Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Sabtu, 23 Februari 2019

Bahas Politik dimasjid

Bahas Politik di Masjid

Akhir-akhir ini, politik dan masjid ramai dibicarakan.
Berawal dari munculnya gerakan Antipolitisasi Masjid yang dikoordinatori oleh Silvester Matutina.
Sebagian orang memahami gerakan ini dengan pelarangan membicarakan politik di masjid. Bahkan,
Menteri Agama juga memberikan pernyataan larangan berpolitik di rumah ibadah.

Isu ini direspon oleh kalangan umat Islam bahwa ini adalah himbauan kontra kebaikan, sebagian lain meresponnya dengan penolakan keras bahwa larangan politik di masjid merupakan pengamputasian terhadap salah satu unsur Islam yang penting, yaitu Politik Islam (Siyasah Syar’iyyah).

Isu ini selain memecah belah umat, minimal membuat umat bertanya-tanya, apakah masjid dan politik merupakan sesuatu yang bertolak belakang (paradoksial)?

Kegiatan Politik Rasulullah SAW di Masjid

Untuk menjawab kebingungan umat ini, ada perlunya kita melihat terlebih dahulu bagaimana masjid difungsikan di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ada beberapa hadist nabi yang menunjukkan kegiatan politik Rasulullah dan para sahabat di masjid, diantaranya :

Masjid Untuk Menahan Tawanan

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah menahan tawanan perang dekat masjid. Hal ini bertujuan untuk menjadi pelajaran kaum muslimin yang akan melakukan shalat. Sebagaimana dalam kisah Tsumâmah bin Utsâl Radhiyallahu ‘anhu :

عن أَبَي هُرَيْرَةَ قَالَ بَعَثَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْلًا قِبَلَ نَجْدٍ فَجَاءَتْ بِرَجُلٍ مِنْ بَنِي حَنِيفَةَ يُقَالُ لَهُ ثُمَامَةُ بْنُ أُثَالٍ فَرَبَطُوهُ بِسَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجَ إِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَطْلِقُوا ثُمَامَةَ فَانْطَلَقَ إِلَى نَخْلٍ قَرِيبٍ مِنْ الْمَسْجِدِ فَاغْتَسَلَ ثُمَّ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَقَالَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ الله

“Dari Abu Hurairah  berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengirim pasukan berkuda mendatangi Najed, pasukan itu lalu kembali dengan membawa seorang laki-laki dari bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal. Mereka kemudian mengikat laki-laki itu di salah satu tiang masjid. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam  lalu keluar menemuinya dan bersabda: “Lepaskanlah Tsumamah.” Tsumamah kemudian masuk ke kebun kurma dekat Masjid untuk mandi. Setelah itu ia kembali masuk ke Masjid dan mengucapkan, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selian Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 442)

BACA JUGA  Pro Kontra Qunut Subuh dan Sikap Bijak Para Ulama
Masjid Sebagai Tempat Bertemu Utusan Negara

Penulis atlas sejarah nabi dan rasul , Sami bin Abdullah Al-Magluts, menyebutkan dalam salah satu buku atlasnya bahwa salah satu tiang Masjid Nabawi dinamakan dengan Tiang Duta dikarenakan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa menemui utusan negara lain di sana.

أسطوانة الوفود : وهي ملاصقة لشباك الحجرة الشريفة، سميت بذالك لأن النبي صلى الله عليه وسلم كان يجلس عندها لوفيد العرب القادمة عليه.

“Tiang Duta/Utusan : Posisinya menempel dengan jendela kamar Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dinamakan demikian karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa menggunakannya sebagai  tempat pertemuan ketika ada Duta/utusan bangsa Arab yang datang kepadanya.” (Al-Maghluts, Atlas Al-Hajj wal Umrah, hlm. 247)

Masjid Sebagai Sumber Kebijakan

Rasulullah SAW menjadikan masjid sebagai sentra kegiatan kaum muslimin. Dari masjidlah Nabi Muhammad SAW mendelegasikan Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al-Asy’ari untuk berdakwah ke Yaman.

Masjid juga menjadi tempat berunding Rasul dan para sahabatnya ketika ada permasalahan. Sebut saja ketika perang Khondaq dan beberapa perang lainnya, strategi dan pemberangkatan pasukan dimulai dari masjid.

Melaksanakan Hudud di Lingkungan Masjid

Fungsi lainnya dari masjid adalah sebagai tempat menyelsaikan pelanggaran-pelanggaran hukum dan perkara lainnya. Sebut saja kisah Ma’iz yang berzina kemudian datang kepada Nabi untuk bertaubat.

Begitu juga kisahnya Hilal bin Umayyah yang melakukan Li’an (bersumpah 4 kali telah melihat istrinya berzina) dengan istrinya. Proses li’an tersbut terjadi di masjid.

Disebutkan dalam Shahih Bukhari tentang hukum rajam bagi dua orang Yahudi, “Sesungguhnya orang-orang Yahudi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah berzina. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada mereka: ‘Apa yang kalian lakukan kepada orang yang berzina? ‘ Mereka menjawab; ‘Kami mencoret-coret wajah keduanya dengan warna hitam dan memukulnya.

BACA JUGA  Aksi Damai Peringatan 8 Tahun Arab Spring di Maroko Ditanggapi Represif
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Apakah kalian tidak menemukan hukuman rajam di dalam Taurat? Mereka menjawab; ‘Kami tidak mendapatkannya sedikit pun. Maka Abdullah bin Salam berkata kepada mereka; ‘Kalian telah berdusta, datangkanlah Taurat kalian dan bacalah jika kalian orang-orang yang jujur.’

Maka mereka pun meletakan kitab yang mereka pelajari dan di antara mereka ada yang menutupinya dengan tangan pada ayat rajam, dengan cepat dia membaca apa yang ada disamping kanan kirinya tanpa membaca ayat rajam. Abdullah Salam pun segera menyingkirkan tangannya, seraya berkata; ‘Apa ini? ‘ Tatkala mereka melihat hal itu, mereka menjawab; ‘ini adalah ayat rajam.’

فَرُجِمَا قَرِيبًا مِنْ حَيْثُ مَوْضِعُ الْجَنَائِزِ عِنْدَ الْمَسْجِدِ فَرَأَيْتُ صَاحِبَهَا يَحْنِي عَلَيْهَا يَقِيهَا الْحِجَارَةَ

“Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh untuk merajam keduanya di dekat kuburan samping masjid. Kata Abdullah; ‘Aku melihat lelakinya melindungi dan menutupi wanitanya dari lemparan batu dengan cara membungkukkan badannya.’” (Hr. al-Bukhari no. 4190)

Kebiasaan Nabi mengurusi umat Islam di masjid ini diteruskan oleh generasi setelahnya, yaitu Ali bin Abi Thalib yang saat menjadi Khalifah mengurusi urusan Umat di Masjid.

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّهُ صَلَّى الظُّهْرَ، ثُمَّ قَعَدَ فِي حَوَائِجِ النَّاسِ فِي رَحَبَةِ الكُوفَةِ، حَتَّى حَضَرَتْ صَلاَةُ العَصْرِ

“Ali mendirikan shalat Dzuhur dan kemudian duduk di halaman masjid di Kufah untuk mengurusi masalah-masalah umat sampai tiba waktu Ashar”. (Hr. Bukhari no. 5616)

Jika kita mengkaji siroh Rasulullah SAW secara utuh, terlebih pasca berdirinya negara Madinah, kita akan mendapati fakta bahwa masjid dijadikan oleh Rasulullah SAW sebagai sentra kegiatan umat Islam, termasuk di dalamnya mengurusi urusan politik. sehingga menyuruh umat Islam untuk tidak berbicara politik di masjid sama saja dengan menyuruh mereka untuk meninggalkan teladan dari junjungan mereka. 

Wallahu A’lamu bissowab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar