Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Selasa, 11 September 2018

Hijrah pertama Kehabasah

Kisah Sahabat Nabi: Hijrahnya Kaum Muslimin Ke HABASYAH

Permusuhan dengan kaum kafir menyebabkan penderitaan dan kesu-sahan kaum Muslimin semakin bertambah. Akhirnya Rasulullah saw. meng-izinkan mereka meninggalkan Makkah. Banyak para sahabat yang hijrah ke negeri Habasyah, walaupun pada saat itu Habasyah dipimpin oleh seorang raja Nasrani pada waktu itu dia belum memeluk Islam yang terkenal karena kasih sayang dan keadilannya.

Pada bulan Rajab tahun ke-5 sejak Rasulullah saw. menjalankan dakwah, rombongan pertama telah diberangkatkan ke Habasyah. Rombongan itu berjumlah kurang lebih 12 orang lelaki dan 5 orang wanita. Orang-orang kafir Quraisy pun segera mengejar untuk menghalangi kaum muslimin, namun mereka tiba di pelabuhan setelah kapal kaum muslimin bertolak.

Setibanya di Habasyah, rombongan kaum muslimin mendengar kabar burung bahwa seluruh orang Quraisy telah memeluk Islam dan Islam telah mendapat kemenangan. Mendengar berita itu, mereka sangat gembira. Mereka pun memutus-kan untuk kembali ke tanah air mereka. Tetapi ketika hampir tiba di Makkah mereka mendapati bahwa berita itu hanya tipuan belaka. Karena ternyata gangguan dan permusuhan terhadap orang-orang Islam tidak berkurang sedikit pun. Dengan terpaksa mereka segera berlayar kembali ke Habasyah, sedangkan sebagian dari mereka terus memasuki kota Makkah dengan perlindungan orang yang berpengaruh. Peristiwa ini dikenal dengan nama hijrah ke Habasyah yang pertama.

Tidak lama setelah kejadian itu, satu rombongan sahabat yang lebih besar jumlahnya, yaitu sekitar 83 orang lelaki dan 18 orang wanita telah berhijrah ke Habasyah. Kepergian para sahabat yang kedua ini dikenal dengan sebuatan ‘Hijrah ke Habasyah yang Kedua’. Dalam rombongan hijrah yang kedua ini termasuk di antaranya sejumlah sahabat Nabi yang pernah ikut pada hijrah yang pertama.

Kepergian orang-orang Islam ke Habasyah menimbulkan kemarahan kaum kafirin Quraisy. Mereka mengirim satu rombongan khusus ke Habasyah dengan membawa bermacam-macam hadiah untuk membujuk raja Najasyi dan orang-orang penting di istananya serta pendeta-pendeta Nasrani. Setibanya di Habasyah, mereka segera menemui pembesar-pembesar istana dan para pendeta Nasrani. Dengan menyuap para pembesar istana dan para pendeta itu, mereka berhasil menemui raja. Mereka bersujud di hadapan raja sambil meletakan beraneka macam hadiah* di hadapannya, lalu mereka berkata, ‘Tuanku, sebagian dari warga kami telah meninggalkan agama nenek moyang kami dan telah memeluk agama baru yang bertentangan dengan agama’kami dan agama tuan. Mereka telah datang untuk menetap di sini. Pembesar-pembesar Makkah, orang tua dan kaum kerabat mereka telah mengutus kami untuk membawa mereka kembali. Kami memohon agar tuan bersedia menyerahkan mereka kepada kami.”

Raja Habasyah menjawab, “Kami tidak dapat menyerahkan orang yang telah meminta perlindungan kepada kami tanpa memeriksanya terlebih dahulu. Biarlah mereka dibawa ke hadapan kami supaya kami dapat menelaah perkataan-perkataan mereka. Jika tuduhan kalian benar, kami akan menyerahkan mereka kepada kalian.” Kemudian raja Najasyi menyuruh pegawainya untuk membawa kaum muslimin ke hadapannya. Kaum muslimin merasa khawatir, karena tidak tahu apa yang harus diperbuat, tetapi Allah menolong mereka dan memberikan semangat kepada mereka. Sesampainya di hadapan raja, mereka menyampaikan salam kepada raja. Seorang aparat raja berkata, “Kalian tidak mempunyai sopan santun karena tidak bersujud kepada raja!”

“Nabi kami telah melarang kami agar tidak bersujud kepada selain Allah” jawab mereka. Lalu sang raja meminta mereka untuk menceritakan perihal yang sebenarnya.

Salah seorang sahabat, yaitu Ja’far r.a. bangun lalu berkata, “Wahai tuan raja! Dahulu kami ini manusia jahil. Kami tidak mengenal Allah dan Rasul-Nya, kami menyembah batu-batu dan memakan bangkai serta menger-jakan berbagai jenis kejahatan yang keji. Kami pun memutuskan hubungan silaturahmi. Yang kuat di antara kami akan menindas yang lemah. Dalam keadaan seperti itu, akhirnya datanglah seorang Nabi yang membawa pemba-haruan dalam kehidupan kami. Keturunannya yang mulia, kejujurannya, dan kehidupannya suci bersih sudah kami kenal dan telah tersebar luas. Beliau mengajak kami supaya menyembah Allah dan meninggalkan perbuatan-perbuatan syirik. Beliau memerintahkan kami agar melakukan yang ma’ruf dan meninggalkan yang mungkar. Beliau mengajarkan kepada kami supaya berkata benar, menunaikan amanah, menghormati kaum kerabat dan berbuat baik terhadap tetangga. Dari beliau kami belajar shalat, puasa, zakat dan berkelakuan baik. Beliau melarang perbuatan zina, berdusta, memakan harta anak yatim secara zhalim, dan memfitnah. Kami diajar supaya menjauhi perbuatan jahat, pertumpahan darah, dan sebagainya. Beliau juga meng­ajarkan kami al Quran, kitabullah yang mengagumkan. Oleh karena itu kami percaya kepada beliau, kami mengikuti jejak langkahnya, dan menerima ajaran yang dibawanya. Karena hal itulah kami diganggu dan disiksa dengan harapan kami kembali kepada agama semula. Karena kekejaman mereka telah melampuai batas perikemanusiaan, maka dengan izin beliau kami datang ke negeri ini untuk memohon perlindungan tuan.”

Raja Najasyi berkata, “Perdengarkanlah sedikit al Quran yang telah engkau pelajari dari Nabi itu.” Kemudian Ja’far r.a. membaca ayat permulaan surat Maryam. Ayat-ayat yang dibacanya sangat mengharukan hati pendengarnya, sehingga pipi-pipi mereka basah oleh air mata.

“Demi Allah!” kata raja Najasyi. “kalimat-kalimat yang dibaca tadi sama dengan kalimat-kalimat yang telah diturunkan kepada Nabi Musa a.s. dan merupakan nur dari sumber cahaya yang sama.” Raja memandang per-wakilan kaum Quraisy lalu mengatakan bahwa ia tidak akan menyerahkan para pengungsi itu kepada mereka.

Sungguhpun orang-orang Quraisy merasa malu dan hampa, namun mereka tidak mau mengaku kalah. Mereka bermusyawarah, kemudian salah seorang dari mereka berkata, “Aku akan mengatakan sesuatu yang tentu dapat menimbulkan kemarahan baginda raja terhadap mereka.”

Usulan ini tidak disetujui oleh beberapa orang Quraisy. Sebagian mereka berpendapat bahwa dengan diterimanya usulan tersebut, berarti kaum muslimin terancam bahaya. Sedangkan mereka tidak menginginkan hal itu terjadi, karena sekalipun telah memeluk Islam, orang-orang itu adalah tetap darah daging dan kerabat mereka. Tetapi orang yang mengajukan usul itu tidak mau membatalkannya.

Keesokan harinya perwakilan Quraisy ini menghasut raja Habasyah dengan mengatakan bahwa orang-orang Islam ini tidak percaya Nabi Isa itu anak Allah. Sekali lagi orang-orang Islam itu dibawa menghadap raja. Mereka gemetar karena ketakutan. Ketika ditanya mengenai Nabi Isa a.s., dengan tegas mereka menjawab, “Kami percaya kepada firman-firman Allah menge­nai Isa a.s. yang diturunkan kepada Nabi kami, bahwa dia hanyalah seorang hamba dan pesuruh Allah. Kami juga percaya dengan firman-firman Allah yang telah disampaikan kepada Maryam.

Raja Najasyi berkata, “Demikian itulah pengakuan Isa tentang dirinya, tidak ada perbedaan sedikit pun.” Para pendeta yang mendengar perkataan raja bersungut-sungut mem-bantah pernyataan itu, tetapi raja tidak menghiraukan mereka. Raja berkata kepada para utusan Quraisy, “Katakan apa keinginan kalian?” Sambil berkata demikian, raja pun mengembalikan hadiah-hadiah yang telah diberikan oleh para utusan Quraisy itu. Kemudian raja mengalihkan perhatiannya kepada orang-orang Islam dan berkata, “Tinggallah kalian di sini dengan aman, orang-orang yang menganiaya kalian akan menerima hukuman yang berat.”

Rombongan para utusan kafir Quraisy pun pulang dengan perasaan kecewa dan malu. Kegagalan perwakilan Quraisy dan kemenangan orang-orang Islam ini menyebabkan kaum musyrikin bertambah berang, apalagi setelah mendengar Umar memeluk Islam. Mereka terus memikirkan bagai-mana caranya menghancurkan kaum muslimin. Akibat kemarahan yang meluap ini maka para pemuka Quraisy mengadakan musyawarah yang tujuan utamanya adalah merencanakan pembunuhan Rasulullah saw.

Namun membunuh Muhammad itu bukanlah pekerjaan yang mudah. Bani Hasyim yang satu keturunan dengan Muhammad saw. yang jumlahnya cukup banyak dan sangat kuat pengaruhnya, sungguhpun banyak yang belum memeluk Islam, namun sudah pasti mereka tidak akan berdiam diri kalau salah seorang dari kalangan mereka dibunuh.

Akhirnya dalam musyawarah para pemuka Quraisy itu diputuskan untuk memboikot Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Isi keputusan itu menya-takan bahwa orang-orang Quraisy tidak boleh bergaul dengan Bani Hasyim atau pun sebaliknya. Tidak boleh mengadakan jual beli dan berbicara dengan mereka, bahkan tidak boleh berkunjung ke rumah-rumah mereka. Kepu­tusan ini terus berlaku selama Bani Hasyim tidak menyerahkan Muhammad saw. untuk dibunuh. Keputusan tersebut tidak hanya berupa kata-kata, bahkan mereka membuat maklumat tertulis pada tanggal satu Muharram tahun ketujuh kenabian. Maklumat yang ditandatangani oleh tiap pemuka Quraisy itu digantung di dinding Ka’bah supaya semua orang dapat menge-tahui dan mematuhinya.

Pemboikotan itu berjalan selama tiga tahun dan selama itu Muhammad beserta Bani Hasyim dan Bani Muthalib terkurung di sebuah lembah di kota Makkah . Mereka tidak dibenarkan keluar dari lembah itu dan tidak diper-bolehkan jual beli dengan kaum Quraisy bahkan dengan pedagang asing sekalipun. Mereka yang melanggar, dihukum dengan hukuman yang kejam. Pemboikotan ini sudah tentu mengakibatkan Bani Hasyim dan yang lainnya menderita kesusahan dan kelaparan. Karena mereka tidak bisa keluar dari lembah itu untuk mendapatkan keperluan mereka dari orang-orang Quraisy, pedagang lain pun tidak berani datang ke tempat mereka. Sebagian kaum wanita yang sedang menyusui, air susunya kering, sehingga tidak dapat menyusui bayinya dan anak-anak mereka menangis menjerit-jerit kelaparan. Untung saja ada sedikit makanan yang diselundupkan oleh para lelaki kaum Quraisy yang telah menikah dengan wanita-wanita Bani Hasyim. Sungguh­pun penderitaan mereka tidak terbayangkan beratnya, namun Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya tetap teguh dalam keimanan mereka, bahkan dalam keadaan demikian, mereka sempat pula menyampaikan risalah Ilahi kepada manusia yang senasib dengan mereka.

Akhirnya setelah tiga tahun berlalu, atas kehendak dan kemurahan Allah Swt, maklumat yang digantung di dinding Kabah itu pun hancur dimakan rayap, dan pemboikotan yang dilakukan terhadap Bani Hasyim dan keluarganya itu dengan sendirinya tidak berlaku lagi.

Hikmah dari kisah di atas:
Demikianlah secara ringkas gambaran penderitaan yang dialami Nabi dan para sahabatnya. Kita yang mengaku sebagai pengikut-pengikut beliau, patutlah bertanya kepada diri sendiri mengenai usaha yang telah kita lakukan untuk menegakkan syi’ar Islam. Adakah pengorbanan yang telah kita berikan dl, jalan Allah? Kita menginginkan kemajuan dunia dan kenikmatan akhirat tetapi lupa dengan semua ini, bahwa hal ini tidak mungkin diperoleh tanpa pengorbanan di jalan Allah. Saya mengkhawatirkan kalian, hai orang-orang Badwi, kalian tidak akan sampai ke Ka’bah, karena jalan yang kalian tempuh menuju ke Turkist..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar