Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Senin, 30 Mei 2022

TANAH YANG BOLEH DIPAKAI TAYAMUM

Tentang media tanah yang bagaimana yang dibolehkan untuk bertayammum, para ulama ada yang mengharuskan tanah yang sesungguhnya dan bukan debu-debu yang menempel. Namun ada juga yang agak luas membolehkan tayammum pakai debu-debu yang menempel.

Kalau pun kita mau pakai pendapat yang membolehkan tayammum pakai debu itu, maka yang harus diperhatikan apakah debu itu memang betul-betul ada dan menempel di dinding rumah kita. Ini yang sebenarnya jadi masalah, yaitu biasanya tembok rumah kita seringkali dibersihkan, apalagi pesawat terbang, tentunya selalu dibersihkan. Tidak masuk akal kalau dinding pesawat dan kursinya dibiarkan kotor berdebu. Pasti para penumpang akan merasa tidak nyaman, bahkan boleh jadi bersin-bersin sepanjang perjalanan.

Sayangnya banyak orang yang kurang memperhatikan masalah ini. Sebenarnya debu yang dimaksud tidak tidak ada, tetapi tetap saja orang-orang 'berpantomim' berpura-pura lagi tayammum, padahal tidak ada medianya. Lucunya, kelakuan seperti ini luput dari perhatian kita, ditambah lagi banyak 'ustadz-ustadz' amatiran yang membiarkan saja tindakan keliru ini. Malah ikut-ikutan berpantomim tayammum ria.

Semua itu dengan catatan bahwa seandainya kita pakai pendapat yang membolehkan bertayammum dengan debu. Sementara cukup banyak ulama yang tidak membolehkan tayammum kecuali dengan menggunakan media tanah yang sebenarnya. Maka kalau kita pakai pendapat yang satu lagi ini, tentu saja sejak awal bertayammum pakai tembok rumah atau dinding dan kursi pesawat tidak sah sejak awal.

Berikut ini adalah rinciannya disusun sesuai dengan urutan masing-masing mazhab :

1. Mazhab Al-Hanafiyah

Al-Marghinani (w.593 H.), salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan di dalam kitabnya Al-Hidayah Syarah Bidayatu Al-Mubtadi sebagai berikut :

ويجوز التيمم عند أبي حنيفة ومحمد رحمهما الله بكل ما كان من جنس الأرض كالتراب والرمل والحجر والجص

Tayammum diperbolehkan dengan menggunakan semua jenis tanah seperti debu, pasir, batu dan kapur …[1]

Dalam kitabnya yang lain, yaitu Al-Hidayah Syarah Bidayatu Al-Mubtadi, beliau juga menuliskan sebagai berikut :

أن الصعيد اسم لوجه الأرض سمي به لصعوده والطيب يحتمل الطاهر

Sesungguhnya shoid adalah sesuatu yang ada dipermukaan tanah, dinamakan demikian karena debu itu bertebaran.[2]

Al-Qadhi Zaadah (w.1087 H.), salah satu ulama mazhab Al-Hanafiyah menuliskan di dalam kitabnya Majma’ Al-Anhur fii Syarhi Multaqa Al-Abhur sebagai berikut :

الصعيد اسم لوجه الأرض ترابا وغيره

Shaid adalah debu yang terdapat di permukaan bumi dan lainnya.[3]

2. Mazhab Al-Malikiyah

Ibnu Juzai Al-Kalbi (w.741 H.), salah satu ulama mazhab Al-Malikiyah menuliskan di dalam kitabnya القوانين الفقهية sebagai berikut :

والصعيد هو التراب ويجوز التيمم بما صعد على الأرض من أنواعها كالحجارة والحصى والرمل والجص

Sha’id adalah debu, dan diperbolehkan tayammum dengan semua permukaan yang naik (lebih tinggi) dari tanah, seperti bebatuan, kerikil, pasir dan kapur.[4]

3. Mazhab Asy-Syafi'iyah

Al-Mawardi (w.450 H.), salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya الحاوي الكبير sebagai berikut :

التيمم مختص بالترابِ ذي الغبار، ولا يجوز بما سواه من نورة أو كحل

Tayammum khusus dengan tanah yang berunsur debu, dan tidak boleh selain dari itu. [5]

An-Nawawi  (w.676 H.), salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya المجموع شرح المهذب sebagai berikut :

لا يصح التيمم إلا بتراب هذا هو المعروف في المذهب

“Tidak sah tayammum kecuali menggunakan tanah, ini adalah pendapat yang ma’ruf dalam madzhab.[6]

Al-Hishni  (w.829 H.), salah satu ulama mazhab Asy-Syafi'iyah menuliskan di dalam kitabnya كفاية الأخيار sebagai berikut :

وهو يقع على التّراب وعلى كل ما على وجه الأرض

Sha'id adalah yang mengandung unsur-unsur tanah dan semua yang ada di permukaan tanah (bumi). [7]

4. Mazhab Al-Hanabilah

Al-Khiraqi (w.334 H.), salah satu ulama mazhab Al-Hanabilah menuliskan di dalam kitabnya Mukhtshar Al-Khiraqi sebagai berikut :

يضرب بيديه على الصعيد الطيب وهو التراب

Menepukan kedua tangan pada sho'id yang suci yaitu tanah.[8]

Ibnu Qudamah (w.620 H.), salah satu ulama mazhab Al-Hanabilah menuliskan di dalam kitabnya الكافي في فقه الإمام أحمد sebagai berikut :

ولا يجوز التيمم إلا بتراب طاهر له غبار يعلق باليد؛ لقوله تعالى: {فتيمموا صعيدا طيبا فامسحوا بوجوهكم وأيديكم منه} [المائدة: 6] وما لا غبار له لا يمسح شيء منه.

Dan tidak diperbolehkan tayammum kecuali menggunakan tanah suci yang debunya dapat menempel pada tangan, berdasarkan pada firman Allah ta’ala “maka bertayamumlah dengan debu yang suci, usaplah wajahmu dan kedua tanganmu dengan debu itu” (al-maidah:6) dana pa yang tidak ada debunya tidak dapat digunakan untuk mengusap.[9]

Ibnu Hazm (w.456 H.), salah satu ulama mazhab Adzh-Dzhahiriyah menuliskan di dalam kitabnya المحلى بالآثار sebagai berikut :

أنه لا يجوز التيمم إلا بما نص عليه الله تعالى ورسوله - صلى الله عليه وسلم - ولم يأت النص إلا بما ذكرنا من الصعيد، وهو وجه الأرض.... وبالأرض - وهي معروفة - وبالتراب فقط فوجدنا التراب سواء كان منزوعا عن الأرض، محمولا في ثوب أو في إناء أو على وجه إنسان أو عرق فرس أو لبد أو كان لبنا أو طابية أو رضاض آجر أو غير ذلك فإنه تراب لا يسقط عنه هذا الاسم، فكان التيمم به على كل حال جائزا

Tidak diperbolehkan tayammum kecuali yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya - saw - tidak ada teks kecuali yang telah kami sebutkan bahwa So'id adalah permukaan bumi.. tanah dan debu baik yang diambil dari bumi, terbawa oleh baju, bejana, wajah manusia, pacuan kuda atau yang lainnya termasuk dalam katagori debu dan diperbolehkan untuk bertayamum dengan itu semua.

Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

1] Al-Marghinani Al-Hidayah Syarah Bidayatu Al-Mubtadi, jilid 1 hal. 28
[2] Al-Marghinani Al-Hidayah Syarah Bidayatu Al-Mubtadi, jilid 1 hal. 28
[3] Al-Qadhi Zaadah Majma’ Al-Anhur fii Syarhi Multaqa Al-Abhur , jilid 1 hal. 39
[4]
ابن جزي الكلبي القوانين الفقهية, hal. 30
الماوردي الحاوي الكبير
[5] , jilid 1 hal. 237
الإمام النووي المجموع شرح المهذب
[6] , jilid 2 hal. 213
[7]
الحضني كفاية الأخيار 57.jilid 1 hal,.
[8] Al-Khiraqi Mukhtshar Al-Khiraqi, jilid 1 hal. 15
ابن قدامة الكافي في فقه الإمام أحمد
[9] , jilid 1 hal. 129
ابن حزم المحلى بالآثار
[10], jilid 1 hal. 378

Tidak ada komentar:

Posting Komentar