ذلك فما أسرع ما نفترق ثم قال إبراهيم لبقية يا أخي وكان يؤاخيه هكذا الإخوان إن لم يكونوا كذا ما أسرع ما يفترقون

“Jika kamu sedang marah, maka aku akan membuatmu jadi ridha dan Apabila aku sedang marah, maka buatlah aku ridha dan. Jika tidak maka kita tidak akan menyatu. Kemudian Ibrahim berkata kepada Baqiyah “Wahai saudaraku, begitulah seharusnya orang-orang yang saling bersaudara itu dalam melakukan persaudaraannya, kalau tidak begitu, maka mereka akan segera berpisah”.

Suamimu bukanlah malaikat

Sadarilah pula wahai para istri yang shalihah.. bahwa suami kita bukanlah malaikat, dan tidak akan pernah berubah menjadi malaikat. Kalau kita menyadari akan hal ini, persiapkanlah diri kita untuk menerima kesalahan dan kekeliruan suami kita, serta berusaha untuk tidak mempermasalahkannya. Karena berbuat salah sudah menjadi tabiat manusia. Kita bisa mengambil sikap bijak untuk menanggulangi kesalahan-kesalahan tersebut. Bukan dengan mengikuti kesalahan-kesalahan suami, tetapi bisa melalui dua hal.

Pertama, Menasehati suami dengan cara yang baik apabila terbukti jelas ia berbuat kesalahan dalam kehidupan rumah tangga.

Kedua, tidak mencela dan mencemoohnya bila ia berulang kali melakukan kesalahan yang sulit dihindari tabiatnya, dan ini pasti ada dalam kehidupan berumah tangga, akan tetapi bantulah dia untuk memperaiki diri dan meninggalkan kesalahan tersebut. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman,

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisaa’: 19)

Bersyukurlah akan anugerah dari Allah kepada kita berupa sang suami

Duhai para istri..

Marilah kita sadari bahwasanya suami yang Allah anugerahkan kepada kita adalah sebuah nikmat yang besar. Perhatikanlah di sekeliling kita! Betapa banyak para wanita yang mendambakan kehadiran seorang suami, tapi belum juga mendapatkannya. Dan betapa banyak pula wanita-wanita yang terpisah jauh dari suaminya, bahkan betapa banyak pula wanita-wanita yang kehilangan suaminya. Bersyukurlah duhai para istri shalihah. Janganlah sampai kita tergolong ke dalam firman Allah berikut ini.

وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ

“Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur (berterima kasih)”. (Qs. Saba’:13)

Perhatikan hak-hak suami dan peranan masing-masing istri dan suami

Dan ingatlah pula bahwasanya suami adalah nahkoda bagi rumah tangga kita. Allah Subhaanahu wa Ta’aalaa berfirman,

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”. (QS. An-Nisaa’ 34)

Ya, suami adalah pemimpin rumah tangga kita. Maka dari itu, kita (suami dan istri) harus saling memahami peran masing-masing di dalam rumah tangga. Taatilah suami kita dengan baik selama bukan ketaatan dalam perbuatan maksiat. Karena taat kepada suami merupakan salah satu kewajiban kita sebagai istri. Dengan begitu, kita bisa merebut hati suami kita dan kita pun akan mendapatkan ganjaran dari Allah berupa surganya yang indah. Perhatikanlah hadits berikut ini,

إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah ke dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad 1: 191 dan Ibnu Hibban 9: 471. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dan jagalah hak-hak suami kita. Sadarilah besarnya hak suami atas diri kita. Ingatlah, sejak kita menikah, maka sang suamilah yang paling berhak atas diri kita. Sampai-sampai Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا

“Seandainya aku boleh menyuruh seseorang sujud kepada orang lain, maka aku akan menyuruh seorang wanita sujud kepada suaminya.” (Hadits shahih riwayat At-Tirmidzi, di shahihkan oleh Al-Albani dalam Irwaa’ul Ghalil (VII/54).

Bersyukurlah terhadap pemberian suami

ورأيت النار فلم أر منظرا كاليوم قط ورأيت أكثر أهلها النساء قالوا: بم يا رسول الله ؟ قال بكفرهن قيل أيكفرن بالله ؟ قال: يكفرن العشير ويكفرن الإحسان لو أحسنت إلى إحداهن الدهر كله ثم رأت منك ما تكره قالت ما رأيت منك خيرا قط

“Dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum wanita. Shahabat pun bertanya, ‘Mengapa (demikian) wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam?’ Beliau shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab, ‘Karena kekufuran mereka.’ Kemudian ditanya lagi, ‘Apakah mereka kufur kepada Allah?’ Beliau menjawab, ‘Mereka kufur terhadap suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai) niscaya dia akan berkata: ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari, no. 105 2 , dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma)

Jangan selalu melihat kekurangan suami. Apabila kita menemukan adanya kekurangan pada diri suami kita, sadarilah bahwasanya kita pun mempunyai banyak kekurangan. Berusahalah untuk saling menutupi kekurangan-kekurangan yang ada.

Dan bersyukur pulalah atas pemberian suami. Jangan sekali-kali istri meremehkan atau tidak suka kepada suaminya hanya karena uang yang diberikan suaminya terlalu kecil menurut pandangannya, padahal sang suami telah bekerja keras. Ingatlah kepada Allah apabila keinginan hendak meremehkan itu muncul. Bagaimana mungkin seorang istri meremehkan setiap tetes keringat suaminya, padahal dengan tetesan keringat itu, Allah menganggapnya mulia?

Apapun pekerjaannya dan berapa pun penghasilannya, bukanlah masalah besar asalkan halal dan mampu dilakukan secara berkelanjutan. Bersyukurlah dan bersabarlah wahai para istri shalihah. Bukankah masih banyak orang-orang yang keadaannya jauh di bawah kita? Ingatlah akan sabda Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ ؛ فَهُوَ أجْدَرُ أنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ الله عَلَيْكُمْ

“Pandanglah orang yang berada di bawah kalian (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah kalian memandang orang yang berada di atas kalian. Karena yang demikian itu lebih pantas agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada kalian.”(HR Muslim, no. 2963)

Bersyukurlah dengan kebaikan-kebaikan suami yang ada. Karena istri yang tidak bersyukur akan kebaikan suami adalah istri yang tidak bersyukur kepada Allah subhaanahu wa ta’alaa. Sebagaimana sabda Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,

لا يشكر الله من لا يشكر الناس

“Orang yang tidak berterima kasih kepada manusia dia tidak bersyukur kepada Allah”. (Hadits riwayat Abu Daud dan di shahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud (4811).

Berusahalah untuk menjadi istri yang shalihah

Berusahalah untuk menjadi istri yang shalihah. Istri shalihah, yaitu istri yang baik akidahnya, amal ibadahnya dan baik pula akhlaknya. Bagi seorang suami, istri shalihah tak sekedar istri. Ia adalah teman di setiap  langkah kehidupan, pengingat di kala lalai, penuntun di saat tersesat, dan ia adalah ustaadzah bagi rumah tangganya. Sungguh, tiada kebahagiaan di dunia yang lebih indah daripada bersanding dengan istri shalihah.

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

اَلدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَة

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang shalihah.” (HR. Muslim no. 1467)

Menjadi istri shalihah adalah sebuah kemungkinan yang dapat diraih dengan keihklasan dan bersungguh-sungguh dengan penuh ketulusan. Pelajarilah bagaimana wanita terdahulu mampu meraihnya. Contohlah mereka dan lakukan dalam rumah tangga kita. Jika sudah demikian, bersabarlah untuk memetik hasilnya.

Kita sadari bahwasanya,

Kita bukanlah Hajar, yang begitu taat dalam ketakwaan,

Kita bukanlah Asiyah, yang begitu sempurna dalam kesabaran,

Kita bukanlah Khadijah, yang menjadi teladan dalam kesetiaan,

Kita bukanlah ‘Aisyah, yang menjadikan indah seisi dunia,

Tetapi kita, hanyalah seorang istri yang berusaha meraih predikat “Shalihah”.

Wa shallallaahu ‘ala nabiyyiinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam

Suami Istri Harmonis Ala rosulullah

ROMANTIS ALA RASULULLAH
SUAMI ROMANTIS ALA RASULULLAH

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah sosok suami yang paling mesra terhadap istri-istrinya. Demikian  pula ia memerintahkan umatnya khususnya para suami agar senantiasa menyayangi dan berlaku baik kepada ahlu keluarga khsususnya kepada istrinya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Yang terbaik di antara kalian adalah yang terbaik terhadap keluarga/istrinya. Dan saya adalah orang yang paling baik terhadap istri/keluargaku.” (HR Tirmidzi).
Berikut ini kami nukilkan beberapa riwayat dari hadits-hadits Nabawi yang akan menjadi tips bagi kita para suami agar bisa memperlakukan pasangan kita dengan baik sehingga keutuhan rumah tangga senantiasa terjaga dalam ridhaNya.

1.       Membukakan pintu untuk istri, baik di kendaraan, rumah dan lainnya
Dari Anas radhiyallahu 'anhu , dia berkata: “Kemudian kami pergi menuju Madinah (dari Khaibar). Aku lihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyediakan tempat duduk yang empuk dari kain di belakang unta beliau untuk Shafiyyah (istri beliau). Kemudian beliau duduk di samping untanya sambil menegakkan lutut beliau dan kemudian Shafiyyah naik dengan meletakkan kakinya di atas lutut beliau sehingga dia bisa menaiki unta tersebut.” (HR Bukhari)
Subhanallah, dari riwayat diatas kita bisa ketahui bagaimana perlakuan Rasulullah kepada istrinya. Beliau memperlakukan istrinya bak seorang putri raja. Di zaman sekarang, Istilah yang cukup akrab di telinga kita “Ladies First” ternyata sudah dilakukan Rasulullah sejak berabad-abad yang lalu, disaat kebudayaan lain di dunia saat itu menganggap wanita sebagai makhluk hina, bahkan diragukan statusnya sebagai “manusia”.
Pemandangan seperti ini memberikan kesan begitu mendalam yang menunjukkan ketawadhu’an beliau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam selaku pemimpin yang berjaya dan seorang Nabi yang diutus- memberikan teladan kepada umatnya bahwa bersikap tawadhu’ kepada istri, mempersilakan lutut beliau sebagai tumpuan, membantu pekerjaan rumah, membahagiakan istri, sama sekali tidak mengurangi derajat dan kedudukan beliau.

2.       Sering Mencium Istri

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah sosok suami yang sangat romantis. Sungguh hal yang romantis dan bisa menimbulkan rasa kasih sayang jika kita bisa membiasakan mencium istri/suami ketika hendak bepergian atau baru pulang.
Nabi sering mencium Aisyah dan itu tidak membatalkan puasa. (HR Nasai dalam Sunan Kubra II/204)

Dari ‘Aisyah ra, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasa mencium istrinya setelah wudhu’, kemudian beliau shalat dan tidak mengulangi  wudhu’nya.” (HR ‘Abdurrazaq)[1]

3.       Makan sepiring berdua
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata : Saya dahulu biasa makan bubur bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam.” (HR. Bukhari)
Dari Aisyah radhiyallhu 'anha, ia berkata : “Aku biasa minum dari gelas yang sama (dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ) bahkan ketika haidh, lalu Nabi  mengambil gelas tersebut dan meletakkan mulutnya di tempat aku meletakkan mulut, lalu beliau minum.” (HR Abdurrazaq)

Demikian pula  dalam riwayat imam Muslim Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah minum di gelas yang digunakan Aisyah dan beliau juga pernah makan daging yang pernah digigit Aisyah.” (HR Muslim)

4.       Suami menyuapi istri
Dari Saad bin Abi Waqosh radhiyallahu 'anhu berkata, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Dan sesungguhnya jika engkau  memberikan nafkah, maka hal itu adalah sedekah, hingga suapan nasi yang engkau suapkan ke dalam mulut istrimu.“ (Mutafaqun ‘Alaih)
Apabila seorang isteri makan bersama suaminya dan suami menyuapi makanan tersebut ke mulut isterinya, niscaya ia akan mendapatkan pahala dan hal itu akan memperkokoh kecintaan isterinya. Sesuatu yang tidak bisa dipungkiri, bahwa saling menyuapi dapat menguatkan jalinan kasih sayang antara suami dan isteri.
5.        Berlemah lembut, melayani dan memanjakan istri sakit
Diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallahu 'anha, nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah orang yang penyayang lagi lembut. Beliau orang yang paling lembut dan banyak menemani istrinya yang sedang mengadu atau sakit. (Mutafaqun ‘Alaih)

6.       Bersenda gurau,bermain untuk membangun kemesraan
Dari Zaid bin Tsabit, ia berkata tentang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : “Beliau orang yang suka bercanda dengan istrinya.” (HR Bukhari)

Aisyah dan Saudah pernah saling melumuri muka dengan makanan. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tertawa melihat tingkah keduanya. (HR Nasa’i)

Umul Mukminin Aisyah Menceritakan : “Pada suatu ketika aku ikut bersama Rasulullah dalam sebuah lawatan. Pada waktu itu aku masih seorang gadis yang ramping. Beliau memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Mereka pun berangkat mendahului kami. Kemudian beliau berkata kepadaku, “Kemarilah! sekarang kita berlomba lari.” Aku pun meladeninya dan akhirnya aku dapat mengungguli beliau.
Beliau hanya diam saja atas keunggulanku tadi. Hingga pada kesempatan lain, ketika aku sudah agak gemuk, aku ikut bersama beliau dalam sebuah lawatan. Beliau memerintahkan rombongan agar bergerak terlebih dahulu. Kemudian beliau menantangku berlomba kembali. Dan akhirnya beliau dapat mengungguliku. Beliau tertawa seraya berkata, “Inilah penebus kekalahan yang lalu!” (HR. Ahmad)

7.       Memberi hadiah
Dari Ummu Kaltsum binti Abu Salamah, ia berkata, “Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menikah dengan Ummu Salamah (ibunya), beliau bersabda kepadanya, Sesungguhnya aku pernah hendak memberi hadiah kepada Raja Najasyi sebuah pakaian berenda dan beberapa botol minyak kasturi, namun aku mengetahui ternyata Raja Najasyi telah meninggal dunia dan aku mengira hadiah itu akan dikembalikan. Jika hadiah itu memang dikembalikan kepadaku, aku akan memberikannya kepadamu.”
Ia (Ummu Kultsum) berkata, “Ternyata keadaan Raja Najasyi seperti yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, dan hadiah tersebut dikembalikan kepada beliau, lalu beliau memberikan kepada masing-masing istrinya satu botol minyak kasturi, sedang sisa minyak kasturi dan pakaian tersebut beliau berikan kepada Ummu Salamah.” (HR Ahmad)

8.       Tiduran di pangkuan istri

Dari ‘Aisyah, ia berkata, “Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasa meletakkan kepalanya di pangkuanku walaupun aku sedang haidh, kemudian beliau membaca al-Qur’an.” (HR ‘Abdurrazaq)

10. Mengajak istri makan di luar
Anas radhiyallahu 'anhu menceritakan bahwa ada tetangga Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam -seorang Persia-  sangat pandai membuat masakan gulai. Pada suatu hari dia membuatkan masakan gulai yang enak untuk Rasulullah n. Lalu dia datang menemui Rasululiah shallallahu 'alaihi wasallam untuk mengundang makan beliau. Beliau bertanya: “Bagaimana dengan ini? (maksudnya Aisyah).” Orang itu menjawab: “Tidak.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: “(Kalau begitu) aku juga tidak mau.” Orang itu kembali mengundang Rasulullah,,,,,, ,,,,,,, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali bertanya: “Bagaimana dengan ini?” Orang itu menjawab: “Tidak.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali berkata: “Kalau begitu, aku juga tidak mau.”
Tidak lama kemudian, orang itu kembali mengundang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau kembali bertanya: “Bagaimana dengan ini?” Pada yang ketiga kalinya ini orang Persia itu mengatakan: “Ya.” Akhirnya mereka bangun dan segera berangkat ke rumah laki-laki itu.” (HR Muslim)

11. Mengajak istri jika hendak ke luar kota.
Aisyah berkata : “Biasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam apabila ingin melakukan suatu perjalanan, beliau melakukan undian di antara para istrinya. Barangsiapa yang keluar nama/nomor undiannya, maka dialah yang ikut pergi bersama beliau.” (HR Bukhari dan Muslim)

12. Menghibur diri bersama istri ke luar rumah (entertainment)
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha, dia berkata: “Pada suatu hari raya orang-orang berkulit hitam mempertontonkan permainan perisai dan lembing. Aku tidak ingat apakah aku yang meminta atau Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sendiri yang berkata padaku : ‘Apakah engkau ingin melihatnya?’Aku menjawab: ‘Ya.’ Lalu beliau menyuruhku berdiri di belakangnya. Pipiku menempel ke pipi beliau. Beliau berkata : ‘Teruskan permainan kalian, wahai Bani Arfidah (julukan orang-orang Habsyah)!’ Hingga ketika aku sudah merasa bosan beliau bertanya: ‘Apakah kamu sudah puas?’Aku jawab: ‘Ya.’ Beliau berkata : ‘Kalau begitu, pergilah!.” (HR Bukhari dan Muslim)

14. Suami mengantar istri
Kadang banyak dari kita malas mengantar istri kita bepergian. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika istri saya keluar rumah sendirian, ada masalah di jalan dia kebingungan.
Shafiyyah, istri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, menceritakan bahwa dia datang mengunjungi Rasulullah ketika beliau sedang melakukan i’tikaf pada hari sepuluh yang terakhir dari bulan Ramadhan. Dia berbicara dekat beliau beberapa saat, kemudian berdiri untuk kembali. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga ikut berdiri untuk mengantarkannya.”
Dalam riwayat lain diceritakan, Nabi  shallallahu 'alaihi wasallam sedang berada di masjid. Di samping beliau ada para istri beliau. Kemudian mereka pergi (pulang). Lantas Nabi berkata kepada Shafiyyah "Jangan terburu-buru, agar aku dapat pulang bersamamu.” (HR Bukhari dan Muslim)

15. Suami istri berjalan dimalam hari

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam datang pada malam hari, kemudian beliau mengajak Aisyah berjalan-jalan dan berbincang-bincang (HR Muslim)

16. Panggilan khusus pada istri
Di antara keelokan budi pekerti Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan keharmonisan rumah tangga beliau ialah memanggil istri-istrinya dengan panggilan kesayangan. Dan beliau sering mengabarkan kepada istri-istrinya berita yang menggembirakan bahkan membuat jiwa serasa melayang-layang.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam juga memanggil Aisyah dengan Humairah artinya yang kemerah-merahan pipinya. Terkadang beliau juga suka memanggil  sebutan “aisy/aisyi”, dalam culture arab pemenggalan huruf terakhir menunjukan panggilan manja/tanda sayang. Mungkin serupa dengan  kata 'sayang' yang terkadang diucapkan 'Ayang'.
Aisyah radhiyallahu 'anha menuturkan, “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata kepadanya, ‘Wahai ‘Aisy (panggilan kesayangan ‘Aisyah), Malaikat Jibril ‘alaihissalam tadi menyampaikan salam buatmu.” (Muttafaq ‘alaih)

17. Memberi sesuatu yang menyenangkan istri

Dari Said bin Yazid, bahwa ada seorang wanita datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, kemudian Nabi bertanya kepada ‘Aisyah : “Wahai ‘Aisyah, apakah engkau kenal dia?” ‘Aisyah menjawab: “Tidak, wahai Nabi Allah.” Lalu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Dia itu Qaynah dari Bani Fulan, apakah kamu mau ia bernyanyi untukmu?”, maka kemudian bernyanyilah qaynah itu untuk ‘Aisyah. (HR. An Nasa’i)

18. Memperhatikan perasaan istri

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya ketika seorang suami memandang istrinya dan begitu pula dengan istrinya, maka Allah memandang mereka dengan penuh rahmat, manakala suaminya merengkuh telapak tangan istrinya dengan mesra, berguguranlah dosa-dosa suami istri itu dari sela jemarinya.” (HR Maisarah dari Abu Sa’id Alkhudzri )

19. Segera menemui istri jika tergoda.
Dari Jabir, sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Wanita, kalau menghadap, ia menghadap dalam rupa (godaan) setan. Bila seseorang di antara kamu melihat seorang wanita yang menarik, hendaklah ia datangi istrinya, karena pada diri istrinya ada hal yang sama dengan yang ada pada wanita itu.” (HR Tirmidzi)

21. Membantu pekerjaan rumah tangga
Umul Mukminin Aisyah pernah ditanya : “Apa yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam di rumahnya?” Aisyah menjawab: “Beliau ikut membantu melaksanakan pekerjaan keluarganya.” (HR Bukhari)

23. Mendinginkan kemarahan istri dengan mesra
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam biasa memijit hidung Aisyah jika ia marah dan beliau berkata, “Wahai ‘Aisy, bacalah do’a: ‘Wahai Tuhanku, Tuhan Muhammad, ampunilah dosa-dosaku, hilangkanlah kekerasan hatiku, dan lindungilah diriku dari fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ibnu Sunni)

25. Mandi romantis bersama pasangan
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata,“Aku biasa mandi berdua bersama n dari satu bejana.” (HR. Al-Bukhari)

26. Disisir istri
Dari ‘Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, “Saya biasa menyisir rambut Rasulullah n.” (HR Ahmad)

27. Makan dan minum bergantian pada tempat yang sama
Dari ‘Aisyah, dia berkata, “Saya biasa minum dari muk yang sama ketika haidh, lalu Nabi mengambil muk tersebut dan meletakkan mulutnya di tempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau minum, kemudian saya mengambil muk, lalusaya menghirup isinya, kemudian beliau mengambilnya dari saya, lalu beliau meletakkan mulutnya pada tempat saya meletakkan mulut saya, lalu beliau pun menghirupnya.” (HR ‘Abdurrazaq)

Sedangkan dalam riwayat yang lain, Aisyah berkata, “Suatu ketika aku minum, dan aku sedang haidh, lantas aku memberikan gelasku kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau meminumnya dari mulut gelas tempat aku minum. Dalam kesempatan lain aku memakan sepotong daging, lantas beliau mengambil potongan daging itu dan memakannya tepat di tempat aku memakannya.” (HR. Muslim)

28. Membelai istri
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tidak melewatkan kesempatan sedikit pun kecuali beliau manfaatkan untuk membahagiakan dan menyenangkan hati istri melalui hal-hal yang dibolehkan.
Aisyah mengatakan “Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa mengelilingi kami semua (istrinya) seorang demi seorang. Beliau menghampiri dan membelai kami meskipun tidak mencampuri kami.” (HR Ahmad)

Demikian sekelumit gambaran romantisme junjungan kita dalam rumah tangganya. Semoga risalah yang singkat ini mampu memberikan suasana baru dalam kehidupan rumah tangga kita. Amin.
“Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai sesuatu dari mereka maka bersabarlah, karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (An-Nisa: 19)

Wallahu a’lam bish shawab.

Ahli waris Mafqud (hilang tanpa kabar)

BAGIAN HARTA WARIS BAGI AHLI WARIS YANG DIANGGAP HILANG (MAFQUD)

Kata Mafqud dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar Faqada yang berarti hilang. Menurut para Faradhiyun Mafqud itu diartikan dengan orang yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya, tidak diketahui domisilinya, dan tidak diketahui tentang hidup dan matinya. Selain itu, ada yang mengartikan Mafqud sebagai orang yang tidak ada kabarnya, dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau sudan meninggal.

Dalam pembahasan ulama fikih, penentuan status bagi Mafqud, apakah ia masih hidup atau telah wafat amatlah penting, karena menyangkut beberapa hak dan kewajiban dari si Mafqud tersebut serta hak dan kewajiban keluarganya sendiri.
Pandangan ulama fikih dan dasar hukum yang mengatur Mafqud
Dalam menetapkan status bagi mafqud (apakah ia masih hidup atau tidak), para ulama fikih cenderung memandangnya dari segi positif, yaitu dengan menganggap orang yang hilang itu masih hidup, sampai dapat dibuktikan dengan bukti-bukti bahwa ia telah wafat. Sikap yang diambil ulama fikih ini berdasarkan kaidah istishab yaitu menetapkan hukum yang berlaku sejak semula, sampai ada dalil yang menunjukan hukum lain.
Akan tetapi, anggapan masih hidup tersebut tidak bisa dipertahankan terus menerus, karena ini akan menimbulkan kerugian bagi orang lain. Oleh karena itu, harus digunakan suatu pertimbangan hukum untuk mencari kejelasan status hukum bagi si mafqud (para ulama fikih telah sepakat bahwa yang berhak untuk menetapkan status bagi orang hilang tersebut adalah hakim, baik untuk menetapkan bahwa orang hilang telah wafat atau belum.
Ada dua macam pertimbangan hukum yang dapat digunakan dalam mencari kejelasan status hukum bagi si mafqud, yaitu:
1. Berdasarkan bukti-bukti yang otentik, yang dibenarkan oleh syariat, yang dapat menetapkan suatu ketetapan hukum, sebagaimana dalam kaidah: "Tsa bitu bil bayyinati katssabinati bil mu'aa yanah" artinya, "yang tetap berdasarkan bukti bagaikan yang tetap berdasarkan kenyataan".
    Misalnya, ada dua orang yang adil dan dapat dipercaya untuk memberikan kesaksian bahwa si fulan yang hilang telah meninggal dunia, maka hakim dapat menjadikan dasar persaksian tersebut untuk memutuskan status kematian bagi si mafqud. Jika demikian halnya, maka si mafqud sudah hilang status mafqudnya. Ia ditetapkan seperti orang yang mati haqiqy.
2. Berdasarkan tenggang waktu lamanya si mafqud pergi atau berdasarkan kadaluwarsa. Para ulama berbeda pendapat perihal tenggang waktu untuk menghukumi/menetapkan kematian bagi si mafqud. Mereka terbagi kedalam beberapa mazhab:
1.      Imam Malik dalam salah satu pendapatnya menetapkan waktu yang diperbolehkan bagi hakim memberi vonis kematian si mafqud ialah 4 (empat) tahun. Pendapat ini beliau istimbatkan dari perkataan Umar bin Khattab yang menyatakan: "Setiap isteri yang ditinggalkan oleh suaminya, sedang dia tidak mengetahui dimana suaminya, maka ia menunggu empat tahun, kemudian dia ber'iddah selama empat bulan sepuluh hari, kemudian lepaslah dia...." (HR Bukhari)
2.      Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Abu Yusuf dan Muhamad bin al-Hasan berpendapat bahwa si mafqud boleh diputuskan kematiannya oleh hakim bila sudah tidak ada kawan sebayanya yang masih hidup. Secara pasti hal tersebut tidak dapat ditentukan. Oleh sebab itu, beliau menyerahkan kepada Ijtihad hakim. Hakim dapat memberi vonis kematian si mafqud menurut ijtihad-nya demi suatu kemashalatan.
3.      Abdul Malik Ibnul-Majisyun mefatwakan agar si mafqud tersebt mencapai umur 90 tahun beserta umur sewaktu kepergiannya. Sebab menurut kebiasaan, seseorang itu tidak akan mencapai umur 90 tahun. Beliau menyatakan alasan tersebut berdasarkan Hadits Rasul SAW yang berbunyi "Umur-umur umatku itu antara 70 dan 60 tahun."
4.      Imam Ahmad berpendapat bahwa di dalam menetapkan status hukum bagi si mafqud, hakim harus melihat "situasi" hilangnya si mafqud tersebut. manurut beliau situasi hilangnya si mafqud itu dapat dibedakan atas:
a. Situasi kepergiannya atau hilangnya itu memungkinkan membawa malapetaka. misalnya dalam situasi naik kapal tenggelam yang kapalnya pecah dan sebagian penumpannya telah tenggelam atau dalam situasi peperangan, maka setelah diadakan penyelidikkan oleh hakim secermat-cermatnya, hakim dapat menetapkan kematiannya setelah lewat empat tahun lamanya.
b.  Situasi kepergiannya itu menurut kebiasaan tidak sampai membawa malapetaka. misalnya pergi untuk menurut ilmu, ibadah haji, dan sebaginya, tetapi kemudian ia tidak kembali dan tidak diketahui kabar beritanya lagi dan dimana domisilinya, maka dalam hal seperti itu diserahkan kepada hakim untuk menetapkan status bagi si mafqud menurut ijtihad-nya.
     Walaupun demikian, praktek pelaksanaannya di pengadilan agama, bahwa mengenai ada atau tidaknya kewenangan untuk menetapkan/menghukumi status bagi mafqud tersebut (dengan menyatakan ia telah meninggal atau belum) masih bersifat masih dapat diperdebatkan (debatable).

Pembagian warisan seseorang yang dianggap hilang (Mafqud)
Mengenai pembagain warisan mafqud menurut fikh, Muhammad Abul ’Ula Kholifah mengatakan bahwa ada suatu prinsip dalam pembagian warisan mafqud, yaitu jika dikaitan dengan harta pribadinya, dia dianggap sebagai hidup sampai diketahui atau dinyatakan kematiannya. Jika dikaitkan dengan harta orang lain, dia dianggap wafat, sehingga dengan demikian dia tidak termasuk ahli waris, sampai ada kejelasan statusnya, sudah wafatkah dia atau masih hidup. Atas dasar prinsip tersebut, maka teknis pembagian waris mafqud harus ditempuh melalui dua cara, yaitu:
1.      mafqud dianggap masih hidup, sehingga bagiannya sementara ditunda sampai ada kejelasan statusnya;
2.      mafqud dianggap sudah wafat, sehingga dengan demikian dia bukan sebagai ahli waris.
Karena demikian adanya, maka perlu diperhatikan keberadaan ahli waris lainnya, yaitu:
1.      terhadap ahli waris yang bagiannya tetap sama dalam dua keadaan tersebut, yakni baik mafqud bersangkutan masih hidup ataupun sudah wafat, maka kepadanya diberikan bagian secara penuh.
2.      terhadap ahli waris yang bagiannya berubah dalam salah satu dari dua keadaan dimaksud, maka kepadanya diberikan bagian yang lebih kecil, sedangkan sisanya sementara ditunda sampai ada kejelasan status mafqud. Jika mafqud bersangkutan ternyata benar-benar masih hidup, maka ia mengambil bagian yang sementara ditunda itu. Sebaliknya, jika ternyata mafqud tersebut benar-benar telah wafat, maka bagian yang sementara ditunda itu diberikan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
3.      terhadap ahli waris yang belum jelas status kewarisannya, artinya ia berhak mewaris dalam satu cara, tetapi tidak berhak mewaris dalam cara yang lain, maka di sini wajib ditunda bagiannya sampai jelas status mafqud.
Pendapat yang sama dikemukakan juga oleh Wahbah az-Zuhaily yang menyatakan bahwa teknis pembagian kewarisan mafqud itu adalah sebagai berikut:
1.      jika dia sebagai ahli waris tunggal, tidak ada ahli waris lain selain dirinya sendiri, maka kewarisan itu ditunda pembagiannya.
2.      jika bersama mafqud itu ada ahli waris lain, maka teknis pembagiannya dilakukan dengan dua cara, yaitu:
§  cara pertama, mafqud dianggap sebagai masih hidup;
§  cara kedua, mafqud dianggap sebagai sudah wafat.
Kemudian kedua asal maslah dari pembagian tersebut disatukan dalam satu pembagian. Hasilnya, diberikan kepada para ahli waris yang berhak menerimanya, dengan ketentuan:
1.      kepada ahli waris yang memperoleh bagian samabesar dalam dua keadaan tersebut, diberikan bagiannya secara penuh;
2.      kepada ahli waris yang memperoleh bagian berbeda dalam dua keadaan tersebut, diberikan bagian yang lebih kecil, dan sisanya sementara ditunda sampai ada kejelasan status mafqud. Jika mafqud itu ternyata masih hidup, maka sisa bagian yang sementara ditunda itu menjadi haknya.
Menurut as-Shobuny, kewarisan mafqud itu ada dua kemungkinan.
§  Pertama, bersama mafqud ada ahli waris lain yang terhijib oleh mafqud bersangkutan. Dalam hal ini, maka pembagian warisan belum bisa dilaksanakan karena musti ditunda. Sebagai contoh adalah X wafat dengan meninggalkan ahli waris yang terdiri dari seorang saudara kandung laki-laki, seorang saudara kandung perempuan, dan seorang anak laki-laki mafqud. Di sini, karena anak laki-laki dari X itu menghijab saudara, maka pemagian warisan X terhadap ahli waris dimaksud belum dapat dilaksanakan sampai ada kejelasan status mafqud, apakah dia masih hidup atau sudah wafat. Jika mafqud masih hidup, maka ia sebagai ahli waris tunggal dari X dan oleh karena itu, maka warisan X sepenuhnya jatuh kepada mafqud bersangkutan. Tetapi jika mafqud itu ternyata sudah wafat, maka saudara kandung laki-laki dan perempuan dari X itulah sebagai ahli warisnya, dan mereka berhak atas harta peninggalan X
§  Kedua, bersama mafqud ada ahli waris lain yang sama-sama berhak mewaris. Dalam hal ini, maka pembagian warisan mafqud dapat dilaksanakan dengan memperhitungkan kemungkinan masih hidup dan sudah wafatnya mafqud bersangkutan, dengan catatan bahwa:
o   kepada ahli waris yang perolehan bagiannya sama, tidak berkurang dalam dua`keadaan, baik mafqud itu masih dianggap hidup ataupun sudah wafat, diberikan bagiannya secara lengkap.
o   terhadap ahli waris yang perolehan bagiannnya berbeda antara dua keadaan, yakni dalam hal mafqud dianggap masih hidup dan sudah wafat, diberikan bagian yang terkecil dari dua perolehan dimaksud.
o   terhadap ahli waris yang tidak mendapat perolehan bagian, baik dalam hal mafqud dianggap masih hidup ataupun sudah wafat, tidak mendapatkan perolehan.
Menurut faraidweb, apabila seseorang wafat dan mempunyai ahli waris, dan diantara ahli warisnya ada yang hilang dan tidak dikenal lagi rimbanya, maka cara pemberian hak warisnya ada dua keadaan:
1.      Ahli waris yang hilang tersebut sebagai penghalang bagi ahli waris lainnya (yakni termasuk ashabah tanpa ada satupun ashhabul furudh yang berhak untuk mendapat bagian).
2.      Ahli waris yang hilang tersebut bukan sebagai penghalang bagi ahli waris lainnya, bahkan ia sama berhak untuk mendapatkan warisan sesuai dengan bagian atau fardh-nya (yakni termasuk ashhabul furudh).
Pada keadaan pertama: seluruh harta warisan peninggalan pewaris dibekukan, yakni tidak diberikan kepada ahli waris, untuk sementara hingga ahli waris yang hilang tersebut muncul atau diketahui hidup dan tempatnya. Bila ahli waris yang hilang ternyata masih hidup, maka dialah yang berhak untuk menerima atau mengambil seluruh harta warisnya. Namun, bila ternyata hakim telah menetapkannya sebagai orang yang telah mati, maka harta waris tadi dibagikan kepada seluruh ahli waris yang ada dan masing-masing mendapatkan sesuai dengan bagian atau fardh-nya.
Sedangkan pada keadaan kedua, ahli waris yang ada berhak untuk menerima bagian yang paling sedikit di antara dua keadaan (yakni keadaan hidup dan matinya) orang yang hilang. Bila ahli waris yang ada, siapa saja di antara mereka yang dalam dua keadaan orang yang hilang tadi sama bagian hak warisnya, hendaknya ia diberi hak waris secara sempurna. Namun, bagi ahli waris yang berbeda bagian hak warisnya di antara dua keadaan ahli waris yang hilang tadi, maka mereka diberi lebih sedikit di antara kedua keadaan tadi. Namun, bagi siapa saja yang tidak berhak untuk mendapatkan waris dalam dua keadaan orang yang hilang, dengan sendirinya tidak berhak untuk mendapatkan harta waris sedikit pun.

Permasalahan yang berkenaan dengan kewarisan, hingga saat ini belum ada ketentuan-ketentuan kapan seseorang yang hilang dapat ditentukan statusnya. Oleh karena itu, dalam menetapkan status bagi si mafqud diperlukan suatu pembuktian yang sangat cermat. Lalu yang menjadi permasalahan, kapan harta si mafqud dapat diwarisi oleh para ahli warisnya?
Menurut para ulama, setelah hakim memutuskan si mafqud telah meninggal dunia pada suatu tanggal yang ditentukan berdasarkan pada dalil-dalil yang menimbulkan dugaan kuat kematiannya, maka mafqud itu dipandang meninggal dunia, pada waktu keluarnya penetapan hakim.
Dengan demikian, harta peninggalan mafqud diwariskan oleh ahli waris yang ada pada waktu itu. Para ahli waris yang telah meninggal dunia sebelum adanya penetapan hakim tidak mewarisinya, karena tidak terpenuhinya syarat kewarisan, yaitu meninggalnya si pewaris baik secara hakikatnya (mati haqiqy) maupun secara hukum (mati hukmy). Oleh karena itu, harta warisan yang sudah dibagi dan ketika si mafqud hadir kembali sudah melampaui 4 (empat) tahun, maka ia tidak bisa meminta kembali harta warisan yang sudah dibagikan. Apabila si mafqud hadir sebelum 4 (empat) tahun, maka ia dapat memintakan kembali harta yang belum dipakai oleh ahli warisnya yang merupakan harta warisan.
Alasan yang dapat dipergunakan untuk menetapkan mafqudnya seseorang :
1.      Tidak ada kabar beritanya dan keluarga tidak tahu dimana keberadaannya, sudah diusahakan mencari tahu dimana orang mafqud berada.
2.      Menurut aturan hukum islam, keberadaan kabar berita orang mafqud ditunggu antara 4-5 tahun.
3.      Jika lewat dari waktu tersebut, maka bisa mengajukan ke pa untuk menetapkan orang mafqud tersebut mati secara hukmy (hukum).
4.      Keluarga sudah berusaha untuk mencari informasi keberadaannya serta bisa mengumumkannya melalui media elektronik/cetak/pihak berwajib.
Dasar pertimbangan hakim untuk mengabulkan permohonan penetapan bagi yang mafqud adalah :
1.      Bukti-bukti berupa keterangan dari keluarga, media cetak, elektronik, dan pihak berwajib bahwa orang mafqud sudah diusahakan mencari keberadaannya.
2.      Tenggang waktu menunggu sudah sangat lama.
3.      Ada perbuatan hukum yang harus segera keluarga selesaikan, dan perbuatan hukum tersebut menyangkut hak dan kewajiban orang mafqud serta keluarganya.
Dalam Hukum Kewarisan Islam, harta orang yang mafqud disisihkan dan diurus oleh ahli warisnya yang lebih dekat hubungannya dengan orang mafqud tersebut atau ahli waris yang dengan suka rela bersedia mengurus sampai si mafqud jelas keberadaannya ditunggu tenggang waktunya 4-5 tahun. setelah itu barulah diputuskan apakah si mafqud mati secara hakiki atau secara hukmy, jika sudah jelas statusnya, maka harta tersebut boleh dibagikan kepada ahli waris lain yang berhak menurut pembagiannya. Maksud dari adanya tenggang waktu menunggu adalah agar ahli waris dapat mencari informasi keberadaannya, serta bisa mengumumkannya melalui media elektronik/cetak/pihak berwajib

Selasa, 30 Januari 2018

Laki2 menikahi perempuan yg dihamilinya

Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.

Jika yang ditanyakan hanya hukum pernikahannya sah atau tidak, maka pernikahannya sah. Meskipun wanita itu tengah hamil tersebab ia sendiri yang menghamili. Dasarnya adalah firman Allah dalam surat An Nur ayat tiga.

الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ

“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang beriman” (QS. An Nur: 3)

Nabi muhammad saw,telah bersabda,

لَا يُحَرِّمُ الْحَرَامُ الْحَلَالَ

"Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal” (HR. ibnu Majah dan Baihaqi).

Jadi pernikahannya boleh, sah. Namun, ketika nanti anaknya lahir, anak itu tidak boleh dinasabkan kepada ayahnya tetapi dinasabkan kepada ibunya. Misalnya anaknya dinamai Alung, ibunya bernama Fulanah dan ayahnya bernama Fulan. Maka nama anaknya adalah Alung bin Fulanah, bukan Alung bin Fulan. Jika anak tersebut perempuan dan kelak menikah, sang ayah juga bukan merupakan wali nasab,

Mengapa? Sebab anak tersebut bukan merupakan hasil pernikahan melainkan hasil zina. Dan Fikih Islam memberikan aturan demikian. Anak hasil zina, ia dinisbatkan nasabnya pada ibunya. Karena ibunya jelas, sementara ayahnya tidak jelas.

Banyaknya kasus hamil sebelum nikah seperti ini seharusnya membuat orang tua dan para pemuda muslim berhati-hati dan terus menjaga diri. Zina merupakan dosa besar. Dalam hukum Islam, jika pelaku zina belum menikah, ia diberikan hukuman berupa dicambuk 100 kali dan kemudian diasingkan selama satu tahun.

Wallahu a’lam bish shawab.

Senin, 29 Januari 2018

Shalat GERHANA

Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian  Fiqh Shalāt Kusūf Dan Khusūf
〰〰〰〰〰〰〰

SHALĀT KUSŪF DAN KHUSŪF

بسم الله الرحمن الرحيم

▪ Shalāt kusūf adalah shalāt gerhana matahari.
▪ Shalāt Khusūf adalah shalāt gerhana bulan.

قال المؤلف رحمه الله

_Berkata penulis rahimahullāh:_

وصلاة الكسوف سنة مؤكدة فإن فاتت لم تقض
ويصلي لكسوف الشمس وخسوف القمر ركعتين في كل ركعة قيامان يطيل القراءة فيهما وركوعان يطيل التسبيح فيهما دون السجود ويخطب بعدها خطبتين ويسر في كسوف الشمس ويجهر في خسوف القمر.

_Dan shalāt kusūf adalah sunnah muakkadah, maka apabila tertinggal tidak perlu mengqadha' atau menggantinya. Dan jumlah raka'at shalāt gerhana matahari (kusūf) dan gerhana bulan (khusūf) adalah 2 (dua) raka'at._

_⇒ Disetiap raka'at ada:_

_- 2 (dua)  kali berdiri yang panjang bacaannya._
_-2 (dan)  dua kali ruku' yang panjang dengan bacaan tasbih (selain sujud)._

_⇒ Kemudian setelah selesai shalāt, dilaksanakan khutbah dengan 2 (dua)  kali khutbah._

_√  Pada shalāt gerhana matahari dibaca dengan sirr (suara perlahan)_
_√  Pada shalāt gerhana bulan dibaca dengan jahr (suara keras)._

Shahābat Bimbingan Islām yang dirahmati Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Diantara shalāt yang disunnahkan adalah shalāt gerhana matahari yang disebut shalāt kusūf dengan huruf ك (kaf)  dan shalāt gerhana bulan atau shalāt khusūf dengan huruf خ (kha).

Hikmah disyariatkan shalāt kusūf dan khusūf, bahwasanya gerhana matahari maupun gerhana bulan adalah salah satu tanda kekuasaan Allāh untuk menakuti hamba-hamba-Nya agar mereka bertaubat kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Dan ketahuilah Allāh mampu untuk melakukan segala sesuatu yang Allāh kehendaki.

Oleh karena itu apabila seorang muslim manakala dia merasa takut kepada Allāh dan merasakan keagungan Allāh Subhānahu wa Ta'āla, maka semestinya dia untuk tunduk bersimpuh dihadapan Allāh Subhānahu wa Ta'āla.

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ جل وعلا يُخَوِّفُ بِهِمَا عِبَادَهُ، فَإِذَا كُسِفَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلَاةِ (رواه أبو داود)

_"Sesungguhnya tidaklah terjadi gerhana matahari atau bulan di karenakan kematian seseorang atau pun karena kelahiran orang tertentu, akan tetapi keduanya adalah salah satu tanda diantara tanda-tanda kekuasaan Allāh Jalla Wa 'Ala untuk menakuti hamba-hamba Nya, maka apabila telah kembali bersinar, apabila terjadi gerhana, sinarnya hilang maka  bersegeralah untuk melaksankan shalāt."_

(Hadīts shahīh riwayat Abū Dāwūd)

Demikian pula hadīts yang senada diriwayatkan Imām Bukhāri dan Muslim.

▪Hukum Shalāt Kusūf Dan Khusūf

Hukumnya adalah sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan, sebagaimana disebutkan oleh penulis  bahwa ini adalah pendapat dari madzhab Syāfi'i dan seluruh fuqaha.

▪ Waktu Shalāt Gerhana

Waktu shalāt gerhana adalah sejak mulai  gerhana sampai berakhirnya gerhana tersebut.

√ Shalāt tetap disempurnakan sampai selesai, walaupun seandainya gerhana telah selesai dan shalāt belum berakhir.

√ Seandainya shalāt telah selesai dan gerhana belum selesai maka tidak perlu mengulang kembali shalātnya.

Namun kaum muslimin dianjurkan untuk melanjutkan dengan berdzikir dan berdo'a dan beristighfār sampai gerhana tersebut selesai.

▪ Tata Cara Shalāt Kusūf dan Khusūf

Tata cara shalāt gerhana agak sedikit berbeda, karena disetiap raka'at ada 2 (dua) kali berdiri dengan membaca Al Fātihah dan surat dan ada 2 (dua) kali ruku'.

Adapun sujud maka sama dengan shalāt lainnya.

Secara ringkas tata cara shalātnya sebagai berikut :

→ Setelah takbiratul ihram membaca Al Fātihah dan surat yang panjang.
→ Ruku' (membaca tasbih dengan bacaan yang panjang).
→ Bangkit dari ruku' dan membaca rabbana wa lakal hamd.
→ Berdiri kembali dengan membaca Al Fātihah dan tambahan surat dari Al Qurān.
→ Kemudian ruku' lagi yang kedua dengan bacaan yang panjang.
→ Kemudian bangkit dari kedua ruku' (i'tidal).
→ Kemudian sujud.
→ Kemudian duduk diantara dua sujud.
→ Kemudian sujud kembali.
→ Kemudian  bangkit dari sujud untuk raka'at yang kedua.

⇒ Dan pada raka'at yang kedua dilakukan hal yang sama.

⇒ Pada raka'at kedua panjang bacaan tidak sepanjang seperti dalam raka'at pertama, begitu juga pada saat ruku' di raka'at kedua panjangnya tidak seperti di raka'at pertama.

→ Kemudian tasyahud lalu salam.

Hal ini berdasarkan hadīts dari 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā, dimana beliau menjelaskan: 

عنْ عَائِشَةَ –رضي الله عنها- أَنَّهَا قَالَتْ: «خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ فَصَلَّى رَسُولُ اللهِ بِالنَّاسِ، فَقَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ، ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ، ثُمَّ قَامَ فَأَطَالَ الْقِيَامَ وَهُوَ دُونَ الْقِيَامِ الْأَوَّلِ، ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوع الأَوَّلِ، ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ، ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ مَا فَعَلَ فِي الْأولَى، ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدِ انْجَلَتِ الشَّمْسُ، فَخَطَبَ النَّاسَ فَحَمِدَ الله وَأَثْنَى عَلَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: إنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللهِ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا الله وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا» (رواه البخاري).

_Dari 'Āisyah radhiyallāhu Ta'āla 'anhā  berkata:_

_Manakala terjadi gerhana dizaman Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam, maka beliau shalāt bersama orang-orang (berjama'ah), beliaupun berdiri dan memperlama bacaannya, kemudian ruku' dan memperlama bacaannya._

_Kemudian berdiri lagi dan memperlama bacaannya, namun tidak selama yang pertama, kemudian ruku' dan memperlama bacaannya namun tidak selama yang ruku' yang pertama._

_Kemudian sujud dan memperlama sujud, kemudian beliau melakukan hal yang sama pada raka'at kedua._

_Kemudian selesai shalāt dan matahari telah tampak kembali, kemudian beliau berkhutbah, beliau berkuthbah memuji Allāh Subhānahu wa Ta'āla kemudian berkata:_

_"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda diantara tanda kekuasaan Allāh, tidaklah terjadi gerhana dikarenakan matinya atau lahirnya seseorang, apabila kalian melihat itu (gerhana) maka berdoalah kepada Allāh, bertakbirlah, dan shalātlah kalian dan bersedekahlah."_

(Hadīts riwayat Bukhāri)

Oleh karena itu apabila terjadi gerhana bulan atau matahari, maka diseru  الصلاة جامعة (shalāt berjama'ah).

▪ Sunnah-sunnah sholat gerhana:

1. Sholat berjama'ah, namun apabila sendirian tetap sah.

2. Hendaknya di masjid, dan tidak mengapa para wanita untuk hadir mengikuti, namun di luar masjid pun tidak mengapa.

3. Memperlama sholat baik manakala berdiri, ruku’dan sujud selama gerhana, namun apabila telah terang atau hilang gerhana, bisa dipercepat.

4. Rakaat kedua lebih pendek dari rakaat yang pertama. Dan berdiri yang kedua lebih pendek dari pada yang pertama.

5. Membaca secara jahr (keras) baik pada shalat kusuf maupun shalat khusuf, ini adalah pendapat yang dirajihkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah.

Adapun pendapat Syafi'iyah sebagaimana disebutkan penulis di dalam matan Abu Suja', bahwasanya membaca sir (perlahan) pada shalat kusuf atau gerhana matahari.

6. Khutbah setelahnya dan mengingatkan manusia tentang kekuasaan Allāh, dan dorongan untuk berbuat keta'atan dan meninggalkan keburukan.

7. Memperbanyak berdo'a dan mohon ampun kepada Allāh.

8. Diperbolehkan mengangkat tangan pada saat berdoa, sebagaimana hadits Abdurrahman bin Samurah.
semoga bermanfaat. Wslm

Jumat, 26 Januari 2018

Bukan Ummat rosul

*10 GOLONGAN UMAT NABI MUHAMMAD SAW. TIDAK AKAN MASUK SURGA*

"Ada 10 golongan dari umatku tidak akan masuk surga"

Begitu mula mula Ibnu Abbas RA meriwayatkan sebuah hadist baginda nabi.

*"Siapa mereka ya Rasulullah?"*

1. Al Qalla,
2. Al Jayyuf,
3. Al Qattaf,
4. Ad Daibub,
5. Ad Dayyuts,
6. Shahibul 'Athabah,
7. Shahibul Kubah,
8. Al 'Utul,
9. Az Zanim, dan
10. Al aq liwalidaith.

*"Terangkanlah siapa saja mereka itu?"*

*Beliau menjawab.*

AL QALLA, *adalah manusia penjilat, mencari muka pada penguasa.*

AL JAYYUF, *adalah pencuri kain kafan kuburan.*

AL QATTAR, *adalah para pengadu "domba".*

AL DAIBUB, *adalah mucikari penjual perempuan sebagai pelacur.*

AD DAYYUTS, *adalah orang yang tidak cemburu melihat istri dan anak gadisnya bergaul dengan laki laki lain.*

SHAHIBUL "ATHABAH, *adalah para penabuh gendang besar.*

SHAHIBUL KUBAH, *adalah para penabuh gendang kecil.*

AL 'UTUL, *adalah Orang sombong yang tidak mau memberi maaf saudaranya yg meminta maaf.*

AZ ZANIM, *adalah para pengunjing orang yg suka duduk duduk di pinggir jalan.*

AL 'AQ LIWALIDAITH, *adalah pendurhaka pada orang tuanya.*

Muadz RA lantas bertanya,

*"Terangkan pada kami apa maksud dari ayat; "Pada hari ketika sangkakala ditiup, lalu kamu datang berbondong bondong"* (QS. An Naba (78) : 18)

*"Kau menanyakan perkara besar wahai sahabatku Muadz..."*

*"...kelak ummatku akan dikumpulkan terpisah 10 golongan. Mereka menampakan rupa sesuai amal perbuatannya di dunia. Ada yang bewujud...:"*

1. *KERA, mereka para pengadu domba manusia.*

2. *BABI, pemakan barang haram dan mencari rizki dengan cara haram.*

3. *Ada yang berjalan dengan KAKI DIATAS dengan MUKA terseret dibawah, merekalah pemakan RIBA.*

4. *BUTA dan BINGUNG, mereka manusia zalim dalam memutus hukum.*

5. *TULI, BISU dan GILA, mereka orang yg bangga dengan amal perbuatannya.*

6. *Ada yg lidahnya terjulur dan dikunyahnya sendiri hingga darah nanah mengalir dari mulutnya, merekalah para ALIM ULAMA yg perbuatannya bertolak belakang dengan ucapannya.*

7. *Ada yg tangan kakinya buntung, mereka orang yg suka menyakiti tetangganya.*

8. *Ada yg tersalip lempengan besi membara, merekalah orang yg suka melaporkan orang lain pada penguasa atas laporan palsu (kriminalisasi)*

9. *Ada yg tubuhnya busuk, orang yang tenggelam dengan syahwat mereka.*

10. *Ada yg berselimut aspal mendidih, merekalah orang sombong nan angkuh.*

(HR. Al Qurthubi dalam Nashaihul 'Ibad Syaikh Nawawi).

***

Mudah-mudahan kita bukan termasuk dalam golongan yg digambarkan baginda nabi SAW itu. Dan *senantiasa berdoa agar tidak terjebak masuk dalam kubangan dan lingkungan ahli maksiat yg menjerumuskan.*

"Allahumma akrim hajihil ummatul muhammadiyah bi jamiyli 'awaidika fiddarini ikromaa liman ja'altaha min ummatihi sollallahu 'alayhi wassalam"

"Ya Allah, muliakanlah umat Muhammad ini dengan indahnya pahala-Mu, baik di dunia maupun di akhirat, sebagai bentuk kemurahan-Mu bagi orang yang telah Engkau jadikan dia sebagai bagian dari umatnya"
Aamiin Allahumma, Aamiin

Rabu, 24 Januari 2018

Biodata 25 Nabi

BIODATA LENGKAP 25 NABI DAN RASUL

1. ADAM AS.
Nama: Adam As.
Usia: 930 tahun.
Periode sejarah: 5872-4942 SM.
Tempat turunnya di bumi: India, ada yang berpendapat di Jazirah Arab.
Jumlah keturunannya: 40 laki-laki dan perempuan.
Tempat wafat: India, ada yang berpendapat di Mekkah.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 25 kali.

2. IDRIS AS.
Nama: Idris/Akhnukh bin Yarid, nama Ibunya Asyut.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As.
Usia: 345 tahun di bumi.
Periode sejarah: 4533-4188 SM.
Tempat diutus: Irak Kuno (Babylon, Babilonia) dan Mesir (Memphis).
Tempat wafat: Allah mengangkatnya ke langit dan ke surga.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 2 kali.

3. NUH AS.
Nama: Nuh/Yasykur/Abdul Ghaffar bin Lamak.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As.
Usia: 950 tahun.
Periode sejarah: 3993-3043 SM.
Tempat diutus (lokasi): Selatan Irak.
Jumlah keturunannya: 4 putra (Sam, Ham, Yafits dan Kan’an).
Tempat wafat: Mekkah.
Sebutan kaumnya: Kaum Nuh.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 43 kali.

4. HUD AS.
Nama: Hud bin Abdullah.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Iram (Aram) ⇒ ‘Aush (‘Uks) ⇒ ‘Ad ⇒ al-Khulud ⇒ Rabah ⇒ Abdullah ⇒ Hud As.
Usia: 130 tahun.
Periode sejarah: 2450-2320 SM.
Tempat diutus: Al-Ahqaf (antara Yaman dan Oman).
Tempat wafat: Bagian Timur Hadhramaut Yaman.
Sebutan kaumnya: Kaum ‘Ad.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 7 kali.

5. SHALIH AS.
Nama: Shalih bin Ubaid.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Iram (Aram) ⇒ Amir ⇒ Tsamud ⇒ Hadzir ⇒ Ubaid ⇒ Masah ⇒ Asif ⇒ Ubaid ⇒ Shalih As.
Usia: 70 tahun.
Periode sejarah: 2150-2080 SM.
Tempat diutus: Daerah al-Hijr (Mada’in Shalih, antara Madinah dan Syria).
Tempat wafat: Mekkah.
Sebutan kaumnya: Kaum Tsamud.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 10 kali.

6. IBRAHIM AS.
Nama: Ibrahim bin Tarakh.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As.
Usia: 175 tahun.
Periode sejarah: 1997-1822 SM.
Tempat diutus: Ur, daerah selatan Babylon (Irak).
Jumlah keturunannya: 13 anak (termasuk Nabi Ismail As. dan Nabi Ishaq As.). Tempat wafat: Al-Khalil (Hebron, Palestina/Israel).
Sebutan kaumnya: Bangsa Kaldan.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 69 kali.

7. LUTH AS.
Nama: Luth bin Haran.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Haran ⇒ Luth As.
Usia: 80 tahun.
Periode sejarah: 1950-1870 SM.
Tempat diutus: Sodom dan Amurah (Laut Mati atau Danau Luth).
Jumlah keturunannya: 2 putri (Ratsiya dan Za’rita).
Tempat wafat: Desa Shafrah di Syam (Syria).
Sebutan kaumnya: Kaum Luth.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 27 kali.

8. ISMAIL AS.
Nama: Ismail bin Ibrahim.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ismail As.
Usia: 137 tahun.
Periode sejarah: 1911-1774 SM.
Tempat diutus: Mekah.
Jumlah keturunannya: 12 anak.
Tempat wafat: Mekkah.
Sebutan kaumnya: Amaliq dan Kabilah Yaman.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 12 kali.

9. ISHAQ AS.
Nama: Ishaq bin Ibrahim.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As.
Usia: 180 tahun.
Periode sejarah: 1897-1717 SM.
Tempat diutus: Kota al-Khalil (Hebron) di daerah Kan’an (Kana’an).
Jumlah keturunannya: 2 anak (termasuk Nabi Ya’qub As./Israel).
Tempat wafat: Al-Khalil (Hebron).
Sebutan kaumnya: Bangsa Kan’an.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 17 kali.

10. YA’QUB AS.
Nama: Ya’qub/Israel bin Ishaq.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As.
Usia: 147 tahun.
Periode sejarah: 1837-1690 SM.
Tempat diutus: Syam (Syria).
Jumlah keturunannya: 12 anak laki-laki (Rubin, Simeon, Lewi, Yahuda, Dan, Naftali, Gad, Asyir, Isakhar, Zebulaon, Yusuf dan Benyamin) dan 2 anak perempuan (Dina dan Yathirah).
Tempat wafat: Al-Khalil (Hebron), Palestina.
Sebutan kaumnya: Bangsa Kan’an.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 18 kali.

11. YUSUF AS.
Nama: Yusuf bin Ya’qub.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Yusuf As.
Usia: 110 tahun.
Periode sejarah: 1745-1635 SM.
Tempat diutus: Mesir.
Jumlah keturunannya: 3 anak; 2 laki-laki dan 1 perempuan.
Tempat wafat: Nablus.
Sebutan kaumnya: Heksos dan Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 58 kali.

12. AYYUB AS.
Nama: Ayyub bin Amush.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ al-‘Aish ⇒ Rum ⇒ Tawakh ⇒ Amush ⇒ Ayub As.
Usia: 120 tahun.
Periode sejarah: 1540-1420 SM.
Tempat diutus: Dataran Hauran.
Jumlah keturunannya: 26 anak.
Tempat wafat: Dataran Hauran.
Sebutan kaumnya: Bangsa Arami dan Amori, di daerah Syria dan Yordania.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 4 kali.

13. SYU’AIB AS.
Nama: Syu’aib bin Mikail.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Madyan ⇒ Yasyjur ⇒ Mikail ⇒ Syu’aib As.
Usia: 110 tahun.
Periode sejarah: 1600-1490 SM.
Tempat diutus: Madyan (pesisir Laut Merah di tenggara Gunung Sinai).
Jumlah keturunannya: 2 anak perempuan.
Tempat wafat: Yordania.
Sebutan kaumnya: Madyan dan Ash-habul Aikah.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 11 kali.

14. MUSA AS.
Nama: Musa bin Imran, nama Ibunya Yukabad atau Yuhanaz Bilzal.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matisyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Lawi ⇒ Azar ⇒ Qahats ⇒ Imran ⇒ Musa As.
Usia: 120 tahun.
Periode sejarah: 1527-1407 SM.
Tempat diutus: Sinai di Mesir.
Jumlah keturunannya: 2 anak, Azir dan Jarsyun, dari istrinya bernama Shafura binti Syu’aib As.
Tempat wafat: Gunung Nebu (Bukit Nabu’) di Jordania (sekarang).
Sebutan kaumnya: Bani Israel dan Fir’aun (gelar raja Mesir).
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 136 kali.

15. HARUN AS.
Nama: Harun bin Imran, istrinya bernama Ayariha.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Lawi ⇒ Azar ⇒ Qahats ⇒ Imran ⇒ Harun As.
Usia: 123 tahun.
Periode sejarah: 1531-1408 SM.
Tempat diutus: Sinai di Mesir.
Tempat wafat: Gunung Nebu (Bukit Nabu’) di Jordania (sekarang).
Sebutan kaumnya: Bani Israel dan Fir’aun (gelar raja Mesir).
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 20 kali.

16. DZULKIFLI AS.
Nama: Dzulkifli/Bisyr/Basyar bin Ayyub.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ al-‘Aish ⇒ Rum ⇒ Tawakh ⇒ Amush ⇒ Ayyub As. ⇒ Dzulkifli As.
Usia: 75 tahun.
Periode sejarah: 1500-1425 SM.
Tempat diutus: Damaskus dan sekitarnya.
Tempat wafat: Damaskus.
Sebutan kaumnya: Bangsa Arami dan Amori (Kaum Rom), Syria dan Yordania.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 2 kali.

17. DAUD AS.
Nama: Daud bin Isya.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu’az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud As.
Usia: 100 tahun.
Periode sejarah: 1063-963 SM.
Tempat diutus: Palestina (dan Israel).
Jumlah keturunannya: 1 anak, Sulaiman As.
Tempat wafat: Baitul Maqdis (Yerusalem).
Sebutan kaumnya: Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 18 kali.

18. SULAIMAN AS.
Nama: Sulaiman bin Daud.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matisyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu’az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud As. ⇒ Sulaiman As.
Usia: 66 tahun.
Periode sejarah: 989-923 SM.
Tempat diutus: Palestina (dan Israel).
Jumlah keturunannya: 1 anak, Rahab’an.
Tempat wafat: Baitul Maqdis (Yerusalem).
Sebutan kaumnya: Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 21 kali.

19. ILYAS AS.
Nama: Ilyas bin Yasin.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Lawi ⇒ Azar ⇒ Qahats ⇒ Imran ⇒ Harun As. ⇒ Alzar ⇒ Fanhash ⇒ Yasin ⇒ Ilyas As.
Usia: 60 tahun di bumi.
Periode sejarah: 910-850 SM.
Tempat diutus: Ba’labak (Lebanon).
Tempat wafat: Diangkat Allah ke langit.
Sebutan kaumnya: Bangsa Fenisia.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 4 kali.

20. ILYASA’ AS.
Nama: Ilyasa’ bin Akhthub.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Yusuf As. ⇒ Ifrayim ⇒ Syutlim ⇒ Akhthub ⇒ Ilyasa’ As.
Usia: 90 tahun.
Periode sejarah: 885-795 SM.
Tempat diutus: Jaubar, Damaskus.
Tempat wafat: Palestina.
Sebutan kaumnya: Bangsa Arami dan Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 2 kali.

21. YUNUS AS.
Nama: Yunus/Yunan/Dzan Nun bin Matta binti Abumatta, Matta adalah nama Ibunya. (Catatan: Tidak ada dari para nabi yang dinasabkan ke Ibunya kecuali Yunus dan Isa As.).
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Ya’qub As. ⇒ Yusuf As. ⇒ Bunyamin ⇒ Abumatta ⇒ Matta ⇒ Yunus As.
Usia: 70 tahun.
Periode sejarah: 820-750 SM.
Tempat diutus: Ninawa, Irak.
Tempat wafat: Ninawa, Irak.
Sebutan kaumnya: Bangsa Asyiria, di utara Irak.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 5 kali.

22. ZAKARIYA AS.
Nama: Zakariya bin Dan.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu’az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud As. ⇒ Sulaiman As. ⇒ Rahab’am ⇒ Aynaman ⇒ Yahfayath ⇒ Syalum ⇒ Nahur ⇒ Bal’athah ⇒ Barkhiya ⇒ Shiddiqah ⇒ Muslim ⇒ Sulaiman ⇒ Daud ⇒ Hasyban ⇒ Shaduq ⇒ Muslim ⇒ Dan ⇒ Zakariya As.
Usia: 122 tahun.
Periode sejarah: 91 SM-31 M.
Tempat diutus: Palestina.
Jumlah keturunannya: 1 anak.
Tempat wafat: Halab (Aleppo).
Sebutan kaumnya: Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 12 kali.

23. YAHYA AS.
Nama: Yahya bin Zakariya.
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu’az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud As. ⇒ Sulaiman As. ⇒ Rahab’am ⇒ Aynaman ⇒ Yahfayath ⇒ Syalum ⇒ Nahur ⇒ Bal’athah ⇒ Barkhiya ⇒ Shiddiqah ⇒ Muslim ⇒ Sulaiman ⇒ Daud ⇒ Hasyban ⇒ Shaduq ⇒ Muslim ⇒ Dan ⇒ Zakariya As. ⇒ Yahya As.
Usia: 32 tahun.
Periode sejarah: 1 SM-31 M.
Tempat diutus: Palestina.
Tempat wafat: Damaskus.
Sebutan kaumnya: Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 5 kali.

24. ISA AS.
Nama: Isa bin Maryam binti Imran. (Catatan: Tidak ada dari para nabi yang dinasabkan ke Ibunya kecuali Yunus dan Isa As.).
Garis Keturunan: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ishaq As. ⇒ Yahudza ⇒ Farish ⇒ Hashrun ⇒ Aram ⇒ Aminadab ⇒ Hasyun ⇒ Salmun ⇒ Bu’az ⇒ Uwaibid ⇒ Isya ⇒ Daud As. ⇒ Sulaiman As. ⇒ Rahab’am ⇒ Radim ⇒ Yahusafat ⇒ Barid ⇒ Nausa ⇒ Nawas ⇒ Amsaya ⇒ Izazaya ⇒ Au’am ⇒ Ahrif ⇒ Hizkil ⇒ Misyam ⇒ Amur ⇒ Sahim ⇒ Imran ⇒ Maryam ⇒ Isa As.
Usia: 33 tahun di bumi.
Periode sejarah: 1 SM-32 M.
Tempat diutus: Palestina.
Tempat wafat: Diangkat oleh Allah ke langit.
Sebutan kaumnya: Bani Israel.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 21 kali, sebutan al-Masih sebanyak 11 kali, dan sebutan Ibnu (Putra) Maryam sebanyak 23 kali.

25. MUHAMMAD SAW.
Nama: Muhammad bin Abdullah.
Garis Keturunan Ayah: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ismail As. ⇒ Nabit ⇒ Yasyjub ⇒ Ya’rub ⇒ Tairah ⇒ Nahur ⇒ Muqawwim ⇒ Udad ⇒ Adnan ⇒ Ma’ad ⇒ Nizar ⇒ Mudhar ⇒ Ilyas ⇒ Mudrikah ⇒ Khuzaimah ⇒ Kinanah ⇒ an-Nadhar ⇒ Malik ⇒ Quraisy (Fihr) ⇒ Ghalib ⇒ Lu’ay ⇒ Ka’ab ⇒ Murrah ⇒ Kilab ⇒ Qushay ⇒ Zuhrah ⇒ Abdu Manaf ⇒ Hasyim ⇒ Abdul Muthalib ⇒ Abdullah ⇒ Muhammad Saw.
Garis Keturunan Ibu: Adam As. ⇒ Syits ⇒ Anusy ⇒ Qinan ⇒ Mihlail ⇒ Yarid ⇒ Idris As. ⇒ Matusyalih ⇒ Lamak ⇒ Nuh As. ⇒ Sam ⇒ Arfakhsyad ⇒ Syalih ⇒ Abir ⇒ Falij ⇒ Ra’u ⇒ Saruj ⇒ Nahur ⇒ Tarakh ⇒ Ibrahim As. ⇒ Ismail As. ⇒ Nabit ⇒ Yasyjub ⇒ Ya’rub ⇒ Tairah ⇒ Nahur ⇒ Muqawwim ⇒ Udad ⇒ Adnan ⇒ Ma’ad ⇒ Nizar ⇒ Mudhar ⇒ Ilyas ⇒ Mudrikah ⇒ Khuzaimah ⇒ Kinanah ⇒ an-Nadhar ⇒ Malik ⇒ Quraisy (Fihr) ⇒ Ghalib ⇒ Lu’ay ⇒ Ka’ab ⇒ Murrah ⇒ Kilab ⇒ Qushay ⇒ Zuhrah ⇒ Abdu Manaf ⇒ Wahab ⇒ Aminah ⇒ Muhammad Saw.
Usia: 63 tahun.
Periode sejarah: 570-632 M.
Tempat diutus: Mekkah.
Jumlah keturunannya: 7 anak; 3 laki-laki Qasim, Abdullah dan Ibrahim, dan 4 perempuan Zainab, Ruqayyah, Ummi Kultsum dan Fatimah az-Zahra.
Tempat wafat: Madinah.
Sebutan kaumnya: Bangsa Arab.
Al-Quran menyebutkan namanya sebanyak: 25 kali.

(Disarikan dari: Qashash al-Anbiya' Ibn Katsir, Badai' az-Zuhur Imam as-Suyuthi dan selainnya)                 semoga bermanfaat, Aamiiiinnn ya robbal alamin