Apakah Air Ketuban Najis?
Pertanyaan:
Mau tanya ustdz, cairan ketuban, itu najis atau tidak ya ustad?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertanyaan ini pernah disampaikan kepada Dr. Abdul Hay Yusuf, Prof. bidang Tsaqafah Islamiyah di Universitas Al-Khorthom, Sudan.
Apakah air yang keluar keluar dari wanita ketika melahirkan itu najis?
Jawab beliau,
فماء الهادي عده أهل العلم من النجاسات التي يجب التطهر منها متى ما أصابت البدن أو الثياب؛ لأنه ودم النفاس سواء من حيث اتحاد السبب والمخرج، والله تعالى أعلم
Air ketuban digolongkan oleh para ulama termasuk najis, yang wajib dibersihkan apabila mengenai badan atau pakaian. Karena air ini sama dengan darah nifas. Sama dari sisi sebab dan tempat keluarnya.
Allahu a’lam
Sumber: http://www.meshkat.net/content/25707
Di kesempatan yang lain, beliau juga ditanya tantang air ketuban yang ada di sekitar janin. Apakah statusnya najis?
Jawab beliau,
فالذي عليه مذهب المالكية رحمهم الله أن الماء الذي حول الجنين والذي يسمونه (الهادي) إنما هو نجس يجب تطهيره، سواء كان مصحوباً بدم أم لا
“Yang dipegangi dalam madzhab Malikiyah, bahwa air di sekitar janin, yang mereka sebut dengan Al-Hadi, statusnya najis, dan wajib dibersihkan. Baik keluar bersamaan dengan darah maupun tidak.
Sumber: http://www.meshkat.net/content/25986
Keterangan ulama Malikiyah yang dimaksud di atas, disebutkan dalam Mukhtashar Khalil – salah satu kitab referensi madzhab Malikiyah.
Penulis Mukhtashar Khalil menyebutkan,
ووجب وضوء بهاد
“Wajib wudhu disebabkan keluarnya ketuban (hadi).”
Kemudian dalam As-Syarh Al-Kabir, Ad-Dirdir menjelaskan,
(ووجب وضوء بهاد) وهو دم أبيض يخرج قرب الولادة لأنه بمنزلة البول
“(Wajib wudhu disebabkan keluarnya ketuban), yaitu cairan bening yang keluar mendekati kelahiran. Karena cairan ini kedudukannya sebagaimana kencing.” (As-Syarh Al-Kabir, 1/175).
Hanya saja, sebagian Malikiyah menilai bahwa cairan ini tidak najis. Ini adalah pendapat Ibnu Rusyd – penulis Bidayatul Mujtahid –. Namun yang kuat dan yang dipegangi dalam madzhab Maliki, cairan ini najis sebagaimana kencing. (As-Syarh Al-Kabir, 1/175)
Konsekuensi dari hukum ini:
Keluarnya ketuban, tidak menghalangi untuk shalat atau puasa, karena tidak termasuk nifas
Ketuban hukumnya najis, sehingga wajib dicuci jika hendak shalat.
Allahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar