Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Jumat, 05 Desember 2025

7 Kewajiban Orang Tua Pada Anak

7 Kewajiban Orang Tua pada Anak

Tangis bayi yang pecah saat proses persalinan usai merupakan hal yang didamba-dambakan oleh seorang ayah dan ibu. 
Seluruh keluarga menyambutnya dengan riang gembira. Bahkan di dalam Al-Qur'an menjelaskan pada manusia bagaimana Allah SWT menyampaikan kabar gembira atas kelahiran para nabi secara langsung lewat malaikat.

Kelahiran Nabi Ishaq as dan Nabi Ya'qub as ada di dalam surat Hud ayat 71.
  
وَامْرَاَتُهٗ قَاۤىِٕمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنٰهَا بِاِسْحٰقَۙ وَمِنْ وَّرَاۤءِ اِسْحٰقَ يَعْقُوْبَ

Artinya: "Istrinya berdiri, lalu tersenyum. 
Kemudian, Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan setelah Ishaq (akan lahir) Ya‘qub (putra Ishaq)."
 
Kelahiran Nabi Yahya as ada di dalam surat Maryam ayat 7.
 
يٰزَكَرِيَّآ اِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلٰمِ  ࣙاسْمُهٗ يَحْيٰىۙ لَمْ نَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
 
Artinya: "(Allah berfirman,) “Wahai Zakaria, Kami memberi kabar gembira kepadamu dengan seorang anak laki-laki yang bernama Yahya yang nama itu tidak pernah Kami berikan sebelumnya.”

Sebelum melangkah lebih jauh, kelahiran anak ke dunia yang disambut dengan ekspresi syukur itu, ternyata ada tanggung jawab besar yang harus dijalankan oleh orang tua, antara lain.
  
1. Mengumandangkan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri bayi oleh ayahnya setelah bayi dinyatakan bersih dan suci.

 
2. Tahnik. Memasukkan makanan yang mengandung zat gula ke dalam mulut bayi secara merata (madu, kurma, dan sejenisnya) dengan jari-jari tangan.
 
3. Menyusuinya dengan Air Susu Ibu (ASI). 
Karena secara medis, baik bagi pertumbuhan anak. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah: 233 (Juz 2)

 
۞ وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ  لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَاۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَاۗ وَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ

 
Artinya: Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. 
Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. 
Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. 
Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. 
Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
 
4. Memberi nama pada anaknya. 
Dengan harapan nama tersebut menjadi doa bagi anak dalam perkembangannya kelak.

إِنَّكُمْ تَدْعُونَ يَومَ الْقِيَامَةِ بِأَسْمَائِكُمْ وَأَسْمَاءِ آبَائِكُمْ فَأَحْسِنُوا أَسْمَاءَكُمْ

Artinya: Sesungguhnya di hari kiamat nanti kalian akan dipanggil nama-nama kalian dan nama-nama bapak kalian. Oleh karena itu buatlah nama-nama yang baik untuk kalian. (HR. Abu Dawud)

5. Mengaqiqahi anak dengan menyembelih kambing (2 ekor untuk bayi laki-laki dan 1 ekor untuk bayi perempuan). Kemudian mencukur rambut. Semua itu bagian dari rasa syukur atas kelahiran anaknya.

كلُّ غلامٍ مرتَهَنٌ بعقيقتِهِ تذبحُ عنْهُ يومَ السَّابعِ ويُحلَقُ رأسُهُ ويُسمَّى
الراوي : سمرة بن جندب | المحدث : الألباني | المصدر : صحيح ابن ماجه | الصفحة أو الرقم : 2580 | خلاصة حكم المحدث : صحيح | التخريج : أخرجه ابن ماجه (3165) واللفظ له، وأخرجه أبو داود (2838)، والترمذي (1522) باختلاف يسير.
 
Menurut Jumhur, Q.S. Al-Baqarah [2]: 233.
Menegaskan penyusuan secara sempurna, dua tahun. 
Dengan demikian, status ibu-ibu yang tidak bersedia memberikan ASI kepada bayinya adalah khianat.

Menyusui bayi sendiri hingga bayi berusia dua tahun hanyalah sebatas anjuran. Sebagaimana diterangkan dalam penghujung ayat tersebut. 
"Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa bagi keduanya." (Qs Al Baqoroh: 233).

6.Khitan


وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabb-nya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “JanjiKu (ini) tidak mengenai orang-orang yang lalim”. [al Baqarah/2 : 124].

Khitan termasuk fitrah yang disebutkan dalam hadits shahih. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata :

الفِطْرَةُ خَمْسُ : الخِتَانُ وَالاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَتَقْلِيْمُ الأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ

“Lima dari fitrah yaitu khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan mencukur.


7.Memberikan pendidikan yang layak pada anak, mulai sejak kecil hingga dewasa. 
Juga memberinya nafkah yang halal dan memberinya tempat tinggal.

8.Menikahkan anak dengan orang yang shalih atau shalihah. Sebagaimana dalam QS. An-Nur: 32 (Juz 18)
 
وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ
 
Artinya: Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. 
Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Dengan demikian, lahirnya anak/keturunan ke dunia sebagai khalifah fil ardhi harus dipahami betul oleh orang tua. Karena masa depan agama dan bangsa ada di tangan anak-anaknya.
Semoga bermanfa'at...
Wallahu a'lam.

Rabu, 03 Desember 2025

HUKUM KPR/NYICIL RUMAH DALAM ISLAM

Hukum KPR dalam Islam, 
Boleh atau Tidak?

Hukum KPR dalam Islam terbagi menjadi dua macam, yakni KPR yang diperbolehkan dan KPR yang diharamkan. KPR sendiri merupakan sebuah mekanisme kredit yang diberikan kepada nasabah untuk mempermudah mereka dalam memiliki rumah.

Mengutip laman OJK, KPR adalah fasilitas kredit yang diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah. Pihak perbankan akan menentukan sendiri mengenai jumlah besaran kredit dan bunga yang dibayarkan oleh nasabah.

Dalam sistem muamalah Islam, bunga bank merupakan produk perbankan yang diharamkan karena mengandung sistem riba di dalamnya. Lalu, bagaimana dengan hukum bunga KPR dalam Islam?

Hukum KPR dalam Islam
Mengutip jurnal Hukum Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Dalam Perspektif Islam karya Ira Apriyanti, hukum KPR dalam Islam terbagi menjadi dua macam, yakni:

1. Hukum KPR dalam Islam Melalui Bank Konvensional
Pada Produk KPR pada perbankan konvensional, akadnya didasarkan pada prinsip pinjam-meminjam dengan memanfaatkan bunga sebagai variabelnya. Hubungan yang terjalin antara bank dengan nasabah adalah hubungan antara kreditur dan debitur.

Pihak bank akan memberikan pinjaman kepada nasabah untuk membayar hunian kepada pihak developer atau pemilik bangunan. Setelah itu, nasabah berkewajiban untuk mencicil pembayaran KPR dan bunga pinjaman uang kepada pihak bank.

Dikarenakan ada unsur bunga di dalamnya, maka hukum KPR melalui bank konvensional adalah haram. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Qudamah rahimahullah dalam kitab Al-Mughni, ia berkata, "Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan, maka itu adalah haram. Hal ini tanpa diperselisihkan oleh para ulama.”

Hukum haram ini tidak hanya mencakup pihak bank sebagai debitur, namun juga kepada nasabah sebagai kreditur. Sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadits. Diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim no. 1598)

2. Hukum KPR dalam Islam Melalui Bank Syariah
Ada banyak alternatif yang dapat dilakukan untuk membeli rumah tanpa menggunakan sistem riba, salah satunya adalah dengan KPR melalui bank syariah. Sistem dalam KPR Syariah berbeda dengan KPR konvensional.

Dalam KPR syariah, yang menjadi dasar transaksi adalah mekanisme jual beli yang disebut dengan ‘Bai’ al Murabahah lil Aamir bi asy Syira’. Sistem jual beli dalam KPR syariah diawali dengan adanya akad yang disampaikan oleh nasabah dan pihak perbankan.

Pihak perbankan akan membeli rumah yang diinginkan oleh nasabah kepada pihak developer. Setelah itu, pihak bank akan menjual kembali rumah tersebut kepada nasabah dengan harga lebih tinggi daripada harga beli dari developer/pemilik rumah. Selanjutnya, nasabah akan membayar kepada bank Syariah dengan cara mengangsur dengan waktu yang telah disepakati kedua belah pihak.

Keuntungan yang didapat dari KPR syariah berasal dari nilai margin yang ditetapkan di awal sesuai dengan jangka waktu yang dipilih oleh nasabah untuk melunasi utangnya. Semakin lama jangka waktu yang dipilih, maka nilai margin yang dikenakan semakin besar.

Majelis Ulama Indonesia melalui Fatwa DSN-MUI Nomor 73 Tahun 2008 tentang Musyarakah Mutanaqisah menyatakan bahwa kebolehan melakukan transaksi dengan menggunakan KPR Syariah adalah boleh. Dasar hukum yang diambil adalah surat Al-Baqarah ayat 275.

Allah berfirman: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya." (Qs. Al-Baqarah: 275)

Menurut MUI, prinsip sistem KPR syariah pada dasarnya sama dengan prinsip jual beli, yakni asas tolong menolong. Oleh karenanya, sistem angsuran melalui KPR syariah diperbolehkan menurut fatwa MUI karena tidak mengandung riba.
 Semoga bermanfaat
Wallahu A'lam.