Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Selasa, 26 November 2019

HUKUM MEMASAK DENGAN BIO GAS

HUKUM MEMASAK DENGAN BIO GAS/gas dari sepiteng.

PERTANYAAN :
Assalamu'alaikum, saya mau nanya, apa hukumnya memasak, merebus air dengan menggunakan biogas yang mana bahan dasarnya dari kotoran binatang ternak atau manusia yang difermentasi menjadi uap gas, padahal bahan dasar tersebut najis,...

JAWABAN :

Wa'alaikumsalam. Hukum asapnya biogas bila memang itu terbuat dari kotoran, tetap najis. Hanya saja karena memasaknya tidak secara langsung maka tidak masalah, bahkan dalam kitab Bughyah andai lansungpun bisa suci hanya dengan membasuh dhohirnya meskipun rasa kotoran tersebut masih terasa pada makanannya.
Wallohu a'lam.

- Tuhfah AlMuhtaaj I/247 :

ومن المحكوم بنجاسته البخار الخارج من النجاسة المتصاعد عنها بواسطة نار ، إذ هو من أجزائها تفصله النار منها لقوتها لأنه رماد منتشر لكن يعفى عن قليله ، وشمل ذلك دخان الند المعجون بالخمر وإن جاز التبخر به لأن المتنجس هنا كالنجس ، وما لو انفصل دخان من لهب شمعة وقودها نجس أو من دخان خمر أغليت ولم يبق فيها شدة مطربة لنجاسة عينها ، أو من دخان حطب أوقد بعد تنجسه بنحو بول .

- Hasyiyah jamal alaa almanhaj I/522 :

ودخان انفصل من لهيب شمعة وقودها نجس

- Bughyah I/34 :

مسألة : ي) : لحم عليه دم غير معفوّ عنه ذر عليه ملح فتشربها طهر بإزالة الدم ، وإن بقي طعم الملح كحب أو لحم طبخ ببول فيكفي غسل ظاهره ، وإن بقي طعم البول بباطنه إذ تشرب ما ذكر كتشرب المسام ، كما في التحفة

والله اعلم بالصواب

Hukum menjual pupuk dari kotoran

HUKUM MENJUAL PUPUK DARI KOTORAN

JAWABAN :
Wa'alaikum salam wr.wb. Barang najis secara otomatis tidak sah dan harom bila diperjual belikan, namun akan terhindar dari hukum haram jika dengan cara perpindahan kekuasan dari pemilik pada penerima (naqlul yad, نقل اليد).
سؤال : ماحكم بيع الاشياء النجسة كالسرجين ونحوه الجواب والله الموفق للصواب أن الاشياء النجسة كالسرجين وغيره مما ينتفع به ولو بعد تطهيره كجلدالميتة قبل الدبغ لاتسمى مملوكة وانما يكون فيها لمن هي في يده نوع اختصاص فلا يجوز بيعها لان شرط المبيع ان يكون طاهرا ولكن يجوز التنازل عن الاختصاص على شيء معلوم كان يقول من هي في يده لآخر نزلت لك عن اختصاص عن هذا السرجين او عن جلد الميتة او عن كلب الصيد مثلا على كذا وكذا فيقول قبلت ولايجوز بلفظ البيع( فتاوى اسماعيل الزين ص128
Tidak sah jual beli barang-barang najis walaupun barang najis tersebut bisa dimumkinkan menjadi suci
قوله ولا يصح بيع عين نجسة اى سواء كان امكن تطهيرها بالاستحالة كالخمر وجلد الميتة ام لا كالسرجين او كلب و لومعلما
الباجورى ١/٣٥٦
"Tidak sah jual beli barang-barang najis meskipun memumkinkan menjadi sucinya barang-barang itu karena berubah ujud seperti arak,kulit bangkai.atau tidak bisa suci sama sekali seperti jual beli pupuk dan anjing walaupun jinak".
Hanya saja mengikat pupuk misal kotoran kambing bnyk manfaatnyd terutama dalam pertanian, maka bagi yang memerlukan bisa memilikinya dengan akad naqlul yad (pemindahan kekuasaan memiliki). Naqlul yad tidak termasuk jual beli karena di dalamnya tidak terdapat akad jual beli. Misalnya..
A : pak,punya pupuk?
B : punya..
A : aku butuh satu sak, berapa ?
B : aku gugurkan hak milik kotoran kambing ini Rp.20.000,-
A : ya, aku terima
و يجوز نقل اليد عن النجس بالدراهم كما في النزول عن الوظائف و طريقه ان يقول المستحق له اسقطت حقي من هذا بكذا فيقول الاخر قبلت
البجورى ١/٣٥٦

PENDAPAT TENTANG HUKUM MENJUAL KOTORAN

Alhamdulillah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.

Saudara Risdy, semoga Allah senantiasa melimpahkan kerahmatan dan hidayah-Nya kepada anda dan keluarga.

Permasalahan yang saudara pertanyakan, yaitu menjual-belikan kotoran binatang, secara global dipengaruhi oleh permasalahan lain.

Permasalahan itu ialah: apakah kotoran binatang itu najis atau suci?

Pendapat pertama: Kebanyakan dari ulama’ yang menyatakan bahwa kotoran binatang itu najis, menyatakan bahwa haram menjual belikannya. Diantara dalil yang mendasari pendapat ini ialah hadits berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رضي الله عنه قَالَ أَتَى النَّبِىُّ صلى الله عليه و سلم الْغَائِطَ ، فَأَمَرَنِى أَنْ آتِيَهُ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ ، فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ ، وَالْتَمَسْتُ الثَّالِثَ فَلَمْ أَجِدْهُ ، فَأَخَذْتُ رَوْثَةً ، فَأَتَيْتُهُ بِهَا ، فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ وَقَالَ : هَذَا رِكْسٌ . رواه البخاري وأحمد والترمذي

Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, ia mengisahkan: Pada suatu waktu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar untuk buang hajat, dan beliau memerintahku untuk mengambilkan tiga bebatuan. Selanjutnya aku hanya mendapatkan dua batu, dan ketika aku mencari batu ketiga, aku tidak mendapatkannya, sehingga akupun mengambil sepotong kotoran hewan yang telah kering. Tanpa menunggu lebih lama, aku segera membawanya kepada beliau. Dan ternyata beliau hanya mengambil kedua batu dan mencampakkan kotoran hewan itu, dan beliau bersabda: “Sesungguhnya kotoran itu adalah najis.” (Riwayat Bukhari, Ahmad, & At Tirmizy)

Dan disebutkan pada riwayat Ibnu Khuzaimah bahwa kotoran yang dibawa oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud itu adalah kotoran keledai jinak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kotoran keledai jinak adalah najis. Dan dengan dalil qiyas, para ulama’ menyamakan kotoran anjing babi dengan kotoran keledai jinak, dengan alasan sama-sama binatang yang dagingnya haram untuk dimakan.

Bila telah diketahui bahwa kotoran binatang jenis ini adalah najis, maka haram menjual-belikan barang najis. Yang demikian itu karena Nabi telah bersabda:

إن الله عز وجل ورسوله، حرما بيع الخمر والميتة والخنزير والأصنام. فقيل: يا رسول الله، أرأيت شحوم الميتة، فإنه يطلى بها السفن، ويدهن بها الجلود، ويستصبح بها الناس؟ قال: لا، هو حرام. ثم قال رسول الله صلى الله عليه و سلم عند ذلك: قاتل الله اليهود، إن الله حرم عليهم الشحوم، فأجملوه، ثم باعوه، فأكلوا ثمنه. خرجه البخاري ومسلم

“Sesungguhnya Allah Azza Wa jalla dan Rasul-Nya, telah mengharamkan jual-beli khamer, bangkai, khinzir (babi) dan berhala (patung)” Lalu dikatakan kepada beliau: “Ya, Rasulullah, bagaimanakan halnya dengan lemak bangkai, karena ia digunakan untuk melumasi perahu, dan meminyaki (melumuri) kulit, juga digunakan untuk bahan bakar lentera?” Beliaupun menjawab: “Tidak, itu (menjual lemak bangkai) adalah haram.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi, sesungguhnya tatkala Allah mengharamkan atas mereka untuk memakan lemak binatang, merekapun mencairkannya, kemudian menjualnya, dan akhirnya mereka memakan hasil penjualan itu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

Dan pada hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن الله إذا حرم شيئا حرم ثمنه

“Sesungguhnya Allah bila telah mengharamkan sesuatu, pasti Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (Riwayat Imam Ahmad, Al Bukhary dalam kitab At Tarikh Al Kabir, Abu Dawud, Ibnu Hibban, At Thabrany, dan Al Baihaqy dari sahabat Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu. Dan hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zadul Ma’ad 5/746)

Pendapat ini adalah pendapat yang dianut oleh mazhab Maliky, As Syafi’i, dan Hambali.

Pendapat kedua: Halal menjual-belikan kotoran hewan.
Pendapat ini adalah pendapat yang dianut oleh mazhab Hanafi, dan juga ulama-‘ulama’ yang menyatakan bahwa kotoran binatang ternak yang dagingnya halal dimakan, adalah suci dan tidak najis.

Mereka berdalilkan dengan perbuatan masyarakat muslim di sepanjang sejarah yang senantiasa memperjual-belikan kotoran binatang, tanpa ada yang mengingkarinya. Dengan demikian, perbuatan umat islam sepanjang sejarah ini dapat dianggap sebagai ijma’ atau konsensus.

Dan menurut hemat saya, pendapat kedua inilah yang lebih kuat, yang demikian itu dikarenakan beberapa alasan berikut:

Alasan pertama: Penjualan kotoran binatang iuni telah dilakukan oleh umat Islam sejak zaman dahulu tanpa ada yang mengingkarinya. Sampaipun yang orang-orang yang mengharamkannyapun tidak luput dari perbuatan ini. Walaupun mereka berupaya memanipulasi proses penjualannya dengan menyebutnya sebagai uang ganti lelah ngangkut atau sebagai hibah untuk makanan hewan ternak atau sebutan serupa. Akan tetapi sebenarnya inti dari perbuatannya itu adalah barter kotoran ternak dengan uang atau yang serupa.

Alasan kedua: Kotoran binatang ternak yang dagingnya halal dimakan ialah suci, dan bukan najis. Dengan demikian alasan dan dalil ulama’ kelompok pertama secara otomatis tidak berlaku di sini. Hadits berikut adalah dalil nyata yang menunjukkan bahwa kotoran hewan ternak yang dagingnya hal dimakan ialah suci:

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى قَبْلَ أَنْ يُبْنَى الْمَسْجِدُ فِى مَرَابِضِ الْغَنَمِ . متفق عليه

“Dahulu sebelum dibangun masjid nabawi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendirikan sholat di kandang kambing.” (Muttafaqun ‘alaih)

Sudah barang tentu, kandang kambing tidak luput dari kotoran dan kencing kambing. Andailah kotoran kambing dan hewan ternak serupa najis, maka mana mungkin beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendirikan sholat di dalamnya.

Pemahaman terhadap hadits ini juga dikuatkan oleh pemahaman terhadap hadits berikut:

قَدِمَ أُنَاسٌ مِنْ عُكْلٍ أَوْ عُرَيْنَةَ ، فَاجْتَوَوُا الْمَدِينَةَ ، فَأَمَرَهُمُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِلِقَاحٍ ، وَأَنْ يَشْرَبُوا مِنْ أَبْوَالِهَا وَأَلْبَانِهَا. متفق عليه

“Beberapa orang dari kabilah ‘Ukel dan Urainah singgah di kota Madinah, tidak berapa lama perut mereka menjadi kembung dan bengkak karena tak tahan dengan cuaca Madinah. Menyaksikan tamunya mengalami hal itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk mendatangi onta-onta milik Nabi yang digembalakan di luar kota Madinah, lalu minum dari air kencing dan susu onta-onta tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih)

Andai air seni onta najis, maka mana mungkin beliau memerintahkan tamunya untuk berobat dengan meminumnya.

Alasan ketiga: Berdasarkan hukum asal. Para ulama’ telah menegaskan bahwa hukum asal jual-beli barang yang berguna adalah halal, selain yang nyata-nyata diharamkan dalam dalil yang shahih lagi tegas. Dan kotoran ternak adalah salah satu barang yang berguna dan tidak ada dalil yang shahih lagi tegas yang mengharamkan perjualannya.

Demikian yang dapat saya rangkumkan dari hukum permasalahn ini, semoga bermanfaat bagi kita semua. Wallahu a’alam bisshowab.
Wallohu a'lam.

Jumat, 22 November 2019

Tanda Mu'min Sholih

Tanda mu'min sholih

من علامات المؤمن الصالح

1.السمت الحسن: وصف الله سبحانه وتعالى عباده الصالحين في كتابه العزيز بالسمت الحسن في قوله تعالى: (سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ) [محمد:29]، وتكلم المفسرون كثيراً في تفسير تلك الآيات، واستدلوا على المعنى الحقيقي لها، والذي لا يشير بالضرورة إلى ذلك الأثر المادي الحسي الذي يظهر على جبين المسلم الصالح نتيجة كثرة العبادة والصلوات، وأكدوا على أنّ معناه نور الله الذي يؤتيه لعباده، والذي يظهر على جباه المصلين من أثر الخضوع والخشوع الصادق لله تعالى، وسئل أحد الصالحين يوماً:ما بال المتهجدين أحسن الناس وجوهاً، فقال:لأنهم خلوا بالرحمن فألبسهم نوراً من نوره.

2.حب الله تعالى ورسوله وحب الإسلام والمسلمين: من علامات المؤمن الصالح أنه يحب ربه، ويحب نبيه محمد عليه الصلاة والسلام حباً يطغى على حب ما سواهما، كما أنك تراه يحب إخوانه في العقيدة، وبخاصة الملتزمين بدينهم حباً في الله تعالى.
الوقوف عند حدود الله تعالى: المؤمن الصالح وقاف عند حدود الله؛ يلتزم بها ولا يتجاوزها، كما أنه يرضى بحكم الله تعالى ولو كان على نفسه أو أقربائه.

3.شهادة الناس له بالتقوى والصلاح: على الرغم من أنّ معايير الناس في الحكم على الأشخاص تختلف من زمانٍ إلى آخر، إلا أنه غالباً ما تكون شهادة الناس بصلاح إنسان صحيحة، فالصادق في تعامله مع الناس يعرف بذلك ويشتهر، وفي الحديث الصحيح عن الرسول عليه الصلاة والسلام:(... أنتم شهداءُ اللهِ في الأرضِ) [صحيح مسلم].

4.الصبر عند الشدائد والشكر عند المسرات: إذا أصاب المؤمن الصالح ابتلاء، أو وقع في شدة، لجأ إلى ربه عز وجل، وصبر على ذلك، وفي السراء لا ينسى شكر الله تعالى على نعمه.

5.الاجتهاد في العبادة والعزيمة في الرشد: المسلم الصالح مجتهدٌ في عبادته، يبتغي القرب من ربه من خلال التنفل والزيادة، كما أنه صاحب عزيمة في كل أمر فيه رشدٌ وصلاح.

6.الإخلاص لله تعالى: المسلم الصالح إذا عمل عملاً صالحاً، أو أنفق في سبيل الله رأيته يخفي ذلك العمل عن أعين الناس؛ حتى لا يحمد على ذلك، أو يتسلل الرياء إلى قلبه فيحبط عمله.

Selasa, 19 November 2019

Dosa RIBA

Dosa RIBA

Saking dahsyatnya riba itu, sampai disebutkan bahwa dosa menjalankan riba itu setara berzina dengan ibu kandung sendiri.

Berzina saja sudah berdosa, apalagi berzinanya dengan ibu kandung sendiri, tentu dosanya berlipat-lipat. Sebab ibu kandung adalah wanita mahram yang haram untuk dinikahi. Kalau pun tidak dengan jalan zina tetapi dengan pernikahan pun juga tetap berdosa.

Hadits yang menegaskan hal itu adalah hadits berikut ini :

عَنْ عَبْدِ اَللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ اَلنَّبِيِّ قَالَ: اَلرِّبَا ثَلاثَةٌ وَسَبْعُونَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ اَلرَّجُلُ أُمَّهُ

Dari Abdullah bin Masud RA dari Nabi SAW bersabda,"Riba itu terdiri dari 73 pintu. Pintu yang paling ringan seperti seorang laki-laki menikahi ibunya sendiri. (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Yang menarik dari hadits di atas adalah ketika disebutkan bahwa dari 73 pintu riba, yang paling ringan adalah seperti berzina dengan ibu kandung sendiri. Itu yang paling ringan, lalu bagaimana dengan yang paling berat?

Tentu lebih parah lagi, ya.

Riba Lebih Dahsyat Dari 36 Perempuan Pezina

Bahkan masih ada lagi hadits yang agak mirip, yaitu haramnya dosa riba lainnya adalah setara dengan 36 perempuan pezina, sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini :

عَنْ عَبْدِ الله بْنِ حَنْظَلَة غَسِيلُ المَلاَئِكةِ قَالَ : قَالَ رَسُولُ الله ِدرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلاَثِيْنَ زَنِيَّة - رواه أحمد

Dari Abdullah bin Hanzhalah ghasilul malaikah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan sadar, jauh lebih dahsyah dari pada 36 wanita pezina. (HR. Ahmad)

Sesungguhnya riba termasuk satu dari tujuh dosa besar yang telah ditentukan Allah SWT. Pelakunya diperangi Allah di dalam Al-Quran, bahkan menjadi satu-satunya pelaku dosa yang dimaklumatkan perang di dalam Al-Quran adalah mereka yang menjalankan riba.

Pelakunya juga dilaknat oleh Rasulullah SAW. Mereka yang menghalalkan riba terancam dengan kekafiran, tetapi yang meyakini keharamannya namun sengaja tanpa tekanan menjalankanya termasuk orang fasik.
Dalam konteks hukum, ada dua kemungkinan buat mereka yang menjalankan riba, yaitu kafir atau fasik.
1. Kafir

Seorang muslim wajib mengetahui bahwa riba itu haram. Karena keharaman riba adalah sesuatu yang sudah teramat jelas tanpa ada keraguan dan kesamaran sedikitpun, sebagaimana keharaman mencuri, minum khamar, berzina, membunuh nyawa manusia dan seterusnya.

Dan bila ada seorang muslim dengan sepenuh kesadaran hati berkeyakinan bahwa praktek riba itu halal, maka dia telah menjadi kafir atas keyakinannya itu.

Untuk itu wajib buat umat Islam untuk memberinya informasi, pelajaran, ilmu, nasihat dan pengarahan yang sebaik-baiknya, supaya pemahamannya yang keliru itu bisa diluruskan kembali.

Kalau upaya itu sudah dilakukan dengan cara yang benar dan sepenuh kesabaran, tetapi yang bersangkutan masih tetap saja meyakini kehalalan riba, tindakan selanjutnya yang boleh dilakukan adalah pelaku itu diminta bertaubat, agar keyakinannya itu bisa kembali diluruskan.

Dan apabila sudah diminta bertaubat, masih juga menghalalkan riba, diberi waktu untuk berpikir selama beberapa waktu, sampai akhirnya qadhi berhak menjatuhinya hukuman yang membuatnya berubah pikiran, hingga hukuman mati.

2. Fasik

Seorang muslim yang masih menyakini bahwa riba itu haram, namun masih menjalankannya tanpa ada alasan syar'i yang masuk akal, statusnya bukan kafir tetapi fasik.

Sedangkan muslim yang menjalankan riba karena tekanan tertentu, keterpaksaan, dan juga udzur yang lainnya, sementara dia masih berkeyakinan bahwa riba itu haram, akan dihisab secara adil di hari kiamat oleh Allah.

Bisa saja dia dibebaskan dari tuntutan dosa, karena kemurahan Allah, namun bisa juga dia disiksa karena keadilan Allah. Semua akan kembali kepada alasan dan latar belakang kenapa seseorang menjalankan dosa riba.

Karena itu yang paling aman adalah meninggalkan riba itu sepenuhnya, apapun resikonya di dunia.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc., MA.

Senin, 18 November 2019

Umur 50 tahun

BERAPA UMURMU?..
SUDAH 50 TAHUN?...

"Allah tidak lagi memberi alasan bagi siapa yang telah dipanjangkan umurnya hingga 50 tahun."
(Hadits Riwayat Bukhari)

Al-Khattabi berkata:
"Maknanya, orang yang Allah panjangkan umurnya hingga 50 tahun, tidak diterima lagi keuzuran/alasan, karena usia 50 tahun merupakan usia yang dekat dengan kematian.
Maka inilah kesempatan untuk memperbanyak taubat, beribadah dengan khusyuk, dan bersiap-siap bertemu Allah."
(Tafsir al-Qurthubi)

Fudhail bin Iyadh berkata kepada seseorang yang telah mencapai umur 50 tahun.

Nasihat Fudhail kepadanya:

"Berarti sudah 50 tahun kamu berjalan menuju Tuhanmu, sekarang hampir sampai...
Lakukan yang terbaik pada sisa usia senja-mu, lalu akan diampuni dosa-dosamu yang lalu.
Tapi jika engkau masih berbuat dosa di usia senjamu, kamu pasti dihukum akibat dosa masa lalu dan masa kini sekaligus!"

Maka para alim ulama memberi nasehat cara menjalani umur yang sudah mencapai 50 tahun:

1. *Jangan berlebihan berhias, bersolek, dan berpakaian*.

2. *Jangan berlebihan makan, minum, dan berbelanja barang* yang kurang diperlukan untuk mendukung amal shalih.

3. *Jangan berkawan dengan orang yang tidak menambah iman, ilmu, dan amal*.

4. *Jangan gelisah, berkeluh kesah dan kesal* dengan kehidupan sehari-hari. Selalu penuhi diri dengan rasa sabar dan bersyukur.

5. *Perbanyak do'a* mengharap keridha-an Allah agar Husnul Khatimah dan dijauhkan dari Su'ul Khatimah.

6. *Tambahkan ilmu agama, perbanyak mengingat kematian*, dan bersiap menghadapinya.

7. *Siapkan wasiat dan lakukan pembahagian harta*.

8. *Kerapkan menjalin silaturrahim* dan merapatkan hubungan yang renggang sebelumnya.

9. *Minta maaf dan berbuat baik* terhadap pihak yang pernah didzalimi.

10. *Tingkatkan amal shalih*, terutama amal jariah yang dapat terus memberi pahala dan syafa'at setelah kita mati.

11. *Maafkan kesalahan orang lain* kepada kita walau seberat apapun kesalahan itu.

12. *Bereskan segala hutang* yang ada dan jangan buat hutang baru walaupun untuk menolong orang lain.

13. *Berhentilah dari semua maksiat !!!*

>> *Mata*, berhentilah memandang yang tidak halal bagimu.

>> *Tangan*, berhentilah dari meraih yang bukan hak mu.

>> *Mulut*, berhentilah makan yang tidak baik dan yang tidak halal bagimu, *dan* berhentilah dari ghibah, fitnah, dan berhentilah menyakiti hati orang lain.

>> *Telinga*, berhentilah mendengar hal-hal haram dan tak bermanfaat.

14. *Berbaik sangka lah kepada Allah* atas segala sesuatu yang terjadi dan menimpa.

15. *Penuhi terus hati dan lisan kita dengan istighfar & taubat* untuk diri sendiri, orang tua, dan semua orang beriman, di setiap saat, waktu dan keadaan.

Semoga bermanfaat bagi kita semua, walaupun Anda belum 50 tahun, karena...

*KEMATIAN TIDAK MENGENAL UMUR*

Sabtu, 16 November 2019

Berhaji dengan harta HARAM


Hukum Haji dengan Uang Haram

Ulama berbeda pendapat ketika menentukan posisi kepemilikan harta dalam ibadah haji.

Apakah kepemilikan harta yang ada di tangan jamaah haji merupakan syarat sah haji. Dimana status keabsahan haji tergantung pada status kepemilikan harta. Sehingga jika harta ini dimiliki dengan cara yang tidak halal, maka haji tidak sah.

Ataukah keberadaan harta ini hanya syarat wajib hajib. Artinya, ketika seseorang bisa membiayai dirinya berangkat haji maka dia wajib haji. Terlepas dari sumber apapun dia mendapatkan biaya itu.

Pendapat pertama, hajinya sah, meskipun dia berdosa dengan menggunakan harta haram.

Ini merupakan pendapat Hanafiyah, Syafiiyah, dan salah satu pendapat dalam Malikiyah serta pendapat sebagian ulama hambali.

Mereka beralasan bahwa keberadaan harta, bukan syarat sah haji, namun syarat wajib haji. Karena inti haji adalah melaksanakan manasik sesuai yang dituntunkan. Dan ini tidak ada kaitannya dengan status harta yang digunakan untuk mendanai kegiatan itu.

Sebagaimana shalat tetap sah, sekalipun baju yang dikenakan hasil korupsi. Membaca al-Quran tetap sah, sekalipun mushaf yang dibaca hasil mencuri, dst.

Ketika hajinya dinilai sah, maka dianggap sudah menggugurkan kewajiban.

Ibnu Abidin menjelaskan berhaji dengan harta haram,

فقد يقال إن الحج نفسه الذي هو زيارة مكان مخصوص الخ ليس حراما بل الحرام هو إنفاق المال الحرام ولا تلازم بينهما كما أن الصلاة في الأرض المغصوبة تقع فرضا وإنما الحرام شغل المكان المغصوب لا من حيث كون الفعل صلاة

Alasan yang diberikan bahwa haji sendiri, yang kegiatannya mengunjungi tempat-tempat khusus, bukanlah amalan haram. Yang haram adalah penggunaan harta yang haram. Dan tidak ada keterkaitan antara keduanya. Sebagaimana shalat di tanah ghasab (rampasan), dianggap menggugurkan kewajiban (sah). Namun yang haram adalah menggunakan tanah rampasan itu, dan bukan kegiatan shalatnya. (Hasyiyah Ibn Abidin, 2/456).

Dalam madzhab Malikiyah, al-Wansyarisi – ulama malikiyah – (w. 914 H) menjelaskan,

إذا حج بمال مغصوب ضمنه وأجزأه حجه، وهذا قول الجمهور

Ketika orang berhaji dengan harta hasil merampas, maka dia wajib ganti rugi, namun hajinya sah. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. (al-Miyar al-Muarab, 2/44).

An-Nawawi – ulama syafiiyah – menjelaskan,

إذا حج بمال حرام، أوراكباً دابة مغصوبة أثم وصح حجه، وأجزأه عندنا، وبه قال أبو حنيفة ومالك والعبدري، وبه قال أكثر الفقهاء، وقال أحمد: لا يجزئه، ودليلنا أن الحج أفعال مخصوصة، والتحريم لمعنى خارج عنها

Orang yang berhaji dengan harta haram atau naik kendadaraan hasil merampas, maka dia berdosa dan hajinya sah serta telah menggugurkan kewajiban menurut kami. Ini merupakan pendapat Abu Hanifah, Malik, al-Abdari, dan pendapat mayoritas ulama. Sementara Imam Ahmad mengatakan, “Hajinya tidak sah.” Alasan kami (syafiiyah), bahwa haji merupaka amalan khusus. Sementara haramnya harta, itu faktor luar. (al-Majmu’ Syarh Muhadzab, 7/62).

Pendapat kedua, hajinya tidak sah.

Ini merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Hambali dan Malikiyah.

Karena biaya haji, bagian dari syarat sah pelaksanaan haji. Meskipun pada asalnya ini syarat wajib haji, namun syarat wajib dalam ibadah maliyah, sekaligus menjadi syarat sah.

Al-Wansyarisi menyebutkan keterangan sebagian ulama maliki,

وسئل بعضهم عمن حج بمال حرام، أترى ذلك مجزياً عنه، ويغرم المال لأصحابه؟ فأجاب: أما في مذهبنا فلا يجزئه، وأما في قول الشافعي فذلك جـائز، ويرد المـال، ويطيب له حجه

Sebagian ulama malikiyah ditanya tentang orang yang berangkat haji dengan harta haram, apakah menurut anda itu bisa menggugurkan kewajiban, dan wajib mengganti harta kepada pemiliknya?

Beliau menjawab,

Dalam madzhab kami, itu tidak sah. Sementara dalam madzhab as-Syafi’i, itu boleh. Dan dia wajib mengembalikan hartanya, dan berhaji dengan baik. (al-Mi’yar al-Muarab, 2/43).

Al-Wansyarisi juga menyebutkan keterangan Ibnul Muhriz,

الحج قربة، فلا ينفق فيه إلا الطيب من الكسب. فقد رُويَ عنه في الحديث صلى الله عليه وسلم أنه قال: مَنْ حَجَّ بمَالٍ حَرَام فَقَال لَبِّيْكَ نودي لا لّبَّيْك وَلاَ سَعْدَيك، فارجع مأزُوراً غَيْرَ مأجُورٍ

Haji itu ibadah. Karena itu, jangan didanai kecuali dari hasil yang halal. Diriwayatkan sebuah dari beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Siapa berhaji dengan harta haram, lalu dia bertalbiyah, “Labbaik..”  maka dijawab untuknya, “Tidak ada labbaik dan tidak ada sa’daik.., pulanglah dengan membawa dosa dan bukan pahala.”.’

(al-Mi’yar al-Muarab, 2/42)

Hadis yang dibawakan Ibnul Muhriz, disebutkan al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid, dan statusnya dhaif sekali.

Ibnu Rajab – ulama hambali – menjelaskan,

وأما الحج بالمال المغصوب ففي صحته روايتان فقيل لأن المال شرط لوجوبه وشرط الوجوب كشرط الصحة

Haji dengan harta hasil rampasan, tentang status keabsahannya, ada dua riwayat. Ada yang mengatakan, bahwa harta merupakan syarat wajib haji. Dan syarat wajib, seperti syarat sah. (al-Qawaid al-Fiqhiyah, hlm. 23)

Tarjih:

Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini adalah pendapat mayoritas ulama, bahwa haji dengan harta haram hukumnya sah, telah menggugurkan kewajiban, meskipun sangat tidak berkualitas. Karena inti haji adalah aktivitas manasik selama masa haji, dengan aturan sebagaimana yang disebutkan dalam fiqh haji.

Selama jamaah haji melakukan semua aktivitas manasik itu dengan baik, memenuhi semua rukun, syarat dan tidak melakukan pembatal, maka hajinya sah.

Hanya saja kesimpulan ini tidak berkaitan dengan apakah hajinya diterima ataukah tidak. Karena yang dibahas dalam hal ini adalah apakah hajinya sah atau tidak. Jika sah, berarti telah menggugurkan kewajiban.

Sebaliknya, jika tidak sah, berarti belum menggurkan kewajiban.

Apakah diterima oleh Allah? Ini di luar pengetahuan manusia.

Allahu a’lam.

Rabu, 13 November 2019

NUR MUHAMMAD SAW

NUR MUHAMMAD
Aqidah Ahli sunah waljama'ah

Kitab Qashidah Barzanji mengandung konsep yang kemudian dikenal dengan istilah Nur Muhammad. Kitab karya As-Sayyid Ja‘far yang kerap dibaca masyarakat Muslim di pelbagai belahan dunia ketika peringatan maulid ini menyebutnya dengan “Ushalli wa usallimu ‘alan nuril maushufi bit taqaddumi wal awwaliyyah.” Konsep ini mengundang diskusi tanpa kata putus.

Konsep Nur Muhammad ini kerap memicu polemik di tengah umat Islam. Sebagian orang menolaknya karena konsep ini bertentangan dengan konsep penciptaan manusia dalam Al-Qur’an. Sebagian orang lainnya menolak karena konsep terpengaruh oleh doktrin salah satu sekte dalam Islam, yaitu Syiah.

Adapun sebagian kelompok lainnya menolak karena konsep ini membuka lebar pemikiran yang ditengarai oleh kosmologi sufisme yang dianggap berlebihan dan melewati batas. Sebagian orang Islam lainnya menolak konsep Nur Muhammad ini karena membuka jalan pada paham wahdatul wujud. Paham sufisme yang berkembang di Nusantara menyebutnya kurang lebih martabat lima atau martabat tujuh. Sedangkan sebagian orang menolak pijakan konsep Nur Muhammad ini melalui kritik hadits.

Berikut ini kami kutip bagian dari qashidah tersebut yang menyebut konsep Nur Muhammad dan terjemahannya secara harfiah.

أصلي وأسلم على النور الموصوف بالتقدم والأوليه

Artinya, “Aku mengucap shalawat dan salam untuk cahaya yang bersifat terdahulu dan awal” (Lihat As-Sayyid Ja‘far Al-Barzanji, Qashidah Al-Barzanji pada Hamisy Madarijus Shu‘ud ila Iktisa’il Burud, [Surabaya, Syirkah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan wa Auladuh: tanpa catatan tahun], halaman 4).

Di tengah pelbagai polemik perihal konsep Nur Muhammad itu, Syekh Muhammad Nawawi Banten, ulama Nusantara yang otoritas keilmuannya teruji dan diakui oleh ulama di Timur Tengah di zamannya, menjelaskan konsep tersebut dari sudut pandang aqidah Ahlusunnah wal Jamaah.

Menurutnya, konsep Nur Muhammad tidak sulit untuk dipahami dan tidak perlu dibikin ruwet. Status Nur Muhammad bukan qadim sebagaimana keqadiman sifat Allah. Nur Muhammad adalah makhluk yang pertama kali Allah ciptakan sebelum Dia menciptakan makhluk lainnya.

قوله (أصلي) أي أطلب صلاة الله أي رحمته (وأسلم) أي أطلب سلام الله أي تحيته (على) صاحب (النور الموصوف بالتقدم) على كل مخلوق (والأوليه) أي كونه أولا بالنسبة لسائر المخلوقات

Artinya, “(Aku mengucap shalawat) aku memohon shalawatullah, yaitu rahmat Allah (dan) aku memohon (salam) Allah, yaitu penghormatan-Nya (untuk) yang empunya (cahaya yang bersifat terdahulu) sebelum segala makhluk (dan awal) yang entitasnya lebih awal dalam kaitannya dengan semua makhluk,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Madarijus Shu‘ud ila Iktisa’il Burud, [Surabaya, Syirkah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan wa Auladuh: tanpa catatan tahun], halaman 4).

Dengan keterangan Syekh M Nawawi Banten ini, kepercayaan kelompok Ahlussunnah wal Jamaah tidak menjadi cacat, ternoda, terkontaminasi, tersesat, atau bergeser dari aqidah ahlussunnah hanya karena mempercayai konsep Nur Muhammad.

Kepercayaan kelompok Ahlussunnah wal Jamaah atas konsep Nur Muhammad tidak kemudian membuat mereka terjatuh pada lubang tasybih (imanensi) yang menyerupakan hingga kemudian menyatukan Allah dan Nur Muhammad. Dengan pengertian yang disampaikan Syekh M Nawawi Banten, kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang kerap membaca Qashidah Barzanji tetap konsisten pada logika tanzih (transendental) yang membedakan zat Allah dan Nur Muhammad.

Entitas Nur Muhammad sendiri sebagai makhluk pertama Allah merupakan sebuah anugerah luar biasa dari Allah yang dapat Dia berikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Keberadaan Nur Muhammad merupakan hak prerogatif Allah tanpa intervensi dan pengaruh siapa dan apa pun.

Syekh M Nawawi Banten juga membawa hadits riwayat Jabir yang menjadi salah satu dasar konsep Nur Muhammad di samping beberapa riwayat hadits lainnya.

كما في حديث جابر أنه سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن أول ما خلقه الله تعالى قال إن الله خلق قبل الأشياء نور نبيك فجعل ذلك النور يدور بالقدرة حيث شاء الله ولم يكن في ذلك الوقت لوح ولا قلم ولا جنة ولا نار ولا ملك ولا إنس ولا جن ولا أرض ولا سماء ولا شمس ولا قمر وعلى هذا فالنور جوهر لا عرض

Artinya, “Sebagaimana tersebut dalam hadits riwayat sahabat Jabir RA bahwa ketika ditanya perihal makhluk pertama yang diciptakan Allah, Rasulullah SAW menjawab, ‘Sungguh, Allah menciptakan nur nabimu sebelum segala sesuatu.’ Allah menjadikan nur itu beredar dengan kuasa Allah sesuai kehendak-Nya. Saat itu belum ada lauh, qalam, surga, neraka, malaikat, manusia, jin, bumi, langit, matahari, dan bulan. Atas dasar ini, nur itu adalah substansi, bukan aksiden,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Madarijus Shu‘ud ila Iktisa’il Burud, [Surabaya, Syirkah Ahmad bin Sa‘ad bin Nabhan wa Auladuh: tanpa catatan tahun], halaman 4).

Riwayat lain yang mengungkapkan Nur Muhammad antara lain adalah hadits riwayat Imam Bukhari dari sahabat Maysarah RA yang bertanya, “Wahai Rasulullah, kapan kau menjadi nabi?” “Saat Adam AS di antara roh dan jasad,” jawab Rasulullah SAW. (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Targhibul Musytaqin li Bayani Manzhumatis Sayyid Al-Barzanji Zainil Abidin fi Maulidi Sayyidil Awwalin wal Akhirin SAW, [Surabaya, Al-Hidayah: tanpa catatan tahun], halaman 6).

Adapun pemaknaan sebagian orang Islam atas konsep Nur Muhammad dengan sudut pandang atau syak wasangkanya sendiri dan dibuat ruwet sendiri lalu kemudian menghakimi konsep tersebut sebagai sebuah penyimpangan atau kesesatan adalah sebuah keniscayaan.

Yang diperlukan dalam perbedaan tafsir atau pemaknaan atas konsep Nur Muhammad ini adalah sikap saling menghargai satu sama lain dan tidak memaksakan tafsirnya atas pihak lain karena hanya akan memicu polemik dan debat kusir tidak berkesudahan.
Wallahu a‘lam.

Selasa, 05 November 2019

Kisah Sebelum Wafat Rosulullah

Kisah sebelum
wafat Rosulullah

Kisah ini terjadi pada diri Rasulullah SAW sebelum wafat.
Rasulullah SAW telah jatuh sakit agak lama, sehingga keadaan beliau sangat lemah.

Pada suatu hari, Rasulullah SAW meminta Bilal memanggil semua Sahabat datang ke Masjid. Tidak lama kemudian, penuhlah Masjid dgn para Sahabat.
Semuanya merasa rindu setelah agak lama tidak mendpt Taushiyah dari Rasulullah SAW.

Beliau duduk dgn lemah di atas mimbar. Wajahnya terlihat pucat,
menahan sakit yg tengah dideritanya.

Kemudian Rasulullah SAW bersabda: "Wahai sahabat2ku semua. Aku ingin bertanya, apakah telah aku sampaikan semua kpdmu,
bahwa sesungguhnya Allah SWT itu adalah satu2nya Tuhan yg layak disembah?"

Semua Sahabat menjwb dgn suara bersemangat,
"Benar wahai Rasulullah,
Engkau telah sampaikan kpd kami bahwa sesungguhnya Allah SWT adalah satu2nya Tuhan yg layak disembah."

Kemudian Rasulullah SAW bersabda:
"Persaksikanlah ya Allah. Sesungguhnya aku telah menyampaikan amanah ini kepada mereka."

Kemudian Rasulullah SAW bersabda lagi,
dan setiap apa yg Rasulullah sabdakan selalu dibenarkan oleh para sahabat.

Akhirnya sampailah pada satu pertanyaan yg menjadikan para Sahabat sedih dan terharu.

Rasulullah SAW bersabda:
"Sesungguhnya,
aku akan pergi menemui Allah SWT,
Dan sblm aku pergi,
aku ingin menyelesaikan segala urusan dgn manusia.
Maka aku ingin bertanya kepada kalian semua.
Adakah aku berhutang kepada kalian?
Aku ingin menyelesaikan hutang tersebut.
Karena aku tidak mau bertemu dgn Allah SWT dalam keadaan berhutang dgn manusia."

Ketika itu semua para Sahabat diam,
dan dalam hati masing2 berkata "Mana ada Rasullullah SAW berhutang dengan kita? Kamilah yg banyak berhutang kepada Rasulullah".

Rasulullah SAW mengulangi pertanyaan itu sebanyak 3 kali.

Tiba2 bangun seorang lelaki yg bernama UKASYAH,
seorg sahabat, mantan preman sblm masuk Islam, dan
dia berkata:

"Ya Rasulullah...
Aku ingin sampaikan masalah ini.
Seandainya ini dianggap hutang,
Maka aku minta engkau selesaikan. Seandainya bukan hutang, maka tidak perlulah engkau berbuat apa2".

Rasulullah SAW berkata: "Sampaikanlah wahai Ukasyah".

Maka Ukasyah pun mulai bercerita:
"Aku masih ingat ketika perang Uhud dulu, suatu ketika engkau menunggang kuda, lalu engkau pukulkan cemeti ke belakang kuda.
Tetapi cemeti tsb tidak kena pada belakang kuda,
Tapi justeru terkena pada dadaku,
Karena ketika itu aku berdiri dibelakang kuda yg engkau tunggangi wahai Rasulullah".

Mendengar itu,
Rasulullah SAW berkata: "Sesungguhnya itu adalah hutang wahai Ukasyah. Kalau dulu aku pukul engkau,
Maka hari ini aku akan terima hal yg sama."

Dengan suara yang agak tinggi,
Ukasyah berkata: "Kalau begitu aku ingin segera melakukannya wahai Rasulullah."

Ukasyah se-akan2 tidak merasa bersalah mengatakan demikian.

Sedangkan ketika itu sebagian sahabat berteriak marah kepada Ukasyah.
"Sungguh engkau tidak berperasaan Ukasyah. Bukankah Baginda sedang sakit..!!?

Ukasyah tidak menghiraukan semua itu.
Rasulullah SAW meminta Bilal mengambil cambuk di rumah Fatimah, anaknya.

Bilal meminta cambuk itu dari Fatimah,
Kemudian Fatimah bertanya: "Untuk apa Rasulullah meminta cambuk ini wahai Bilal?"

Bilal menjwb dengan nada sedih: "Cambuk ini akan digunakan Ukasyah untuk memukul Rasulullah."

Terperanjat dan menangislah Fatimah, seraya berkata:
"Kenapa Ukasyah hendak memukul Ayahku Rasulullah?
Ayahku sedang sakit,
kalau mau memukul,
pukullah aku anaknya".

Bilal menjawab: "Sesungguhnya ini adalah urusan antara mereka berdua".

Bilal membawa cambuk tersebut ke Masjid lalu diberikannya kepada Ukasyah.
Setelah mengambil cambuk itu,
Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah.

Tiba2, Abu Bakar berdiri menghalangi Ukasyah sambil
berkata: "Ukasyah... kalau kamu hendak memukul,
pukullah aku..!!
Aku adalah orang yang pertama beriman dgn apa yg Rasulullah SAW sampaikan.
Akulah sahabatnya di kala suka dan duka.
Kalau engkau hendak memukul,
maka pukullah aku".

Rasulullah SAW bersabda: "Duduklah wahai Abu Bakar.
Ini urusan antara aku dgn Ukasyah".

Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah SAW. Kemudian Umar bin Khattab berdiri menghalangi Ukasyah sambil berkata:

"Ukasyah...
kalau engkau mau mukul, pukullah aku.
Dulu memang aku tidak suka mendengar nama Muhammad,
bahkan aku pernah berniat untuk menyakitinya.
Itu dulu. Sekarang, tidak boleh ada seorang pun yg boleh menyakiti Rasulullah Muhammad SAW.
Kalau engkau berani menyakiti Rasulullah,
maka langkahi dulu mayatku..!!"

Lalu dijawab oleh Rasulullah SAW:
"Duduklah wahai Umar. Ini urusan antara aku dengan Ukasyah".

Ukasyah menuju ke hadapan Rasulullah, dan tiba2 berdirilah Ali bin Abu Talib, sepupu sekaligus menantu Rasulullah SAW.

Dia menghalangi Ukasyah sambil berkata: "Ukasyah, pukullah aku saja.
Darah yang sama mengalir pada tubuhku ini wahai Ukasyah".

Lalu dijawab oleh Rasulullah SAW:
"Duduklah wahai Ali,
ini urusan antara aku dengan Ukasyah".

Ukasyah semakin dekat dgn Rasulullah SAW. Tiba2 tanpa disangka, bangkitlah kedua cucu kesayangan Rasulullah SAW yaitu Hasan dan Husen.

Mereka berdua memegangi tangan Ukasyah sambil memohon...
"Wahai Paman,
pukullah kami Paman, Kakek kami sedang sakit,
Pukullah kami saja wahai Paman,,
sesungguhnya kami ini Cucu kesayangan Rasulullah SAW.
Dengan memukul kami, sesungguhnya itu sama dengan menyakiti Kakek kami,, wahai Paman."

Lalu Rasulullah SAW berkata: "Wahai Cucu2 kesayanganku, duduklah kalian.
Ini urusan kakek dengan Paman Ukasyah".

Begitu sampai di tangga mimbar,
dengan lantang Ukasyah berkata:

"Bagaimana aku mau memukul engkau ya Rasulullah. Engkau duduk di atas dan aku di bawah. Kalau engkau mau aku pukul, maka turunlah ke bawah sini..!!"

Rasulullah SAW memang manusia terbaik. Kekasih Allah itu meminta beberapa sahabat memapahnya ke bawah. Rasulullah SAW didudukkan pada sebuah kursi,
lalu dengan suara tegas Ukasyah berkata lagi:

"Dulu waktu engkau memukul aku, aku tidak memakai baju,
Ya Rasulullah."

Para sahabat sangat geram mendengar perkataan Ukasyah.
Tanpa ber-lama2 dalam keadaan lemah, Rasulullah SAW membuka bajunya. Kemudian terlihatlah tubuh Rasulullah yg sangat indah; sedang beberapa batu terikat di perut Rasulullah, pertanda Rasulullah sedang menahan lapar...

Kemudian Rasulullah SAW berkata:
"Wahai Ukasyah,
Segeralah dan janganlah kamu ber-lebih2an.
Nanti Allah SWT akan murka padamu."

Ukasyah langsung menghambur menuju Rasulullah SAW,, Cambuk di tangannya ia buang jauh2. Kemudian ia peluk tubuh Rasulullah SAW se-erat2nya,, sambil menangis sejadi-jadi2nya...

Ukasyah berkata:
"Ya Rasulullah, Ampuni aku,
Maafkan aku;
Mana ada manusia yg sanggup menyakiti engkau ya Rasulullah. Sengaja aku melakukannya, agar aku dapat merapatkan tubuhku dengan tubuhmu...
Karena Engkau pernah mengatakan "Barang siapa yang kulitnya pernah bersentuhan denganku, maka diharamkan api neraka atasnya."

Seumur hidupku aku ber-cita2 dapat memelukmu.
Karena sesungguhnya aku tahu bahwa tubuhmu tidak akan dimakan oleh api neraka.

Dan sungguh aku takut dengan api neraka.
Maafkan aku ya Rasulullah..."

Rasulullah SAW dgn senyum berkata:

"Wahai sahabat2ku semua, kalau kalian ingin melihat Ahli Syurga, maka lihatlah Ukasyah..!!"

Semua sahabat menitikkan air mata. Kemudian para sahabat bergantian memeluk Rasulullah SAW.
*Allahumma'sholli 'alaa Sayyidina Muhammad.*
*Allahumma sholli 'alayhi wassalam...*

Semoga Allah SWT selalu meridhai kita semua. Aamiin...

Ayo kita posting di WA tentang Keagungan Rasulullah SAW...

Jangan sampai kisah  ini kalah populer dibanding berita2 yang ada saat ini..!!
                                                                                    Seluruh dunia mencintai Nabi SAW.

KITA SEMUA UMAT
RASULULLAH SAW..!!!

   *ALLAHUMMA SHALLI'ALA SAYYIDINA MUHAMMAD,*
*WA'ALA AALI SAYYIDINA MUHAMMAD*

اللّٰهم صَلِّ عَلَی سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَی آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدﷺ❤

Senin, 04 November 2019

Haji Tanpa Mahrom

Haji Tanpa Mahrom

Menurut pendapat yang shohih dalam madzhab Syafi'i tidak diperbolehkan seorang perempuan yang pergi sendirian mengikuti kopdar, kecuali bersama mahram. Sedang menurut sebagian Ash-hab Syafi'iyyah boleh jika aman dalam perjalanan.
- Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab VIII / 343 Syamilah :

فرع: قد ذكرنا تفصيل مذهبنا في حج المرأة. وذكرنا أن الصحيح أنه يجوز لها في سفر حج الفرض أن تخرج مع نسوة ثقات. أو امرأة ثقة، ولا يشترط المحرم ولا يجوز في التطوع وسفر التجارة والزيارة ونحوهما إلا بمحرم. وقال بعض أصحابنا: يجوز بغير نساء ولا امرأة إذا كان الطريق أمناً. وبهذا قال الحسن البصري وداود، وقال مالك : لا يجوز بامرأة ثقة: وإنما يجوز بمحرم أو نسوة ثقات. وقال أبو حنيفة وأحمد : لا يجوز إلا مع زوج أو محرم، قال الشيخ أبو حامد : والمسافة التي يشترط أبو حنيفة فيها المحرم ثلاثة أيام فإن كان أقل لم يشترط

[ Sub Bahasan ] Kami telah merinci hukum wanita pergi haji dalam madzhab kita (Syafi'iyyah) :
1.Menurut pendapat yang shohih diperbolehkan wanita pergi haji wajib jika ditemani olah satu atau lebih perempuan yang tsiqoh (dapat dipercaya), tidak disyaratkan mahram dalam hal ini. Tidak diperbolehkan jika bepergian dalam rangka haji sunah, berdagang, ziarah, dan sebagainya kecuali didampingi oleh mahram
2.Menurut sebagian Ash-hab Syafi'iyyah diperbolehkan wanita bepergian sendiri jika aman dalam perjalanan, pendapat ini didukung oleh Al-Hasan Al-Bashri dan Dawud Adh-Dhohiri
3.Menurut Imam Malik tidak diperbolehkan walaupun beserta satu perempuan tsiqoh, yang diperbolehkan adalah beserta mahram atau beberapa perempuan tsiqoh.
4.Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, wanita tidak diperbolehkan bepergian keluar kecuali bersama suami atau mahramnya.

Asy-Syaikh Abu Hamid berkata : "Perjalanan yang disyaratkan oleh Imam Abu Hanifah dengan bersama mahram adalah perjalanan selama tiga hari, apabila kurang dari tiga hari maka tidak disyaratkan bersama mahram".
- Al-Hawi Al-Kabir IV / 363 :

فَأَمَّا إِنْ كَانَ الْحَجُّ تَطَوُّعًا، لَمْ يَجُزْ أَنْ تَخْرُجَ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ، وَكَذَلِكَ فِي السَّفَرِ الْمُبَاحِ، كَسَفَرِ الزِّيَارَةِ وَالتِّجَارَةِ، لَا يَجُوزُ أَنْ تَخْرُجَ فِي شيءٍ مِنْهَا إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ، وَمِنْ أَصْحَابِنَا مَنْ قَالَ: يَجُوزُ أَنْ تَخْرُجَ مَعَ نِسَاءٍ ثِقَاتٍ، كَسَفَرِ الْحَجِّ الْوَاجِبِ، وَهُوَ خِلَافُ نَصِّ الشَّافِعِيِّ، وَقَالَ مالك: يجوز أن تخرج من الْفَرْضِ مَعَ نِسَاءٍ ثِقَاتٍ، لَكِنْ لَا يَجُوزُ أَنْ تَخْرُجَ مَعَ امْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ، وَقَالَ أبو حنيفة: لَا يَجُوزُ أَنْ تَخْرُجَ فِي الْفَرْضِ وَالتَّطَوُّعِ إِلَّا مَعَ ذِي مَحْرَمٍ،الحاوي الكبير ج ٤ ص ٣٦٣

Kalau mengikuti pendapat ini maka boleh wanita bepergian jauh asal aman dari fitnah dan amannya perjalanan....
- Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab VIII / 342 :

ﻭﺫﻫﺐ ﺁﺧﺮﻭﻥ ﺇﻟﻰ ﺟﻮﺍﺯ ﺍﻟﺴﻔﺮ ﺑﺪﻭﻥ ﻣﺤﺮﻡ ﺑﺸﺮﻭﻁ ﻳﻤﻜﻦ ﻣﻌﻬﺎ ﺃﻣﻦ ﺍﻟﻔﺘﻨﺔ ﻭﺍﻟﻀﺮﺭ، ﻛﺮﻓﻘﺔ ﻧﺴـــﺎﺀ ﻭﺃﻣﻦ ﺍﻟﻄﺮﻳﻖ ﻭﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ ﻭﻫﻮ ﻣﺮﻭﻱ ﻋﻦ ﺍﻟﺤﺴــــﻦ ﺍﻟﺒﺼـــﺮﻱ ﻭﻳـــﺮﻭﻯ ﻋﻦ ﺍﻷﻭﺯﺍﻋﻲ ﻭﺩﺍﻭﺩ ﺍﻟﻈﺎﻫﺮﻱ وقول عند الشافعية ـ اهـ مجموع شرح المهذب ج ٨ ص ٣٤٢

"Ulama lain (dalam madzhab Syafi'i) berpendapat tentang bolehnya perempuan bepergian tanpa mahram dengan syarat aman dari fitnah dan bahaya, seperti banyak wanita yang menyertainya, maupun aman dari bahaya, dan sebagainya. Pendapat ini diriwayatkan dari Al-hasan Al-Bashri, dari Al-Awza'i dan Dawud Adh-Dhohiri" .

- Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab VIII / 342 :

قال أبوحامد : ومن أصحابنا من قال: لها الخروج بغير محرم في أي سفر كان واجباً كان أو غيره

- Kitab Majmu' VIII / 342 :

ـ (وأما) حج التطوع وسفر الزيارة والتجارة وكل سفر ليس بواجب فلا يجوز على المذهب الصحيح المنصوص الا مع زوج أو محرم وقيل يجوز مع نسوة أو امرأة ثقة كالحج الواجب

"Adapun untuk haji tathowwu', pergi ziarah, pergi berdagang, dan segala bepergian yang tidak bersiat wajib maka perempuan tidak diperbolehkan pergi sendirian menurut pendapat madzhab yang benar, yang sesuai nash kecuali bersama suami atau mahramnya, menurut pendapat lain boleh bila bersama satu atau lebih perempuan yang tsiqoh seperti halnya haji wajib".

Kesimpulan :
1.Menurut pendapat yang shohih dalam madzhab Syafi'i perempuan yang bersangkutan tidak diperbolehkan bepergian sendirian kecuali disertai mahrom
2.Menurut sebagian Ash-hab Syafi'iyyah, hasan Al-Bashry, Al-Auza'iy, dan Dawud Adh-Dhohiri diperbolehkan dengan syarat aman dari fitnah dan bahaya seperti : banyak wanita yang menemani, dan aman perjalanannya.
Wallahu A'lam.

Hukum Memakai henna/Pacar

WANITA DAN PRIA MEMAKAI PACAR KUKU.

PERTANYAAN :
Assalaamu'alaykum, gimana hukum bagi seorang gadis memakai pacar kuku (kembang) atau pitek/cat kuku, karena ustadz daerah saya menghukumi haram bagi gadis perawan, mohon ibarohnya ! [Epang Omar Bin Ali].
JAWABAN :
Hukum mengenakan pacar kuku bagi wanita ada tiga pendapat :
- Boleh, selain dengan pacar kuku warna hitam.
- Boleh bagi wanita bersuami atau hamba sahaya memakai pacar kuku warna hitam, bila telah mendapat izin.
- Mutlak sunah menurut al-Baghawi bagi wanita bersuami memakai pacar dengan cara apapun.
Sedangkan hukum mengenakan pacar kuku bagi laki-laki ada tiga pendapat :
- Haram menurut syafi’iyyah, memandang illat tasabbuyh dengan pewarna kuku yang termasuk aksesoris wanita.
- Makruh menurut sebagian hanabilah dan hanafiah.
- Boleh menurut Ibnu Qudamah.
Poin pembahasannya terletak pada kajian ‘tathrif’, meskipun yang lebih dominan diulas dalam referensi klasik adalah ‘khidhab’, di mana khidhab di situ dimaksudkan lebih general sebagai pewarnaan tangan dan kaki, mulai dari ujung sampai pergelangan tangan/kaki, baik kuku maupun kulitnya. Pembahasan khidhab cukup berbeda dengan tathrif dan hanya sedikit bersinggungan terutama ketika dikaitkan dengan khidab pada laki-laki. Hemat saya, sekedar untuk memudahkan, khidab adalah pewarna kulit, dan tathrif adalah pewarna kuku. Wallahu subhanahu wata’ala a’lam.
R e f e r e n s i
الاِخْتِضَابُ لُغَةً : اسْتِعْمَال الْخِضَابِ . وَالْخِضَابُ هُوَ مَا يُغَيَّرُ بِهِ لَوْنُ الشَّيْءِ مِنْ حِنَّاءَ وَكَتَمٍ وَنَحْوِهِمَا. وَلاَ يَخْرُجُ الْمَعْنَى الاِصْطِلاَحِيُّ عَنِ الْمَعْنَى اللُّغَوِيِّ
التَّطْرِيفُ لُغَةً : خَضْبُ أَطْرَافِ الأْصَابِعِ ، يُقَال : طَرَفَتِ الْجَارِيَةُ بَنَانَهَا إِذَا خَضَّبَتْ أَطْرَافَ أَصَابِعِهَا بِالْحِنَّاءِ ، وَهِيَ مُطَرِّفَةٌ
الكتاب : الموسوعة الفقهية الكويتية ج2 ص278-277
“Ikhtidhab secara bahasa adalah: pemakaian khidhab, sedang khidhab yaitu sesuatu yang bisa merubah warna suatu obyek entah dengan hina’, katam, atau sejenisnya. Makna istilahnya tidak berbeda dengan makna bahasa.
Tathrif secara bahasa adalah: pewarnaan pacar pada ujung jari, diucapkan [gadis itu memacari jemarinya, ketika memacari ujung jarinya dengan hina’].
وعبارة الكردي: قوله: ويحرم الحناء للرجل.
خرج به المرأة، ففيها تفصيل، فإن كان لاحرام استحب لها سواء كانت مزوجة.
أو غير مزوجة، شابة أو عجوزا وإذا اختضبت عمت اليدين بالخضاب.
وأما المحدة: فيحرم عليها، والخنثى كالرجل.
ويسن لغير المحرمة إن كانت حليلة وإلا كره.
ولا يسن لها نقش وتسويد وتطريف وتحمير وجنة، بل يحرم واحد من هذه على خلية ومن لم يأذن لها حليلها.
الكتاب : حاشية إعانة الطالبين ج2 ص387
“Al-Kurdi berkata: pewarna pacar haram bagi laki-laki. Dikecualikan bagi wanita maka ada pemilahan, jika hendak ihram maka disunahkan baginya baik sudah bersuami maupun belum, muda maupun tua, di mana ketika memakai pacar diwarnai menyeluruh pada kedua tangannya. Sedangkan wanita yang sedang iddah maka haram, serta pada banci maka sebagaimana haramnya laki-laki.
Bagi selain wanita berihram, disunahkan memakai pacar bagi wanita bersuami, bila belum bersuami maka makruh.

Tidak disunahkan bagi wanita mengecat kuku, mewarnai hitam, memacar kuku, serta memerahi pipi, bahkan haram hal tersebut untuk wanita yang belum bersuami maupun wanita yang tidak mendapat ijin suami atau tuannya.”
ويحرم أيضا تجعيد شعرها ونشر أسنانها وهو تحديدها وترقيقها والخضاب بالسواد وتحمير الوجنة بالحناء ونحوه وتطريف الأصابع مع السواد
الكتاب : حاشية الجمل ج2 ص430
“Diharamkan juga mengeriting rambut wanita, merenggangkan giginya yakni dengan mempertajam dan menipiskannya, mewarnai dengan pacar hitam, memerahi pipi dengan hina’ dan sejenisnya, serta memacari jari-jari besertaan warna pacarnya hitam.”
( قَوْلُهُ : وَتَطْرِيفُ ) قَالَ ابْنُ الرِّفْعَةِ وَالْمُرَادُ بِالتَّطْرِيفِ الْمُحَرَّمِ تَطْرِيفُ الْأَصَابِعِ بِالْحِنَّاءِ مَعَ السَّوَادِ أَمَّا بِالْحِنَّاءِ وَحْدَهُ فَلَا شَكَّ فِي جَوَازِهِ شَرْحُ الْعُبَابِ وَكَذَا يَنْبَغِي أَنْ يُقَالَ فِي النَّقْشِ سم
الكتاب : تحفة المحتاج ج14 ص484
“Wa tathrif: Ibnu Rif’ah dalam Syarh ‘Ubab berkata bahwa yang dimaksud tathrif yang diharamkan adalah mewarnai kuku dengan pacar besertaan warnanya hitam, sedangkan hukum pacar semata (tanpa tambahan hitam) maka tidak diragukan lagi kebolehannya. Ibnu Qasim al-’Ubadi menambahkan, begitu juga ketentuan warna hitam ini berlaku dalam hukum pengecatan kuku.”
ويحرم تَجْعِيدُهُ أَيْ الشَّعْرِ وَوَشْرُ الْأَسْنَانِ أَيْ تَحْدِيدُهَا وَتَرْقِيقُهَا لِلتَّغْرِيرِ وَلِلتَّعَرُّضِ لِلتُّهْمَةِ فِيهِمَا وَلِلْخَبَرِ السَّابِقِ في الثَّانِي وَالْخِضَابُ بِالسَّوَادِ لِخَبَرِ يَكُونُ قَوْمٌ يَخْضِبُونَ في آخَرِ الزَّمَانِ بِالسَّوَادِ كَحَوَاصِلِ الْحَمَامِ لَا يَرِيحُونَ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ رَوَاهُ أبو دَاوُد وَغَيْرُهُ وَتَحْمِيرُ الْوَجْنَةِ بِالْحِنَّاءِ أو نَحْوِهِ وَتَطْرِيفُ الْأَصَابِعِ بِهِ مع السَّوَادِ لِلتَّعَرُّضِ لِلتُّهْمَةِ إلَّا بِإِذْنِ زَوْجٍ أو سَيِّدٍ لها في جَمِيعِ ما ذُكِرَ بَعْدَ قَوْلِهِ حَرَامٌ فَيَجُوزُ لها ذلك لِأَنَّ له غَرَضًا في تَزَيُّنِهَا له وقد أَذِنَ لها فيه وَخَالَفَ في التَّحْقِيقِ في الْوَصْلِ وَالْوَشْرِ فَأَلْحَقَهُمَا بِالْوَشْمِ في الْمَنْعِ مُطْلَقًا
الكتاب : أسنى المطالب ج1 ص173
“Diharamkan mengeriting rambut dan merenggangkan giginya yakni dengan mempertajam dan menipiskannya karena rentan manipulasi dan berpraduga negatif pada dirinya dalam dua perkara tadi, haramnya pacar warna hitam juga dikarenakan hadits [akan ada kaum di akhir jaman yang mewarnai dengan pacar hitam sebagaimana hitamnya tembolok burung dara, mereka tidak bisa mencium bau surga, HR. Abu Dawud dan lainnya].
[Diharamkan juga] memerahi pipi dengan hina’ atau sejenisnya serta memacari jari-jari besertaan warna pacarnya hitam, sebab menimbulkan pandangan negatif masyarakat, kecuali atas ijin suami atau tuannya maka boleh semua hal yang diharamkan tadi. Hal itu karena suami berhak atas pelayanan bersolek dari istrinya sedangkan dia telah mengijinkan. Namun an-Nawawi dalam kitab Tahqiq tidak sepakat mengenai hukum menyambung rambut dan merenggangkan gigi, ia menyamakannya dengan hukum tato yakni mutlak haram.”


وكذا يُسْتَحَبُّ خَضْبُ كَفَى الْمَرْأَةِ الْمُزَوَّجَةِ وَالْمَمْلُوكَةِ وَقَدَمَيْهَا بِذَلِكَ لِأَنَّهُ زِينَةٌ وَهِيَ مَطْلُوبَةٌ منها لِزَوْجِهَا أو سَيِّدِهَا تَعْمِيمًا لَا تَطْرِيقًا وَلَا نَقْشًا
الكتاب : أسنى المطالب ج1 ص173
“Begitu juga disunahkan memacari kedua telapak tangan dan kaki wanita bersuami atau hamba sahaya karena itu adalah aksesoris baginya. Hal itu ditujukan untuk suami atau tuannya dengan cara meratakan pemakaian pacar bukan dengan cara memacari atau mengecat ujung jarinya semata.”
واما الخضاب بالحناء فمستحب للمرأة المزوجة في يديها ورجليها تعميما لا تطريفا ويكره لغيرها وقد اطلق البغوي وآخرون استحباب الخضاب للمرأة ومرادهم المزوجة
الكتاب : المجموع شرح المهذب ج3 ص140
“Mewarnai dengan pacar disunahkan bagi wanita bersuami pada kedua tangan dan kakinya, dengan cara diratakan bukan sebatas ujung jari, serta makruh bagi selain wanita bersuami. Namun al-Baghawi dan lainnya memutlakkan hukum sunah memakai pacar bagi wanita, yakni wanita yang telah bersuami.”
نَصَّ الشَّافِعِيَّةُ عَلَى أَنَّهُ يَحْرُمُ نَقْشُ يَدِ الْمَرْأَةِ الْمُحْرِمَةِ بِالْحِنَّاءِ ، وَكَذَا تَطْرِيفُ الأْصَابِعِ وَتَسْوِيدُهَا لِمَا فِيهِ مِنَ الزِّينَةِ وَإِزَالَةِ الشَّعَثِ الْمَأْمُورِ بِهِ فِي الإْحْرَامِ
الكتاب : الموسوعة الفقهية ج41 ص149
“Asy-Syafi’i menegaskan haramnya mengecat tangan wanita yang berihram dengan hina’, begitu juga memacari kuku dan menghitamkannya, sebab memandang hal itu merupakan aksesoris serta menjadikan hilangnya penampilan kusut yang diperintahkan dalam ihram.”
قوله ( بشيء منه ) أي من المذكور وهو الحناء
وقوله فتستر لون البشرة وإذا فعلت ذلك لا يجوز النظر ليديها مخضوبتين والحرمة باقية وإنما أفاد الخضب نوع ستر في الجملة سم
قوله ( وخرج بالمرأة لرجل ) شامل للأمرد الجميل
قوله ( بل يحرم ) أي لغير عذركما نص عليه الإمام الشافعي ومحل الحرمة في البدن فلا ينافي سن خضب لحيته بالحناء وكذا بالسواد في الجهاد ليظهر للكفار شبابه وقوته
الكتاب : حاشية البجيرمي على شرح منهج ج2 ص117
“[Dengan sesuatu darinya] yakni dari hina’ yang telah disebutkan
[Menutupi warna kulit] ketika hal itu sudah dilakukan tetap tidak boleh melihat kedua tangan wanita yang diberi pacar itu, hukum haramnya tetap, fungsi khidhab sebagai penutup kulit hanya memandang secara global saja.


[Dikecualikan dari wanita yaitu pada lelaki] termasuk di dalamnya pemuda berwajah manis.
[Bahkan haram] yakni tanpa adanya udzur sebagaimana yang ditegaskan oleh asy-Syafi’i, letak keharamannya di badan, sehingga tidak menegasikan sunahnya khidhab jenggot dengan pewarna hina’, begitu juga dengan pewarna hitam dalam medan perang untuk mendemonstrasikan fisik belia dan kekuatannya pada kaum kafir.”
اتَّفَقَ الْفُقَهَاءُ عَلَى أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ لِلرَّجُل أَنْ يَخْتَضِبَ فِي رَأْسِهِ وَلِحْيَتِهِ لِتَغْيِيرِ الشَّيْبِ بِالْحِنَّاءِ وَنَحْوِهِ لِلأْحَادِيثِ الْوَارِدَةِ فِي ذَلِكَ ، وَجَوَّزُوا لَهُ أَنْ يَخْتَضِبَ فِي جَمِيعِ أَجْزَاءِ بَدَنِهِ مَا عَدَا الْكَفَّيْنِ وَالْقَدَمَيْنِ ، فَلاَ يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَخْتَضِبَ فِيهِمَا إِلاَّ لِعُذْرٍ ؛ لأِنَّ فِي اخْتِضَابِهِ فِيهِمَا تَشَبُّهًا بِالنِّسَاءِ، وَالتَّشَبُّهُ بِالنِّسَاءِ مَحْظُورٌ شَرْعًا
وَقَال أَكْثَرُ الشَّافِعِيَّةِ وَبَعْضُ الْحَنَابِلَةِ بِحُرْمَتِهِ . وَقَال بَعْضُ الْحَنَابِلَةِ وَصَاحِبُ الْمُحِيطِ مِنَ الْحَنَفِيَّةِ بِكَرَاهَتِهِ وَقَدْ قَال رَسُول اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - لَعَنَ اللَّهُ الْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَال وَالْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَال بِالنِّسَاءِ . وَحُكْمُ الْخُنْثَى الْمُشْكِل كَحُكْمِ الرَّجُل فِي هَذَا
الكتاب : الموسوعة الفقهية ج2 ص284
“Para fuqaha sepakat disunahkannya bagi lelaki untuk mewarnai pacar pada rambut kepala dan jenggotnya untuk merubah warna uban sesuai dengan keterangan beberapa hadits, mereka juga memperbolehkan mewarnai pacar pada seluruh bagian anggota tubuhnya selain kedua telapak tangan dan kakinya, maka pada dua anggota tadi tidak diperbolehkan kecuali dengan adanya udzur, sebab memandang pewarnaan pacar pada keduanya menyerupai keadaan wanita, di mana hukum menyerupai wanita adalah haram.
Kebanyakan ulama syafi’iah dan sebagian hanabilah berpendapat tentang keharamannya. Sebagian yang lain dari hanabilah serta pengarang kitab Muhith dari hanafiah berpendapat makruh. Rasulullah bersabda: Allah melaknat golongan wanita yang menyerupai lelaki dan golongan lelaki yang menyerupai wanita. Status hukum khuntsa musykil sebagaimana lelaki dalam masalah ini.”
وَسُئِلَ رَحِمَهُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى ما حُكْمُ حِنَّاءِ يَدَيْ الرَّجُلِ وَرِجْلَيْهِ فَأَجَابَ نَفَعَنَا اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى بِعُلُومِهِ بِقَوْلِهِ حُكْمُ حِنَّاءِ يَدَيْ الرَّجُلِ وَرِجْلَيْهِ أَنَّهُ لِغَيْرِ ضَرُورَةٍ حَرَامٌ على الْمُعْتَمَدِ عِنْدَ النَّوَوِيِّ وَغَيْرِهِ لِأَنَّهُ من زِينَةِ النِّسَاءِ
الكتاب : الفتاوى الكبرى الفقهية ج4 ص257
“Ditanyakan: apa hukum memakai pacar pada kedua tangan dan kaki lelaki ?. Dijawab: hukum pemakaian pacar pada kedua tangan dan kaki lelaki, selain dalam kondisi darurat, haram menurut pendapat yang mu’tamad dari an-Nawawi dan ulama lainnya, sebab termasuk aksesoris bagi wanita.”
فأما الخضاب للرجل فذكر الشيخ أنه لا بأس به فيما لا تشبه فيه بالنساء; لأن الأصل الإباحة, ولا دليل للمنع, وأطلق في المستوعب: له الخضاب بالحناء, وقال في مكان آخر: كرهه أحمد "قال أحمد": لأنه من الزينة.
الكتاب : كتاب الفروع ج5 ص532

“Adapun mengenai memakai pacar pada lelaki, Ibnu Qudamah berpendapat hal itu tidak masalah pada perkara yang tidak dianggap menyerupai wanita, sebab hukum asal adalah boleh, serta tidak ada dalil yang melarangnya. Di dalam kitab al-Mustau’ab ia memutlakkannya bahwa boleh bagi lelaki memakai pewarna pacar, di tempat lainnya ia berkomentar bila Ahmad Ibn Hanbal memakruhkannya, Imam Ahmad berkata: sebab hal itu termasuk aksesoris wanita.”
Allahu A'lam bishawab...