Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Kamis, 28 September 2023

Hukum Shalat dzuhur setelah shalat jum'at

Hukum Melaksanakan Shalat Zhuhur setelah Shalat Jumat.

Jumat adalah ibadah yang dilakukan secara rutin sebanyak satu kali dalam sepekan, tepatnya saat waktu zhuhur hari Jumat.
Pada dasarnya, seseorang yang telah melaksanakan Jumat tidak perlu lagi mengulang shalat zhuhur karena Jumat telah memadai.

Dalam kondisi tertentu, mengulang shalat zhuhur hukumnya dianjurkan bahkan bisa wajib.
Mengulang shalat zhuhur disebut dengan shalat mu‘adah (shalat yang diulang).
Di beberapa masjid di kampung, ditemukan ritual shalat i‘adah zhuhur selepas Jumatan. Bagaimana sebenarnya hukum mengulang shalat zhuhur setelah shalat Jumat?

Hukum mengulangi shalat zhuhur setelah pelaksanaan shalat Jumat diperinci sebagai berikut:

Pertama, wajib.
Hukum ini berlaku dalam kondisi tidak terpenuhinya syarat keabsahan Jumat.
Contohnya adalah ditemukan dua jumatan dalam satu desa tanpa ada hajat.
Sementara diragukan mana yang terlebih dahulu melaksanakan takbiratul ihram dari dua jumatan tersebut.
Maka, masing-masing jamaah di kedua tempat tersebut wajib untuk mengulangi shalat zhuhur. Kewajiban mengulangi zhuhur ini dikarenakan shalat Jumat yang dilakukan di kedua tempat sama-sama tidak sah.

Sedangkan apabila yang dahulu melakukan takbiratul iharam adalah salah satunya, maka yang wajib mengulang shalat zhuhur adalah Jumat yang lebih akhir takbirnya.
Sebab, dalam kondisi tersebut, Jumat yang dinyatakan sah adalah hanya jumatan yang pertama kali melakukan takbiratul ihram.

Kedua, haram.
Hukum ini berlaku saat syarat-syarat sah jumat sudah terpenuhi dan hanya dilakukan di satu tempat dalam satu desa. Dalam kondisi tersebut, haram hukumnya mendirikan shalat i‘adah zhuhur setelah shalat Jumat.
Sebab Jumat sudah mewakili kewajiban zhuhur dan tidak ada tuntutan melakukannya.
Ketika ibadah tidak ada anjuran dari syari’at, maka hukumnya haram dan tidak sah, sebagaimana ditegaskan dalam kaidah:

العبادة حيث لم تطلب لم تنعقد

Artinya, “Ibadah ketika tidak dituntut, maka tidak sah.”

Ketiga, sunnah.
Perincian hukum ini berlaku saat terjadi pelaksanaan dua Jumat dalam satu desa karena ada hajat, misalkan disebabkan daya tampung masjid yang tidak memadai.
Pada kondisi tersebut, masyarakat diperbolehkan menyelenggarakan dua jumatan dan keduanya sah, baik yang lebih dahulu takbiratul ihramnya maupun yang lebih akhir. Selepas pelaksanaan Jumat, jamaah disunnahkan untuk mengulangi shalat zhuhur.

Sebagian pendapat dari kalangan Syafi’iyyah tidak membolehkan berbilangnya jumatan dalam satu desa secara mutlak, meski ada hajat.
Oleh karena itu, dalam kondisi dibutuhkan berbilangnya jumatan, jamaah dianjurkan untuk mengulangi shalat zhuhur setelah pelaksanaan Jumat untuk menjaga perbedaan pendapat ini, sebagai pengamalan dari sebuah kaidah fiqih berikut ini:

الخروج من الخلاف مستحب

Artinya, “Keluar dari ikhtilaf (perbedaan) ulama adalah dianjurkan.”

Ketiga perincian di atas berlandaskan pada sebuah keterangan yang disampaikan Syekh Abu Bakr bin Sayyid Muhammad Syatha sebagai berikut:

والحاصل أن صلاة الظهر بعد الجمعة إما واجبة أو مستحبة أو ممنوعة فالواجبة كما في مسألة الشك والمستحبة فيما إذا تعددت بقدر الحاجة من غير زيادة والممتنعة فيما إذا أقيمت جمعة واحدة بالبلد فيمتنع فعل الظهر. والله سبحانه وتعالى أعلم

Artinya, “Kesimpulannya, shalat zhuhur setelah jumat adakalanya wajib, sunnah, dan haram. Yang wajib sebagaimana dalam persoalan diragukan (mana yang lebih dahulu melaksanakan takbiratul ihram saat terdapat berbilangnya jumatan tanpa ada hajat).
Yang sunnah dalam persoalan berbilangnya Jumat dengan sebatas kebutuhan tanpa melebihi batas tersebut.
Yang haram dalam permasalahan dilaksanakannya satu Jumat dalam satu desa, maka tercegah untuk melakukan shalat zhuhur.

Wallahu a‘lam,

(Lihat Syekh Abu Bakr bin Sayyid Muhammad Syatha, Jam’ur Risalatain fi Ta’ddudil Jum’atain, halaman 9).

Demikian penjelasan hukum pelaksanaan shalat zhuhur setelah shalat Jumat. Semoga dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat.


Selasa, 19 September 2023

Dalil Tentang Perdamaian

DALIL tentang perdamaian toleransi menjadi pedoman bagi Muslim untuk bersikap tasamuh kepada sesama.

Al Quran yang merupakan kitab suci umat Islam memuat banyak hal bagi manusia termasuk perdamaian. Berikut  5 ayat Al-Quran tentang perdamaian lengkap dengan tafsir dan hadits-nya. 

Islam adalah agama yang mengajarkan perdamaian kepada sesama manusia. Damai menurut KBBI didefiniskan sebagai tidak ada perang ataupun kerusuhan, aman, rukun dan keadaan tidak bermusuhan.

Perdamaian merupakan harapan semua manusia di muka bumi. Tanpa perdamaian, hidup akan diliputi waswas dan ketidaktenangan.

Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam At Tabrani. Rasulullah Saw pernah bersabda "Sayangilah orang di bumi, maka kamu akan disayangi yang di langit". (Hadis ini Shohih, Riwayat At-Tabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, lihat Shahiihul jaami’ no. 896.

Isi Kandungan Surat Ali Imran Ayat 159, Perintah Lemah Lembut dan Musyawarah
Adapun makna perdamaian dalam yang akan diulas dalam artikel ini adalah ayat-ayat Al-Quran yang memiliki makna keselamatan dan kedamaian. Dalam bahasa Arab, damai disebut dengan salaam.

Al-Qur'an, menyebutkan ada banyak ayat Al-Quran yang mengandung unsur damai atau perdamaian dan turunannya atau derivasinya. Ayat-ayat tersebut di antaranya Surat Al Baqarah ayat 182 dan 224, Surat An Nisa ayat 62, 90, 91, 92, 114, dan 128. Selain itu, Surat Al Anfal ayat 61, Surat Al Qashash ayat 19, Surat Muhammad ayat 35, Surat Al Hujurat ayat 9 dan 10, serta Surat Ar Rum ayat 21.

Namun, dalam artikel ini hanya mengulas 5 ayat Al Quran yang menjelaskan masalah perdamaian. 

1. Surat Al Anfal ayat 61
Ayat Al-Quran tentang perdamaian pertama disebutkan dalam Surat Al Anfal ayat 61. Allah SWT berfirman:

وَإِنْ جَنَحُوا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Latin: Wa in janaḥū lis-salmi fajnaḥ lahā wa tawakkal ‘alallāh(i), innahū huwas-samī‘ul-‘alīm(u).
Artinya: (Akan tetapi,) jika mereka condong pada perdamaian, condonglah engkau (Nabi Muhammad) padanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya hanya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Ibnu katsir dalam kitab tafsirnya menjelaskan, ayat tersebut berkaitan dengan Perjanjian Hudaibiyah. Orang-orang musyrik Quraisy mengajukan gencatan senjata. Usulan itu disambut baik oleh Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut:

عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلم: "أنه سَيَكُونُ بِعْدِي اخْتِلَافٌ -أَوْ: أَمْرٌ -فَإِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ يَكُونَ السِّلْمُ، فَافْعَلْ"

Artinya: Dari Ali ibnu Abu Talib r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw telah bersabda: Sesungguhnya kelak akan terjadi perselisihan atau suatu perkara. Jika kamu mampu mengadakan perdamaian, maka lakukanlah".

2. Surat An Nisa ayat 114
Ayat Al Quran tentang Perdamaian berikutnya tertuang dalam Surat An Nisa ayat 114.

لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْواهُمْ إِلاَّ مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذلِكَ ابْتِغاءَ مَرْضاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْراً عَظِيماً

Artinya: Tidak ada kebaikan pada banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali (pada pembicaraan rahasia) orang yang menyuruh bersedekah, (berbuat) kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang berbuat demikian karena mencari rida Allah kelak Kami anugerahkan kepadanya pahala yang sangat besar.

Menurut Ibnu Katsir, ayat tersebut merupakan anjuran kepada manusia untuk berlomba-lomba mengajak perdamaian. Hal ini dikuatkan dengan beberapa hadits berkaitan dengan ayat tersebut.

 عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَفْضَلِ مِنْ دَرَجَةِ الصَّلَاةِ، وَالصِّيَامِ وَالصَّدَقَةِ؟ " قَالُوا: بَلَى. قَالَ: "إِصْلَاحُ ذَاتِ الْبَيْنِ"

Artinya: dari Abu Darda yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: "Maukah kalian aku beritahukan hal yang lebih utama daripada pahala puasa, salat, dan zakat?" Mereka menjawab, "Tentu saja, wahai Rasulullah." Nabi Saw. bersabda, "Mendamaikan orang-orang yang bersengketa." (HR. Imam Ahmad)

3. Surat Al Hujurat ayat 9
Ayata Al-Quran tentang perdamaian selanjutnya termaktub dalam Surat Al Hujurat ayat 9.

وَاِنْ طَاۤىِٕفَتٰنِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اقْتَتَلُوْا فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَاۚ فَاِنْۢ بَغَتْ اِحْدٰىهُمَا عَلَى الْاُخْرٰى فَقَاتِلُوا الَّتِيْ تَبْغِيْ حَتّٰى تَفِيْۤءَ اِلٰٓى اَمْرِ اللّٰهِ ۖفَاِنْ فَاۤءَتْ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَاَقْسِطُوْا ۗاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

Artinya: Jika ada dua golongan orang-orang mukmin bertikai, damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap (golongan) yang lain, perangilah (golongan) yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), damaikanlah keduanya dengan adil. Bersikaplah adil! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersikap adil. (QS. Al Hujurat: 9)

Menurut Ibnu Sai'd Jubair, ayat ini terkait dengan peperangan yang terjadi antara kaum Aus dan Khozrj yang berperang dengan pedang dan sandal. Maka ayat ini turun untuk mendamaikan antara keduanya. Namun, ayat tadi tentunya juga bermakna luas.

Bahwa umat Islam hendaknya mengupayakan perdamaian antarsesama manusia. Hal inilah yang tercantum dalam hadis yang juga dikutip oleh Imam Ibnu Katsir saat menjelaskan ayat tersebut. 

Seperti yang disebutkan di dalam hadits sahih, dari Anas r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

"انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذَا نَصَرْتُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ أَنْصُرُهُ ظَالِمًا؟ قَالَ: "تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمَ، فَذَاكَ نَصْرُكَ إِيَّاهُ"

Artinya: Tolonglah saudaramu, baik dalam keadaan aniaya atau teraniaya. Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, kalau dia teraniaya, aku pasti menolongnya. Tetapi bagaimana aku menolongnya jika dia aniaya?" Rasulullah Saw. menjawab: Engkau cegah dia dari perbuatan aniaya, itulah cara engkau menolongnya.

4. Surat Al Hujurat ayat 10
Ayat Al-Quran tentang Perdamaian berikutnya disebutkan dalam Surat Al Hujurat ayat 10.

اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ اِخْوَةٌ فَاَصْلِحُوْا بَيْنَ اَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ ࣖ

Latin: Innamal-mu'minūna ikhwatun fa aṣliḥū baina akhawaikum wattaqullāha la‘allakum turḥamūn(a).
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu dirahmati. (QS. Al Hujurat: 10)

Menurut Ibnu Katsir, ayat tersebut secara tegas menjelaskan bahwa setiap orang yang beriman atau mukmin adalah saudara seagama. Karena itu, sudah semestinya mendamaikan mereka jika terjadi perselisihan.
Banyak hadits yang menjelaskan mengenai masalah tersebut.

"مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوادِّهم وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَوَاصُلِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ الْوَاحِدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بالحُمَّى والسَّهَر"

Artinya: Perumpamaan orang-orang mukmin dalam persahabatan kasih sayang dan persaudaraannya sama dengan satu tubuh; apabila salah satu anggotanya merasa sakit, maka rasa sakitnya itu menjalar ke seluruh tubuh menimbulkan demam dan tidak dapat tidur (istirahat).

Di dalam hadits sahih disebutkan pula:

"الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا"

Artinya: Orang mukmin (terhadap mukmin lainnya) bagaikan satu bangunan, satu sama lainnya saling kuat-menguatkan.

5. Surat Al Baqarah Ayat 224
Ayat Al-Quran tentang Perdamaian disebutkan juga dalam Surat Al Baqarah ayat 224.

وَلَا تَجْعَلُوا اللّٰهَ عُرْضَةً لِّاَيْمَانِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْا وَتَتَّقُوْا وَتُصْلِحُوْا بَيْنَ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang dari berbuat baik, bertakwa, dan menciptakan kedamaian di antara manusia. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al Baqarah: 224)

Dalam ayat ini dilarang bersumpah untuk tidak berbuat baik atau tidak bertakwa atau tidak mengadakan islah di antara manusia. Kalau sumpah seperti itu sudah diucapkan, wajib dilanggar (dibatalkan), sebab sumpah tersebut tidak pada tempatnya, tetapi sesudah sumpah itu dilanggar, harus ditebus dengan membayar kafarat, yaitu memerdekakan seorang budak atau memberi makan sepuluh orang miskin atau memberi pakaian kepada mereka atau kalau tak sanggup, berpuasa selama 3 hari.

Rasulullah SAW bersabda:

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنِ اسْتَلَجَّ فِي أَهْلِهِ بِيَمِينٍ، فَهُوَ أَعْظَمُ إِثْمًا، لَيْسَ تُغْنِي الْكُفَّارَةُ".

Artinya: Dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang bersitegang terhadap keluarganya dengan sumpahnya, maka perbuatan itu dosanya amat besar, kifarat tidak cukup untuk menutupinya.

Demikian ulasan 5 Ayat Al-Quran tentang Perdamaian yang bisa dijadikan pedoman bagi muslim untuk berbuat baik dengnan menyebarkan perdamaian dan mendamaikan mereka yang bertikai.

Wallahu A'lam

Minggu, 10 September 2023

DAKWAH ROSULULLAH DIMAKKAH DAN MADINAH

Rasulullah Berdakwah Sembunyi-sembunyi Selama 3 Tahun, Begini Kondisi Umat Islam

Periode dakwah secara sembunyi-sembunyi berlangsung selama 3 tahun. Dakwah tersebut dilakukan di kota Mekkah.
Menurut buku Mengapa Islam Memerintahkan Berperang susunan Muhammad Reza Rahardian, periode dakwah di Mekkah khusus untuk dakwah tauhid.
Berbeda dengan di Madinah yang ruang lingkupnya meluas ke ilmu-ilmu lain seperti fiqih muamalah dan fiqih As-Siyar yang membahas tentang ilmu peperangan.

Kala itu, tauhid menjadi hal yang asing bagi penduduk Mekkah. Karenanya, Nabi Muhammad tidak langsung berdakwah secara terang-terangan.

Apabila penyampaian dakwah tauhid dilakukan tanpa metode yang tepat, tentu akan menyebabkan penduduk Mekkah terkejut dan berujung menolak ajaran yang disampaikan. Karenanya, Rasulullah berdakwah dengan sembunyi-sembunyi.

Nabi Muhammad tidak langsung menyebarkan kepada masyarakat Mekkah, melainkan memulainya dengan berdakwah kepada orang-orang terdekat, seperti anggota keluarga dan sahabat karibnya. Keluarga Rasulullah merupakan orang-orang baik dan selalu menghormati beliau, karena itu mereka lantas menerima agama Islam.

Mengutip dari buku Pendidikan Agama Islam: Sejarah Kebudayaan Islam yang ditulis oleh Drs Imam Subchi MA,

Pada periode dakwah sembunyi-sembunyi, Nabi Muhammad hanya menyampaikan ajaran dasar dari Islam.
Ajaran itu mencakup tiga hal, yaitu :
1.Keesaan Tuhan,
2.Penghapusan patung-patung berhala,
3.Dan kewajiban untuk beribadah ritual serta sosial demi mencari ridha Allah semata.

Kondisi Umat Islam pada Periode Dakwah Sembunyi-sembunyi
Merujuk pada sumber yang sama, pada periode tersebut umat Islam melaksanakan shalat bersama para pengikut dan sahabatnya dengan cara sembunyi-sembunyi.
Ini dimaksudkan agar tidak ketahuan oleh penduduk Mekkah.

Walau begitu, lama-kelamaan kabar tentang dakwah Islam sampai ke telinga kabilah Quraisy di Mekkah.
Kala itu, mereka tidak terlalu peduli dengan dakwah Islam karena menganggap Nabi Muhammad sebagai orang yang peka terhadap urusan agama, tidak lebih dari itu.

Berlangsung selama 3 tahun, pada rentang waktu tersebut umat Islam yang jumlahnya masih sedikit saling menguatkan satu sama lain.
Hingga akhirnya turunlah ayat Al-Qur'an yang memerintahkan Rasulullah untuk berdakwah secara terang-terangan kepada penduduk Mekkah.

Orang-orang yang Pertama Kali Menerima Ajaran Nabi Muhammad
Orang-orang yang pertama kali menerima ajaran dan seruan Rasulullah SAW disebut dengan as-sabiqunal awwalun.
Arti dari kata tersebut ialah orang-orang yang pertama masuk Islam.

Sosok assabiqunal awwalun itu ialah, Khadijah istri Nabi mUhammad, Zaid bin Haritsah anak angkat Rasulullah, Ali bin Abi Thalib sepupu nabi, dan Abu Bakar yang merupakan sahabat karib beliau.
Setelahnya, mereka turut melanjutkan jejak Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam.

Abu Bakar berhasil mengajak 5 orang lainnya untuk memeluk agama Islam, mereka adalah Sa'ad bin Abi Waqqash, Zubair bin Awwam, Thalhah bin Ubaidillah, Abdurrahman bin Auf, dan Utsman bin Affan.
Selain nama-nama yang disebutkan, masih banyak orang-orang yang masuk Islam di awal-awal dakwah, mereka semua berasal dari kabilah Quraisy dan disebut sebagai sahabat, artinya orang-orang yang bertemu Rasulullah, beriman kepada beliau dan meninggal atas keimanan.

Menurut artikel berjudul Karakteristik dan Strategi Dakwah Rasulullah Muhammad SAW pada Periode Mekkah yang terbit di jurnal At Tabsyir, selama 10 tahun pertama berdakwah belum ada kemajuan yang berarti khususnya dalam jumlah umat Islam.
Penekanan dakwah di Mekkah difokuskan pada keesaan Allah, karena kondisi Mekkah saat itu belum bertauhid.

Memulai Dakwah Terang-terangan di Mekkah
Setelah turun surat Ash-Shu'ara ayat 214, Nabi Muhammad mulai berdakwah secara terang-terangan. Adapun, bunyi dan arti dari ayat tersebut yaitu:

وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ ٱلْأَقْرَبِينَ

Arab latin: Wa anżir 'asyīratakal-aqrabīn

Artinya: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat,"

Setelahnya, Nabi Muhammad SAW mulai menampakkan dirinya ke publik. Beliau percaya diri untuk melakukannya karena mendapat perlindungan dari pamannya Abu Thalib, Nabi Muhammad lalu mendaki Bukit Shafa dan berseru kepada kabilah Quraisy.

Paman Nabi Muhammad lainnya yaitu Abu Lahab menanggapi dakwah beliau dengan ketus. Saat itulah turun firman Allah mengenai Abu Lahab dalam surat Al Lahab ayat 1-5.

تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّۗ

Arab latin: Tabbat yadā abī lahabiw wa tabb.

Artinya: 1. "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!"

مَآ اَغْنٰى عَنْهُ مَالُهٗ وَمَا كَسَبَۗ

Arab latin: Mā agnā 'an-hu māluhụ wa mā kasab.

Artinya: 2. "Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang dia usahakan,"

سَيَصْلٰى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍۙ

Arab latin: Sayaslā nāran żāta lahab.

Artinya: 3. "Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (neraka),"

وَّامْرَاَتُهٗ ۗحَمَّالَةَ الْحَطَبِۚ

Arab latin: Wamra'atuh, hammālatal-hatab.

Artinya: 4. "Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah),"

فِيْ جِيْدِهَا حَبْلٌ مِّنْ مَّسَدٍ

Arab latin: Fī jīdihā hablum mim masad.

Artinya: "Di lehernya ada tali dari sabut yang dipintal,"

Seruan Nabi Muhammad dan celaan Abu Lahab mengisyaratkan dimulainya pertempuran antara dua ideologi, yaitu tauhid melawan kesyirikan.

Periode Dakwah di Madinah
Setelah berdakwah di Mekkah, Nabi Muhammad juga berdakwah di Madinah. Dijelaskan dalam buku Pendidikan Agama Islam yang disusun oleh Bachrul Ilmy,

Setidaknya ada enam bentuk nyata dari periode dakwah di Madinah.

Enam pembinaan itu adalah :

1.Akidah,
2.Ibadah,
3.Muamalah kaum muslim, 4.Pembinaan ukhuwah atau persaudaraan untuk menyatukan kaum muslim,
5.Pembinaan kader-kader perjuangan untuk mempertahankan wilayah dakwah,
6.Dan memetakan pertahanan dan sosial untuk menjaga stabilitas Madinah.

Adapun,cara berdakwah Nabi Muhammad pada periode Madinah yaitu:

1.Membangun masjid sebagai pusat kegiatan dakwah
2.Melakukan perjanjian dengan kaum Yahudi di Madinah
3.Mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar
4.Membangun ekonomi rakyat dengan mendirikan pasar.

Demikian pembahasan mengenai periode dakwah secara sembunyi-sembunyi yang dilakukan di Mekkah.
Semoga bermanfaat.

KEUTAMAAN IBADAH UMROH

*السلام عليكم ورحمة الله وبركاته*

*KABAR INDAH,DARI ROSULULLAH,UNTUK ORANG YANG BERANGKAT UMROH*

*Keutamaan dan Pahala Melimpah dalam Ibadah Umrah*

Dalam rangkaian pelaksanaan ibadah umrah terdapat berbagai kebaikan dan keutamaan, pahala yang melimpah, dan juga ampunan dosa dari Allah Ta’ala.

Terdapat penghapusan dosa di antara dua umrah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

العمرةُ إلى العمرةِ كفَّارَةٌ لمَا بينَهمَا ، والحجُّ المبرورُ ليسَ لهُ جزاءٌ إلا الجنَّةُ

“Antara satu umrah dengan umrah berikutnya terdapat penghapusan dosa-dosa di antara keduanya.  Haji yang mabrur, tidak ada pahala bagi pelakunya, melainkan surga” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bisa menghilangkan kefakiran dan menghapus dosa
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Iringilah haji dengan umrah, karena keduanya menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Tidak ada pahala bagi haji yang mabrur, kecuali surga.” (HR. An-Nasa’i, dinilai shahih oleh Syekh Al Albani)

Umrah bagi wanita adalah jihad sebagaimana ibadah haji
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلَى النِّسَاءِ جِهَادٌ قَالَ « نَعَمْ عَلَيْهِنَّ جِهَادٌ لاَ قِتَالَ فِيهِ الْحَجُّ وَالْعُمْرَةُ

“Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Iya. Dia wajib berjihad tanpa melakukan perang, yaitu dengan haji dan umrah.” (HR. Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Syekh Al Albani)

Orang yang umrah menjadi tamu Allah dan doanya mustajab
Disebutkan di dalam hadis bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْغَازِى فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ وَفْدُ اللَّهِ دَعَاهُمْ فَأَجَابُوهُ وَسَأَلُوهُ فَأَعْطَاهُمْ

“Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang berhaji, serta berumrah adalah tamu-tamu Allah. Allah memanggil mereka, maka mereka pun memenuhi panggilan. Oleh karena itu, jika mereka meminta kepada Allah, pasti Allah akan mengabulkan permintaan mereka.” (HR. Ibnu Majah, dinilai shahih oleh Syekh Al Albani)

Pengorbanan umrah bernilai pahala,
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda mengenai umrah yang dilakukan ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

عن عائشة رضي الله عنها ، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال لها في عمرتها : إن لك من الأجر على قدر نصبك ونفقتك

“Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Aisyah tentang umrahnya, ‘Sesungguhnya kamu mendapat pahala sesuai kadar kesulitan dan pengorbananmu.’” (HR. Hakim, shahih)

Umrah di bulan Ramadan seperti haji bersama Nabi
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فَإِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فَاعْتَمِرِي ، فَإِنَّ عُمْرَةً فِيهِ تَعْدِلُ حَجَّةً مَعِي

“Apabila datang bulan Ramadan, lakukanlah umrah, karena umrah di bulan Ramadhan senilai haji bersamaku.“ (HR. Bukhari dan Muslim)

Mendapat keutamaan dari berbagai ibadah dalam rangkaian pelaksanaan umrah
Dalam rangkaian ibadah umrah terdapat beberapa  ibadah yang agung yang memiliki keutamaan-keutamaan tersendiri. Di antaranya: mengucapkan talbiyah, thawaf di Ka’bah, melaksanakan sa’i, minum air zam-zam, salat di Masjidil Haram, tahallul, serta berbagai zikir dan doa yang diucapkan selama melaksanakan umrah.

Keutamaan ucapan talbiyah
Mengenai ucapan talbiyah, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا أَهَلَّ مهلٌّ ، ولا كَبَّرَ مُكبِّرٌ إِلاََّ بُشِّر، قيل: يا رسول الله بالجنة؟ قال: نعم

“Tidaklah seorang mengucapkan talbiyah atau mengucapkan takbir, melainkan akan dijanjikan dengan kebaikan.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Wahai Rasulullah, apakah dijanjikan dengan surga?” Beliau menjawab, “Iya.” (HR. Thabrani, dinilai hasan oleh Syekh Al Albani)

Keutamaan thawaf
Mengenai pahala thawaf, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ طَافَ بِهَذَا البَيْتِ أُسْبُوعًا فَأَحْصَاهُ كَانَ كَعِتْقِ رَقَبَةٍ، لاَ يَضَعُ قَدَمًا وَلاَ يَرْفَعُ أُخْرَى إِلاَّ حَطَّ اللَّهُ عَنْهُ خَطِيئَةً وَكَتَبَ لَهُ بِهَا حَسَنَةً

“Barangsiapa yang thawaf di Ka’bah ini sebanyak tujuh putaran, lalu ia menyempurnakannya, maka seperti (pahala) memerdekakan seorang budak.
Tidaklah ia meletakan kakinya dan tidak pula ia mengangkat kaki yang lain, kecuali Allah akan menghapuskan satu dosanya dan mencatat baginya satu kebaikan.” (HR Tirmidzi, dinilai shahih oleh Syekh Al-Albani)

Pahala salat di Masjidil Haram
Mengenai pahala salat di Masjidil Haram, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

صلاةٌ في مسجدِي هذا خيرٌ من ألفِ صلاةٍ في ما سواه إلا المسجدَ الحرامَ، وصلاةٌ في  الحرامِ أفضلُ من مائةِ صلاةٍ في مسجدِي هذا

“Salat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 kali salat di masjid lainnya, selain Masjidil Haram. Adapun salat di Masjidil Haram, maka lebih utama daripada 100 kali salat di masjidku ini (Masjid Nabawi).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ampunan Allah ketika tahallul
Disebutkan di dalam hadis bahwa  Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda mendoakan bagi orang yang tahallul,

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُحَلِّقِينَ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ وَالْمُقَصِّرِينَ ؟ قَالَ : وَالْمُقَصِّرِينَ

“Ya Allah, ampunilah mereka yang potong gundul.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau cuma sekedar potong pendek?” Beliau masih bersabda, “Ya Allah, ampunilah mereka yang potong gundul.” Para sahabat balik bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana kalau cuma potong pendek?” Beliau masih bersabda, “Ya Allah, ampunilah mereka yang potong gundul.” Para sahabat kembali bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana cuma sekedar potong pendek?” Baru beliau menjawab, “Dan juga bagi yang memendekkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Demikianlah di antara berbagai keutamaan dan pahala yang besar bagi orang yang melaksanakan ibadah umrah. Semoga kita dimudahkan,dilancarkan disehatkan semuanya oleh Allah Ta’ala,untuk bisa ke Baitullah melaksanakan ibadah yang mulia ini.

#SemangatSemangat
#LatihDiriKitaDariSekarang
#GiatIbadahTergantungKebiasaan

Kamis, 07 September 2023

PANTUN MAULID NABI

PANTUN MAULID NABI

1. Sungguh lucu si labi-labi
Mukanya hijau bak daun pandan

Selamat memperingati Maulid Nabi
Muhammad adalah sebaik-baiknya teladan.

2. Seluas hamparan pasir di gurun Gobi
Mengeluh panas akan musim kemarau

Selamat memperingati Maulid Nabi
Mari kita meneladan akhlak beliau.

3. Pergi ke warung ingin beli ketan
Ketan kudapat eh malah diambil teman

Maulid nabi bukan sekadar peringatan
Melainkan momentum untuk tingkatkan iman.

4. Pergi ke toko membeli kawat
Jangan lupa pulangnya membeli alpukat

Mari kita banyak berselawat
Agar di akhirat mendapat syafaat.

5. Pergi ke pasar beli makaroni
Sebelahnya ada jualan serabi

Ayo semua kita teladani
Apa yang sudah dicontohkan nabi.

6. Ada satu ada dua
Sehabis dua pastilah tiga

Nabi Muhammad panutan kita semua
Untuk jalan menuju surga.

7. Mengikat pagar dengan kawat
Pagar diikat terlalu erat

Perbanyaklah kita mengucap selawat
Agar Rasulullah memberi syafaat.

8. Aduhai banyaknya daun rontok dari pohon jati
Tapi kayu tiada akan pernah berkarat

Cintailah Nabi Muhammad saw. dengan sepenuh hati
Semoga kita mendapat pertolongan beliau di akhirat.

9. Gatot kaca ototnya kawat
Ternyata dia suka makan ubi

Ayo kita banyak sholawat
Dalam menyambut hari maulid nabi.

10. Batu mahal namanya rubi
Setelah Kamis adalah Jumat

Mari kita sambut maulid nabi
Dengan mengucap banyak selawat.

11. Beli buah tempat pak Robi
Janganlah kita suka berkelahi

Selamat memperingati hari maulid nabi
Semoga hidup ini selalu diberkahi.

12. Beli durian di tempat bang Farid
Rumahnya dada di Banjarnegara

Mari kita rayakan hari maulid
Dengan semangat dan hati yang gembira.

13. Di pasar banyak toko serba-serbi
Jika kuhampiri uangku ludes pada akhirnya

Selamat memperingati Hari Kelahiran Nabi
Tetap bersemangat meneruskan dakwahnya.

14. Jadilah hidup lebih bermanfaat
Seperti kata ustaz Abdul Somad

Semoga kita mendapat syafaat
Dengan mencontoh Nabi Muhammad.

15. Pohon sahabat bernama Sahabi
Kurma terbaik namanya Ajwa

Dengan merayakan maulid nabi
Semoga bertambah iman dan takwa.

Senin, 04 September 2023

HUKUM JUAL BELI KUPON JALAN SEHAT

Hukum Jual Beli Kupon Jalan Sehat Berhadiah dan Poin Voucher Operator Seluler.

Untuk menyelenggarakan suatu acara atau kegiatan tertentu, terkadang pihak panitia mengadakan kupon hadiah. Kemudian kupon tersebut dijualbelikan kepada pihak peserta. Misalnya, harga per kupon adalah Rp3.000. Adapun acaranya, terkadang hanya berupa praktik jalan sehat, dan semua peserta pemegang kupon berhak atas kesempatan mendapatkan hadiah melalui pengundian.

Hal yang sama juga terjadi di sejumlah platform tertentu atau program gifts (hadiah) yang disampaikan lewat program undian oleh sejumlah perusahaan. Suatu misal, pembelian voucher lewat harta poin Telkomsel atau Indosat yang pemenangnya juga disampaikan lewat program undian. Nah, apakah kedua akad ini termasuk yang dibolehkan oleh syara’?

Berdasarkan hasil kajian peneliti, program-program semacam pada dasarnya mengandung unsur perjudian (qimar) disebabkan 4 hal, yaitu:

Ada tindakan spekulatif untuk mendapatkan hadiah
Ada harta yang sah kedudukannya dipandang sebagai harta dan diserahkan kepada pihak penyelenggara dengan alasan pembelian voucher hadiah
Harta yang terkumpul dari biaya pembelian voucher atau kupon, dijadikan sebagai hadiah
Tidak ada kegiatan yang bisa masuk dalam kategori ijarah (jasa), jualah (sayembara), musabaqah (perlombaan), atau munadlalah (adu keterampilan) yang dibenarkan oleh syara’.
 
Secara tegas, bahwa praktik semacam ini adalah termasuk tindakan yang dilarang oleh syariat, sebab termasuk akad muqamarah (perjudian). Bagaimana bisa? Simak penjelasannya!

Jual Beli Kupon Hadiah

Kupon hadiah merupakan harta yang tidak berjamin aset. Andaikan dianggap aset, tapi jika kepemilikan aset itu masih harus melalui mekanisme pengundian (qar’ah), maka sifat kepemilikan aset tersebut termasuk kepemilikan yang tidak pasti (gharar).

Menjualbelikan kepemilikan yang tidak pasti adalah sama dengan jual beli barang yang tidak pasti pula (gharar), sehingga tidak bisa dijamin pengadaannya. Jadi, sifat adanya barang menempati kedudukan antara barang ma’dum (fiktif) dengan barang yang bisa disifati.

Karena ketidakpastian itu, jual beli kupon itu cenderung syarat kepada timbulnya unsur kecurangan (ghabn), sebab salah satu pihak yang telah menyerahkan harga dapat berlaku sebagai yang dirugikan (yughram) sebab hartanya terambil. Dan ini adalah salah satu ciri utama dari perjudian (qimar).

Undian Poin Voucher

Hal yang sama dengan kupon di atas, sering terjadi pada pola pengundian poin voucher. Sebelumnya, perlu diketahui bahwa poin voucher ini sering kita dapati pada beberapa produk yang berkaitan dengan teknologi digital.

Ambil contoh misalnya, Anda memiliki kebiasaan melakukan pengisian pulsa lewat Telkomsel atau Indosat. Berdasar kebiasaan pengisian itu, pihak Telkomsel atau Indosat mengidentifikasi setiap transaksi pengisian Anda, dengan memberikan poin setiap bulannya sebesar 1 poin untuk pengisian di bawah 10 ribu sampai dengan 100 ribu per bulan, dan 2 poin untuk kelas pengisian di kisaran 100 ribu-300 ribu, dan 4 poin di kisaran 300 ribu - 999.999 rupiah.

Berbagai poin ini bisa ditukar dengan tiket menonton konser, atau berbelanja merchandise pada sejumlah outlet tertentu. Karena sifatnya yang bisa ditukar dengan harta, maka poin semacam ini, secara tidak langsung menduduki posisi sebagai harta manfaat disebabkan posisinya yang bisa dirupiahkan. Tegasnya, adalah bahwa poin itu merupakan mal manfaat maushuf fi al-dzimmah (harta manfaat yang sifatnya bisa diketahui berdasarkan karakeristiknya). Bisa juga, poin itu disebut sebagai mal duyun (harta utang), yaitu utangnya pihak perusahaan kepada pelanggan pemegang poin itu.

Jika poin ini diserahkan dalam suatu program untuk membeli voucher undian, maka secara tidak langsung pula, sama artinya dengan menyerahkan harta dalam sebuah program undian judi (qimar), tanpa adanya unsur kerja (jasa), sayembara, perlombaan, atau munadlalah (adu keterampilan) yang dibenarkan oleh syara’.

Alhasil, menyerahkan poin untuk membeli voucher undian semacam ini, adalah sama kedudukannya dengan ikut serta dalam program judi modern.

Apakah ada solusi mengatasinya?

Semua praktik muamalah pada dasarnya adalah boleh (mubah) manakala tidak ditemui adanya illat keharaman.
Hal yang menyebabkan keharaman dari praktik jual beli kupon dan voucher, sudah disampaikan di atas, yaitu ada 4 hal.

Dari keempat hal itu, yang paling penting untuk mendapatkan perhatian adalah wajib adanya 4 kriteria yang benar dalam pemberian hadiah (iwadl/bonus/hadiah):
1.Kerja (jasa),
2.Sayembara,
3.Musabaqah (perlombaan),
4.Munadlalah (adu keterampilan) yang dibenarkan oleh syara’.  
Selagi tidak ada 4 kegiatan itu, maka terpenuhi unsur spekulatif judinya.

Musabaqah dan Munadhalah

Musabaqah merupakan istilah dalam perlombaan.
Tiga kriteria perlombaan yang dibenarkan dalam syariat, yaitu olahraga renang, pacuan kuda, dan memanah. Boleh bila ketiga perlombaan ini diqiyaskan dengan perlombaan di era modern sekarang ini, misalnya: pacuan kuda dengan balap motor atau mobil, lari maraton, lari cepat, balap sepeda, dan lain-lain . Illat kesamaannya, ada pada adu cepat (sibaq).

Adapun munadhalah merupakan ajang adu keterampilan dan ketangkasan. Keterampilan ini merupakan furu’ (cabang) dari lomba memanah dan renang. Contoh olahraga yang menjadi cabang dari memanah adalah sepakbola, badminton, dan sejenisnya. Keduanya memiliki illat kesamaan berupa keterampilan dengan olahraga renang, dan ketangkasan serta ketepatan dengan olahraga memanah.

Sudah barang tentu kriteria perlombaan itu harus jelas, dan peserta lomba dapat mengikutinya berbekal keterampilan dan ketangkasan yang dia miliki.

Bagaimana dengan jalan santai dan undian poin voucer berhadiah?

Jalan santai tidak memuat adanya unsur adu cepat, keterampilan, dan ketangkasan. Alhasil, tidak masuk rumpun perlombaan.
Apabila di dalam jalan santai terdapat pembagian hadiah yang diperoleh lewat undian kupon berbayar, maka sifat undian ini bisa masuk kategori judi, bilamana hadiah yang diberikan berasal dari uangnya penonton yang diperoleh lewat jual beli kupon atau penyerahan poin. Akad jual beli kupon itu dipandang sebagai akad yang tidak sah, sebab kupon sendiri adalah barang fiktif (tak berjamin aset).
Harta sebenarnya dari kupon itu adalah undian untuk memperoleh hadiah, sehingga merupakan barang spekulatif yang memenuhi unsur judi.

Sebagai langkah solutif untuk mengatasi illat larangan praktik judi ini, maka diperlukan langkah lain untuk menengahinya, yaitu:

Hadiah yang disajikan, hendaknya bukan dari jual beli kupon, melainkan harus dari pihak lain selaku pemberi sponsor.
Ada salah satu peserta jalan sehat atau poin undian voucer yang tidak dipungut biaya, namun memiliki peluang mendapatkan hadiah. Dengan adanya pihak yang tidak dipungut biaya pembelian kupon namun berhak mendapatkan hadiah ini, menjadikan uang dari hasil penjualan kupon tidak berlaku sebagai uang serahan untuk judi, melainkan sebagai iuran sukarela (tabarru’) untuk menyelenggarakan suatu even bersama dalam rangka membina hubungan baik antar sesama anggota masyarakat. Di sini hal itu perlu dipahami.
 
Kesimpulan

Alhasil, jual beli kupon jalan sehat atau poin voucer untuk suatu acara, hukum asalnya adalah haram sebab (a) memenuhi unsur perjudian dan (b) acara itu tidak memenuhi kategori musabaqah dan munadhalah.

Akan tetapi, keduanya bisa menjadi halal, manakala disertai dengan adanya pihak yang tidak dipungut biaya, namun memiliki kesempatan untuk diundi sehingga berhak pula atas hadiah undian. Bisa juga diberlakukan, bahwa hadiah yang diundi adalah murni dari pihak pemberi sponsor.
Apabila uang hadiah itu berasal sepenuhnya dari hasil jual beli kupon atau poin voucer, tanpa adanya pihak yang tidak dipungut biaya, maka tak diragukan lagi, bahwa kegiatan itu berubah menjadi kegiatan perjudian, sehingga hadiahnya menjadi haram.

Wallahu a’lam bish shawab.

 

Minggu, 03 September 2023

Hukum bulu kucing,Apakah najis ?..

Rontokan Bulu Kucing, Apakah Najis?

Dalam berbagai literatur fiqih dijelaskan bahwa bagian tubuh yang terpotong dari hewan yang masih hidup, maka status suci dan najisnya persis seperti bangkai dari hewan tersebut. Dalam arti, ketika bangkai dari hewan tersebut dihukumi suci, maka potongan tubuh tersebut dihukumi suci, misalnya potongan tubuh dari ikan dan belalang. Sebaliknya, jika potongan tubuh berasal dari hewan yang bangkainya dihukumi najis, maka potongan tubuh dari hewan tersebut dihukumi najis, seperti pada hewan selain ikan dan belalang. Ketentuan hukum demikian berdasarkan salah satu hadits:
 
مَا قُطِعَ مِنْ حَيٍّ فَهُوَ مَيِّتٌ
 
“Sesuatu yang terpisah dari hewan yang hidup, maka statusnya seperti halnya dalam keadaan (menjadi) bangkai” (HR Hakim).
 
Namun ketentuan hukum di atas, dikecualikan ketika bagian tubuh yang terpotong adalah rambut atau bulu dari hewan. Status rambut atau bulu yang terputus dari bagian hewan tidak langsung dihukumi sama seperti bangkai dari hewan tersebut, tapi terdapat perincian: jika bulu yang rontok berasal dari hewan yang halal untuk dimakan maka dihukumi suci. Seperti bulu yang rontok dari ayam, kambing, sapi, dan hewan-hewan lain yang dagingnya halal dikonsumsi. Sedangkan jika bulu yang rontok berasal dari hewan-hewan yang tidak halal dimakan dagingnya maka bulu tersebut dihukumi najis. Seperti bulu yang rontok pada hewan tikus, anjing, keledai, atau hewan-hewan lain yang dagingnya haram dimakan.
 
Lalu bagaimana dengan bulu kucing yang rontok? Bukankah kucing merupakan salah satu hewan yang haram untuk dimakan?
 
Dalam hal ini, para ulama tetap mengkategorikan bulu yang rontok dari kucing  sebagai benda yang najis. Meski demikian, najis tersebut dihukumi ma’fu (ditoleransi, dimaafkan) ketika dalam jumlah sedikit. Ditoleransi pula dalam jumlah banyak, khusus bagi orang-orang yang sering berinteraksi dengan kucing dan sulit menghindari rontokan buli kucing, misal bagi dokter hewan dan petugas salon kucing yang kesehariannya selalu berinteraksi dengan kucing. Ketentuan hukum ini seperti yang teringkas dalam kitab Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi:
 
 (وما قطع من) حيوان (حي فهو ميت الا الشعر) اى المقطوع من حيوان مأكول وفى بعض النسخ الا الشعور المنتفع بها فى المفارش والملابس وغيرها
(قوله المقطوع من حيوان مأكول) اى كالمعز مالم يكن على قطعة لحم تقصد او على عضو ابين من حيوان مأكول والا فهو نجس تبعا لذلك وخرج بالمأكول غيره كالحمار والهرة فشعره نجس لكن يعفى عن قليله بل وعن كثيره فى حق من ابتلى به كالقصاصين
 
“Sesuatu yang terputus dari hewan yang hidup, maka dihukumi sebagai bangkai, kecuali rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan. Dalam sebagian kitab lainnya tertulis ‘kecuali rambut yang diolah menjadi permadani, pakaian, dan lainnya.’
 
Rambut yang terputus dari hewan yang halal dimakan ini seperti bulu pada kambing. Kesucian rambut ini selama tidak berada pada potongan daging yang sengaja dipotong, atau berada pada anggota tubuh yang terpotong dari hewan yang halal dimakan. Jika rambut berada dalam dua keadaan tersebut maka dihukumi najis, sebab mengikut pada status anggota tubuh yang terpotong itu. Dikecualikan dengan redaksi ‘hewan yang halal dimakan’ yakni rambut atau bulu hewan yang tidak halal dimakan, seperti keledai dan kucing. Maka bulu dari hewan tersebut dihukumi najis. Namun najis ini dihukumi ma’fu ketika dalam jumlah sedikit, bahkan dalam jumlah banyak bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan bulu tersebut, seperti bagi para tukang pemotong bulu” (Syekh Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri ala Ibni Qasim al-Ghazi, juz 2, hal. 290). 
 
Salah satu hal yang ditimbulkan dari status najis ma’fu pada bulu yang rontok dari kucing adalah ketika bulu kucing ini mengenai air yang kurang dari dua kullah, maka air tersebut tidak dihukumi najis dan tetap dapat dibuat untuk bersuci. Hal ini seperti dijelaskan dalam kitab Fath al-Wahab:
 
(و لا بملاقاة نجس لا يدركه طرف) أي بصر لقلته كنقطة بول (و) لا بملاقاة (نحو ذلك) كقليل من شعر نجس
 
“Air tidak najis sebab bertemu dengan najis yang tidak dapat dijangkau oleh mata, karena sangat kecilnya najis tersebut, seperti setetes urin. Dan juga dengan bertemu najis yang lain, seperti terkena bulu najis yang sedikit” (Syekh Zakariya al-Anshari, Fath al-Wahab, juz 1, hal. 28)
 
Sedangkan hal yang menjadi tolak ukur dalam membatasi sedikit banyaknya jumlah bulu yang rontok dari kucing adalah ‘urf (penilaian masyarakat secara umum). Jika orang-orang menyebut bulu kucing yang telah rontok dianggap masih sedikit, seperti dua atau tiga bulu, maka dihukumi najis tersebut ma’fu. Sedangkan ketika mereka menganggap bulu yang rontok banyak, maka dihukumi najis yang tidak dima’fu, kecuali bagi orang-orang yang sulit menghindarinya.
 
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa rontokan bulu kucing merupakan najis yang ditoleransi (ma’fu) selama masih dalam jumlah yang sedikit, dan najis yang tidak ditoleransi ketika dalam jumlah banyak, kecuali bagi orang yang sering dibuat kesulitan dengan banyaknya bulu rontok yang bertebaran di sekitarnya.
 
Oleh sebab itu, memelihara kucing memang diperbolehkan. Namun sebaiknya kita tidak teledor dalam menjaga kesucian pakaian dan tubuh kita karena banyaknya bulu kucing yang rontok dan mengenai pakaian dan tubuh kita. Hal ini dimaksudkan agar segala ibadah yang kita lakukan benar-benar terhindar dari perkara-perkara najis yang disebabkan oleh keteledoran diri kita sendiri. 
Wallahu a’lam."