Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Sabtu, 29 September 2018

Teks pembawa acara walimatussafat

Asalamualaikum Wr.Wb Alhamdulillah hirobbil alamin wabihinastain waalaumurriddunyawadin wasolatu wasalamu ala asrofil ambiya iwalmursalin waalaalihi wasohbihi ajmain. Amaba’du. Pakod Kolallahu Filqur’aniladzim Audubillahiminas saitonirrojim Bismillahirrohnairrohim Wa lillahi ‘alan-nasi hijjul-baiti manista¯ala ilaihi sabila(n) Wakola Nabiyyu Sollalahu Alaihi Wasallam Manjaro Qobrii Wajabac Safa’atii Rasulillah Saw, Alhadis amaba’du. Pertama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah swt, karena berkat rahmat dan hidayahnya kita semua bisa menghadiri acara Halal Bil Halal Walimatussafar Hajj Nama calon haji. Mudah”an beliau yang akan berangkat ketanah Suci Mekah diberi kelancaran, kesehatan dan dijadikan haji yang mabrur dan mabruroh. Amin Yra. Sholawat beserta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Dan juga pada keluarganya, para sahabatnya, dan kita semua. Semoga kita semua termasuk golongan umat beliau yang mendapatkan syafa’atnya di akhirat kelak, Amin ya robbal alamin. Yang Saya Hormati Sohibul Bait Nama calon haji, yang terhormat Ibu Nama penceramah, Yang terhormat para aparatur desa dari atasan sampai bawahan, yang terhormat para kiyai , para alim ulama, asatid wal asatidah dan tak lupa para hadirin bapak/ibu dan saudara sekalian. Sekarang kita lanjutkan pada susunan acara : 1. Pembukaan 2. Pembacaan hadiah Fatihah 3. Pembacaan Solawat Nabi 4. Sambutan-sambutan a. Sambutan pertama dari saibul bait yang akan disampaikan oleh b. Sambutan yang Kadua dari Bapak kepala Desa yaitu Nama Kepala Desa 5. Pembacaan Ayat Suci Al-qur’an 6. Acara Pokok Da’wah tasakkur walimatul safar hajj 7. Tutup D0’a A. Baiklah untuk mempersingkat waktu kita langsung mulai acara yang pertama yaitu pembukaan Alahadiniyah wakuliniatin solihah ila hadrotin nabiyyil mustofa rosulillahi Sollallahu alaihi wasallam Al-Fatihah\ Alhamdulillahirobbil alamin terimakasih kepada bapak-bapak dan ibu-ibu yang telah membacakan surotul patihah mudah”an acara ini berada dalam kelancaran dari awal sampai akhir. Amin B. Menginjak Acara Yang Ke 2 Yaitu Pembacaan Hadiah Patihah Yang akan di sampaikan Oleh ............................................ waktu dan tempat kami persilahkan. Terimakasih kepada ....................................... yang telah membacakan hadiah fatihah, mudah-mudahan hadiah fatihah tadi di sampaikan kepada Ahli-ahli kubur kita semuanya. Amin Ya Allah ya robbal alamin. C. Menginjak Acara Yang Ke 3 Yaitu Pembacaan Solawat Nabi Yang akan di sampaikan Oleh ..................................................., waktu dan tempat kami persilahkan. Terimakasih kepada.............................................., yang telah membacakan albarjanji mudah-mudahan mendapatkan syafaatul uzma, khususnya bagi ibu hj. Marwah umumnya bagi kita semua amin ya Allah ya Robbal alamin. D. Menginjak Acara Yang Ke 4 Yaitu Sambutan-sambutan, sambutan yang pertama akan disampaikan oleh Panitia Penyelenggara Walimatul sapar hajj Yang akan di sampaikan Oleh ....................................... waktu dan tempat kami persilahkan. Terimakasih kepada ....................................... ang telah memberikan sambutannya. Sambutan yang kedua akan disampaikan oleh Bp. Kepala Desa, Yaitu Nama Kepala Desa waktu dan tempat Terimakasih kepada ....................................... ang telah memberikan sambutannya. E. Menginjak Acara Yang Ke 5 Yaitu Pembacaan Ayat Suci Alqur’an Yang akan di sampaikan Oleh ......................................., waktu dan tempat kami persilahkan. Terimakasih kepada ....................................... yang telah membacakan ayat suci al-qur’an, mudah-mudahan mendapatkan ganjaran dari Allah swt, khususnya bagi ....................................... umumnya bagi kita semua yang mendengarkannya. Amin ya Allah ya robbal alamin. F. Menginjak Acara Yang Ke 6 Yaitu acara yang kita tunggu-tunggu, acara pokok dawah tausiah islamiah yang akan disampaikan Oleh Ibu/Bp Ust...................................., waktu dan tempat kami persilahkan. Terima kasih kami ucapkan kepada bapak ....................................... semoga apa yang beliau sampaikan, dapat diamalkan dan dilaksanakan oleh kita semua. Dan dapat bermanfaat fiddiini waddunya wal akhiroh. Amin G. Menginjak Acara Yang Ke 6 Yaitu Do’a Yang akan di sampaikan......................................., namun sebelum do’a dimulai saya sebagai pembawa acara mohon maaf bila ada kesalahan karena kesalahan datangnya dari saya dan kesempurnaan hanya milik Allah swt. Akhirul kalam Wasalamualaikum Wr.Wb Kepada .......................................waktu dan tempat kami persilahkan. Wasalamualaikum Wr.Wb

Doa musafir dan orang yg akan ditinggal


Doa Musafir Kepada Orang yang Ditinggalkan:

أَسْتَوْدِعُكُمُ اللهَ الَّذِيْ لاَ تَضِيْعُ وَدَائِعُهُ

“Aku menitipkan kamu kepada Allah yang tidak akan hilang titipan-Nya.”[1]

Doa Orang yang Ditinggalkan Kepada Musafir

أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِيْنَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيْمَ عَمَلِكَ

“Aku menitipkan agamamu, amanatmu dan perbuatanmu yang terakhir kepada Allah.”[2]

زَوَّدَكَ اللهُ التَّقْوَى، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وَيَسَّرَ لَكَ الْخَيْرَ حَيْثُ مَا كُنْتَ

“Semoga Allah memberi bekal taqwa kepadamu, mengampuni dosamu dan memudahkan kebaikan kepadamu di mana saja kamu berada.” [3]

Doa ketika mau keluar rumah:

بسم اللَّهِ، توكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أعوذُ بِكَ أنْ أَضِلَّ أو أُضَلَّ ، أَوْ أَزِلَّ أوْ أُزلَّ ، أوْ أظلِمَ أوْ أُظلَم ، أوْ أَجْهَلَ أو يُجهَلَ عَلَي برحمتك ياارحم الرحمين.

Doa ketika pulang safar
mau masuk pintu:

الحمد لله الذي سلمك/الحمد لله الذي جمع الثمل بك/
توبا توبا لربنا اوبا لايغادر حوبا
Atau doa yg ini:

ائبون تائبون عابدون لربنا حامدون برحمتك ياارحم الرحمين.

[1] HR. Ahmad 2/403, Ibnu Majah 2/943, dan lihat Shahih Ibnu Majah 2/133
[2] HR. At-Tirmidzi 2/7, At-Tirmidzi 5/499, dan lihat Shahih At-Tirmidzi 2/155
[3] HR. At-Tirmidzi, lihat Shahih At-Tirmidzi 3/155.

Adab-adab safar

ADAB-ADAB SAFAR

A. Adab-Adab Sebelum Safar
1. Melakukan shalat Istikharah sebelum bepergian, yaitu shalat sunnah dua raka’at kemudian berdo’a dengan do’a Istikharah.

Dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kami shalat Istikharah untuk memutuskan segala sesuatu, sebagaimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan al-Qur-an. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apabila seseorang di antara kalian mempunyai rencana untuk mengerjakan sesuatu, hendaklah melakukan shalat sunnat (Istikharah) dua raka’at kemudian membaca do’a:

“اللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدِرُ وَلاَ أَقْدِرُ، وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ، اَللَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ -وَيُسَمِّى حَاجَتَهُ- خَيْرٌ لِيْ فِيْ دِيْنِي وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ فَاقْدُرْهُ لِيْ وَيَسِّرْهُ لِيْ ثُمَّ بَارِكْ لِيْ فِيْهِ، وَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا اْلأَمْرَ شَرٌّ لِيْ فِيْ دِيْنِيْ وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ- فَاصْرِفْهُ عَنِّيْ وَاصْرِفْنِيْ عَنْهُ وَاقْدُرْ لِيَ الْخَيْرَ حَيْثُ كَانَ ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ.”

“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta pilihan yang tepat kepada-Mu dengan ilmu-Mu dan aku memohon kekuatan kepada-Mu (untuk mengatasi persoalanku) dengan ke-Mahakuasaan-Mu. Aku memohon kepada-Mu sesuatu dari anugerah-Mu Yang Mahaagung, sesungguhnya Engkau Mahakuasa sedang aku tidak kuasa, Engkau mengetahui, sedang aku tidak mengetahui dan Engkau-lah Yang Mahamengetahui hal yang ghaib. Ya Allah, apabila Engkau mengetahui bahwa urusan ini (orang yang mempunyai hajat hendak-nya menyebutkan persoalannya) lebih baik dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya ter-hadap diriku -atau Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘…Di dunia atau Akhirat’- sukseskanlah untukku, mudahkanlah jalannya, kemudian berilah berkah. Akan tetapi apabila Engkau mengetahui bahwa persoalan ini lebih berbahaya bagiku dalam agamaku, penghidupanku, dan akibatnya terhadap diriku, atau -Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘…Di dunia atau akhirat,’- maka singkirkanlah persoalan tersebut, dan jauhkanlah aku dari padanya, takdirkan kebaikan untukku dimana saja kebaikan itu berada, kemudian berikanlah keridhaan-Mu kepadaku.” [HR. Al-Bukhari no. 1162, 6382 dan 7390]

2. Hendaknya bertaubat kepada Allah dari segala macam kemaksiatan yang telah diperbuatnya dan beristighfar dari setiap dosa yang dilakukannya, karena dia tidak mengetahui apa yang akan terjadi setelah ia melakukan safar dan tidak mengetahui pula takdir yang menimpanya.

Bagi seorang yang hendak safar hendaknya mengembalikan barang-barang yang pernah dirampasnya kepada pemiliknya, membayar hutang-hutang, menyiapkan nafkah (uang belanja) kepada yang wajib diberikan nafkah, segera menyelesaikan perjanjian-perjanjian yang diulur-ulur dan menulis wasiat kepada ahli warisnya dengan dihadiri para saksi, dan meninggalkan uang belanja kepada keluarganya (isteri, anak dan orang tua) dan meninggalkan kebutuhan pokok yang dapat mencukupinya.[1]

Hendaknya seorang yang hendak safar tidak membawa perbekalan kecuali dari sumber yang halal lagi baik.

3. Hendaknya melakukan safar (perjalanan) bersama dengan dua orang atau lebih. Sebagaimana hadits:

اَلرَّاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ وَالثَّلاَثَةُ رَكْبٌ.

“Satu pengendara (musafir) adalah syaitan, dua pengendara (musafir) adalah dua syaitan, dan tiga pengendara (musafir) ialah rombongan musafir.”[2]

4. Seorang musafir hendaknya memilih teman perjalanan yang shalih, yaitu orang yang dapat membantu menjaga agamanya, menegurnya apabila lupa, membantunya jika dibutuhkan dan mengajarinya apabila ia tidak tahu.

5. Mengangkat pemimpin, yaitu hendaknya menunjuk seorang ketua rombongan dalam safar, sebagaimana hadits:

إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِيْ سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدَكُمْ.

“Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai ketua rombongan.”[3]

Dan yang dipilih sebagai ketua rombongan adalah orang yang mempunyai akhlak yang paling baik, paling dekat dengan teman-temannya, paling dapat mengutamakan kepentingan orang lain (tidak egois) dan senantiasa mencari kesepakatan rombongan (ketika ada perbedaan pendapat)

6. Disunnahkan untuk melakukan safar (perjalanan) pada hari Kamis dan berangkat pagi-pagi ketika akan melakukan perjalanan. Hal ini berdasarkan hadits shahih dari Ka’ab bin Malik Radhiyallahu anhu :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يَوْمَ الْخَمِيْسِ فِيْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ، وَكَانَ يُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَمِيْسِ.

“Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju perang Tabuk pada hari Kamis dan telah menjadi kebiasaan beliau untuk keluar (bepergian) pada hari Kamis.”[4]

Di dalam riwayat yang lain,

لَقَلَّمَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ إِذَا خَرَجَ فِيْ سَفَرٍ إلاَّ يَوْمَ الْخَمِيْسِ.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila bepergian senantiasa melakukannya pada hari Kamis.” [HR. Al-Bukhari no. 2949][5]

Sedangkan dalil tentang disunnahkannya untuk berangkat pagi-pagi ketika hendak melakukan perjalanan adalah:

اَللَّهُمَّ بَارِكْ لأُِمَّتِيْ فِيْ بُكُوْرِهَا

“Ya Allah, berkahilah ummatku pada pagi harinya.” [HR. Abu Dawud no. 2606, at-Tirmidzi no. 1212, ia berkata: “Hadits ini hasan.”]

Dan sangat disukai untuk memulai bepergian pada waktu ad-Dulajah, yaitu awal malam atau sepanjang malam, sebagaimana hadits dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“عَلَيْكُمْ بِالدُّلْجَةِ فَإِنَّ الأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ.”

“Hendaklah kalian bepergian pada waktu malam, karena seolah-olah bumi itu terlipat pada waktu malam.” [HR. Abu Dawud no. 2571, al-Hakim II/114, I/445, hasan]

7.Berpamitan kepada keluarga dan teman-teman yang ditinggalkan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berpamitan kepada para Sahabatnya ketika akan safar (bepergian), beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan do’a kepada salah seorang di antara mereka, dengan do’a:

أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِيْنَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيْمَ عَمَلِكَ.

“Aku menitipkan agamamu, amanahmu dan perbuatanmu yang terakhir kepada Allah.” [HR. Ahmad II/7, 25, 38, at-Tirmidzi no. 3443, Ibnu Hibban no. 2376, al-Hakim II/97, dishahihkan dan disepakati oleh Imam adz-Dzahabi. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah no. 14]

Makna أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِيْنَكَ (aku titipkan agamamu), yaitu aku memohon kepada Allah agar berkenan menjaga agamamu (agar istiqamah dalam ketaatan kepada Allah). Sedangkan yang dimaksud dengan amanah adalah keluarga dan orang-orang yang selainnya serta harta yang dititipkan, dijaga dan dikuasakan kepada orang kepercayaan atau wakilnya atau yang semakna dengan itu.

Makna خَوَاتِيْمَ عَمَلِكَ (perbuatanmu yang terakhir), yaitu do’a untuknya agar akhir perbuatannya baik (husnul khatimah). Hal ini karena, amalan terakhir merupakan amalan yang paling menentukan baginya di Akhirat kelak dan sebagai penghapus perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan.[6]

B. Adab-Adab Ketika Safar
1. Menaiki kendaraan dan mengucapkan do’a safar (bepergian).
Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menaiki kendaraannya, beliau mengucapkan takbir sebanyak tiga kali: “اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ,” kemudian berdo’a:

“سُبْحَانَ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ، الَلَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي
سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، الَلَّهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، الَلَّهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ وَالْخَلِيْفَةُ فِيْ اْلأَهْلِ، الَلَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُبِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ وَسُوْءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَاْلأَهْلِ.”

“Mahasuci Rabb yang menundukkan kendaraan ini untuk kami, sedangkan sebelumnya kami tidak mampu. Dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami (di hari Kiamat). Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kebaikan dan taqwa dalam perjalanan ini, kami memohon perbuatan yang membuat-Mu ridha. Ya Allah, mudahkanlah perjalanan kami ini, dan dekatkanlah jaraknya bagi kami. Ya Allah, Engkaulah teman dalam perjalanan dan yang mengurus keluarga(ku). Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kelelahan dalam bepergian, pemandangan yang menyedihkan dan perubahan yang jelek dalam harta dan keluarga.”[7]

Dalam hadits yang lain:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَافَرَ يَتَعَوَّذُ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ وَكَآبَةِ الْمُنْقَلَبِ وَالْحَوْرِ بَعْدَ الْكَوْرِ، وَدَعْوَةِ الْمَظْلُوْمِ، وَسُوْءِ الْمَنْظَرِ فِي اْلأَهْلِ وَالْمَالِ.

“Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan perjalanan jauh, beliau berlindung kepada Allah dari kelelahan perjalanan, perubahan yang menyedihkan, kekurangan setelah kelebihan, do’a orang-orang yang teraniaya serta pemandangan yang buruk dalam keluarga dan hartanya.” [HR. Muslim no. 1343 (426)]

2. Bertakbir (mengucapkan اللهُ أَكْبَرُ (Allahu Akbar)) ketika sedang jalan mendaki dan bertasbih (mengucapakan سُبْحَانَ الله (Subhanallaah) ketika jalan menurun.

Sebagaimana hadits Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, ia berkata:

كُناَّ إِذَا صَعِدْنَا كَبَّرْنَا وَ إِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا.

“Kami apabila berjalan menanjak mengucapkan takbir (Allahu Akbar) dan apabila jalan menurun membaca tasbih (Subhanallaah).” [HR. Al-Bukhari no. 2993-2994, Ahmad III/333, ad-Da-rimi no. 2677, an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 541 dan Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 516]

3. Memperbanyak mengucapkan do’a, berdasarkan hadits:

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ.

Dari Abu Hurairah Radhyallahu anhu, ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tiga do’a yang pasti dikabulkan (mustajab) dan tidak ada keraguan lagi tentang-nya, do’anya seorang yang dizhalimi, do’anya musafir (orang yang melakukan perjalanan), do’a buruk orang tua terhadap anaknya.’” [HR. Ah-mad II/434, Abu Dawud no. 1536, At-Tirmidzi no. 2741. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah oleh Imam al-Albani no. 596]

4. Melantunkan sya’ir dan puisi, sebagaimana hadits Salamah bin al-Akwa’ Radhiyallahu anhu, beliau berkata: “Kami bepergian bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menuju Khaibar, kemudian kami terus bergerak ketika malam, lalu berkatalah seseorang kepada Amir bin Akwa’, ‘Tidakkah engkau perdengarkan kepada kami sya’ir-sya’ir kegembiraanmu?’ Hal ini dikarenakan Amir adalah seorang penyair, kemudian beliau (Amir) turun dari tunggangannya dan memberikan semangat kepada orang-orang, seraya berkata: ‘Ya Allah, jika tidak karena Engkau pasti kami tidak akan pernah mendapatkan petunjuk, tidak pula kami bershadaqah dan tidak pula kami shalat (hingga akhir do’a).’ Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: ‘Siapakah yang bersenandung itu?’ Mereka menjawab: ‘Amir bin al-Akwa’.’ Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Semoga Allah memberikan rahmat kepadanya…’” [HR. Al-Bukhari no. 2477 dan Muslim no. 1802 (124)]

5. Beristirahat ketika sedang melakukan perjalanan.
Hal tersebut merupakan belas kasih kita kepada hewan tunggangan, di samping memanfaatkannya untuk tidur dan beristirahat. Namun demikian, perlu memperhatikan keadaan tempat pemberhentian dan sebaiknya menjauhkan diri dari jalanan, terutama pada waktu malam hari, karena banyak serangga-serangga dan hewan melata yang berbisa, juga binatang buas berkeliaran pada malam hari di jalan-jalan untuk memudahkan gerak mereka, di samping mereka memunguti makanan yang berjatuhan (dari para musafir) atau yang lainnya di jalanan tersebut boleh jadi akan didatangi oleh mereka dan terganggu. Apabila seseorang membuat tenda, maka sudah seharusnya ia menjauhkan diri dari jalanan (saat malam hari).

C. Adab-Adab Setelah Safar (Bepergian)
1. Mengucapkan do’a Safar (bepergian), sebagaimana telah disebutkan pada halaman 67.

Kemudian menambahkannya dengan lafazh do’a:

آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ.

“Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Rabb kami.” [HR. Muslim no. 1345, Ahmad III/187;189, an-Nasa-i no. 551 dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah dan Ibnu Sunni no. 526 dari Shahabat Anas bin Malik Radhiyallahua anhu]

Apabila kembali dari bepergian dan melalui bukit atau melalui tempat yang luas lagi tinggi, bertakbir tiga kali kemudian berdo’a:

لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ آيِبُوْنَ، تَائِبُوْنَ، عَابِدُوْنَ، سَاجِدُوْنَ، لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ، صَدَقَ اللهُ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ.

“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi melainkan Allah Yang Mahaesa tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan segala pujian. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan bersujud, serta selalu memuji Rabb kami. Dialah Yang membenarkan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan menghancurkan segala musuh dengan ke-Maha-esaan-Nya.” [HR. Al-Bukhari no. 1797, Muslim no. 1344 (428)]

Dan sangat disukai (dianjurkan) untuk mengulang do’a tersebut:

آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ.

“Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan selalu memuji kepada Rabb kami.” [HR. Muslim no. 1345, Ahmad III/187;189, an-Nasa-i no. 551 dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah dan Ibnu Sunni no. 526 dari Sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu]

Hal ini berdasarkan perkataan Anas Radhiyallahu anhu bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengucapkan hal tersebut hingga kami tiba di Madinah. [HR. Muslim no. 1345 (429)]

2. Memberitahukan terlebih dahulu kedatangannya kepada keluarganya dan tidak disukai untuk datang kembali dari bepergian pada malam hari tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarganya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang seseorang mengetuk pintu rumah keluarganya di waktu malam. Hal ini berdasarkan hadits berikut,

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَطْرُقَ أَهْلَهُ لَيْلاً.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang seseorang untuk mengetuk (pintu rumah) keluarganya pada waktu malam hari.” [HR. Al-Bukhari no. 1801, Muslim no. 715 (184), dan lafazh ini berdasarkan riwayat al-Bukhari]-penj.

Dan di dalam hadits lainnya disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَيَطْرُقُ أَهْلَهُ، كَانَ لاَيَدْخُلُ إِلاَّ غُدْوَةً أَوْ عَشِيَّةً.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengetuk pintu (rumah keluarganya), tidak pula masuk (ke rumah, setelah pulang dari bepergian) kecuali pada pagi hari atau sore hari.” [HR. Al-Bukhari no. 1800 dan Muslim no. 1928 (180), lafazh hadits ini berdasarkan riwayat al-Bukhari]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan hikmah, di balik dari pelarangan tersebut, dimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَيْ تَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ وَتَسْتَحِدَّ الْمُغِيْبَةُ.

“Agar keluarganya mempunyai waktu terlebih dahulu untuk merapikan diri, berhias, menyisir rambut yang kusut dan dapat bersolek setelah ditinggal pergi.” [HR. Muslim no. 715 (181)]

3. Shalat dua raka’at di masjid ketika tiba dari safar (perjalanan), sebagaimana hadits berikut:

إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ ضُحًى دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ.

“Sesungguhnya apabila Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah tiba dari bepergian pada saat Dhuha, beliau masuk ke dalam masjid dan kemudian shalat dua raka’at sebelum duduk.” [HR. Al-Bukhari no. 3088 dan Muslim no. 2769, lafazh hadits ini berdasarkan riwayat al-Bukhari]

Sedangkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu ia berkata: “Aku pernah bepergian bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika kami telah tiba di kota Madinah, beliau berkata kepadaku:

اُدْخُلِ الْمَسْجِدَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ.

“Masuklah masjid dan shalatlah dua raka’at.” [HR. Al-Bukhari no. 3087]

Disalin dari kitab Aadaab Islaamiyyah.
_______
Footnote
[1]. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيءٌ يُوْصِيْ فِيْهِ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوْبَةٌ عِنْدَهُ.

“Tiada hak bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang di dalamnya (harus) diwasiatkan, lantas ia bermalam sampai dua malam melainkan wasiat itu harus (sudah) ditulis olehnya.” ]HR. Al-Bukhari no. 2738, Muslim no. 1627, Abu Dawud no. 2862, Ibnu Majah no. 2702, lihat Irwaa-ul Ghaliil no. 1652]-penj.

[2]. Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/186), Abu Dawud (no. 2607), Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (II/978) dan at-Tirmidzi (no. 1674), ia berkata: “Hadits ini hasan shahih.” Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Sil-silah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 62) dan Shahiih Sunan Abi Dawud (II/494).
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2609). Disha-hihkan oleh Syaikh al-Albani t dalam Shahiihul Jaami’ (no. 763) dan Shahiih Sunan Abi Dawud (II/495).
[4]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2950) dan Abu Dawud (no. 2605). Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (V/162) karya Syaikh al-Albani rahimahullah.
[5]. Dalam teks aslinya tertulis muttafaqun ‘alahi namun kami tidak mendapatkannya di Shahih Muslim.-penj.
[6]. Lihat Adabus Safar, oleh Ummu ‘Abdillah.
[7]. HR. Muslim no. 1342 dari Sahabat Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, at-Tirmidzi no. 3444, Abu Dawud no. 2599, Ahmad II/144 dan 150 dan an-Nasa-i dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah no. 548.

Selasa, 25 September 2018

Ancaman meninggalkan zakat

ANCAMAN MENINGGALKAN ZAKAT

Zakat merupakan kewajiban agama yang sangat terkenal, termasuk salah satu rukun Islam yang lima. Oleh karena itu, zakat termasuk dharuriyat (perkara-perkara pasti) dalam agama Islam. Maka barangsiapa mengingkari kewajiban zakat, ia menjadi kafir dan keluar dari agama Islam. Kecuali jika orang tersebut baru masuk Islam, sehingga kebodohannya terhadap hukum-hukum Islam terma’afkan. Atau orang itu tinggal di daerah yang jauh dari ulama’.

Allah mengancam keras terhadap orang yang meninggalkan kewajiban zakat dengan firmanNya:

وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَآءَاتَاهُمُ اللهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرُُّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَللهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرُُ

“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di lehernya kelak pada hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” [Ali Imran:180].

Al Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang dalam tafsir ayat ini: Yakni, janganlah sekali-kali orang yang bakhil menyangka, bahwa dia mengumpulkan harta itu akan bermanfaat baginya. Bahkan hal itu akan membahayakannya dalam (urusan) agamanya, dan kemungkinan juga dalam (urusan) dunianya. Kemudian Allah memberitakan tentang tempat kembali hartanya pada hari kiamat, Dia berfirman,“Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka, kelak pada hari kiamat.” [Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali Imran ayat 180]
.
Tentang makna ayat “harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan di leher mereka, kelak pada hari kiamat” di atas dijelaskan oleh hadits-hadits shahih. Antara lain sebagaimana di bawah ini:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ لَهُ زَبِيبَتَانِ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثُمَّ يَأْخُذُ بِلِهْزِمَتَيْهِ يَعْنِي بِشِدْقَيْهِ ثُمَّ يَقُولُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ ثُمَّ تَلَا ( لَا يَحْسِبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ ) الْآيَةَ

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Barangsiapa diberi harta oleh Allah, lalu dia tidak menunaikan zakatnya, pada hari kiamat hartanya dijadikan untuknya menjadi seekor ular jantan aqra’ (yang kulit kepalanya rontok karena dikepalanya terkumpul banyak racun), yang berbusa dua sudut mulutnya. Ular itu dikalungkan (di lehernya) pada hari kiamat. Ular itu memegang [1] dengan kedua sudut mulutnya, lalu ular itu berkata,’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca,’Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil menyangka … Al ayat’.” [HR Bukhari no. 1403]

Pada hadits lain, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلَا صَاحِبِ كَنْزٍ لَا يَفْعَلُ فِيهِ حَقَّهُ إِلَّا جَاءَ كَنْزُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ يَتْبَعُهُ فَاتِحًا فَاهُ فَإِذَا أَتَاهُ فَرَّ مِنْهُ فَيُنَادِيهِ خُذْ كَنْزَكَ الَّذِي خَبَأْتَهُ فَأَنَا عَنْهُ غَنِيٌّ فَإِذَا رَأَى أَنْ لَا بُدَّ مِنْهُ سَلَكَ يَدَهُ فِي فِيهِ فَيَقْضَمُهَا قَضْمَ الْفَحْلِ

“Tidaklah pemilik harta simpanan yang tidak melakukan haknya padanya, kecuali harta simpanannya akan datang pada hari kiamat sebagai seekor ular jantan aqra’ yang akan mengikutinya dengan membuka mulutnya. Jika ular itu mendatanginya, pemilik harta simpanan itu lari darinya. Lalu ular itu memanggilnya,“Ambillah harta simpananmu yang telah engkau sembunyikan! Aku tidak membutuhkannya.” Maka ketika pemilik harta itu melihat, bahwa dia tidak dapat menghindar darinya, dia memasukkan tangannya ke dalam mulut ular tersebut. Maka ular itu memakannya sebagaimana binatang jantan memakan makanannya”. [HR Muslim no. 988]

Demikianlah akhir perjalanan harta simpanan yang tidak ditunaikan zakatnya. Pemiliknya menyangka, bahwa hartanya akan mengekalkannya atau bermanfaat baginya. Namun ternyata akan menjadi sarana untuk menyiksanya.

Demikian juga Allah memberitakan siksaan yang akan ditimpakan pada hari kiamat kepada orang yang tidak berzakat. FirmanNya,

وَالَّذِينَ يَكْنِزُونَ الذَّهَبَ وَالْفِضَّةَ وَلاَ يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ اللهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ ، يَوْمَ يُحْمَى عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكْوَى بِهَا جِبَاهُهُمْ وَجُنُوبُهُمْ وَظُهُورُهُمْ هَذَا مَا كَنَزْتُمْ لأَنفُسِكُمْ فَذُوقُوا مَا كُنتُمْ تَكْنِزُونَ

“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. Pada hari dipanaskan emas perak itu di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarnya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan.” [At Taubah:34,35].

Firman Allah ini dijelaskan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sabda beliau:

مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لَا يُؤَدِّي مِنْهَا حَقَّهَا إِلَّا إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحَ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِينُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ الْعِبَادِ فَيَرَى سَبِيلَهُ إِمَّا إِلَى الْجَنَّةِ وَإِمَّا إِلَى النَّارِ

“Tidaklah pemilik emas dan pemilik perak yang tidak menunaikan haknya (perak) darinya (yaitu zakat), kecuali jika telah terjadi hari kiamat (perak) dijadikan lempengan-lempengan di neraka, kemudian dipanaskan di dalam neraka Jahannam, lalu dibakarlah dahinya, lambungnya dan punggungnya. Tiap-tiap lempengan itu dingin, dikembalikan (dipanaskan di dalam Jahannam) untuk (menyiksa)nya. (Itu dilakukan pada hari kiamat), yang satu hari ukurannya 50 ribu tahun, sehingga diputuskan (hukuman) di antara seluruh hamba. Kemudian dia akan melihat (atau: akan diperlihatkan) jalannya, kemungkinan menuju surga, dan kemungkinan menuju neraka”. [HR Muslim no. 9887, dari Abu Hurairah]

Memang, sesungguhnya harta merupakan ujian besar yang diberikan Allah kepada manusia. Dan manusia, ketika mendapatkan harta yang berlimpah, kebanyakan tidak lulus menghadapi ujian ini.

Allah Azza wa Jalla berfirman,

وَاعْلَمُوا أَنَّمَآ أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةُُ وَأَنَّ اللهَ عِندَهُ أَجْرُُ عَظِيمُُ

“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. [Al Anfal:28].

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah berkata,“Karena seorang hamba diuji dengan harta-bendanya dan anak-anaknya, kemudian kemungkinan kecintaannya terhadap hal itu akan membawanya mendahulukan hawa-nafsunya daripada menunaikan amanatnya. Allah memberitakan, bahwa harta dan anak-anak itu hanya sebagai cobaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala menguji para hambaNya dengan keduanya. Dan sesungguhnya keduanya sebagai pinjaman, yang akan ditunaikan kepada (Allah) Yang telah memberikannya, dan akan dikembalikan kepada Dia Yang telah meminjamkannya. Sesungguhnya di sisi Allah terdapat pahala yang besar. Jika kamu memiliki akal dan fikiran, maka utamakanlah karuniaNya yang agung daripada kenikmatan yang kecil, sementara, dan akan binasa. Maka orang yang berakal akan menimbang antara perkara-perkara dan mengutamakan perkara yang lebih pantas untuk diutamakan dan lebih berhak untuk didahulukan. [Tafsir Taisir Karimir Rahman, surat Al Anfal ayat 28].

Di antara bentuk ujian dalam harta, ialah membayar zakat, bagi orang yang telah berkewajiban membayarnya. Janganlah seseorang menyangka, bahwa harta yang melimpah akan dapat menyelamatkannya, jika dia tidak tunduk dan taat kepada Penciptanya dalam mengatur harta. Allah berfirman

وَلاَ تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ ، يَوْمَ لاَ يَنفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُونَ ، إِلاَّ مَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

“(Nabi Ibrahim berdoa:) Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) pada hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. [Asy Syu’ara: 87-89].

Maka celakalah orang yang dilalaikan oleh hartanya dan dia mengira bahwa hartanya akan mengekalkannya.

وَيْلُُ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ ، الَّذِي جَمَعَ مَالاً وَعَدَّدَهُ ، يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ ، كَلاَّ لَيُنبَذَنَّ فيِ الْحُطَمَةِ

“Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta lagi menghitung-hitung. Dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam huthamah”. [Al Humazah:1-4]

Bahkan harta itu tidak akan dapat menolong sedikitpun.

وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ فَيَقُولُ يَالَيْتَنِي لَمْ أُوتَ كِتَابِيَهْ ، وَلَمْ أَدْرِ مَاحِسَابِيَهْ ، يَالَيْتَهَا كَانَتِ الْقَاضِيَةَ ، مَآأَغْنَى عَنِّي مَالِيَهْ ، هَلَكَ عَنِّي سُلْطَانِيَهْ ،

“Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitab (catatan amal)nya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: “Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai, kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu, hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaan dariku”. [Al Haqqah:25-29].

HUKUM TIDAK BERZAKAT
Jika kita telah mengetahui betapa besarnya kewajiban berzakat, maka sesungguhnya agama Islam memberikan hukuman tegas terhadap orang yang meninggalkan kewajiban zakat ini. Orang Islam yang telah wajib berzakat, tetapi tidak menunaikannya dan tidak meyakini kewajiban zakat, maka dia murtad dari agama ini dan menjadi orang kafir. Adapun jika masih meyakini kewajibannya, maka dia telah berbuat dosa besar, namun tidak kafir. Dalil tentang hal ini ialah hadits yang telah disampaikan di atas. Bahwa orang yang tidak berzakat akan disiksa sampai diputuskan hukuman pada hari kiamat, kemudian ia akan melihat jalannya menuju surga atau neraka. Jika ia telah kafir, maka pasti tidak akan menuju surga.

Kemudian penguasa kaum muslimin dapat mengambil secara paksa harta zakat orang yang tidak membayarnya dan separuh hartanya sebagai hukuman terhadap perbuatannya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فِي كُلِّ سَائِمَةِ إِبِلٍ فِي أَرْبَعِينَ بِنْتُ لَبُونٍ وَلَا يُفَرَّقُ إِبِلٌ عَنْ حِسَابِهَا مَنْ أَعْطَاهَا مُؤْتَجِرًا قَالَ ابْنُ الْعَلَاءِ مُؤْتَجِرًا بِهَا فَلَهُ أَجْرُهَا وَمَنْ مَنَعَهَا فَإِنَّا آخِذُوهَا وَشَطْرَ مَالِهِ عَزْمَةً مِنْ عَزَمَاتِ رَبِّنَا عَزَّ وَجَلَّ لَيْسَ لِآلِ مُحَمَّدٍ مِنْهَا شَيْءٌ

“Pada onta yang digembalakan dari setiap 40 ekor, (zakatnya berupa) ibnatu labun [2]. Tidak boleh onta dipisahkan dari hitungannya. Barangsiapa memberikannya (zakat) untuk mencari pahala, maka dia mendapatkan pahalanya. Dan barangsiapa menahannya, maka sesungguhnya kami akan mengambilnya dan separuh hartanya, sebagai kewajiban dari kewajiban-kewajiban Rabb kami. Tidak halal bagi keluarga Muhammad sesuatu darinya (zakat)”. [HR Abu Dawud; Nasai; Ahmad; dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jami’us Shaghir, no. 4265.]

Kapankah semua kaum muslimin menyadari, bahwa harta merupakan barang titipan, yang harus mereka gunakan sebagaimana yang diatur oleh PemilikNya? Kemudian sewaktu-waktu akan diambil olehNya!? Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbing kita selalu berada di atas jalanNya.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun VII/1424H/2003M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Yakni memegang atau menggigit tangan pemilik harta yang tidak berzakat tersebut, sebagaimana dalam riwayat yang lain, lihat Fathul Bari, syarah hadits no. 1403
[2]. Onta yang telah genap berumur dua tahun dan masuk tahun ke tiga

Senin, 24 September 2018

Wonder women dimasa rosulullah saw

WONDER WOMEN
DIMASA ROSULULLAH SAW.

Para sahabat wanita dijaman Baginda Nabi Muhammad Rasulullah SAW tidak hanya pandai dalam hal membaca Al Qur’an, tetapi juga jago dalam hal memainkan pedangnya, menggunakan panah, menunggang kuda dan juga jago dalam dunia kedokteran seperti yang zizi comot di blog Rameteo.

Selain mengobati para sahabat yang terluka ketika perang, tak jarang mereka juga ikut turun dalam medan perang. Bahkan, ada juga di antara mereka yang terpotong tangannya karena melindungi Rasulullah! Subhanallah. Siapa saja sih sahabat wanita Rasulullah yang terkenal pemberani itu, Inilah beberapa diantaranya:

*Nusaibah, sang Jago Pedang
Rasulullah SAW yang Mulia, berdiri di puncak bukit Uhud dan memandang musuh yang merangsek maju mengarah pada dirinya. Rasulullah SAW memandang ke sebelah kanan dan tampak olehnya seorang wanita mengayun-ayunkan pedangnya dengan gagah perkasa melindungi Rasul. Rasulullah SAW memandang ke kiri dan sekali lagi beliau melihat wanita tersebut melakukan hal yang sama – menghadapi bahaya demi melindungi sang Pemimpin orang-orang beriman.
Kata Rasulullah SAW kemudian, “Tidaklah aku melihat ke kanan dan ke kiri pada pertempuran Uhud kecuali aku melihat Nusaibah binti Ka’ab berperang membelaku.”
Memang Nusaibah binti Ka’ab Ansyariyah demikian cinta dan setianya kepada Rasulullah sehingga begitu melihat junjungannya itu terancam bahaya, dia maju memutar-mutarkan pedangnya dengan perkasa sehingga dikenal dengan sebutan Ummu Umarah, adalah pahlawan wanita Islam yang mempertaruhkan jiwa dan raga demi Islam termasuk ikut dalam perang Yamamah di bawah pimpinan Panglima Khalid bin Walid sampai terpotong tangannya. Ummu Umarah juga bersama Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalamdalam menunaikan Baitur Ridhwan, yaitu suatu janji setia untuk sanggup mati syahid di jalan Allah.
Nusaibah adalah satu dari dua wanita yang bergabung dengan 70 orang lelaki Ansar yang berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam. Dalam baiat Aqabah yang kedua itu ia ditemani suaminya Zaid bin Ahsim dan dua orang puteranya: Hubaib dan Abdullah. Wanita yang seorang lagi adalah saudara Nusaibah sendiri. Pada saat baiat itu Rasulullah menasehati mereka, “Jangan mengalirkan darah dengan sia-sia.”
Dalam perang Uhud, Nusaibah membawa tempat air dan mengikuti suami serta kedua orang anaknya ke medan perang. Pada saat itu Nusaibah menyaksikan betapa pasukan Muslimin mulai kocar-kacir dan musuh merangsek maju sementara Rasulullah SAW berdiri tanpa perisai. Seorang muslim berlari mundur sambil membawa perisainya, maka Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam berseru kepadanya, “Berikan perisaimu kepada yang berperang”. Lelaki itu melemparkan perisainya, yang lalu dipungut oleh Nusaibah untuk melindungi Nabi.

*Ummu Umarah sendiri menuturkan pengalamannya pada Perang Uhud, sebagaimana berikut: “…saya pergi ke Uhud dan melihat apa yang dilakukan orang. Pada waktu itu saya membawa tempat air. Kemudian saya sampai kepada Rasulullah SAW. yang berada di tengah-tengah para sahabat. Ketika kaum muslimin mengalami kekalahan, saya melindungi Rasulullah SAW, kemudian ikut serta di dalam medan pertempuran. Saya berusaha melindungi Rasulullah SAW dengan pedang, saya juga menggunakan panah sehingga akhirnya saya terluka.”
Ketika ditanya tentang 12 luka ditubuhnya, Nusaibah menjawab, “Ibnu Qumaiah datang ingin menyerang Rasulullah ketika para sahabat sedang meninggalkan baginda. Lalu (Ibnu Qumaiah) berkata, ‘mana Muhammad? Aku tidak akan selamat selagi dia masih hidup.’ Lalu Mushab bin Umair dengan beberapa orang sahabat termasuk saya menghadapinya. Kemudian Ibnu Qumaiah memukulku.”Rasulullah juga melihat luka di belakang telinga Nusaibah, lalu berseru kepada anaknya, “Ibumu, ibumu…balutlah lukanya! Ya Allah, jadikanlah mereka sahabatku di surga!” Mendengar itu, Nusaibah berkata kepada anaknya, “Aku tidak perduli lagi apa yang menimpaku di dunia ini.”
Subhanallah, sungguh setianya beliau kepada baginda Rasulullah Shallallahu alaihi Wassalam.

*The Black Rider, Khaulah binti Azur
Ksatria Berkuda Hitam! Itulah sosok Khaulah binti Azur. Seorang muslimah yang kuat jiwa dan raga. Sosok tubuhnya tinggi langsing dan tegap. Sejak kecil Khaulah suka dan pandai bermain pedang dan tombak, dan terus berlatih sampai tiba waktunya menggunakan keterampilannya itu untuk membela Islam bersama para mujahidah lainnya.
Dalam salah satu peperangan melawan pasukan kafir Romawi di bawah kepemimpinan Panglima Khalid bin Walid, diriwayatkan, tiba-tiba saja muncul seorang penunggang kuda berbalut pakaian serba hitam yang dengan tangkas memacu kudanya ke tengah-tengah medan pertempuran. Bagai singa lapar yang siap menerkam, sosok berkuda itu mengibas-ngibaskan pedangnya dan dalam waktu singkat menumbangkan tiga orang musuh.
Panglima Khalid bin Walid serta seluruh pasukannya tercengang melihat ketangkasan sosok berbaju hitam itu. Mereka bertanya-tanya siapakah pejuang tersebut yang tertutup rapat seluruh tubuhnya dan hanya terlihat kedua matanya saja itu. Semangat jihad pasukan Muslimin pun terbakar kembali begitu mengetahui bahwaThe Black Rider, si penunggang kuda berbaju hitam itu adalah seorang wanita!
Keberanian Khaulah kembali teruji ketika dia dan beberapa mujahidah tertawan musuh dalam peperangan Sahura. Mereka dikurung dan dikawal ketat selama beberapa hari. Walaupun agak mustahil untuk melepaskan diri, namun Khaulah tidak mau menyerah dan terus menyemangati sahabat-sahabatnya. Katanya, “Kalian yang berjuang di jalan Allah, apakah kalian mau menjadi tukang pijit orang-orang Romawi? Mau menjadi budak orang-orang kafir? Di mana harga diri kalian sebagai pejuang yang ingin mendapatkan surga Allah? Dimana kehormatan kalian sebagai Muslimah? Lebih baik kita mati daripada menjadi budak orang-orang Romawi!”
Demikianlah Khaulah terus membakar semangat para Muslimah sampai mereka pun bulat tekad melawan tentara musuh yang mengawal mereka. Rela mereka mati syahid jika gagal melarikan diri. “Janganlah saudari sekali-kali gentar dan takut. Patahkan tombak mereka, hancurkan pedang mereka, perbanyak takbir serta kuatkan hati. Insya Allah pertolongan Allah sudah dekat.
Dikisahkan bahwa akhirnya, karena keyakinan mereka, Khaulah dan kawan-kawannya berhasil melarikan diri dari kurungan musuh!

*Nailah, si Cantik yang Pemberani: Nailah binti al-Farafishah adalah istri Khalifah Ustman bin Affan.
Dia terkenal cantik dan pandai. Bahkan suaminya sendiri memujinya begini: “Saya tidak menemui seorang wanita yang lebih sempurna akalnya dari dirinya. Saya tidak segan apabila ia mengalahkan akalku”. Subhanallah!
Mereka menikah di Madinah al-Munawwarah dan sejak itu Ustman kagum pada tutur kata dan keahlian Nailah di bidang sastra. Karena cintanya, Ustman paling senang memberikan hadiah untuk istrinya itu. Mereka punya satu orang anak perempuan, Maryan binti Ustman.
Ketika terjadi fitnah yang memecah belah umat Islam pada tahun 35 Hijriyah, Nailah ikut mengangkat pedang untuk membela suaminya. Seorang musuh menerobos masuk dan menyerang dengan pedang pada saat Ustman sedang memegang mushaf atau Al Qur’an. Tetesan darahnya jatuh pada ayat 137 surah Al Baqarah yang berbunyi, “Maka Allah akan memelihara engkau dari mereka.”
Seseorang pemberontak lain masuk dengan pedang terhunus. Nailah berhasil merebut pedang itu namun si musuh kembali merampas senjata itu, dan menyebabkan jari-jari Nailah terputus Ustman syahid karena sabetan pedang pemberontak. Air mata Nailah tumpah ruah saat memangku jenazah sang suami. Ketika kemudian ada musuh yang dengan penuh kebencian menampari wajah Ustman yang sudah wafat itu, Nailah lalu berdoa, “Semoga Allah menjadikan tanganmu kering, membutakan matamu dan tidak ada ampunan atas dosa-dosamu!”.
Dikisahkan dalam sejarah bahwa si penampar itu keluar dari rumah Ustman dalam keadaan tangannya menjadi kering dan matanya buta!
Sesudah Ustman wafat, Nailah berkabung selama 4 bulan 10 hari. Ia tak berdandan dan berhias dan tidak meninggalkan rumah Ustman ke rumah ayahnya.
Nailah memandang kesetiaan terhadap suaminya sepeninggalnya lebih berpengaruh dan lebih besar dari apa yang dilihatnya terhadap ayahnya, saudara perempuannya, ibunya dan juga kerabatnya. Ia selalu mendahulukan keutamaannya, mengingat kebaikannya di setiap tempat dan kesempatan. Ketika Ustman terbunuh, ia mengatakan, “Sungguh kalian telah membunuhnya padahal ia telah menghidupkan malam dengan Al Qur’an dalam rangkaian rakaat.”

*Rufaidah binti Sa’ad, Perawat Islam Pertama
Sebagai seorang muslim, kita juga mempunyai tokoh yang menjadi pelopor dunia keperawatan Islam. Ia adalah Rufaidah binti Sa’ad, yang merupakan perawat Islam pertama sejak zaman Rasulullah. Rufaidah binti Sa’ad merupakan perawat muslim pertama di zaman Rasulullah SAW. Wanita berhati mulia ini bernama lengkap Rufaidah binti Sa’ad Al Bani Aslam Al Khazraj. Beliau lahir di Yastrib dan tinggal di Madinah. Rufaidah termasuk kaum Anshar, yaitu golongan yang pertama kali menganut Islam di Madinah. Rufaidah mempelajari ilmu keperawatan saat ia bekerja membantu ayahnya yang berprofesi sebagai seorang dokter.
Menurut Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, Sr, dalam studi Paper Presented at the 3rd International Nursing Conference “Empowerment and Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century” yang diselenggarakan di Brunei Darussalam 1-4 Nopember 1998, Rufaidah adalah perawat profesional pertama dimasa sejarah Islam. Beliau hidup di masa Nabi Muhammad SAW di abad pertama Hijriah/abad ke-8 Sesudah Masehi, dan diilustrasikan sebagai perawat teladan, baik dan bersifat empati. Rufaidah seorang pemimpin, organisatoris, mampu memobilisasi dan memotivasi orang lain.
Dan digambarkan pula memiliki pengalaman klinik yang dapat ditularkan kepada perawat lain, yang dilatih dan bekerja dengannya. Dia tidak hanya melaksanakan peran perawat dalam aspek klinikal semata, namun juga melaksanakan peran komunitas dan memecahkan masalah sosial yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit. Rufaidah adalah public health nurse dan social worker, yang menjadi inspirasi bagi profesi perawat di dunia Islam.
Ketika perang Badr, Uhud, Khandaq, dan perang khaibar, Rufaidah menjadi sukarelawan yang merawat sahabat yang terluka akibat perang. Beberapa kelompok wanita dilatihnya untuk menjadi perawat. Dalam perang Khaibar, mereka minta ijin kepada Rasulullah Muhammad SAW, untuk ikut di garis belakang pertempuran agar dapat merawat mereka yang terluka, dan Rasulullah SAW mengijinkannya.
Ketika damai, Rufaidah membangun tenda di luar Masjid Nabawi untuk merawat kaum muslimin yang sakit. Kemudian berkembang, dan berdirilah Rumah Sakit lapangan yang terkenal saat perang, dan Rasulullah SAW sendiri memerintahkan sahabat yang terluka dirawat olehnya. Tercatat pula dalam sejarah saat perang Ghazwat al Khandaq, Sa’ad bin Ma’adh yang terluka dan tertancap panah di tangannya, dirawat oleh Rufaidah hingga stabil/homeostatis.
Rufaidah memiliki kepribadian luhur dan empati yang memberikan pelayanan keperawatan dengan baik pada para sahabat terluka. Sentuhan sisi kemanusiaan merupakan hal yang sangat penting bagi seorang perawat, sehingga perkembangan sisi tehnologi dan kemanusiaan (human touch) berjalan seimbang.
Rufaidah juga sebagai pemimpin dan pencetus Sekolah Keperawatan pertama di dunia Islam.
Beliau juga merupakan penyokong advokasi pencegahan penyakit (preventif care) dan menyebarkan pentingnya penyuluhan kesehatan.
Dalam sejarah Islam mencatat beberapa nama yang bekerja bersama Rufaidah seperti:
Ummu Ammara, Aminah binti Qays al Ghifariyat, Ummu Ayman, Safiyat, Ummu Sulaiman, dan Hindun.
Dan beberapa wanita muslim yang terkenal sebagai perawat diantaranya, Ku’ayibat, Aminah binti Abi Qays Al Ghifari, Ummu Atiyah Al Ansariyat, Nusaibat binti Ka’ab Al Maziniyat, dan Zainab dari kaum Bani Awad yang ahli dalam penyakit dan bedah mata.
Ternyata umat muslim juga memiliki jagoan wanita yang memang nyata adanya.
Dan semoga para muslimah dapat mengambil dan meniru teladan dari mereka.
So,,, inginkah muslimath era millenies menjadi seperti mereka yang melebihi jagoan wanita yang terkenal saat ini seperti, The bionic women, elastigirl istri Incredible, Cat Women, dan banyak lainnya.

Gimana...???
الله اعلم بالصواب...

Doa qobul zakat


DOA MUZAKKI
Doa yang dibaca oleh orang yang mengeluarkan zakat (muzakki)

أللّهُمَّ اجْعَلْهَا مَغْنَمًا وَلا تَجْعَلْهَا مَغْرَمًا

ALLAHUMMA-J'ALHAA MAGHNAMAN, WALAA TAJ'ALHAA MAGHRAMAN

"Ya Allah jadikanlah ia sebagai simpanan yang menguntungkan dan jangan jadikanlah ia pemberian yang merugikan."

ربنا تفبل منا انك انت السميع العليم وتب علينا انك انت التواب الرحيم...

RABBANAA TAQABBAL MINNAA INNAKA ANTAS SAMII'UL 'ALIIM WATUB ALAINAA INNAKA ANTATAWABURROHIIM..

“Ya Tuhan kami, terimalah amal kami sesungguhnya Engkau Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui dan semoga engkau terima tobat kami,sesungguhnya engkau maha penerima taubat.”

DOA AMIL/ PENERIMA ZAKAT
Doa yang dibaca oleh Amil (pengelola zakat) dan orang-orang yang berhak atas zakat (mustahik)

آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أَعْطَيْتَ، وَبَارَكَ لَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ، وَاجْعَلْهُ لَكَ طَهُوْرًا

AAJARAKA-LLAAHU FIIMA A'THAITA, WA BAARAKA LAKA FIIMAA ABQAITA, WAJ'ALHU LAKA THAHUURAA

"Mudah-mudahan Allah memberi pahala atas  apa yang engkau berikan, memberikan berakah atas apa yang masih ada di tanganmu dan menjadikannya sebagai pembersih bagimu."

WAGHFIRLAHUM
"dan ampunilah mereka"

Sabtu, 22 September 2018

Lima penyesalan

Lima penyesalan

Manusia suatu hari akan mati. Dunia fana, hanya persinggahan menuju sesuatu yang kekal bernama akhirat.

Manusia akhir zaman dikatakan cinta dunia dan takut mati. Banyak yang belum menyadari dan melakukan persiapan sebelum mati. Salah satu faktornya adalah kehidupan dunia yang melenakan.

“Ketika kita mati, saat itu ruh keluar dari mulut dan hidung,” kata Ustaz Abdul Somad pada Tablig Akbar Jumat (30/3/2018) di Masjid Raya Bandung.

Mata adalah indra terakhir yang melihat roh. Sebab itu orang yang mati matanya terbuka lebar. Semua manusia akan menghadap Allah SWT dan memasuki fase selanjutnya, yakni alam kubur. Orang yang bersama kita di dunia akan segera melupakan kita, sedang kita akan mengingat perbuatan apa yang telah kita lakukan untuk menghadap Allah SWT.

“Saat itu orang yang mati berkata seperti dalam Surat  Al-Munafiqun ayat 10,  'Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu. Lalu ia berkata Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?'” jelas Ustaz Somad.

Maksud bersedekah di ayat tersebut adalah segala perbuatan baik. Sedang manusia akan menyesal selamanya sebab tidak memanfaatkan waktu hidup di dunia.

Hidup di dunia bukan bertujuan untuk mati tetapi persiapan menjalani kematian. Allah SWT menyuruh manusia dan jin melainkan untuk beribadah pada-Nya. Orang yang telah mati akan meminta pada Allah untuk dihidupkan kembali lantaran ingin meningkatkan amal baiknya.

Tablig Akbar yang digelar kemarin bicara tentang penyesalan manusia setelah mati. Ustaz Abdul Somad memaparkan lima hal penyesalan tersebut. Berikut uraiannya:

1.Mati Karena Tidak Bersedekah

Artian bersedekah dalam perkataan Rasulullah kepada sahabatnya merupakan perbuatan baik. Bukan soal sedekah dalam bentuk materi saja, perbuatan baik bisa dilakukan kepada sesama manusia dan makhluk hidup di dunia.

Contoh berbuat baik di antaranya menyayangi binatang, membantu saudara ketika sulit, berkata baik kepada orang tua, dan menepati janji. Jangan sampai penyesalan di akhir hidup terjadi lantaran melalaikan tugas hidup sebagai manusia kepada Allah SWT dan lupa bahwa hidup di dunia aka nada akhirnya.

2.Tidak Mendengarkan Orang yang Mengingatkan

Percaya atau tidak, manusia pernah menolak dalam hatinya atau secara terang-terangan jika seseorang menasihati dalam kebaikan. Terkadang hati kita tertutup seakan ingin menutup telinga saat orang mengusik kesenangan yang dapat menjerumuskan ke dalam keburukan.

Allah SWT menjelaskan dalam Surat Al Mulk ayat 6 – 11,  "Ketika manusia dilempar ke dalam neraka sebab memperoleh azab Jahannam, mereka mendengar suara neraka yang mengerikan. Setiap orang kafir dilemparkan, penjaga neraka bertanya apakah mereka tidak diberi peringatan saat di dunia. Penghuni neraka menjawab sesungguhnya telah datang kepadanya seorang pemberi peringatan namun mereka mendustakannya. Mereka pun menyesal dan mengakui dosa-dosa mereka."

3.Tidak Menegakkan Salat Ketika Sehat atau Sakit

Manusia tidak dapat meminta kematian untuk datang lebih awal atau nanti saja. Ketika manusia menghadapi kematian ternyata masa muda disia-siakan, manusia tentu merugi. Padahal Allah SWT memberi naungan kepada 7 golongan, salah satunya adalah anak muda yang tumbuh karena ketaatan pada Allah SWT.

Dalam hadits Abu Hurairah RA, Rasululah mengatakan ada tujuh macam orang yang akan dapat diberi naungan oleh Allah SWT pada hari tiada naungan melainkan naungan-Nya di hari kiamat. Mereka adalah pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ketaatan pada Allah SWT, seseorang yang hatinya terpaut pada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah SWT, orang yang menyembunyikan sedekahnya, orang yang ingat pada Allah dalam keadaan sepi lalu melelehkan air matanya, dan lelaki atau perempuan yang takut kepada Allah.

4.Orang yang memutus tali silaturahmi

Orang yang tidak memaafkan dan memutus silaturahmi kepada teman atau saudaranya, kemudian meninggal maka akan merugi. Karena Rasulullah SAW bersabda untuk tidak memutuskan hubungan persahabatan atau kekeluargaan,  jangan pula saling belakang-membelakangi, janganlah benci-membenci, dan jangan pula dengki-mendengki.

Rasul ingin hamba-hamba Allah SWT adalah bersaudara. Sebab tidak halallah bagi seseorang Muslim kalau meninggalkan atau tidak menyapa saudaranya lebih dari tiga hari.

5.Tidak pernah berdakwah

Dakwah adalah ajakan atau seruan kebaikan kepada manusia yang lain. Dakwah tidak selalu harus berdiri di podium, dilihat oleh jutaan umat manusia, atau ceramah di masjid-masjid.

Dakwah adalah kewajiban bagi setiap umat Muslim. Hal itu dapat dimulai dari seorang suami kepada istri dan anak-anaknya, sahabat di sekolahnya, teman kerja di kantor, bahkan anak kepada orang tua jika sekiranya orang tua melenceng dari aturan Allah SWT.

Kisah sahabat Sya'ban (diperluhatkan seluruh amal & pahala ketika ajal)

Sahabat Rasul Sya’ban RA yang Menyesal Saat Sakaratul Maut

Seorang sahabat Rasulullah SAW, Sya’ban ra memiliki kebiasaan unik. Dia datang ke masjid sebelum waktu shalat berjamaah. Ia selalu mengambil posisi di pojok masjid pada setiapa shalat berjamaah dan I’tikaf. Alasannya, selalu mengambil posisi di pojok masjid karena ia tidak ingin mengganggu atau menghalangi orang lain yang akan melakukan ibadah di masjid. Kebiasaan ini, sudah dipahami oleh semua orang bahkan Rasulullah sendiri.

Pada suatu pagi, saat shalat Subuh berjamaah akan dimulai, Rasulullah SAW merasa heran karena tidak mendapati Sya’ban ra pada posisi seperti biasanya. Rasul pun bertanya kepada jamaah yang hadir, apakah ada yang melihat Sya’ban? Tapi, tidak ada seorang pun yang melihat Sya’ban ra.

Shalat Subuh pun sengaja ditunda sejenak, untuk menunggu kehadiran Sya’ban. Namun yang ditunggu belum datang juga. Karena khawatir shalat Subuh kesiangan, Rasulullah pun memutuskan untuk segera melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Hingga shalat Subuh selesai pun Sya’ban belum datang juga.

Selesai shalat Subuh Rasul pun bertanya lagi “Apakah ada yang mengetahui kabar Sya’ban?” Namun tidak ada seorang pun yang menjawab.

Rasul pun bertanya lagi “Apa ada yang mengetahui dimana rumah Sya’ban?” Seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia tahu persis dimana rumah Sya’ban.

Rasulullah sangat khawatir terjadi sesuatu terhadap sahabatnya tersebut, memimnta diantarkan ke rumah Sya’ban.  Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban cukup jauh dan memakan waktu lama terlebih mereka menempuh dengan berjalan kaki.

Akhirnya, Rasulullah dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban pada waktu shalat dhuha (kira-kira 3 jam perjalanan). Sampai di depan rumah Sya’ban, beliau mengucapkan salam dan keluarlah wanita sambil membalas salam.

“Benarkah ini rumah Sya’ban?” Tanya Rasulullah.

“Ya benar, ini rumah Sya’ban. Saya istrinya.” jawab wanita tersebut.

“Bolekah kami menemui Sya’ban ra, yang tidak hadir shalat Subuh di masjid pagi ini?” ucap Rasul.

Dengan berlinangan air mata, istri Sya’ban ra menjawab “Beliau telah meninggal tadi pagi”.

“Innalilahi Wainnailaihiroji’un” jawab semuanya.

Satu-satunya penyebab Sya’ban tidak hadir shalat Subuh di masjid adalah karena ajal menjemputnya. Beberapa saat kemudian, istri Sya’ban ra bertanya “Ya Rasulullah ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia bertetiak tiga kali dengan masing-masing teriakan di sertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya”

“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah.

“D imasing-masing teriakannya, dia berucap kalimat
‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh,
Aduh kenapa tidak yang baru,
Aduh kenapa tidak semua,”
jawab istri Sya’ban.

Rasulullah SAW pun melantunkan ayat yang terdapat surah Qaaf ayat 22:

“Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan dari padamu hijab (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam”

“Saat Sya’ban ra dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah SWT. Bukan hanya itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah. Apa yang dilihat oleh Sya’ban ra (dan orang yang sakaratul maut) tidak bisa disaksikan yang lain. Dalam padangannya yang tajam itu Sya’ban ra melihat suatu adegan dimana kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk shalatb berjamah lima waktu. Perjalanan sekitar tiga jam jalan kaki, tentu itu bukan jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban ra diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid,” ujar Rasulullah.

Dia melihat seperti apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat dia berucap “Aduh mengapa tidak lebih jauh” timbul penyesalan dalam diri Sya’ban ra, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih indah. Dalam penggalan kalimat berikutnya Sya’ban ra melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin.

Saat ia membuka pintu, berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk ke dalam rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Dia memakai dua baju, Sya’ban memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek (butut) di luar.

Dia berpikir jika kena debu tentu yang kena hanyalah baju yang luar dan sampai di masjid dia bisa membuka baju liuar dan shalat dengan baju yang lebih bagus. Ketika dalam perjalanan menuju masjid dia menemukan seseorang yang terbaring yang kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun iba dan segera membukakan baju yang paling luar lalu dipakaikan kepada orang tersebut kemudian dia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan shalat Subuh bersama-sama.

Orang itupun selamat dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat berjamaah. Sya’ban ra pun kemudian melihat indahnya surga yang sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut. Kemudian dia berteriak lagi “Aduh!! Kenapa tidak yang baru” timbul lagi penyesalan dibenak Sya’ban ra. Jika dengan baju butut saja bisa mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu dia akan mendapatkan yang lebih besar jika dia memberikan pakaian yang baru.

Berikutnya, Sya’ban ra melihat lagi suatu adegan. Saat dia hendak sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. Bagi yang pernah ke Tanah Suci tentu mengetahui ukurang roti Arab (sekitar tiga kali ukuran  rata-rata roti Indonesia). ketika baru saja ingin memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit roti karena sudah tiga hari perutnya tidak diisi makanan. Melihat hal itu, Sya’ban ra merasa iba. Ia kemudian membagu dua rotu tersebut dengan ukuran sama besar dan membagi dua susu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama rata, kemudan mereka makan bersama-sama. Allah SWT kemudain memperlihatkan Sya’ban ra dengan surga yang indah.

Ketika melihat itupun Sya’ban ra teriak lagi “ Aduh kenapa tidak semua!!” Sya’ban ra kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis  tersebut, pasti dia akan mendapat surga yabg lebih indah. Masya Allah, Sya’ban bukan menyesali perbuatanya melainkan menyesali mengapa tidak optimal.

Seseungguhnya pada suatu saat nanti, kita semua akan mati, akan menyesal dan tentu dengan kadar yang berbeda. Bahkan ada yang memiunta untuk ditunda matinya, karena pada saat itu barulah terlihat dengan jelas konsekwensi dari semua perbuatannya di dunia. Mereka meminta untuk ditunda sesaat karena ingin bersedekah. Namun kematian akan datang pada waktunya, tidak dapat dimajukan dan tidak dapat diakhirkan.