Sebagai seorang hamba, tentunya kita tidak pernah lepas dari beribadah kepada Allah. Dari sini kemudian kita akan menjumpai pelbagai hukum yang bisa berbeda-beda.
Hal ini dikarenakan hukum yang diberikan Allah tidak semuanya berlaku permanen.
Allah memberikan keringan-keringan kepada orang tertentu dalam kondisi tertentu.
Mengingat keadaan hamba tidak semuanya berjalan sesuai rencana, terkadang ada beberapa hal yang membuat ia terhalang atau tidak bisa melakukan kewajiban sesuai ketentuan.
Nah, keringanan-keringanan tersebut dalam hukum Islam disebut rukhsah, yang oleh Abdul Wahhab Khalaf (w.1375 H) dalam kitab Ilm Ushul Fiqh didefinisikan sebagai keringan hukum yang disyariatkan oleh Allah kepada orang mukalaf pada kondisi-kondisi tertentu yang menghendaki keringanan.
الرخصة هي ما شرعه الله من الأحكام تخفيفا على المكلف في حالات خاصة تقتضي هذا التخفيف
“Rukhsah adalah sesuatu yang disyariatkan oleh Allah berupa ketentuan hukum yang ringan untuk orang mukalaf pada kondisi tertentu yang menghendaki keringanan” (Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, hal 121)
Berikut ini adalah ulasan mengenai pembagian rukhsah yang terdapat dalam kitab Ushūl al-Fiqh al-Islāmī karya Syekh Wahbah Zuhaili (w. 1437 H).
Rukhsah terbagi menjadi empat bagian :
Pertama, rukhsah wajibah. Rukhsah ini merupakan rukhsah yang wajib dilakukan.
Contoh : kebolehan makan bangkai bagi orang yang hampir mati kelaparan.
Hukum asalnya adalah tidak boleh (haram) memakan bangkai, namun apabila seseorang hampir mati karena lapar, maka dia wajib hukumnya memakan bangkai jika tidak ada makanan lain lagi selain bangkai.
Hal ini dikarenakan menjaga jiwa yang telah diamanahkan oleh Allah hukumnya adalah wajib, berdasarkan penggalan firman Allah surah al-Baqarah ayat 195 :
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
Baca Juga : Suami Boleh Tidak Menafkahi Keluarga, Ini Penyebabnya!
Artinya :
“Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri”
Kedua, rukhsah mandubah. Rukhsah ini merupakan rukhsah yang sunah dikerjakan.
Contoh : kebolehan meringkas (qashar) salat bagi musafir yang beperjalanan lebih dari dua marhalah (81 km atau lebih) . Nah, rukhsah semacam ini membolehkan musafir meringkas salat yang awalnya empat rakaat menjadi dua rakaat. Hukum asalnya adalah tidak boleh meringkas salat dalam keadaan normal (tidak sedang perjalanan), namun karena ia sedang dalam perjalanan (musafir) maka diperbolehkan bahkan hukumnya sunah dilakukan supaya tidak mengalami kesulitan (masyaqqah) dalam perjalanannya.
Hal ini didasarkan atas sabda Rasulullah Saw. kepada Umar Ra. :
صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ
Artinya :
“Itu adalah sedekah yang Allah bersedekah dengannya atas kalian. Maka terimalah sedekah-Nya”. (Ahmad bin Husain al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra, jus 3 hal 141)
Ketiga, rukhsah mubahah. Rukhsah ini merupakan rukhsah yang boleh dilakukan atau ditinggalkan.
Contoh : kebolehan melakukan akad salam (pesanan). Hukumnya asalnya tidak diperbolehkan dikarenakan itu adalah melakukan akad terhadap sesuatu (barang) yang belum ada (bay’ al-ma’dum), namun akad salam (pesanan) diperbolehkan dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia yang semakin berkembang.
Keempat, rukhsah khilaf al-aulā. Rukhsah ini merupakan rukhsah yang lebih utama ditinggalkan.
Contoh : kebolehan membatalkan puasa bagi musafir dimana ia masih mampu untuk berpuasa (tidak berbahaya bagi dirinya).
Hal ini didasarkan atas penggalan firman Allah dalam surah al-Baqarah ayat 184 :
وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya : “Dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Nah, itulah sekelumit penjelasan mengenai macam-macam rukhsah (keringanan) yang ditawarkan oleh syariat kepada kita. Alangkah baiknya kita dapat mengamalkannya sesuai porsi yang dibutuhkan.
Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar