Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Senin, 19 Agustus 2019

Mendidik Anak


Inspirasi Al qur`an dan sunnah tentang tarbiyyatul aulad dalam Islam :

1. Tarbiyyah Aqidah

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لاِبْنِهِ وَهُوَيَعِظُهُ يَابُنَيَّ لاَتُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ. 13

Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Di ayat 13 dilukiskan pengalaman hikmah itu oleh Luqman, serta pelestariannya kepada anaknya. Ini pun mencerminkan kesyukuran beliau atas anugerah itu.

Ayat ini berbunyi: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia dari saat ke saat memberi pelajaran kepadanya bahwa "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) dengan sesuatu apapun, dan jangan juga mempersekutukan-Nya sedikit persekutuan pun, lahir maupun batin. Persekutuan yang jelas maupun tersembunyi. Sesungguhnya syirik yakni mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kelaliman yang besar". Itu adalah penempatan sesuatu yang sangat agung pada tempat yang sangat buruk

2. Tarbiyyah Ibadah

"Perintahkanlah anak-anak mu untuk sholat saat usia mereka 7 tahun, dan pukullah dengan pukulan yang mendidik jika mereka meinggalkan sholat disaat usia mereka 10 tahun " (riwayat Abu Daud)

3. Tarbiyyah Akhlaq

Dalam aspek akhlaq, adab dan kepribadian, Rasulullah tidak hanya mengajarkan sejak dini adab makan, namun juga beliau mengajarkan kepada kita untuk memisahkan kamar tidur anak laki-laki dan perempuan, agar mereka belajar adab, tata krama, akhlaq dan kesusilaan serta sopan santun sejak dini.

4.  Tarbiyyah jasadiyyah

"Mukmin yang kuat lebih Allah ta`aala cintai dari pada mukmin yang lemah" (riwayat Muslim)

"Ajarkanlah, anak- anak mu berkuda, memanah dan berenang"

5. Tarbiyyah Fikriyyah

Ayat pertama yang Allah ta`aala turunkan adalah berbicara tentang semanagat belajar, semangat membaca, walau pun jika kita lihat ayat ini diturunkan ditengah-tengah masyarakat yang masih banyak dari mereka tidak mampu baca tulis. Dan peristiwa penawanan tentara musuh dalam perang badar yang diminta oleh Rasulullah untuk mengajarkan kaum muslimin membaca dan menulis merupakan cerminan dimana Islam begitu memotivasi agar pemeluk nya dan terlebih khusus generasi muda nya menjadi generasi yang cerdas.

6. Tarbiyyah Mihariyyah (skill)

Tak ayal lagi, bahwa kita berada pada realita kehidupan dimana kaum muslimin dan generasi penerus mereka harus mampu bersaing secara positif dengan semua orang dalam kemampuan duniawi, yang mana hal tersebut mampu berperan aktif membantu kemajuan dienul Islam, maka kita juga memiliki tugas memberikan skill yang memadai kepada anak-anak kita dalam menjadikan generani yang ber-IPTEK dengan disertai IMTAQ yang kuat. Dahulu sahabat Zaid bin Tsabit dalam usia belasan tahun diperintahkan mempelajari bahasa Ibrani dalam waktu setengah bulan.

Semoga dengan merealisasikan doa kita dengan beberapa hal diatas, kita dapat menjadikan anak-anak sebagai ladang investasi akhirat kita.

wallahu a`lam bisshawab

Negri Makmur Dan Penuh Muaibah

Negeri yang Makmur dan Negeri Penuh Musibah

Orang yang durhaka dan enggan taat selalu tertimpa rasa takut, khawatir dan rizki yang sulit. Beda halnya dengan orang yang beriman dan bertakwa. Maka lihatlah bagaimana suatu negeri ditimpa berbagai krisis, bencana dan musibah, sebab utama adalah karena mereka durhaka pada Allah. Bentuk kedurhakaan terbesar adalah mulai dari perbuatan syirik. Begitu juga termasuk di dalamnya adalah mudahnya meninggalkan shalat. Itulah yang terjadi pada suatu negeri jika mereka semakin jauh dari Allah, musibah demi musibah akan menerpa mereka.

Allah Ta’ala berfirman,

وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ آَمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat” (QS. An Nahl: 112).

Permisalan di atas ditujukan pada penduduk Makkah. Dahulu mereka hidup dalam keadaan aman, tentram dan melimpah berbagai rizki yang bisa dipanen di sekitarnya. Siapa pun yang masuk ke dalamnya akan merasakan aman. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman dalam ayat lainnya,

وَقَالُوا إِنْ نَتَّبِعِ الْهُدَى مَعَكَ نُتَخَطَّفْ مِنْ أَرْضِنَا أَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَهُمْ حَرَمًا آَمِنًا يُجْبَى إِلَيْهِ ثَمَرَاتُ كُلِّ شَيْءٍ رِزْقًا مِنْ لَدُنَّا وَلَكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan mereka berkata: “Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu, niscaya kami akan diusir dari negeri kami”. Dan apakah Kami tidak meneguhkan kedudukan mereka dalam daerah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh- tumbuhan) untuk menjadi rezki (bagimu) dari sisi Kami?. Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al Qashsash: 57).

Yang dimaksud dalam ayat yang kita kaji adalah sebelumnya Allah memberi rizki yang mudah.  Itulah yang dimaksud dengan roghodaa’, yaitu rizki diberi penuh kemudahan.

Ketika mereka kufur pada nikmat Allah, yaitu enggan taat pada-Nya dan gemar bermaksiat, akhirnya Allah menimpakan rasa takut (khawatir) dan kelaparan pada mereka. Padahal sebelumnya, mereka diberikan nikmat yang besar, rasa aman, buah-buahan yang diperoleh begitu mudah dan rizki yang melimpah. Sebab kesengsaraan dan kesusahan ini itulah yang disebutkan dalam ayat selanjutnya,

وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ

“Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka seorang rasul dari mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya; karena itu mereka dimusnahkan azab dan mereka adalah orang-orang yang zalim.” (QS. An Nahl: 113). Jadi sebab mereka mendapatkan musibah adalah karena durhaka pada Rasul.

Dari sini, ada pelajaran penting bahwa ketentraman dan terangkatnya berbagai musibah adalah dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sedangkan perintah Allah yang terbesar adalah mentauhidkan-Nya. Adapun larangan terbesar adalah berbuat kesyirikan.

Moga Allah menganugerahkan kita sifat iman nan takwa dan menjadikan negeri penuh rasa aman serta didatangkan rizki melimpah.

Pemanfaatan Barang Gadai

Hukum Pemanfaatan Barang Gadai dalam Pandangan "Madzahibul Arba"

... pemilik barang jaminan (agunan)berhak atas segala biaya barang jaminan itu.(HR. asy-Syafi'i dan ad-Duruquthni).

Para ulama fiqih juga sepakat mengatakan bahwa barang yang di jadikan barang jaminan itu tidak boleh dibiarkan begitu saja, tanpa menghasilkan sama sekali, karena tindak ini termasuk tindakan menyia-nyiakan hartayang dilarang Rasulullah. (HR. at-Tirmidzi)

Jumhur ulama fiqh, "(Ibnu Rushd, hlm. 272) selain ulama Hanabilah, berpendapat bahwa pemegang  barang jaminan tidak memamlnfaatkan barang jaminan itu, karena barang itu bukan miliknya secara penuh. Hak pemegang barang jaminan terhadap barang itu hanyalah sebagai jaminan piutang yang ia berikan, dan apabila yang berutang tidak mampu melunasi utangnya barulah ia boleh menjual atau menghargai barang itu untuk melunasi piutangnya.

Akan tetapi, apabila pemilik barang mengizinkan pemegang barang jaminan memanfaatkan barang itu selama di tangannya, maka sebagaian ulama Hanafiyah membolehkannya."(Ibnu Abidin, hlm. 47) Karena dengan adanya izin maka tidak ada halangan bagi pemegang barang jaminan untuk memanfaatkan barang itu. Akan tetapi, sebagian ulama Hanafiyah laiannya "(Imam Al-Kasani, hlm.145) Ulama Malikiyah (Ad-Dardir dan ad-Dasuqi, hlm. 241) dan Ulama Syafi'iyah (Imam As-Syafii, 1981 hlm. 147 ) berpendapat sekalipun pemilik barang itu mengizinkannya, pemegang barang jaminan tidak boleh memanfaatkan barang jaminan itu. Karena apabila barang jaminan itu dimanfaatkan maka hasil pemanfaatan itu merupakan riba yang dilarang syara': sekalipun diizinkan dan diridhoi pemilik barang bahkan menurut mereka rida dan izin dalam hal ini lebih cenderung dalam keadaan terpaksa, karena khawatir tidak akan mendapatkan uang yang akan dipinjam itu.


Persoalan lain adalah apabila yang dijadikan barang jaminan itu adalah binatang ternak. Menurut sebagaian ulama Hanafiyah al-murtahin atau penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut boleh memanfaatkannya hewan ternak itu apabila mendapat izin dari pemiliknya. (Wahbah az-Zuhaili, 1984, hlm.257)

Ulama malikiyah, Syafi'iyah dan sebagian ulama hanafiah berpendirian bahwa apabila hewan itu dibiarkan saja, tanpa diurus oleh pemiliknya maka al-murtahin boleh memanfatkannya  baik seizin pemiliknya maupun tidak, karena, membiarkan hewan itu tersi-sia termasuk kedalam larangan Rasulullah Saw. yang diriwayatkan oleh tirmidzi atas. (Ibid, 1979 hlm. 555).

Ulama Hanabilah (Ibnu Qadamah, hlm. 432-433) berpendapat bahwa apabila yang dijadikan barang jaminan itu adalah hewan, maka pemegang barang jaminan itu berhak untuk mengambil susunya dan mempergunakannya, sesuai dengan jumlah biaya pemeliharaan yang dikeluarkan pemegang barang jaminan. Akan tetapi menurut ulama' Hanabilah apabila barang jaminan itu bukan hewan atau sesuatu yang tidak memperlukan biaya pemeliharaan, seperti tanah , maka pemegang barang jaminan tidak boleh memanfaatkannya ."(Ibid)

Ulama' Hanafiyah mengatakan apabila barang jaminan itu hewan ternak , maka pihak pemberi piutang (pemegang barang jaminan) boleh memanfaatkan hewan itu apabila mendapat izin dari pemilik barang. Sedang ulama' Malikiyah san syafi'iyah mengatakan bahwa kebolehan memanfaatkan hewan ternak yang dijadikan barang jaminan oleh pemberi piutang,hanya apabila hewan itu dibiarkan saja tanpa diurus oleh pemiliknya (Wahbah az-Zuhaili,)

Disamping perbedaan diatas, para ulama fiqih juga berbeda pendapat dalam pemanfaatan barang jaminan itu. Ulama' Hanafiyah (Imam al-Kasani, hlm. 146) Hanabilah (Ibnu Qadamah, hlm. 390) menyatakan pemilik barang boleh memanfaatkanbpemiliknya yang menjadi jaminan barang itu jika diizinkan al-murtahin.Mereka berprinsip bahwa segala hasil dan resiko dari barang jaminan menjadi tanggung jawab orang yang memanfaatkannya . apabila barang yang dimanfaatkan rusak, maka orangvyang memanfaatkannya bertanggung jawab membayar ganti ruginya.

Ulama Syafi'iyah mengemukakan pendapat yang lebih longgar dari pendapat ulama Hanafiyah dan Hanabilah , karena apabila pemilik barang itu ingin memanfaatkan al-marhun ,tidak perlu ada izin pemegang dari pemegang al-marhunm Alasannya, barang itu adalah miliknya dan seorang pemilik tidak boleh dihalang-halangi untuk memanfaatkan hak miliknya. Akan tetapi, pemanfaatan al-marhun tidak boleh merusak barang itu , baik kualitas dan kuantitasnya .OLeh sebab itu, apabila terjadi kerusakan pada barang itu ketika di manfaatkan pemiliknya. maka pemilik bertanggung jawab atas barnag itu.

Berbeda dengan pendpaat diatas ulama Malikiyah berpendapat bahwa pemilik barang tidak boleh memanfaatkan al-marhun baik diizinkan oleh murtahin maupun tidak. Karena barang itu berstatus sebagai jaminan utang, tidak lagi hak milik secara penuh."(Ad-Dardir dan ad-Dasuqi, hlm. 241)

Allahu A'lam

Minggu, 18 Agustus 2019

Tanda Mu'min Sholih

Tanda mu'min sholih

المؤمن الصالح

يتميز المؤمن الصالح في الحياة الدنيا بعلاماتٍ يعرف بها تدل على التزامه بمنهج الله تعالى وشريعته التي ارتضاها للناس، كما تدل تلك العلامات على حب المؤمن الصالح لربه ودينه، وسعيه الصادق الحثيث للفوز بما أعده الله لعباده الصالحين في الآخرة، فما هي أهم علامات المؤمن الصالح في الدنيا؟

من علامات المؤمن الصالح

1. السمت الحسن: وصف الله سبحانه وتعالى عباده الصالحين في كتابه العزيز بالسمت الحسن في قوله تعالى:

(سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ) [محمد:29]،

وتكلم المفسرون كثيراً في تفسير تلك الآيات، واستدلوا على المعنى الحقيقي لها، والذي لا يشير بالضرورة إلى ذلك الأثر المادي الحسي الذي يظهر على جبين المسلم الصالح نتيجة كثرة العبادة والصلوات، وأكدوا على أنّ معناه نور الله الذي يؤتيه لعباده، والذي يظهر على جباه المصلين من أثر الخضوع والخشوع الصادق لله تعالى، وسئل أحد الصالحين يوماً:ما بال المتهجدين أحسن الناس وجوهاً، فقال:لأنهم خلوا بالرحمن فألبسهم نوراً من نوره.

2.حب الله تعالى ورسوله وحب الإسلام والمسلمين:

من علامات المؤمن الصالح أنه يحب ربه، ويحب نبيه محمد عليه الصلاة والسلام حباً يطغى على حب ما سواهما، كما أنك تراه يحب إخوانه في العقيدة، وبخاصة الملتزمين بدينهم حباً في الله تعالى.

3.الوقوف عند حدود الله تعالى:

المؤمن الصالح وقاف عند حدود الله؛ يلتزم بها ولا يتجاوزها، كما أنه يرضى بحكم الله تعالى ولو كان على نفسه أو أقربائه.

4.شهادة الناس له بالتقوى والصلاح:

على الرغم من أنّ معايير الناس في الحكم على الأشخاص تختلف من زمانٍ إلى آخر، إلا أنه غالباً ما تكون شهادة الناس بصلاح إنسان صحيحة، فالصادق في تعامله مع الناس يعرف بذلك ويشتهر، وفي الحديث الصحيح عن الرسول عليه الصلاة والسلام:(... أنتم شهداءُ اللهِ في الأرضِ) [صحيح مسلم].

5.الصبر عند الشدائد والشكر عند المسرات:

إذا أصاب المؤمن الصالح ابتلاء، أو وقع في شدة، لجأ إلى ربه عز وجل، وصبر على ذلك، وفي السراء لا ينسى شكر الله تعالى على نعمه.

6.الاجتهاد في العبادة والعزيمة في الرشد:

المسلم الصالح مجتهدٌ في عبادته، يبتغي القرب من ربه من خلال التنفل والزيادة، كما أنه صاحب عزيمة في كل أمر فيه رشدٌ وصلاح.

7.الاخلاص لله تعالى:

المسلم الصالح إذا عمل عملاً صالحاً، أو أنفق في سبيل الله رأيته يخفي ذلك العمل عن أعين الناس؛ حتى لا يحمد على ذلك، أو يتسلل الرياء إلى قلبه فيحبط عمله.

Kamis, 15 Agustus 2019

7 Ancaman bagi pembenci Keturunan Rosul

7 ANCAMAN BAGI MEREKA PEMBENCI, PENCACI DAN PEMFITNAH PARA DZURIYYAT RASUL (KETURUNAN RASUL /HABAIB & SYARIFAH) YANG ISTIQOMAH

1. ALLOH SWT MARAH KEPADA ORANG YANG MEMBENCI PARA HABAIB.

Rosululloh SAW bersabda :

… ﻭﻫﻢ ﻋِﺘْﺮَﺗِﻲ , ﺧُﻠِﻘُﻮﺍ ﻣِﻦْ ﻃِﻴْﻨَﺘِﻲ , ﻓَﻮَﻳْﻞٌ ﻟِﻠْﻤُﻜَﺬِّﺑِين ﺑِﻔَﻀْﻠِﻬِﻢْ , ﻣﻦ ﺍﺣﺒﻬﻢ ﺍﺣﺒﻪ ﺍﻟﻠﻪ , ﻭﻣﻦ ﺃﺑﻐﻀﻬﻢ ﺃﺑﻐﻀﻪ ﺍﻟﻠﻪ

“… Mereka adalah keturunanku dan diciptakan dari tanahku. Celakalah dari ummatku yang mendustakan keutamaan mereka. Siapa yang mencintai mereka maka Alloh akan mencintainya, siapa yang membenci mereka maka Alloh akan membencinya”.[1]

Rosululloh SAW bersabda :

ﺃﻻ ﻭ ﻣﻦ ﺍﺑﻐﺾ ﺁﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﺟﺎﺀ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻣﻜﺘﻮﺑﺎ ﺑﻴﻦ ﻋﻴﻨﻴﻪ : ﺁيس ﻣﻦ ﺭﺣﻤﺔ ﺍﻟﻠﻪ

Sungguh siapa yang membenci keluarga Muhammad saw, maka ia akan dibangkitkan di hari kiamat dengan tulisan di antara kedua matanya : ‘orang ini telah terputus dari rahmat Alloh swt’.[2]

2. ORANG YANG MEMBENCI HABAIB TERMASUK GOLONGAN ORANG MUNAFIK.

Rosululloh SAW bersabda :

ﻣﻦ ﺃﺑﻐﻀﻨﺎ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﻓﻬﻮ ﻣﻨﺎﻓﻖ

Siapa orang yang membenci kami ahlu bait adalah termasuk golongan munafik.[3]

Rosululloh saw bersabda :

ﻻ ﻳﺤﺒﻨﺎ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﺍﻻ ﻣﺆﻣﻦ ﺗﻘﻲ , ﻭﻻ ﻳﺒﻐﻀﻨﺎ ﺍﻻ ﻣﻨﺎﻓﻖ ﺷﻘﻲ

"Tidak ada yang mencintai kami ahlu bait kecuali orang yang beriman dan bertaqwa, dan tidak ada yang membenci kami kecuali orang munafik dan durhaka." [4]

Rosululloh SAW bersabda :

ﻣﻦ ﺃﺑﻐﺾ ﻋﺘﺮﺗﻲ ﻓﻬﻮ ﻣﻠﻌﻮﻥ ﻭ ﻣﻨﺎﻓﻖ ﺧﺎﺳﺮ

"Siapa yang membenci keturunanku, ia termasuk orang yang dilaknat dan munafik yang merugi." [5]

3. ORANG YANG MEMBENCI PARA HABAIB TERMASUK GOLONGAN ORANG KAFIR.

Rosululloh SAW bersabda :

ﺃﻻ ﻭﻣﻦ ﻣﺎﺕ ﻋﻠﻰ ﺑﻐﺾ ﺁﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﻣﺎﺕ ﻛﺎﻓﺮﺍ , ﺃﻻ ﻭﻣﻦ ﻣﺎﺕ ﻋﻠﻰ ﺑﻐﺾ ﺁﻝ ﻣﺤﻤﺪ , ﻟﻢ ﻳﺸﻢّ ﺭﺍﺋﺤﺔ ﺍﻟﺠﻨّﺔ

Sungguh siapa yang mati dalam keadaan membenci keluarga Muhammad saw, maka ia mati dalam keadaan kafir. Sungguh siapa yang mati dalam keadaan membenci keluarga Muhammad saw, maka ia tidak akan mencium harumnya surga.[6]

4. ORANG YANG MEMBENCI PARA HABAIB TERMASUK GOLONGAN YAHUDI.

Dari Jabir bin Abdillah al-Anshori, Rosululloh saw bersabda :

ﺃﻳّﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ , ﻣﻦ ﺃﺑﻐﻀﻨﺎ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﺣﺸﺮﻩ ﺍﻟﻠﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻳﻬﻮﺩﻳﺎ . ﻳﺎﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ , ﻭﺇﻥ ﺻﺎﻡ ﻭﺻﻠّﻰ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻭﺇﻥ ﺻﺎﻡ ﻭ ﺻﻠّﻰ

Wahai manusia, siapa saja yang membenci kami ahlu bait, maka Alloh swt akan mengumpulkannya di hari kiamat dalam golongan orang-orang Yahudi. Jabir berkata: Ya Rosululloh, mereka adalah orang-orang yang berpuasa dan mengerjakan sholat. Rosul menjawab : Walaupun mereka berpuasa dan mengerjakan sholat.[7]

5. ORANG YANG MEMBENCI PARA HABAIB AKAN MASUK NERAKA.

Rosululloh SAW bersabda :

ﻭﺍﻟّﺬﻱ ﻧﻔﺴﻲ ﺑﻴﺪﻩ , ﻻ ﻳﺒﻐﻀﻨﺎ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﺍﺣﺪ ﺍﻻ ﺃﺩﺧﻠﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻨﺎﺭ

"Demi jiwaku yang berada dalam kekuasaan-Nya, Tidaklah seorang yang membenci kami ahlu bait kecuali Alloh swt akan masukkan ia ke dalam neraka." [8]

Rosululloh SAW bersabda :

ﻭﺍﻟّﺬﻱ ﻧﻔﺴﻲ ﺑﻴﺪﻩ , ﻻ ﻳﺒﻐﻀﻨﺎ ﺍﻫﻞ ﺍﻟﺒﻴﺖ ﺍﺣﺪ ﺍﻻ ﺃﻛﺒّﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﻨﺎﺭ

"Demi jiwaku yang berada dalam kekuasaan-Nya, Tidaklah seorang yang membenci kami ahlu bait kecuali Alloh swt akan masukkan ia ke dalam neraka." [9]

Rosululloh SAW bersabda :

… ﻓَﻠَﻮْ ﺍَﻥَّ ﺭَﺟُﻼً ﺻﻔَﻦَ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟﺮُّﻛْﻦِ ﻭَﺍﻟﻤَﻘَﺎﻡِ , ﻭَﺻَﻠَّﻰ ﻭَﺻَﺎﻡَ , ﺛُﻢَّ ﻟﻘﻲ ﺍﻟﻠﻪ , ﻭَﻫُﻮَ ﻣُﺒْﻐِﺾٌ ﻻِﻫْﻞِ ﺑَﻴْﺖِ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺩَﺧَﻞَ ﺍﻟﻨَّﺎﺭَ .

“… Maka sekiranya seseorang berdiri di antara salah satu sudut Ka’bah dan maqam Ibrahim, lalu ia shalat dan puasa, kemudian meninggal sedangkan ia adalah pembenci keluarga (ahlu al-bait) Muhammad, pasti ia masuk neraka”.[10]

Rosululloh saw bersabda :

ﻻ ﻳﺒﻐﻀﻨﺎ ﻭﻻ ﻳﺤﺴﺪﻧﺎ ﺍﺣﺪ ﺍﻻ ﺫﻳﺪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﺑﺴﻴﺎﻁ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ

Tidak seorang pun yang membenci dan hasud kepada kami (ahlu bait) kecuali Alloh swt akan mengusirnya di hari kiamat dengan cambuk yang berasal dari api neraka.[11]

6. ALLOH SWT SANGAT MURKA KEPADA UMMATNYA YANG MENYAKITI PARA HABAIB

Rosululloh saw bersabda :

ﺇﺷﺘﺪّ ﻏﻀﺐ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺁﺫﺍﻧﻲ ﻓﻲ ﻋﺘﺮﺗﻲ

"Alloh swt sangat murka kepada orang yang menggangguku melalui keturunanku." [12]

Rosululloh SAW bersabda :

ﺇﺷﺘﺪّ ﻏﻀﺐ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻏﻀﺒﻲ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﺃﻫﺮﻕ ﺩﻣﻲ ﻭ ﺁﺫﺍﻧﻲ ﻓﻲ ﻋﺘﺮﺗﻲ

"Alloh SWT dan aku sangat murka kepada orang yang menumpahkan darahku dan menyakitiku melalui keturunanku." [13]

Rosululloh SAW bersabda :

ﻣﻦ ﺳﺐّ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺘﻲ ﻓﺄﻧﺎ ﺑﺮﻱﺀ ﻣﻨﻪ

"Siapa yang mencela ahlu baitku, maka aku berlepas diri darinya." [14]

Rosululloh SAW bersabda :

ﻣﻦ ﺁﺫﺍﻧﻲ ﻓﻲ ﺍﻫﻠﻲ ﻓﻘﺪ ﺁﺫﻯ ﺍﻟﻠﻪ

"Siapa yang menyakitiku dalam urusan keluargaku, maka ia telah menyakiti Alloh." [15]

Rosululloh SAW bersabda :

ﺇﻥّ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻳﺒﻐﺾ ﺍﻵﻛﻞ ﻓﻮﻕ ﺷﺒﻌﻪ , ﻭﺍﻟﻐﺎﻓﻞ ﻋﻦ ﻃﺎﻋﺔ ﺭﺑﻪ , ﻭﺍﻟﺘﺎﺭﻙ ﺳﻨّﺔ ﻧﺒﻴﻪ , ﻭﺍﻟﻤﺨﻔﺮ ﺫﻣّﺘﻪ , ﻭﺍﻟﻤﺒﻐﺾ ﻋﺘﺮﺓ ﻧﺒﻴﻪ , ﻭﺍﻟﻤﺆﺫﻱ ﺟﻴﺮﺍﻧﻪ .

"Sesungguhnya Alloh swt membenci orang yang makan di atas batas kekenyangannya, orang yang lali dari melaksanakan ketaatan kepada Tuhannya, orang yang mencampakkan sunnah nabinya, orang yang menremehkan tanggungjawabnya, orang yang membenci ithroh (keturunan) nabinya dan mengganggu tetangganya". [16]

7. ALLOH SWT MENGHARAMKAN SURGA KEPADA ORANG YANG MENDZOLIMI PARA HABAIB

Rosululloh SAW bersabda :

ﺇﻥّ ﺍﻟﻠﻪ ﺣﺮّﻡ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻇﻠﻢ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺘﻲ

"Sesungguhnya Alloh swt mengharamkan surga kepada orang yang menzhklimi ahlu baitku." [17]

Rosululloh SAW bersabda :

ﺣﺮّﻣﺖ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻇﻠﻢ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺘﻲ ﻭ ﺁﺫﺍﻧﻲ ﻓﻲ ﻋﺘﺮﺗﻲ

"Surga diharamkan bagi siapa saja yang menzholimi ahlu baitku dan menyakiti aku melalui keturunanku." [18]

Rosululloh SAW bersabda :

ﺍﻟﻮﻳﻞ ﻟﻈﺎﻟﻤﻲ ﺍﻫﻞ ﺑﻴﺘﻲ , ﻋﺬﺍﺑﻬﻢ ﻣﻊ ﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻘﻴﻦ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﺭﻙ ﺍﻷﺳﻔﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻨﺎﺭ

"Celakalah siapa saja yang menzdalimi ahlu baitku, mereka akan diadzab bersama orang-orang munafiq di dasar neraka." [19]

_________^^_________

Referensi Kitab :

[1] Kanz al-Ummal (12/98)
[2] Faraid al-Simthin (2/256)
[3] Al-Dur al-Mansur (7/349), Fadhail al-Sahabah (2/661)
[4] Dzakhair al-Uqba : 218, al-Showaiq al-Muhriqah : 230.
[5] Jami’ al-Akhbar : 214.
[6] Al-Kasyaf (3/403)
[7] Al-Mu’jam al-Ausath (4/212)
[8] Al-Mustadrak ‘Ala Shahihain (3/162), al-Dur al-Mansur (7/349)
[9] Al-Mustadrak ‘Ala Shahihain (4/392), Majma’ al-Zawaid (7/580)
[10] Al-Mu’jam al-Kabir (11/142), al-Mustadrak ‘Ala Shahihain (3/161)
[11] Al-Mu’jam al-Kabir (3/81)
[12] Ihya al-Mait al-Suyuthi : 53
[13] Dzakhoir al-Uqba : 39
[14] Yanabi’ al-Mawaddah (2/378)
[15] Kanz al-Ummal (12/103)
[16] Ihya al-Mait : 53
[17] Dzakhoir al-Uqba : 20
[18] Tafsir al-Qurthubi (16/22)
[19] Yanabi’ al-Mawaddah (2/326)

Selasa, 13 Agustus 2019

Syukur Kemerdekaan By : Ust Husni Thamrin (ugm)

Syukur kemerdekaan

Tujuh puluh opat tahun yang lalu, tepatnya di hari suci, hari Jum’at dan di bulan suci, bulan Ramadhan, persis tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Perjuangan panjang para pendahulu bangsa ini yang nota bane kaum muslimin, berjuang sabilillah melawan penjajah, dibawah teriakan takbir mereka melawan kaum kuffar, dibawah bendera laa ilaaha illa Allah mereka berkorban jiwa dan raga, banyak dari mereka yang menjadi syuhada’. Sehingga Allah swt memberikan nikmat kemerdekaan kepada bangsa ini.

Umat Islam yang berjumlah mayoritas di negeri ini sudah seharusnya mengisi kemerdekaan dengan sebaik-baiknya.
Mensyukuri kedaulatan dengan pembangunan dan persatuan.
Ini menjadi bukti penghargaan kepada para pendahulu bangsa ini, sekaligus agar Allah swt menambah nikmat-nikmatnya kepada bangsa ini.
Bukankah Allah swt pasti menambah nikmat-Nya bagi siapa saja yang bersyukur?

Pertanyaannya adalah: Bagaimana kita mengisi kemerdekaan? Bagaimana mensyukuri nikmat kepemimpinan?

Dengan tegas Allah swt telah memberi arahan kepada bangsa ini bagaimana seharusnya mengisi kemerdekaan dan mensyukuri nikmat kepemimpinan. Allah swt berfirman,

Surah Al-Hajj, Verse 41:

الَّذِينَ إِن مَّكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ

(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.

Kalimat ”Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi” bisa berarti suatu bentuk kemerdekaan dari penjajahan, bisa dalam konteks kepemimpinan nasional, daerah, atau konteks yang lebih sempit seperti menjadi pemimpin dalam perusahaan. Nah, ada empat strategi yang harus dilaksanakan dalam mengisi kemerdekaan atau melaksanakan amanah kepemimpinan ini:

Pertama, Iqamatus Shalah, mendirikan shalat dalam rangka membangun moralitas dan akhlakul karimah.

Suatu bangsa atau institusi akan dapat langgeng ketika memiliki moralitas dan kredibilitas yang tinggi. Seorang penyair Mesir, Syauqi berpetuah:

”Sesungguhnya eksistensi suatu bangsa ditentukan oleh moralitas dan akhlakul karimah, jika moralitas menjadi panglima maka jayalah bangsa itu, sebaliknya, jika moralitas rendah, maka tunggulah kehancurannya”.

Nah, kunci membangun moralitas terletak pada pelaksanaan ibadah shalat, dan keta’atan kepada Allah swt. Shalat merupakan mi’rajul mukmin, jalinan langsung seorang mukmin dengan Tuhannya, disinilah qalbu menjadi luluh, pikiran menjadi terjernihkan dan tak jarang mata berderai. Ketika itu, kepribadian seseorang akan menjadi lembut, santun dan cenderung pada kebaikan, serta benci pada penyimpangan. Inilah rahasia firman Allah swt. ”Sesungguhnya shalat mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar”. QS. Al Ankabut: 45.

Shalat juga menjadi barometer sukses tidaknya seseorang di akhirat kelak, sebab pertama kali yang akan dihisab dari setiap manusia nanti adalah amaliyah shalat. Jika shalatnya baik, otomatis semua amalan yang lain akan dinilai baik, sebaliknya jika kualitas shalatnya buruk, maka dengan sendirinya seluruh perbuatannya dianggap buruk. Wal iyadzu billah. HR. Al Hakim.

Shalat juga suatu perintah yang diakhir hayat Rasulullah diwasiatkan pada umatnya agar jangan sampai meninggalkannya, Rasulullah berujar: Ash Shalah… Ash Shalah.

Pertanyaannya adalah: Shalat yang bagaimana yang dikehendaki oleh agama? Tentunya shalat yang dilaksanakan dengan memenuhi syarat dan rukunnya, dibarengi dengan memahami bacaan dan do’a yang dilantunkannya serta ditunaikan dengan khusyu’. Tidak sekedar gerakan hampa dan ucapan kosong tanpa makna. Disinilah pentingnya umat Islam kembali mengkaji fiqih ibadah shalat dan mempraktekkannya.

Ayat ini juga menggunakan redaksi jama’ ”aqamush shalah” yang artinya banyak, yaitu dilaksanakan dengan berjama’ah di masjid. Makanya ketika Rasulullah saw ditanya oleh salah satu sahabatnya, amalan apa yang paling dicintai Allah swt? Rasulullah saw menjawab: ”Ash Shaltu ’ala waqtiha, shalat tepat waktu”. HR. Bukhari.

Shalat tepat waktu berjama’ah di masjid juga menjadi cermin syi’ar dan kekuatan umat Islam.

Dengan pelaksanaan shalat yang berkualitas seperti ini, moralitas tidaklah menjadi mimpi dan otopia belaka yang sulit diwujudkan.

Kedua, Iitauz zakah, menunaikan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial.

Agama Allah tidaklah hanya mengurusi masalah ruhani dan akhihrat saja, namun juga sangat memperhatikan keseimbangan kehidupan sosial bermasyarakat. Itu dibuktikan dengan anjuran dibanyak tempat di Al Qur’an, penyebutan perintah shalat selalu diiringi dengan perintah berzakat.

Zakat, atau mengeluarkan harta yang kita punya untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya adalah dalam rangka membersihkan pendapatan atau harta kita dari yang tidak halal atau yang masih samar-samar.
Zakat juga sebagai upaya untuk mengerem nafsu bakhil dalam diri seseorang, karena kecendrungan seseorang itu cinta terhadap harta dan dunia.
Zakat juga sebagai simbol kepedulian seseorang kepada sesama.

Dalam konteks institusi, zakat dan kepedulian sosial ini diwujudkan dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang memihak kepada rakyat dan program-program yang berorientasi pada kemaslahatan umat manusia secara keseluruhan.
Bukan untuk suatu kelompok dan golongan tertentu.
Sehingga kesejahteraan milik semua dan merata.

Ketiga, Amar makruf nahi munkar, jaminan kepastian dan penegakan hukum.

Kecenderungan kekuasaan adalah mendorong pelakunya untuk menyimpang dan menyalah gunakan jabatan. Banyak contoh dalam sejarah, fir’aun misalkan yang berupaya untuk melanggengkan kekuasaannya dengan segala cara, karena tidak ada perimbangan kontrol dari masyarakatnya.

Dalam kehidupan bernegara, oposisi itu dibenarkan oleh Islam, jika dalam rangka konstruktif dan kompetisi yang sehat dalam kebaikan.

Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, peran kontrol sosial mejadi sangat mendesak dilaksanakan, sehingga mampu mengerem banyaknya kemaksiatan dan penyimpangan agama.

Tingakatan amar makruf dan nahi mungkar sudah diatur dalam agama.
Yaitu dengan pendekatan kekuasaan atau tangan, bagi yang berwenang.
Dengan lisan atau nasihat bagi para du’at atau siapapun yang bisa memberikan nasehat. Jika keduanya tidak bisa dilakukan, maka dengan pengingkaran dalam hati.
Inilah selemah-lemah iman seseorang.

Dalam konteks jaminan kepastian dan penegakan hukum, pernah ditegaskan Rasulullah saw, ketika ada usaha dari para sahabat untuk minta keringanan hukuman bagi seorang wanita bangsawan yang berzina. Namun dengan tegas Rasul menolak dan mengatakan, ”Ketahuilah, penyebab kehancuran umat terdahulu, adalah karena ketika orang kaya mencuri, maka tidak ditegakkan hukuman. Namun kalau yang mencuri itu rakyat kecil, seketika itu hukuman ditegakkan dengan seberat-beratnya. Ketahuilah, seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, pasti aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Subhanallah, seseorang sama dimata hukum. Hukum tidak bisa dibeli dan digadaikan.

Keempat, Mengembalikan urusan kepada Allah swt semata.

Ketika usaha untuk membangun moralitas dan akhlakul karimah lewat pelaksanaan ibadah shalat. Dan menumbuhkan kepedulian sosial yang dibuktikan dengan mengeluarkan zakat. Serta proses amar makruf dan nahi munkar sudah dijalankan dengan seimbang, maka selebihnya kita serahkan urusan kehidupan kepada kehendak Allah swt. Karena Dia-lah yang akan mengatur urusan seluruh manusia.
Dan Allah swt pasti menepati janji-Nya, yaitu akan menolong orang yang mengikuti kehendak-Nya. Allah swt berfirman:

Surah Aal-e-Imran, Verse 159:
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
(QS.Ali Imron 159)

Disini, manusia tidak perlu menyombongkan diri karena kecerdasan, kecanggihan perlengkapan atau bahkan banyaknya pendukung. Merasa semua bisa diatur, tanpa menyertakan Allah swt.

Manusia tidaklah apa-apa tanpa lindungan Allah swt. Buktinya, sampai sekarang kasus Lapindo belum terselesaikan, bola beton itu pun tidak bisa menyumbat keluarnya lumpur yang kian deras. Gempa bumi, banjir, longsor dan lain sebagainya yang bersal dari kehendak Allah swt, manusia tidak bisa menghindarinya.

Sungguh, manusia kecil tiada berarti jika dibandingkan dengan kehendak Allah swt. Oleh karena itu segala persoalan sudah seharusnya disandarkan pada Allah swt.

Tujuh puluh opat tahun Indonesia merdeka tidaklah waktu yang pendek, sesuai umur rata-rata manusia.
Namun kemerdekaan hakiki bangsa ini masih belum menjadi bukti. Memperingati kemerdekaan tidak sekedar perayaan serimonial saja, tidak sekedar semarak warna-warni bendera dan umbul-umbul, juga tidak sekedar aneka lomba yang tidak mendidik.

Sebagai generasi yang menghargai jasa para pendahulu, maka spirit perjuangan mereka, semangat pengorbanan jiwa dan raga mereka, harus senantiasa kita warisi.
Yaitu semangat pelayanan kepada publik, semangat berkorban untuk kebaikan dan semangat kompetisi dalam pembangunan.
Itu direfleksikan dalam bentuk pembangunan moral lewat pelaksanaan ibadah, penguatan ikatan sosial dengan cara menunaikan zakat, dan penegakan hukum dengan adil, juga gerakan amar makruf nahi munkar.

Semoga dengan kesungguhan menjalankan strategi yang Allah swt gariskan ini, Allah swt berkehendak baik, menjadikan bangsa ini, bangsa yang besar, maju dan bukti Islam rahmatan lil ’alamin bagi masyarakat dunia insya Allah.
Allahu A’lam.

Senin, 12 Agustus 2019

Hukum Menyimpan Daging Qurban Lebih dari Tiga hari, By : Ust Husni (Ugm)

Hukum Menyimpan Daging Qurban Berhari-hari

Adakah batas maksimal boleh menyimpan daging qurban? Bolehkah di freezer, kemudian diambil sedikit-sedikit. Terkadang bisa habis selama sebulan.

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Ulama berbeda pendapat tentang hukum menyimpan daging qurban  melebihi hari tasyrik.

Pendapat pertama, dilarang menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebih 3 hari Tasyriq. Pendapat ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhum.

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu pernah berkhutbah ketika shalat idul adha,  melarang menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. Dari Abu Ubaid – mantan budak Ibnu Azhar – beliau menceritakan,

صَلَّيْتُ مَعَ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ – قَالَ – فَصَلَّى لَنَا قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ نَهَاكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا لُحُومَ نُسُكِكُمْ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ فَلاَ تَأْكُلُوا

Saya pernah shalat id bersama Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Beliau shalat sebelum khutbah. Kemudian beliau berkhutbah, mengingat masyarakat. Beliau menyampaikan,

‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kalian untuk makan daging qurban kalian lebih dari 3 hari. Karena itu, janganlah kalian makan (lebih dari 3 hari).’ (HR. Muslim 5210, dan Nasai 4442).

Sementara riwayat dari Ibnu Umar, bahwa beliau tidak mau makan daging qurban yang disimpan lebih dari 3 hari. Dari Salim – putra Ibnu Umar – bahwa Ibnu Umar mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى أَنْ تُؤْكَلَ لُحُومُ الأَضَاحِى بَعْدَ ثَلاَثٍ

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan daging sembelihan lebih dari 3 hari.

Salim menceritakan kondisi bapaknya,

فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ لاَ يَأْكُلُ لُحُومَ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثٍ

Karena itu, Ibnu Umar tidak mau makan daging qurban lebih dari 3 hari. (HR. Muslim 5214 dan Ibnu Hibban 5924).

Pendapat kedua, boleh menyimpan dagig qurban lebbih dari 3 hari tasyriq. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, empat imam madzhab, dan selainnya.

Diantaranya diriwayatkan dari A’isyah Radhiyallahu ‘anha. Dari Abdurrahman bin Abis dari ayahnya, bahwa beliau pernah bertanya kepada A’isyah,

‘Benarkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarag makan daging qurban lebih dari 3 hari?’

Jawab A’isyah,

مَا فَعَلَهُ إِلاَّ فِى عَامٍ جَاعَ النَّاسُ فِيهِ ، فَأَرَادَ أَنْ يُطْعِمَ الْغَنِىُّ الْفَقِيرَ ، وَإِنْ كُنَّا لَنَرْفَعُ الْكُرَاعَ فَنَأْكُلُهُ بَعْدَ خَمْسَ عَشْرَةَ

Beliau hanya melarang hal itu karena kelaparan yang dialami sebagian masyarakat. sehingga beliau ingin agar orang yang kaya memberikan makanan (daging qurban) kepada orang miskin. Karena kami menyimpan dan mengambili daging paha kambing, lalu kami memakannya setelah 15 hari. (HR. Bukhari 5107).

Diantara dalil pendapat ini adalah bahwa larangan makan daging qurban lebih dari 3 hari itu sudah dihapus. Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal itu, diantaranya,

1. Hadis dari Salamah bin al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘aliahi wa sallam bersabda:

« مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِى بَيْتِهِ مِنْهُ شَىْءٌ » . فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِى ؟ قَالَ : « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا »

“Barangsiapa yang menyembelih hewan qurban, janganlah dia menyisakan sedikitpun dagingnya di dalam rumahnya setelah hari (Tasyriq) yang ketiga (tanggal 13 Dzulhijjah, pent).” Ketika tiba hari raya qurban tahun berikutnya, mereka (para sahabat) bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan sebagaimana tahun lalu?” Beliu menjawab: “(Tidak), untuk sekarang, silahkan kalian makan, berikan kepada yang lain, dan silahkan menyimpannya. Karena sesungguhnya pada tahun lalu manusia ditimpa kesulitan (kelaparan), sehingga aku ingin kalian membantu mereka (yang membutuhkan makanan, pent)”. (HR. Bukhari no. 5249, dan Muslim no.1974).

2. Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ لاَ تَأْكُلُوا لُحُومَ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ». فَشَكَوْا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ لَهُمْ عِيَالاً وَحَشَمًا وَخَدَمًا فَقَالَ : « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَاحْبِسُوا أَوِ ادَّخِرُوا » رواه مسلم

“Wahai penduduk kota Madinah, Janganlah kalian makan daging qurban melebihi tiga hari (Tasyriq, tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, pent)”. Mereka mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka memiliki keluarga, sejumlah orang (kerabat) dan pembantu. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Kalau begitu) silakan kalian memakannya, memberikannya kepada yang lain, menahannya atau menyimpannya.” (HR. Muslim no.1973).

Sanggahan:

Sebagian ulama memahami riwayat Ali bin Abi Thalib di atas bahwa ada kemungkinan Ali tidak mendengar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghapus hukum larangan memakan daging qurban lebih dari 3 hari. (al-I’tibar fi Nasikh wa Mansukh, hlm. 297)

Berdasarkan keterangan di atas, tidak masalah seseorang menyimpan daging qurbannya. Dan dalam hal ini tidak ada batas maksimal penyimpanan. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan batas waktu maksimal penyimpanan hasil qurban itu.

Allahu a’lam.

Jumat, 09 Agustus 2019

Keistimewaan Hari Arofah By : Ust Husni (Ugm)

Apa saja keistimewaan hari Arafah (9 Dzulhijjah)? Adakah keutamaan-keutamaan di hari tersebut?

Di antara keutamaan hari Arafah disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali yang kami sarikan berikut ini:

1- Hari Arafah adalah hari disempurnakannya agama dan nikmat. Dalam shahihain (Bukhari-Muslim), ‘Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa ada seorang Yahudi berkata kepada ‘Umar,

آيَةٌ فِى كِتَابِكُمْ تَقْرَءُونَهَا لَوْ عَلَيْنَا مَعْشَرَ الْيَهُودِ نَزَلَتْ لاَتَّخَذْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ عِيدًا . قَالَ أَىُّ آيَةٍ قَالَ ( الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا ) . قَالَ عُمَرُ قَدْ عَرَفْنَا ذَلِكَ الْيَوْمَ وَالْمَكَانَ الَّذِى نَزَلَتْ فِيهِ عَلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَهُوَ قَائِمٌ بِعَرَفَةَ يَوْمَ جُمُعَةٍ

“Ada ayat dalam kitab kalian yang kalian membacanya dan seandainya ayat tersebut turun di tengah-tengah orang Yahudi, tentu kami akan menjadikannya sebagai hari perayaan (hari ‘ied).” “Ayat apakah itu?” tanya ‘Umar. Ia berkata, “(Ayat yang artinya): Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” ‘Umar berkata, “Kami telah mengetahui hal itu yaitu hari dan tempat di mana ayat tersebut diturunkan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berdiri di ‘Arofah pada hari Jum’at.” (HR. Bukhari no. 45 dan Muslim no. 3017). At Tirmidzi mengeluarkan dari Ibnu ‘Abbas semisal itu. Di dalamnya disebutkan bahwa ayat tersebut turun pada hari ‘Ied yaitu hari Jum’at dan hari ‘Arofah.

2- Hari Arafah adalah hari ‘ied (perayaan) kaum muslimin. Sebagaimana kata ‘Umar bin Al Khottob dan Ibnu ‘Abbas. Karena Ibnu ‘Abbas berkata, “Surat Al Maidah ayat 3 tadi turun pada dua hari ‘ied: hari Jum’at dan hari Arafah.” ‘Umar juga berkata, “Keduanya (hari Jum’at dan hari Arafah) -alhamdulillah- hari raya bagi kami.” Akan tetapi hari Arafah adalah hari ‘ied bagi orang yang sedang wukuf di Arafah saja. Sedangkan bagi yang tidak wukuf dianjurkan untuk berpuasa menurut jumhur (mayoritas) ulama.

3- Hari Arafah adalah asy syaf’u (penggenap) yang Allah bersumpah dengannya sedangkan hari Idul Adha (hari Nahr) disebut al watr (ganjil). Inilah yang disebutkan dalam ayat,

وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ

“Dan (demi) yang genap dan yang ganjil” (QS. Al Fajr: 3). Demikian kata Ibnu Rajab Al Hambali. Namun Ibnul Jauzi dalam Zaadul Masiir menukil pendapat sebaliknya. Yang dimaksud al watr adalah hari Arafah, sedangkan asy syaf’u adalah hari Nahr (Idul Adha). Demikian pendapat Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah dan Adh Dhohak.

4- Hari Arafah adalah hari yang paling utama. Demikian pendapat sebagian ulama. Ada pula yang berpendapat bahwa hari yang paling utama adalah hari Nahr (Idul Adha).

5- Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Hari ‘Arafah lebih utama dari 10.000 hari.”’Atho’ berkata, “Barangsiapa berpuasa pada hari ‘Arofah, maka ia mendapatkan pahala seperti berpuasa 2000 hari.”

6- Hari Arafah menurut sekelompok ulama salaf disebut hari haji akbar. Yang berpendapat seperti ini adalah ‘Umar dan ulama lainnya. Sedangkan ulama lain menyelisihi hal itu, mereka mengatakan bahwa hari haji akbar adalah hari Nahr (Idul Adha).

7- Puasa pada hari Arafah akan mengampuni dosa dua tahun. Dari Abu Qotadah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ

“Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu” (HR. Muslim no. 1162).

8- Hari Arafah adalah hari pengampunan dosa dan pembebasan dari siksa neraka. Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ

“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arofah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim no. 1348).

Allah pun begitu bangga dengan orang yang wukuf di Arafah. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبَاهِى مَلاَئِكَتَهُ عَشِيَّةَ عَرَفَةَ بِأَهْلِ عَرَفَةَ فَيَقُولُ انْظُرُوا إِلَى عِبَادِى أَتَوْنِى شُعْثاً غُبْراً

“Sesungguhnya Allah berbangga kepada para malaikat-Nya pada sore Arafah dengan orang-orang di Arafah, dan berkata: “Lihatlah keadaan hambaku, mereka mendatangiku dalam keadaan kusut dan berdebu” (HR. Ahmad 2: 224. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanadnya tidaklah mengapa).

Wallahu waliyyut taufiq.

Catatan:
Hari Arafah (9 Dzulhijjah1440 H)

Referensi/المراجع

Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, terbitan Dar Ibnu Katsir, cetakan kelima, 1420 H, hal. 487-489.