Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Minggu, 25 Februari 2024

LIMA HIKMAH FAIDAH NIKAH

5 Faedah nikah menurut imam ghazali

قال أبو حامد الغزالي في بيان فوائد النكاح: "وفيه فوائد خمس: الولد، وكسر الشهوة، وتدبير المنزل، وكثرة العشيرة، ومجاهدة النفس بالقيام بهن.

Semoga bisa bermanfaat ya....
Manfaat dari menikah sangatlah banyak, akan tetapi mari kita kutip 5 faedah dari nikah seperti yang disebutkan oleh Al-Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya’nya:

الفائدة الأولى: الولد، وهو الأصل، وله وضع النكاح.
Faedah pertama adalah dengan pernikahan kita akan mendapatkan keturunan, yang mana di dalam kita mendapatkan anak itu ada empat hal yang bernilai ibadah:

Untuk meneruskan kelangsungan hidup jenis manusia di muka bumi ini dan itu adalah perintah Allah SWT seperti dalam hadits Rasullullah SAW,

   (تَنَاكَحُوْا تَنَاسَلُوْا (رواه أحمد

Kawinlah kalian supaya kalian berketurunan.(H.R. Ahmad)

Untuk mendapatkan cinta Rasulullah SAW dengan kita memperbanyak umatnya yang mana beliau bangga dengan hal itu. Sebagaimana Rasulullah SAWbersabda:(“تَنَاكَحُوْا تَكْثُرُوْا فَإِنِّي أُبَاهِيْ بِكُمُ الأُمَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى بِالسِّقْطِ (رواه أحمد

Kawinlah kalian sehingga kalian akan banyak karena sesungguhnya aku akan membanggakan kalian kepada umat yang lain pada hari kiamat, walaupun dengan bayi yang gugur.(H.R. Ahmad)

Mengharapkan doa anak itu kelak untuk kedua orang tuanya,

 (إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمْ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ … [فذكر] وَوَلَدٌ صَالِحٌ يَدْعُوْا لَهُ (متفق عليه

Jika anak adam meninggal maka putuslah amalnya kecuali tiga hal, di antaranya anak soleh yang selalu mendo’akannya.
(Muttafaq ‘alaih)

Berkata sebagian ulama, “Walaupun anak itu tidak soleh akan bermanfaat doanya untuk orang tua­nya”.

Mengharapkan syafa’at anak itu jika meninggal sebelum baligh, sebagaimana dalam hadits disebutkan:

(إِنَّ الأَطْفَالَ يَجْتَمِعُوْنَ فِيْ مَوْقِفِ الْقِيَامَةِ عِنْدَ عَرْضِ فَلاَئِقِ لِلْحِسَابِ قِيْلَ لَهُمْ اُدْخُلُوْا الْجَنَّةَ فَيَقُوْلُوْنَ حَتَّى يَدْخُلَ آبَاءَنَا فَيُقَالُ اُدْخُلُوْا الْجَنَّةَ أُمَّهَاتِكُمْ وَآبَاءَكُمْ (إحياء علوم الدين

Dari Abi Hurairah Ra:Rasulullah SAW bersabda, “Jika hari kiamat tiba tatkala orang-orang sedang dihisab, maka berkumpullah anak-anak yang meninggal sebelum baligh maka dikatakanlah kepada mereka, masuklah kalian ke dalam surga maka mereka mengatakan kami tidak akan masuk surga sehingga orang tua kami juga masuk surga ,maka dikatakan kepada mereka, masuklah kalian beserta orang tua kalian ke dalam surga.”(Ihya’ Ulumuddin)

الفائدة الثانية: التحصُّن من الشيطان

Faedah kedua: dengan pernikahan tersebut kita dapat membentengi diri kita dari godaan setan dan hawa nafsu, sehingga kita dapat menjaga kemaluan dan kedua mata kita dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah Subhanahu Wata’ala. Sebagaimana sabda Rasu­lullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam:

 (مَنْ نَكَحَ فَقَدْ أَخْرَزَ شَطْرَ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ الله فِي الشَّطْرِ الثَّانِيْ (إحياء علوم الدين

Barangsiapa yang sudah melaksanakan perkawinan maka dia telah membentengi setengah agamanya, maka bertaqwalah kepada Allah dari separuh lainnya.(Ihya’ Ulumuddin)

الفائدة الثالثة: ترويح النفس وإيناسها بالمجالسة والنظر والملاعبة، وإراحة للقلب وتقوية له على العبادة.

Faedah ketiga: dengan pernikahan tersebut kita akan mendapatkan kesenangan dengan istri, yang mana jiwa itu jika beristirahat dengan melakukan kesenangan sewaktu-waktu maka nanti akan menimbulkan semangat dan kekuatan dalam jiwanya untuk melaksanakan ibadah. 
Oleh karenanya Allah SWT berfirman:

 (لِتَسْكُنُوْا إِلَيْهَا (الروم الآية : 21

Supaya kamu dapat ketenangan di sampingnya. (Q.S. Ar Ruum:21)

Berkata Imam Ali Karromallahu Wajhah, “Senangkanlah hati ini sesaat karena jika dia dipaksakan maka akan menjadi buta”.

Bahkan Rasulullah SAW sendiri menerangkan bahwa istri itu adalah hal yang paling menyenangkan dan merehatkan. Sebagaimana beliau bersabda:

حُبِّبَ إِلَيَّ مِنْ دُنْيَاكُمْ ثَلاَثٌ الطِّيْبُ وَالنِّسَاءُ وَجُعِلَتْ قُرَّةَ عَيْنِيْ فِي الصَّلاَةِ

Dari Anas Ra, Rasulullah Saw bersabda:Disenangkan kepadaku dari dunia kalian tiga hal, wewangian, perempuan dan pelipur lara adalah sholat.

الفائدة الرابعة: تفريغ القلب عن تدبير المنزل.

Faedah keempat. dengan perkawinan tersebut kita dapat menfokuskan diri untuk beribadah karena istri yang nantinya akan mengurusi kebersihan rumah, memasak, menyapu dan lain-lain dari tugas rumah, yang mana itu adalah sifat dari istri yang solehah. Coba bayangkan jika kita hidup tanpa istri, pasti akan banyak waktu yang tersita untuk tugas-tugas tersebut. Oleh karena itu Abu Sulaiman Addaroni Rohimahullah mengatakan, “Istri yang solehah bukan termasuk dari dunia yang melalaikan, karena dia akan menfokuskan waktu kamu hanya untuk ibadah.

الفائدة الخامسة: مجاهدة النفس ورياضتها بالرعاية والولاية، والقيام بحقوق الأهل، والصبر على أخلاقهن، واحتمال الأذى منهن، والسعي في إصلاحهن وإرشادهن إلى طريق الدين، والاجتهاد في كسب الحلال لأجلهن، والقيام بتربيته لأولاده.

Faedah kelima: Dengan perkawinan tersebut kita dapat menggandakan nilai pahala kita, dengan mencari nafkah untuk istri dan keluarga, bersabar dengan akhlak mereka yang kurang baik, bersabar di dalam mendidik anak kelak, yang mana itu semua mengandung pahala yang sangat besar. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’ Alaihi Wasallam,

مَا أنفَقَه الرَّجُل عَلَى أَهْلِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيُؤْجَرُ فِي اللُّقْمَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى فِيِّ امْرَأَتِهِ

Dari Sa’ad bin Abi Waqash Ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: “Apa yang dinafkahkan seseorang terhadap istrinya adalah sodaqah, dan bahwasannya seseorang akan diberi pahala dari setiap suapan yang masuk ke dalam mulut istrinya”. (Muttafaq ‘alaih)

Oleh karena itu, bagi kalian pemuda pemudi yang telah memenuhi syarat menikah bersegeralah melaksanakannya.
Allahu A'lam.

Jumat, 16 Februari 2024

TALAK,KHULUK DAN FASAKH

Ferbedaan Fasakh dan Talak dalam Fiqih Munakahat

Batalnya nikah bisa melalui Talak,Khulu' dan Fasakh.

Adapun fasakh pada dasarnya adalah pembatalan akad nikah karena sebab atau aib yang terjadi atau diketahui setelah akad, baik setelah hubungan badan maupun sebelumnya.

Sebelumnya telah dikemukakan, pengertian, dasar hukum, alasan, dan ketentuan fasakh. Maka pada kesempatan kali ini akan diuraikan perbedaan fasakh dengan talak, konsekuensi hukum, dan hikmahnya.  


Secara umum, perpisahan atau perceraian antara suami-istri bisa terjadi karena dua hal: talak atau fasakh. 
Talak adalah berakhirnya pernikahan yang sah dengan ungkapan talak, baik ungkapan sharih (jelas dan tegas) maupun ungkapan kinayah (sindiran).


Adapun fasakh pada dasarnya adalah pembatalan akad nikah karena sebab atau aib yang terjadi atau diketahui setelah akad, baik setelah hubungan badan maupun sebelumnya, seperti keluarnya istri dari agama Islam, diketahui ada hubungan mahram antara suami-istri, suami atau istri mengalami tunagrahita, suami lemah syahwat, atau tertutupnya kemaluan si istri. (Lihat: az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, jilid V, halaman 3598).

Dalam kaitan dengan fasakh dan talak, Syekh Abu Bakar ibn Muhammad Syatha dalam I’anatut Thalibin mengurai empat perbedaan antara keduanya, sekaligus konsekuensi keduanya:


(اعلم) أن الفسخ يفارق الطلاق في أربعة أمور: الأول أنه لا ينقص عدد الطلاق ... الثاني إذا فسخ قبل الدخول فلا شئ عليه .... الثالث إذا فسخ لتبين العيب بعد الوطئ لزمه مهر المثل... الرابع إذا فسخ بمقارن للعقد فلا نفقه لها وإن كانت حاملا. 

Artinya, “Ketahuilah, fasakh itu berbeda dengan talak dalam empat hal. 
Pertama, ia tidak mengurangi bilangan talak. 
Kedua, jika seorang suami menjatuhkan fasakh sebelum hubungan intim, maka tidak kewajiban apapun baginya. 
Ketiga, jika seorang suami menjatuhkan fasakh karena kejelasan aib setelah senggama, maka ada kewajiban mahar mitsli baginya. 
Keempat, jika fasakh dalam keadaan hamil, maka tidak ada nafkah untuk istrinya.” (Lihat Abu Bakar bin Muhammad Syatha, I‘anatut Thalibin, jilid III, halaman 383).


Perbedaan Fasakh dan Talak

Fasakh tidak mengurangi jumlah talak. Dengan demikian, jika seseorang menjatuhkan fasakh pernikahannya, kemudian memperbaharuinya, kemudian menjatuhkan fasakhnya lagi, maka tidak haram baginya menikahi kembali mantan istrinya walaupun telah tiga kali akad dan tiga kali fasakh.


Beda halnya dengan talak. 
Jika seorang suami sudah menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, maka talaknya berstatus bain kubra. 
Dengan demikian ia tidak boleh menikahi mantan istrinya kecuali mantan istri sudah pernah menikah dengan laki-laki lain (muhallil).

Jika melakukan fasakh nikah sebelum hubungan badan, maka tidak ada kewajiban apapun bagi suami yang menjatuhkan fasakh. Beda halnya dengan talak. 
Jika ia mentalak istrinya sebelum hubungan badan, maka suami yang menjatuhkan talak memiliki kewajiban membayar separuh mahar.


Jika seorang suami menjatuhkan fasakh karena tampaknya suatu aib setelah hubungan badan, maka ada kewajiban baginya membayar mahar mistil. 
Berbeda dengan talak. 
Jika ia menjatuhkan talak setelah hubungan badan, maka suaminya berkewajiban membayar seluruh mahar musamma.


Jika seorang istri difasakh dalam keadaan hamil, maka tidak ada hak nafkah untuknya. Berbeda halnya dengan talak.


Ditambahkan oleh Musthafa Al-Khin, suami yang melakukan fasakh juga tidak berhak menarik kembali mahar yang telah diberikan kepada wali atau istri yang telah mengelabui dirinya. 
Pengelabuan dimaksud adalah diamnya mereka tidak memberitahukan cacat atau penyakit yang diderita kepada suaminya walaupun cacat itu mereka ketahui sebelum hubungan badan. (Lihat Syekh Musthafa Al-Khin, Al-Fiqhul Manhaji, jilid IV, halaman 115).


Selain perbedaan yang telah dikemukakan di atas, konsekuensi hukum akibat cerai fasakh juga berbeda dengan cerai talak. 
Dengan talak, ikatan suami istri tidak berakhir seketika kecuali dengan talak bain kubra.


Sedangkan dengan fasakh pernikahan berakhir seketika meski perempuan yang difasakh tetap memiliki masa iddah seperti talak biasa. 
Dengan demikian, jika fasakh yang disebabkan karena cacat, penyakit, tidak mampu memberi nafkah, bukan karena tidak terpenuhinya syarat atau terhalangnya pernikahan, maka suami tidak boleh merujuk kepada istrinya walaupun masih dalam masa iddah. 
Sebab, perceraian fasakh berstatus sebagai bain shugra.


Dengan kata lain, jika pasangan suami-istri ingin melanjutkan perkawinan, maka mereka harus melakukan akad baru, baik si istri masih memiliki masa iddah ataupun setelah habis masa iddah.

Hikmah Fasakh Pernikahan

1. Dengan alasan yang dibenarkan syariat, istri memiliki hak untuk melepaskan diri dari ikatan pernikahan bersama suaminya. Jika suami diberi hak talak, maka istri diberi hak fasakh.  


2. Melindungi hak-hak perempuan lainnya, seperti hak mahar dan hak nafkah. 


3. Dengan adanya fasakh, pernikahan bukan sekadar menyatukan laki-laki dan perempuan, tetapi juga melahirkan keturunan, menjalin kedekatan, dan melahirkan kebahagiaan lahir batin di antara keduanya.     


4. Menjaga hubungan pernikahan antara laki-laki dan perempuan agar sesuai dengan ketentuan syarat.  


5. Menunjukkan keadilan Allah terhadap para hamba-Nya, baik laki-laki maupun perempuan.  

___________________________________

Hukum Menjatuhkan Fasakh Perkawinan tanpa Hakim Pengadilan Agama


Fasakh dapat dijatuhkan tanpa hakim ketika disyaratkan sewaktu akad. 
Namun, bila disyaratkan sebelum akad, fasakh harus dilakukan di hadapan hakim.

Sebagaimana yang telah disampaikan, jika didapati salah satu cacat, penyakit, atau sebab  lainnya setelah menikah, baik pada istri maupun pada suami, baik setelah hubungan badan ataupun belum, baik cacat yang menghalangi hubungan badan maupun yang tidak, maka ada hak fasakh bagi keduanya, dengan catatan fasakh dijatuhkan di hadapan hakim atau diputuskan oleh hakim.

Jika ada pasangan yang sepakat untuk menjatuhkan fasakh pernikahannya tanpa hakim, maka fasakhnya tidak jatuh, terutama fasakh yang disebabkan oleh cacat, penyakit, atau sebab yang membutuhkan pertimbangan hakim dan juga tim medis. 
Demikian yang dijelaskan oleh Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha dalam I‘anatuth Thalibin.    

إنما يصح الخيار فورا في فسخ النكاح إن كان حاصلا بحضور الحاكم، وذلك لأن الفسخ بالعيوب المذكورة أمر مجتهد فيه كالفسخ بإعسار فتوقف ثبوتها على مزيد نظر واجتهاد، وهو لا يكون إلا من الحاكم فلو تراضيا بالفسخ بها من غير حاكم لم ينفذ

Artinya, “Khiyar dalam fasakh nikah hanya sah jika dihadiri oleh penguasa (hakim). 
Pasalnya, fasakh karena cacat-cacat tersebut di atas merupakan perkara ijtihadi. Begitu pula fasakh yang terjadi karena kesulitan memberi nafkah. 
Maka penetapannya membutuhkan pandangan dan ijtihad lebih jauh. Walhasil, tidak sah fasakh kecuali atas putusan hakim. 
Sehingga seandainya suami-istri sepakat untuk fasakh karena suatu cacat tanpa hakim maka tetap tidak terlaksana.” (Syekh Abu Bakar bin Muhammad Syatha, I‘anatuth Thalibin,  jilid III, halaman 383).

Lain halnya fasakh yang diakibatkan oleh sebab yang jelas. Ia dapat berlaku tanpa melalui putusan hakim. Contohnya fasakh karena ada hubungan mahram antara kedua mempelai. Hal ini ditegaskan oleh Syekh Sayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah. 
(Lihat Syekh Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, jilid II, halaman 115).   

Demikian halnya fasakh dapat dijatuhkan tanpa hakim ketika syarat fasakh diajukan sewaktu akad. 
Namun, bila disyaratkan sebelum akad, fasakh harus dilakukan di hadapan hakim.  

ويجوز لكل من الزوجين خيار بخلف شرط وقع في العقد لا قبله كأن شرط في أحد الزوجين حرية أو نسب أو جمال أو يسار أو بكارة أو شباب أو سلامة من عيوب كزوجتك بشرط أنها بكر أو حرة مثلا فإن بان أدنى مما شرط فله فسخ ولو بلا قاض

Artinya, “Suami atau istri diperbolehkan untuk mengambil hak khiyar (fasakh) yang diikuti dengan syarat sewaktu akad, bukan sebelum akad seperti halnya disyaratkan pada salah seorang suami atau istri harus merdeka, berketurunan terpandang, berparas cantik atau tampan, berasal dari kalangan berada, masih perawan atau masih perjaka, atau selamat dari cacat. 
Dengan demikian saat akad, si wali mengatakan, ‘Aku nikahkan engkau dengan syarat dia masih perawan atau merdeka,’ misalnya. 
Maka jika terbukti si perempuan tidak memenuhi syarat, maka suami boleh menjatuhkan fasakh nikahnya walaupun tanpa hakim.” (Lihat: Syekh Zainudddin Al-Malaibari, Fathul Mu‘in, hal. 106). 

Hanya saja ada pengecualian dalam cacat lemah syahwat. Jika cacat itu terjadi setelah hubungan badan, kemudian terjadi fasakh, maka hak istri berupa mahar menjadi gugur karena sudah tercapainya tujuan pernikahan, yaitu hubungan badan. 
Begitu pula bila cacat si istri memungkinkan untuk dihilangkan, seperti dengan proses operasi, dan ia rela dengan proses itu, maka tidak ada hak fasakh bagi suaminya. 
Sebab, tidak ada alasan kuat yang membolehkannya untuk menjatuhkan fasakh. 

Selain itu, sejak penyakit lemah syahwat ditetapkan oleh hakim berdasarkan pengakuan suami atau sumpah istri, maka hakim harus memberikan tempo selama satu tahun qamariyah guna memberikan kemungkinan sembuhnya penyakit tersebut seiring perjalanan musim dan waktu. 
Jika sembuh, maka fasakh batal. Jika tidak, maka fasakh dijatuhkan. 

Kemudian, jika ada pasangan yang sudah mengetahui cacat atau penyakit pasangannya, namun ia tetap diam dan tidak segera mengajukan fasakh, maka hak fasakhnya gugur kecuali jika ia tidak tahu bahwa ada hak fasakh yang diberikan kepada dirinya. Demikian sejumlah ketentuan yang harus dipenuhui dalam mengambil hak fasakh, baik oleh suami maupun oleh istri. 

Demikian perbedaan, konsekuensi hukum, dan hikmah fasakh. 
Wallahu a’lam.

Jumat, 09 Februari 2024

Shalat yang tidak diterima

HIKMAH SHOLAT
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw bersabda:

اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدِّيْنِ وَفِيْهَا عَشْرُ خِصَالٍ زَيْنُ الْوَجْهِ وَنُوْرُ الْقَلْبِ وَرَاحَةُ الْبَدَنِ وَاُنْسٌ فِى الْقَبْرِ وَمُنْزِلُ الرَّحْمَةِ وَمِفْتَاحُ السَّمَاءِ وَثِقلُ الْمِيْزَانِ وَمَرْضَاةُ الرَّبِّ وَثَمَنُ الْجَنَّةِ وَحِجَابٌ مِن النَّارِ فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدِّيْنِ وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنِ.
Shalat itu merupakan tiang agama yang di dalamnya terkandung 10 hal, yaitu:
1.       Dapat mencerahkan wajah
2.       Dapat menerangi hati
3.       Dapat menyehatkan badan
4.       Menjadi faktor ketenangan di dalam kubur
5.       Menjadi sebab turunnya rahmat
6.       Merupakan kunci langit
7.       Dapat memberatkan timbangan (amal)
8.       Tempat keridhoan Tuhan
9.       Bernilai surga
10.   Menjadi tabir dari siksa neraka
Barang siapa menegakkannya, berarti telah menegakkan agama dan barangsiapa meninggalkannya, berarti telah meruntuhkan agama.”

Rasulullah juga bersabda:

صَلاَةُ الرَّجُلِ نُوْرٌ فِى قَلْبِهِ فَمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ فَلْيُنَوِّرْ قَلْبَهُ

“ Shalat seseorang menjadi penerang hatinya. Barangsiapa berkeinginan agar hatinya menjadi terang, maka terangilah hatinya dengan sholat.” (HR. Dailami)

قُمْ فَصَلِّ فَاِنَّ الصَّلاَةَ شِفَاءٌ

“ Berdirilah engkau untuk mengerjakan shalat, karena shalat itu dapat menjadi obat.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

اِنَّ اللهَ اِذَا اَنْزَلَ عَاهَةً مِنَ السَّمَاءِ عَلَى اَهْلِ الْأَرْضِ صَرَفَهَا عَنْ عُمَّارِ الْمَسْجِدِ

“ Sesungguhnya Allah jika menurunkan suatu bala’ dari langit kepada penduduk bumi, maka Allah akan menghindarkannnya dari para pemakmur masjid.” (HR. Askari)

اَلصَّلاَةُ قُرْبَانٌ كُلِّ تَقِيٍّ

“ Shalat adalah sarana pendekatan diri kepada Allah bagi setiap insan bertaqwa.” (HR. Qadha’i dari Ali)

مَامِنْ حَالَةٍ يَكُوْنُ عَلَيْهَا الْعَبْدُ اَحَبَّ اِلَى اللهِ مِنْ اَنْ يَرَاهُ سَاجِدًا يُعَفِّرُ وَجْهَهُ فِى التُّرَابِ

“ Tiada suatu keadaan yang seorang hamba berada padanya yang lebih Allah cintai, kecuali sewaktu Dia melihat hamba-Nya tengah bersujud dengan menyukurkan wajahnya di tanah.” (HR. Thabrani)

اِنَّ الْمُصَلِّىَ لَيَقْرَعُ بَابَ الْمَلِكِ وَاِنَّهُ مَنْ يُدِمْ قَرْعَ الْبَابِ يُوْشِكْ اَنْ يُفْتَحَ لَهُ

“ Sesungguhnya orang yang tengah mengerjakan shalat itu berarti tengah mengetuk pintu Zat yang Maha Kuasa, dan sesungguhnya orang yang mengetuk pintu secara terus-menerus itu pasti akan di bukakan untuknya.” (HR. Dailami)

اَلصَّلاَةُ مِيْزَانٌ فَمَنْ اَوْفَى اسْتَوْفَى

“ Shalat adalah barometer (iman). Barangsiapa yang menyempurnakannya (sehingga tidak ada yang kurang), maka kelak akan memperoleh pahala yang sempurna.” (HR. Baihaqi dari Ibnu Abbas)

خَمْسٌ صَلَوَاتٍ مَنْ حَافَظَ عَلَيْهِنَّ كَانَتْ لَهُ نُوْرًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهِنَّ لَمْ يَكُنْ لَهُ نُوْرًا وَلَا بُرْهَانًا وَلَا نَجَاةً وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ فِرْعَوْنَ وَقَارُوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَيّ بنِ خَلَفٍ

“ Barangsiapa memelihara shalat lima waktu, maka kelak shalatnya itu akan menjadi cahaya, hujjah, dan peyelamat baginya pada hari kiamat. Barangsiapa tidak bisa memelihara shalat lima waktu, maka shalat itu tentu tidak akan menjadi cahaya, hujjah, dan penyelamat bagi dirinya. Pada hari Kiamat nanti dia akan dikumpulkan bersama fir’aun, Qarun, Haman, dan Ubay bin Khalaf.” (HR. Ibnu Nasr)

GOLONGAN YANG SHALATNYA TIDAK DITERIMA

Rasulullah telah bersabda;

عَشَرَةُ نَفَرٍ لَنْ يَقْبَلَ اللهُ تَعَالَى صَلَاتَهُمْ رَجُلٌ صَلَّى وَحِيْدًا بِغَيْرِ قِرَاءَةٍ وَرَجُلٌ لَا يُؤّدِّي الزَّكاَةَ وَرَجُلٌ يَؤُمُّ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ وَرَجُلٌ مَمْلُوْكٌ آبِقٌ وَرَجُلٌ شَارِبُ الْخًمْرِ مُدْمِنٌ وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا سَاخِطٌ عَلَيْهَا وَامْرَاَةٌ حُرَّةٌ تُصَلِّى بِغَيْرِ خِمَارٍ وَآكِلُ الرِّبَا وَالْاِمَامُ الْجَائِرُ وَرَجُلٌ لَا تَنْهَاهُ صَلَاتُهُ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ لَا يَزْدَادُ مِنَ اللهِ اِلّاَ بُعْدا.
“ Ada sepuluh golongan yang shalatnya tidak diterima Allah, yaitu:
1.       Orang yang shalat sendirian tanpa membaca ( Al Fatihah)
2.       Orang yang tidak mau mengeluarkan zakat
3.       Orang yang mengimami shalat suatu kaum, sementara kaum itu benci kepadanya
4.       Budak yang melarikan diri dari tuannya
5.       Peminum arak (khamr)
6.       Istri yang bermalam, sementara suaminya tidak ridha kepadanya
7.       Wanita merdeka yang shalat tanpa memakai kerudung
8.       Pemakan riba
9.       Pemimpin yang zalim
10.   Orang yang biasa melakukan shalat, namun shalatnya tidak mampu mencegah dirinya dari kekejian dan kemungkaran, sehingga dia justru semakin bertambah dari Allah.”

Senin, 05 Februari 2024

SELINGKUH DOSA BESAR

Selingkuh Dosa Besar

Selingkuh yang kami maksud di sini adalah memiliki hubungan asmara dengan orang lain, padahal sudah memiliki pasangan dalam pernikahan yang sah. Adapun selingkuh terhadap pacar, tidak perlu kita dibahas karena pacaran sendiri itu jelas keharamannya. Sedangkan poligami, itu tidak disebut selingkuh. Karena poligami jelas disyariatkan dalam agama.

Selingkuh dalam definisi di atas, adalah dosa besar. 
Karena di dalamnya terkandung beberapa dosa besar. 
Di antaranya:

Khianat

Suami atau istri yang selingkuh, ia telah berbuat khianat kepada pasangannya. Makna khianat dijelaskan ar Raghib al Asfahani rahimahullah :

الخيانة مخالفة الحق بنقض العهد في السر

“Khianat adalah melanggar hak dan merusak perjanjian secara sembunyi-sembunyi” (Al Mufradat, 305).

Dan khianat adalah dosa besar. Allah ta’ala berfirman:

وَأَنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي كَيْدَ الْخَائِنِينَ

“Allah tidak akan memberi hidayah terhadap tipu daya orang-orang yang berkhianat” (QS. Yusuf: 52).


عن أبي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لَيْسَ مِنَّا مَنْ خَبَّبَ امْرَأَةً عَلَى زَوْجِها أو عَبْدًا عَلَى سَيِّدِه 


Artinya: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata Rasulullah saw bersabda: "Bukan bagian dari kami, orang yang menipu seorang perempuan atas suaminya atau seorang budak atas tuannya" (HR Abu Dawud). 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

آيَةُ المُنافِقِ ثَلاثٌ: إذا حَدَّثَ كَذَبَ، وإذا وعَدَ أخْلَفَ، وإذا اؤْتُمِنَ خانَ

“Tanda orang munafik ada tiga: jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia ingkar janji, jika diberi amanah ia berkhianat” (HR. Al Bukhari 6095, Muslim no.59).

Mujahid bin Jabr Al Makki mengatakan:

المكر والخديعة والخيانة في النار، وليس من أخلاق المؤمن المكر ولا الخيانة

“Makar, penipuan dan khianat, pelakunya diancam neraka. Makar dan khianat bukanlah akhlak seorang Mukmin” (Makarimul Akhlak, karya Al Khara’ithi, hal. 72).

Perbuatan khianat juga akan menghilangkan keberkahan dalam keluarga, sehingga rumah tangga akan terasa suram, sesak dan sempit, walaupun perbuatan khianatnya tidak diketahui. Anas bin Malik radhiyallahu’anhu mengatakan:

إذا كانت في البيت خيانة ذهبت منه البركة

“Ketika khianat terjadi di suatu rumah, akan hilanglah keberkahan” (Makarimul Akhlak, karya Al Khara’ithi, hal. 155).

Baca Juga: Sumbu Pendek dalam Rumah Tangga

Al Ghisy (Curang)

Makna al ghisy (الغش) secara bahasa adalah:

الغِشُّ: كتم كل ما لو علمه المبتاع كرهه

“al ghisy adalah seorang penjual menyembunyikan sesuatu yang jika diketahui oleh pembeli maka ia akan membencinya” (Adz Dzakhirah lil Qarafi, 5/172).

Dalam bahasa kita, ghisy artinya curang; berlaku tidak jujur; main belakang. Dan orang yang selingkuh pasti akan melakukan ghisy. Karena ia menyembunyikan hubungan gelap dari pasangannya yang jika pasangannya mengetahui, tentu ia akan membencinya. Padahal al ghisy adalah dosa besar. Dari Ma’qal bin Yasar radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

ما مِن عبدٍ يسترعيه اللهُ رعيَّةً يموتُ يومَ يموتُ وهو غاشٌّ لرعيَّتِه إلَّا حرَّم اللهُ عليه الجنَّةَ

“Siapapun yang Allah takdirkan ia menjadi pemimpin bagi rakyatnya, kemudian ia mati dalam keadaan berbuat ghisy (tidak jujur) kepada rakyatnya. Pasti Allah akan haramkan ia surga” (HR. Al Bukhari no.7150, Muslim no.142).

Dan suami adalah pemimpin dan rakyatnya adalah keluarganya. Namun tentu saja bukan hanya suami yang dilarang berbuat ghisy, istri pun dilarang. Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ ، فَلَيْسَ مِنَّا ، وَمَنْ غَشَّنَا ، فَلَيْسَ مِنَّا

“Barangsiapa mengacungkan senjata kepada kami (kaum Muslimin), bukan bagian dari kami. Barangsiapa berbuat ghisy (curang) kepada kami (kaum Muslimin), bukan bagian dari kami” (HR. Muslim no. 147).

Dan ghisy itu tidak hanya terlarang dalam jual-beli, namun dalam semua perkara. Syekh Ibnu Baz menjelaskan:

الغش في جميع المواد حرام ومنكر؛ لعموم قوله صلى الله عليه وسلم: ((من غشنا فليس منا)) وهذا لفظ عام، يعم الغشَّ في المعاملات، وفي النصيحة، والمشورة، وفي العلم، بجميع مواده الدينية والدنيوية

“Ghisy dalam semua perkara itu haram hukumnya dan merupakan perbuatan munkar. Berdasarkan keumuman sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam: “Barangsiapa berbuat curang kepada kami (kaum Muslimin), bukan bagian dari kami”. Hadits ini lafaznya umum. Mencakup ghisy dalam semua muamalah, dalam nasehat, dalam musyawarah, dalam ilmu dan dalam semua perkara agama dan dunia” (Majmu’ Fatawa Bin Baz, 24/61).

Dusta

Perbuatan selingkuh pasti tidak akan lepas dari dusta. Sedangkan dusta adalah dosa besar. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ مُسْرِفٌ كَذَّابٌ

“Sesungguhnya Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang yang melebihi batas lagi pendusta” (QS. Ghafir: 28).

Dan dusta itu akan menyeret seseorang ke dalam neraka. Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ’anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ؛ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ يَصْدُقُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ؛ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَالْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكتب عند الله كذاباً

“Wajib bagi kalian untuk berlaku jujur. Karena kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa jujur, ia akan ditulis di sisi Allah sebagai Shiddiq (orang yang sangat jujur). Dan jauhilah dusta, karena dusta itu membawa kepada perbuatan fajir (maksiat) dan perbuatan fajir membawa ke neraka. Seseorang yang sering berdusta, akan di tulis di sisi Allah sebagai kadzab (orang yang sangat pendusta)” (HR. Muslim no. 2607).

Selingkuh Membawa Kepada Banyak Maksiat

Perbuatan selingkuh, selain terjerumus dalam dosa-dosa besar di atas, juga akan membawa kepada banyak maksiat lainnya. 
Di antaranya:

Zina
Perbuatan selingkuh terkadang membawa kepada perbuatan zina. Padahal Allah ta’ala berfirman:

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al Isra’: 32).

Berduaan dengan lawan jenis yang non mahram

Perbuatan selingkuh terkadang diwarnai perbuatan berdua-duaan dengan pasangan selingkuhnya, dan ini adalah perbuatan maksiat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ

“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).

Bersentuhan dengan lawan jenis yang non mahram
Perbuatan selingkuh biasanya juga diwarnai berpegangan tangan dan bersentuhan dengan pasangan selingkuhnya, dan ini juga perbuatan maksiat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ

“Ditusuknya kepala seseorang dengan pasak dari besi, sungguh itu lebih baik baginya daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (bukan mahramnya)” (HR. Ar Ruyani dalam Musnad-nya, 2/227, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 1/447).

Safar dengan lawan jenis yang non mahram
Orang yang berselingkuh terkadang sampai melakukan perjalanan jauh (safar) dengan pasangan selingkuhnya. Padahal Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

لا تُسافِرُ المرأةُ ثلاثةَ أيامٍ إلا مع ذِي مَحْرَمٍ

“seorang wanita tidak boleh bersafar tiga hari kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari 1086, Muslim 1338)

Beliau juga bersabda:

لا يخلوَنَّ رجلٌ بامرأةٍ إلا ومعها ذو محرمٍ . ولا تسافرُ المرأةُ إلا مع ذي محرمٍ

“Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya, dan tidak boleh seorang wanita bersafar kecuali bersama mahramnya” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341).

Zina hati

Orang yang berselingkuh hampir bisa dipastikan ia melakukan zina hati, walaupun tidak melakukan zina badan. 
Zina hati adalah membayangkan, mengangankan dan menginginkan orang yang tidak halal baginya. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

إن اللهَ كتب على ابنِ آدمَ حظَّه من الزنا ، أدرك ذلك لا محالةَ ، فزنا العينِ النظرُ ، وزنا اللسانِ المنطقُ ، والنفسُ تتمنى وتشتهي ، والفرجُ يصدقُ ذلك كلَّه أو يكذبُه

“sesungguhnya Allah telah menakdirkan bahwa pada setiap anak Adam memiliki bagian dari perbuatan zina yang pasti terjadi dan tidak mungkin dihindari. Zinanya mata adalah penglihatan, zinanya lisan adalah ucapan, sedangkan nafsu (zina hati) adalah berkeinginan dan berangan-angan, dan kemaluanlah yang membenarkan atau mengingkarinya” (HR. Al Bukhari no. 6243).

Tabdzir (mengeluarkan harta pada perkara yang tidak layak)

Orang berselingkuh akan mengeluarkan harta untuk melakukan selingkuh, padahal harta tersebut tidak layak dikeluarkan untuk selingkuh. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Sesungguhnya orang yang melakukan tabdzir itu adalah saudaranya setan” (QS. Al Isra: 27).

Imam Asy Syafi’i rahimahullah menyatakan,

التبذير إنفاق المال في غير حقِّه

“At Tabzir artinya membelanjakan harta tidak sesuai dengan hak (peruntukan) harta tersebut” (Al Jami li Ahkam Al Qur’an, 10/247).

Menyia-nyiakan keluarga
Orang yang berselingkuh,padahal ia sudah memiliki keluarga, biasanya akan membuat ia enggan kepada keluarganya sampai akhirnya menelantarkan keluarganya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كفى بالمرء إثما أن يضيع من يقوت

“Cukuplah seseorang itu berdosa bila ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya.” (HR. Abu Daud no.1692. Al Hakim berkata bahwa sanad hadits ini shahih, dan disetujui oleh Adz Dzahabi).

Dan perbuatan maksiat lainnya.

Maka jelas selingkuh itu perbuatan yang sangat rusak, maksiat di atas maksiat. Semoga kita dijauhkan dari perbuatan rusak ini.

Semoga Allah memberi taufik.


Mengangkat Pemimpin

Menetapi Islam berdasarkan al-Qur'an dan al-Hadits secara berjama'ah, mati masuk surga.
wajibnya mendirikan keimaman ketika ada tiga orang atau lebih

وُجُوبُ نَصْبِ الْإِمَامِ إِذَا كَانُوْا ثَلَاثَةً فَصَاعِدًا

Bab wajibnya mendirikan keimaman ketika ada tiga orang atau lebih

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَا يَحِلُّ لِثَلَاثَةٍ يَكُوْنُوْنَ بِفَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ إِلَّا أَمَّرُوْا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ (رواه أحمد، صحيح لغيره)

Artinya : dari Abdillah ibn amer RA, sesungguhnya Nabi saw bersabda : Tidak halal bagi tiga orang yang berada di suatu daerah/wilayah di bumi kecuali mereka menjadikan salah satu mereka sebagai amir/pemimpin atas mereka.

وَأَوْرَدَهُ الْهَيْثَمِيُّ فِي “مَجْمَعِ الزَّوَائِدِ” (ج 8/ص: 63-64) وَقَالَ : رَوَاهُ أَحْمَدُ، وَفِيْهِ ابْنُ لَهِيْعَةَ وَهُوَ لَيِّنٌ، وَبَقِيَّةُ رِجَالِهِ رِجَالُ الصَّحِيْحِ، وَلَهُ شَاهِدٌ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ عِنْدَ أّبِيْ دَاوُدَ (رقم: 2608) وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ، وَآخَرُ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ هُرَيْرَةَ عِنْدَ أَبِيْ دَاوُدَ (رقم: 2609) وَهُوَ حَدِيْثٌ حَسَنٌ.

Artinya : al-Haitsami dalam kitabnya “Majma az-Zawaid”, ia menghendaki pada hadits (diatas), ia mengatakan : Ahmad meriwayatkan hadits tsb, dan dalamnya ada ibn Lahi’ah dan ia lemah, sedangkan sisa perowi haditsnya adalah perowi yang sahih, dan ada saksi untuk hadits tsb dari haditsnya Abi Said al-khudriy dari sisi Abu Dawud dan itu hadits hasan, dan yang lain dari haditsnya Abu Huroiroh dari sisi Abu Dawud, dan itu hadits hasan.

عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ: إِذَا خَرَجَ ثَلاَثَةٌ فِى سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ. (أبو داود)

Artinya : dari Abi Said al-Khudriy, sesungguhnya Rosululloh saw bersabda : ketika tiga orang keluar dalam (untuk) bepergian maka hendaklah mereka menjadikan salah satu mereka (sebagai) amir/pemimpin.

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ: إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِى سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ.(أبو داود)

Artinya : dari Abi Huroiroh, sesungguhnya Rosululloh saw bersabda : ketika ada tiga orang dalam bepergian maka hendaklah mereka menjadikan salah satu mereka (sebagai) amir/pemimpin.

رِجَالُ الْحَدِيْثَيْنِ ثِقَاتٌ، وَاضْطِرَابُ مُحَمَّدِ بْنِ عَجْلَانَ فِيْهِ ” مَرَّةً يَجْعَلُهُ مِنْ حَدِيْثِ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَمَرَّةً جَعَلَهُ مِنْ حَدِيْثِ أَبِيْ سَعِيْدٍ” لَا يَضُرُّ، لِأَنَّهُ انْتِقَالٌ مِنْ صَحَابِيٍّ إِلَى آخَرَ، وَكُلٌّ حُجَّةٌ، فَالْحَدِيْثُ صَحِيْحٌ. أَفَادَ ذَلِكَ الْعَلَّامَةُ الْأَلْبَانِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى. (إرواء الغليل 8/106)

Artinya : perowi kedua hadits tsb tsiqoh (terpercaya), sedangkan idhtirobnya Muhammad ibn Ajlan dalam hadits tsb, “sekali dia menjadikannya dari haditsnya Abi Huroiroh, dan sekali dia menjadikannya dari haditsnya Abi Said ” itu tidak bahaya (tidak mengapa/tidak apa-apa), karena perpindahan (perowi) dari sahabat ke (sahabat) yang lain (tidak apa-apa), dan masing-masing (sahabat) itu (bisa menjadi/dipakai) hujjah, maka haditsnya sahih. Memberikan faidah pada demikian itu al-Allamah  al-Albani rohimahulloh Ta’ala.

انظر إلى معاملة الحكام في ضوء الكتاب والسنة، ص: 63
Lihatlah kitab

 مُعَامِلَةِ الْحُكَّامِ فِي ضَوْءِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ hal : 63

وَفِيهَا دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يُشْرَعُ لِكُلِّ عَدَدٍ بَلَغَ ثَلَاثَةً فَصَاعِدًا أَنْ يُؤَمِّرُوا عَلَيْهِمْ أَحَدَهُمْ لِأَنَّ فِي ذَلِكَ السَّلَامَةَ مِنْ الْخِلَافِ الَّذِي يُؤَدِّي إلَى التَّلَافِ ، فَمَعَ عَدَمِ التَّأْمِيرِ يَسْتَبِدُّ كُلُّ وَاحِدٍ بِرَأْيِهِ وَيَفْعَلُ مَا يُطَابِقُ هَوَاهُ فَيَهْلِكُونَ ، وَمَعَ التَّأْمِيرِ يَقِلُّ الِاخْتِلَافُ وَتَجْتَمِعُ الْكَلِمَةُ ، وَإِذَا شُرِّعَ هَذَا لِثَلَاثَةٍ يَكُونُونَ فِي فَلَاةٍ مِنْ الْأَرْضِ أَوْ يُسَافِرُونَ فَشَرْعِيَّتُهُ لِعَدَدٍ أَكْثَرَ يَسْكُنُونَ الْقُرَى وَالْأَمْصَارَ وَيَحْتَاجُونَ لِدَفْعِ التَّظَالُمِ وَفَصْلِ التَّخَاصُمِ أَوْلَى وَأَحْرَى وَفِي ذَلِكَ دَلِيلٌ لِقَوْلِ مَنْ قَالَ : إنَّهُ يَجِبُ عَلَى الْمُسْلِمِينَ نَصْبُ الْأَئِمَّةِ وَالْوُلَاةِ وَالْحُكَّامِ .(نيل الأوطار من أسرار منتقى الأخبار للإمام الشوكاني في باب وجوب نصب ولاية القضاء والإمارة 15/403)
Artinya : dan dalam hadits tsb (menunjukkan) dalil atas bahwasannya disyariatkan untuk setiap hitungan (orang) yang sampai tiga (orang) lebih supaya mereka menjadikan salah satu mereka sebagai amir, karena di dalam demikian itu selamat dari perselisihan yang akan mendatangkan pada persatuan, maka beserta tiadanya keamiran
قَالَ الشَّيْخُ صَادِقٌ أَمِيْنٌ فِيْ كِتَابِهِ “الدَّعْوَةُ الإسْلَامِيَّةُ” (ص:34-35) : وَمَا أَجْمَلَ التَّعْبِيْرَ النَّبَوِيَّ ” مَنْ أَرَادَ بُحْبُوحَةَ الْجَنَّةِ فَلْيَلْزَمِ الْجَمَاعَةَ” وَلَقَدْ حَدَّدَ الْحَدِيْثُ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْجَمَاعَةِ هُمُ الْمُلْتَقُوْنَ فِي اللَّهِ، الْمُؤْتَلِفُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، مَهْمَا كَانَ عَدَدُ الْجَمَاعَةِ ضَئِيْلًا، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ مَعَ الْوَاحِدِ، وَهُوَ مِنَ الْإِثْنَيْنِ أَبْعَدُ، وَأَشَدُّ مَا تَكُوْنُ حَاجَةُ النَّاسِ إِلَى الْجَمَاعَةِ عِنْدَ مَا يَعُمُّ الْفَسَادُ وَيَطْغَى الْبَاطِلُ، كَمَا وَصَفَ أَوَّلُ الْحَدِيْثِ الشَّرِيْفِ.

Asy-syaikh Shodiq amiin mengatakan dalam kitabnya ‘Ad-Da’wah al-Islamiyah’ : sungguh indahnya perkataan kenabian – barang siapa yang menghendaki tengah-tengahnya surga, maka hendaklah ia menetapi jama’ah – dan sungguh al-hadits telah memberikan batasan, bahwa yang dimaksud “al-jama’ah” , mereka adalah orang yang bertemu dalam urusan -agama- Alloh, yang bersatu dalam agamaNya, walaupun jumlah mereka sedikit, karena syaithan beserta satu orang, sedangkan dari dua orang (ia-syaithan) menjauh. Dan lebih sangatnya kebutuhan manusia pada (menetapi) al-jama’ah adalah disaat kerusakan menjadi umum (terjadi dimana-mana) dan kebatilan telah durhaka, sebagaimana hadits yang awal telah menjelaskannya.

وَقَالَ أَيْضًا : (ص: 86-87)

Dan ia mengatakan pula :

وَقَدْ يَقُوْلُ الْقَائِلْ : إِنَّ الْبَيْعَةَ كَانَتْ لِرَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَحَاكِمٍ، وَلَكِنْ يُرَدُّ عَلَى هَذَا بِأَنَّ بَيْعَةَ الْعَقَبَةِ كَانَتْ وَرَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  لَا يَزَالُ يَقُوْدُ جَمَاعَةً مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ لَيْسَ لَهَا أَرْضٌ وَلَا سُلْطَانٌ.

Sungguh seseorang berkata : “sesungguhnya baiat kepada Rosululloh saw sebagaimana (baiat -untuk-) hakim”, akan tetapi pendapat ini ditolak dengan (adanya) baiat aqobah yang terjadi dan Rosululloh saw tidak henti-hentinya meramut jamaah muslimin yang tidak ada baginya bumi (wilayah-daerah kekuasaan) dan tidak pula kekuasaan.

وَإِذَا كَانَتِ الْإِمَارَةُ فِي السَّفَرِ وَاجِبَةٌ لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِى سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ” _قَالَ نَافِعٌ فَقُلْنَا لأَبِى سَلَمَةَ فَأَنْتَ أَمِيرُنَا_ (أبو داود رقم 2609) أَقُوْلُ : إِذَا كَانَ هَذَا فِي السَّفَرِ فَكَيْفَ بِدَعْوَةٍ تُرِيْدُ أَنْ تُعِيْدَ دِيْنَ اللَّهِ إِلَى الْأَرْضِ مِنْ جَدِيْدٍ “إِنْ شَاءَ اللَّهُ” ؟ أَفَلَا تَكُوْنُ الْإِمَارَةُ أَوْجَبَ وَالْعَهْدُ عَلَى الطَّاعَةِ أَوْلَى ؟
Dan ketika kepemimpinan (keamiran/keimaman) dalam perjalanan adalah wajib, karena sabdanya saw “ketika tiga orang dalam bepergian maka hendaklah mereka menjadikan salah satu mereka -sebagai- amir/imam/pemimpin. Nafi berkata, aku katakan kepada Abi Salamah : maka engkau lah amir kami” (HR. Abu dawud no. 2609) aku katakan : ketika ini adalah dalam perjalanan, lalu bagaimana dengan dakwah yang menghendaki agar agama Alloh kembali ke muka bumi dari baru ( sebagaimana pada zaman Nabi saw) ” “‘ in sya Alloh “‘

وَقَالَ إِمَامُ الْحَرَمَيْنِ أَبُو الْمَعَالِي الْجُوَيْنِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ : أَمَّا أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَوُا الْبَدَارَ إِلَى نَصْبِ الْإِمَامِ حَقًّا، وَتَرَكُوْا بِسَبَبِ التَّشَاغُلِ بِهِ تَجْهِيْزَ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَفْنَهُ مَخَافَةً تَتَغَشَّاهُمْ هَاجِمَةُ مِحْنَةٍ (غياث الأمم في التياث الظلم ص:55)

Imam Haromain, Abu Ma’aliy al-Juwainiy rohimahulloh, mengatakan : adapun para sahabat Rosululloh saw, mereka melihat bersegera pada menegakkan (mengangkat) imam adalah haq (benar-wajib), dan mereka meninggalkan – dengan sebab kesibukan menegakkan (mengangkat) imam – pengurusan jenazah Rosululloh saw dan pemakamannya, karena takut  cobaan yang sangat berat akan menimpa  (meliputi) mereka.

وَقَالَ أَيْضًا :

Dan ia mengatakan pula :

فَإِذَا تَقَرَّرَ وُجُوْبُ نَصْبِ الْإِمَامِ ، فَالَّذِيْ صَارَ إِلَيْهِ جَمَاهِيْرُ الْأَئِمَّةِ أَنَّ وُجُوْبَ النَّصْبِ مُسْتَفَادٌ مِنَ الشَّرْعِ الْمَنْقُوْلِ غَيْرَ مُتَلَقِّى مِنْ قَضَايَا الْعُقُوْلِ (غياث الأمم في التياث الظلم ص:56)

Maka ketika wajibnya menegakkan (mengangkat) imam telah tetap, maka yang para imam jumhur condong kepadanya adalah bahwa sesungguhnya wajibnya menegakkan (keimaman/keamiran) adalah mengambil faedah dari syari’at yang manqul bukan hasil dari hukum secara akal.

Minggu, 04 Februari 2024

IRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW Melalui dua pendekatan.

IRA’ MI’RAJ NABI MUHAMMAD SAW
Melalui dua pendekatan.

Acapkali orang mempertanyakan kebenaran Islam lewat perspektif keilmuan, sementara metode keilmuan selama ini yang dipakai adalah metode keilmuan Barat yang sekuler. Inilah yang seringkali menimbulkan bias. 
Jika orang hendak melihat Islam secara ilmiah, maka perspektifnya harus dibangun dari perspektif keilmuan Islam. 
Bagaimana pendekatan studi Islam ?...

Dalam studi Islam dapat digunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan rasional-spikulatif-idealistik dan pendekatan rasional-empirik ( Empiris adalah suatu ilmu pengetahuan yang didasarkan pada akal sehat,tidak spekulatif dan berdasarkan observasi)

Pendekatan pertama adalah pendekatan filosofis, yaitu pendekatan yang digunakan terhadap teks-teks yang terkait dengan masalah yang bersifat metafisik, termasuk dalam hal ini adalah perisatiwa mi’raj nabi Muhammad saw,dari Masjidil Aqsha ke Sidrat al-Muntaha yang tidak membutuhkan jawaban empirik karena keterbatasan rasio manusia;
Kedua adalah pendekatan scientific (keilmuan), yaitu pendekatan terhadap teks-teks yang terkait dengan sunnatullah (ayat-ayat kauniyah), teks-teks hukum yang bersifat perintah dan larangan dan sejarah masa lampau umat manusia.

Mi’raj Nabi Muhammad saw.  dari  Masjid al-Aqsha ke Sidrat al-Muntaha pada  27 Rajab dalam waktu yang amat cepat merupakan peristiwa spektakuler yang mengundang reaksi keras dari kalangan kafir Quraisy saat itu, bahkan hingga sekarang. 
Ada yang mengatakan peristiwa itu terjadi dalam mimpi, bukan dalam alam nyata, atau terjadi pada diri Muhammad dengan ruhnya bukan jasadnya. 

Kaum EMPIRIS dan RASIONALIS boleh mempersoalkan dan menggugat dengan sejumlah sanggahan : 
Bagaimana mungkin kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya, kecepatan yang merupakan batas kecepatan tertinggi dalam continuum empat dimensi ini dapat terjadi?...
Bagaimana mungkin lingkungan material yang dilalui Muhammad tidak mengakibatkan gesekan-gesekan panas yang membakar tubuhnya?...
Bagaimana mungkin ia dapat melepaskan diri dari daya tarik bumi?...
Menurut kaum empiris dan rasionalis hal ini tidak mungkin terjadi.

Ya, bisa dimaklumi jika kaum empiris dan rasionalis mempertanyakan peristiwa yang spektakuler itu. 
Sebab mereka memandang segala sesuatunya berdasarkan realita empiris dan yang rasional saja. Padahal Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa yang sublim (Definisi/arti kata 'sublim' di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menampakkan keindahan dalam bentuknya yang tertinggi; amat indah; mulia)

Sebagaiman konsep keilmuan Barat, bahwa sesuatu disebut ilmiah (secara ontologis) jika lingkup penelaahannya berada pada daerah jelajah atau jangkuan akal pikiran manusia. 
Dan sesuatu dianggap benar jika didasarkan pada tiga hal: 
Koherensi, korespondensi dan pragmatisme. 
Penganut positivisme hanya mengakui satu kebenaran, yaitu kebenaran yang bersifat inderawi, yang teramati dan terukur, yang dapat diulang buktikan oleh siapa pun.  
Dalam konsep keilmuan Barat, ilmu berhubungan dengan masalah empiri-sensual (induktif), empiri-logik (deduktif) atau logico-hipotetico-verificatif, artinya baru disebut sebagai ilmu jika telah dibuktikan kebenarannya secara empiris. 
Jelaslah dari sini, jika peristiwa Mi’raj dilihat dari perspektif keilmuan Barat, maka ia tidak dipandang sebagai sesuatu yang ilmiah melainkan hanya bersifat dogma sistem kepercayaan atau doktrin (credo/Pengakuan iman).

Credo adalah Nilai-nilai serta budaya kerja yang tertuang dalam tiga elemen : Progressive Thinking, Active Ownership dan Collaboration.

Namun, jika dilihat dari prespektif keilmuan Islam, maka persoalannya menjadi lain, ia tetap ilmiah dan benar, sebab dalam konsep Islam, ilmu di samping memiliki paradigma deduktif-induktif juga mengakui paradigma transenden, yaitu pengakuan adanya kebenaran yang datang dari Tuhan. 
Pengakuan terhadap hal-hal yang bersifat metafisik (misalnya adanya Tuhan, malaikat, hari kebangkitan, surga, neraka dan seterusnya) merupakan kebenaran agama yang tak perlu adanya bukti empiris, melainkan persolan-persoalan metafisik tersebut benar adanya (realistis). 
Sesuatu yang tidak atau belum terjangkau oleh akal pikiran manusia tidaklah selalu menjadi dalih akan ketidakbenaran sesuatu itu sendiri, sebab Al-Qur’an menyebutkan : …. “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit sekali” (QS.17 : 85).

Apa yang ditegaskan Al-Qur’an tentang keterbatasan pengetahuan manusia tersebut juga diakui oleh para ilmuwan abad 20. Schwart misalnya –seorang pakar matematika kenamaan Perancis—menyatakan, bahwa fisikawan abad ke-19 berbangga diri dengan kemampunnya menghakimi segenap problem kehidupan, bahkan sampai kepada sajak sekalipun. 
Sedangkan fisikawan abad 20 yakin benar bahwa ia tidak sepenuhnya tahu segalanya meski yang disebut materi sekalipun. Teori Black Holes menyatakan bahwa pengetahuan manusia tentang alam hanyalah mencapai 3 persen saja, sedangkan 97 persennya di luar kemampuan manusia. Itulah sebabnya seorang Kierkegaard tokoh eksistensialisme menyatakan, “Seseorang harus percaya bukan karena ia tahu, melainkan karena ia tidak tahu“. Lalu Imanual Kant juga berkata, “Saya terpaksa menghentikan penyelidikan ilmiah demi penyediakan waktu bagi hatiku untuk percaya“.

Pesan Shalat Lima Waktu

Sebetulnya peristiwa Isra’ Mi’raj ini memiliki arti penting bagi pembinaan keperibadian manusia, karena dalam peristiwa Isra’ Mi’raj tersebut Nabi menerima perintah shalat lima waktu dalam sehari. Shalat inilah yang merupakan inti dari peristiwa besar tersebut, karena shalat merupakan tiang agama dan dasar dari pembangunan keperibadian manusia. 
Dalam pengertian lebih luas, shalat memiliki arti zikir dan senantiasa mengingat Allah dalam segala tindakannya, sehingga dengan menegakkan shalat ini diharapkan manusia tidak pernah memiliki kesempatan untuk melakukan kejahatan dan segala macam tindakan keji lainnya, sebagaimana penegasan Allah SWT melalui firman-Nya, “Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar” (QS. Al-‘Ankabut:35). 
Inti dari perisiwa inilah yang hingga sekarang menjadi tradisi wajib yang senantisa dikerjakan oleh setiap muslim. 
Pertanyaanya kemudian, shalat yang bagaimanakah yang mampu mencegah perilaku keji dan munkar itu?...
Kenapa sudah banyak orang yang melaksanakan shalat tetapi justru kejahatan makin menjadi-jadi? Pertanyaan inilah yang sering terdengar di telinga kita.

Jauh sebelum zaman kita sekarang ini Nabi sudah memperingatkan kepada umatnya, bahwa suatu saat nanti akan datang kepada umat manusia, di mana banyak orang yang melaksanakan shalat tetapi (hakikatnya) mereka tidak shalat. Inilah fenomena zaman yang barangkali tengah kita alami sekarang ini, yang sering dipertanyakan orang mengenai relevansi shalat dengan fenomenan maraknya kejahatan dan tindak kezaliman lainnya. Apa artinya semua ini ?...

Tengara Nabi itu terbukti, yaitu telah tiba saatnya di mana banyak tempat peribadatan dibangun, tetapi aktivitas dan isinya minim. Tibalah saatnya generasi penerus (generasi yang miskin) yang menyia-nyiakan shalat dan mereka terbawa oleh nafsunya, inilah saatnya mereka akan menemui kesulitan dan krisis multi dimensi. Demikianlah kondisi yang digambarkan oleh Nabi yang dialami oleh orang-orang munafik. Ini pula yang dimaksud Al-Qur’an surat Al-Ma’un, yaitu banyak orang yang melakukan shalat tetapi yang diperoleh hanyalah kesengsaraan (digambarkan dengan siksa neraka Wel), karena mereka melalaikan shalat dan hanya ingin dilihat dan dipuji orang.

Ada tiga kategori manusia yang digolongkan sebagai “manusia yang melalaikan shalat : 
Pertama, lalai waktu. 
Mereka ini suka mengolor-olor waktu shalat, sudah waktunya shalat, tetapi masih ditunda-tunda untuk melaksakannya, alias mereka tidak disiplin dan tidak tepat waktu. Itulah sebabnya ketika Nabi ditanya salah seorang sahabatnya mengenai amal yang afdhal, beliau menjawab “shalat yang tepat waktu”. 
Kedua, lalai tidak mengingat Allah dalam shalatnya, artinya selama dalam shalat, mereka lisannya mengucapkan bacaan-bacaan shalat, tetapi hatinya keluar dari kontesks shalat, pikirannya tertuju pada urusan duniawi, bahkan mereka tidak menghayati gerakan yang ada dalam shalat itu. (tiadak thuma’ninah). 
Ketiga, orang yang shalat, tetapi di luar shalat mereka tidak shalat, artinya mereka shalat, mungkin thuma’ninah dan tepat waktu, tetapi di luar tindakan shalat formal itu mereka tetap melakukan kejahatan. 
Contoh simpelnya, seusai shalat berjamaah di masjid misalnya, mereka masih mau mengambil sandal atau sepatu orang lain. 
Jika pada contoh yang lebih luas, mereka masih mau korupsi, manipulasi dan eksploitasi. Jadi mereka memisahkan antara shalat sebagai ibadah dengan urusan kehidupan dunia sehari-hari, inilah sesungguhnya yang disebut dengan “orang sekuler” atau sahun dalam bahasa Qur’an-nya.

Jika kita mampu mengeliminir (mendesekularisasi) sikap-sikap di atas, maka berarti kita termasuk kategori manusia yang disebut oleh Allah SWT sebagai aflah al-mu’minun, yaitu orang-orang mukmin yang paling beruntung, orang-orang yang khusyu’ dalam melaksanakn shalatnya (lihat QS. Al-Mu’minun:1-2). 

Shalat memiliki arti yang sangat penting bagi kehidupan orang mukmin. Sehingga Nabi pernah menyatakan “shalat itu sama dengan mi’raj-nya orang-orang mukmin”. Seperti halnya bagi orang yang tidak mampu pergi haji ke Makkah, maka shalat jum’ah bagi mereka dianggap sama nilainya dengan pergi haji ke Makkah. Itulah kemurahan Allah SWT yang diberikan kepada hamba-Nya.

Allahu A'lam..

Jumat, 02 Februari 2024

10 Amalan dapat Ridho allah

10 Amalan Untuk Dapatkan Ridho Allah


Beberapa amalan yang kita kerjakan akan mendapatkan keridhoaanya,

Pertama beriman disertai amal sholeh

إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمْ خَيْرُ ٱلْبَرِيَّةِ جَزَآؤُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ جَنَّٰتُ عَدْنٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۖ رَّضِىَ ٱللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ ۚ ذَٰلِكَ لِمَنْ خَشِىَ رَبَّهُۥ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ´Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.( al-bayyinah : 7-8 )

Kedua mengikuti para sahabat nabi

وَالسّٰبِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهٰجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسٰنٍ رَّضِىَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا۟ عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِى تَحْتَهَا الْأَنْهٰرُ خٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدًا ۚ ذٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴿التوبة:١۰۰﴾

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar( at-taubah : 100)

Ketiga al-wala dan al-baro

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْإِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ ۖ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ۚ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ اللَّهِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.( al-mujadilah : 22 )

Keempat memuji allah ketika makan
Namun jika mencukupkan dengan ucapan “alhamdulillah” setelah makan juga dibolehkan berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا

“Sesungguhnya Allah Ta’ala rhido kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” HR. Muslim no. 2734

Kelima tidak syirik,tidak berpecah belah dan salin menasehati

Dalam khutbah kali ini, kami akan menyebutkan beberapa hal yang diridhai dan yang dimurkai oleh Allah ‘azza wa jalla. Beberapa hal tersebut disebutkan oleh hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَ ثَالًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَ ثَالًا، فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا، وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا، وَأَنْ تُنَاصِحُوا مَن وَ هَّالُ اللهُ أَمْرَكُمْ، وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ، وَكَثْرَةَ السُّؤَالَ، وَإِضَاعَةَ الْمَالِ

“Sesungguhnya Allah ridha terhadap kalian pada tiga hal dan memurkai kalian karena tiga hal. Allah meridhai kalian jika,
 Kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan sesuatu pun dengan-Nya
 Kalian semua berpegang teguh dengan tali Allah serta tidak berpecah belah
 Kalian saling memberi nasihat dengan orang yang Allah kuasakan padanya urusan kalian,
Allah ‘azza wa jalla akan memurkai kalian pada tiga hal,
 Berkata-kata dengan berprasangka
 Banyak meminta-minta atau banyak bertanya-tanya
 Membuang-buang harta.”
(HR . Muslim)

Keenam ridho orang tua
Dari Abdullah bin ’Amru radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

رِضَى الرَّبِّ فِي رِضَى الوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَالِدِ

“Ridha Allah tergantung pada ridha orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (Hasan. at-Tirmidzi : 1899, HR. al-Hakim : 7249, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabiir : 14368, al-Bazzar : 2394

Ketujuh bersiwak
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ (رواه أحمد)

“Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhaan bagi Rabb”. [Hadits shahih riwayat Ahmad, Irwaul Ghalil no 66). [Syarhul Mumti’ 1/120 dan Taisir ‘Alam 1/62]

Kedelapan berinfak di jalan allah

مَثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ كَمَثَلِ جَنَّةٍ بِرَبْوَةٍ أَصَابَهَا وَابِلٌ فَآتَتْ أُكُلَهَا ضِعْفَيْنِ فَإِن لَّمْ يُصِبْهَا وَابِلٌ فَطَلٌّ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.(al-baqorah : 265)

لَّا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.(an-nisa : 114)

Kesembilan berkorban di jalan allah

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.(Al-Baqarah : 207)

Kesepuluh Janji setia membela agama allah

لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا

Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).