HAJI SYARIAT DAN HAJI HAKIKAT
PENDAHULUAN
Haji dalam arti berkunjung ke suatu tempat tertentu untuk tujuan ibadah, dikenal oleh umat manusia melalui tuntunan agama-agama, khususnya di belahan Timur dunia kita ini.
Ibadah ini diharapkan dapat mengantar manusia kepada pengenlan jati diri, membersihkan, dan menyucikan jiwa mereka.
Itulah agaknya yang menjadi sebab mengapa ajaran agama-agama dalam kaitannya dengan ibadah haji menganjurkan pelakunya untuk memulainya dengan mandi (menyucikan jasmani dari segala noda).
Walaupun ibadah haji dikenal oleh agama-agama selain agama Islam, namun terdapat perbedaan yang sangat menonjol antara ibadah haji yang di ajarkan oleh Islam dengan”Ibadah Haji” yang di praktikan oleh agama-agama lain. Misalnya dalam pandangan terhadap tempat-tempat yang dikunjungi, keterlibatan pemuka-pemuka agama dalam upacara-upacara ritual, dan pada binatang-binatang yang disembelih.
Memahami makna Ibadah Haji dalam ajaran Islam membutuhkan pemahaman secara khusus menyangkut berbagai hal, khususnya dalam bidang ilmu tasawuf.
Di dalam ilmu tasawuf, ibadah Haji dibedakan menjadi dua macam, ada ibadah Haji secara Syariat dan ada ibadah Haji secara Thariqat.
Disini insya Allah penulis akan kemukakan apa itu Haji Syariat, dan apa itu Haji Thariqat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HAJI SYARIAT
Ibadah haji dilakukan di bulan Dzulhijjah yang sangat dimuliakan kaum muslimin. Mekkah adalah kota yang aman dan damai. Kota padang pasir ini tidak dicirikan oleh ketakutan, kebencian, dan perang tetapi oleh keamanan dan kedamaian. Di kota ini sangat terasa suasana ibadah di mana manusia bebas menghadap Allah Yang Maha Besar.
1.PENGERTIAN IBADAH HAJI
Menurut Sayid Sabiq ibadah Haji ialah mengunjungi Mekkah untuk mengerjakan ibadah thawaf, sa’I, wukuf di Arafah dan ibadah-ibadah lain demi memenuhi perintah Allah dan mengharapkan keridhaan-Nya[1]. Ibadah haji merupakan salah satu di antara rukun Islam yang lima, dan suatu kewajiban agama yang dapat diketahui tanpa perlu pemikiran lagi. Seandainya adayang menyangkal hokum wajibnya, berarti ia telah kafir dan murtad dari agama Islam.
Sedangkan menurut M.
Quraish shihab, haji diartikan berkunjung ke suatu tempat untuk tujuan ibadah, dengan pengharapan dapat mengantarkan manusia kepada pengenalan jati diri, membersihkan, dan menyucikan jiwa mereka[2]. Menurut As-syeikh Abdul Qadir Al-Jailani didalam kitab Sirrul Asrar membedakan haji kedalam dua pengertian, ada pengertian haji menurut syariat dan ada haji menurut thariqat.
Menurut beliau haji syariat ialah melakukan ibadah haji ke Baitullah dengan melaksanakan syarat-syarat dan rukun-rukunnya, sehingga menghasilkan pahala haji. Bila kurang syaratnya, maka kurang pula pahalanya, bahkan membatalkannya. Adapun haji thariqat menurut pendiri thariqat qadiriah ini adalah adanya kecenderungan hati ingn mengambil talqin dari Shahibut-talqin, selanjutnya melaksanakan dzikir dengan lisan serta menghayati maknanya[3].
2.RUKUN HAJI
Penulis di sini tidak akan menguraikan secara rinci rukun-rukun yang berkaitan dengan ibadah haji. Buku-buku yang menguraikan hal ini secara baik dan rinci tersedia sedemikian banyak. Yang ingin dikemukakan disini hanyalah sekilas tentang rukun-rukun yang berkaitan dengan ibadah haji.
1.Pakaian dan Niat Ihram
Memakai pakaian ihram dianjurkan dengan cara idhthiba’, yakni memasukan pakaian bagian atas ihram melalui ketiak sebelah kanan dan menyelempangkannya ke bahu sebelah kanan. Setelah memakai pakaian ihram, di anjurkan melakukan shalat sunah dua raka’at.
Kemudian membaca niat ihram untuk haji setelah memakai pakaian ihram saat memulai perjalanan, baik berjalan maupun berkendaraan[4].
2.Thawaf
Thawaf adalah mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali putaran. Seseorang yang thawaf hendaklah memulai thawafnya dengan menyisir dekat hajar aswad sambil mencium dan menyapunya.
Jika thawaf telah dimulai, disunahkan berjalan cepat pada tiga putaran pertama, kemudian pada empat kali putaran selanjutnya hendaklah ia berjalan seperti biasa[5].
Selesai thawaf, jama’ah haji di anjurkan untuk meminum air zamzam sambil berdoa antara lain agar disembuhkan dari aneka penyakit dan dikaruniai ilmu yang bermanfaat, serta rizki yang barokah.
3.Shai antara Shafa dan Marwah
Selesai melakukan thawaf dan meminum air zamzam, jama’ah menuju ke area sa’i. Sa’i dilakukan sebanyak tujuh kali.
Perjalanan dari Shafa ke Marwah dihitung sekali, kemudian dari marwah kembali ke Shafa dihitung sekali juga. Demikian hingga genap tujuh kali mondar-mandir[6].
4. Tahallul
Setelah melaksanakan Sa’i, kemudian melakukan tahallul, yaitu memotong rambut.
Tahallul ditandai dengan menggunduli, atau mencukur, atau memotong (menggunting) sedikitnya tiga helai rambut kepala[7].
5.Wukuf di ‘Arafah wukuf
Wukuf ialah hadir dan berada pada bagian manapun dari ‘Arafah, walau seseorang itu dalam keadaan tidur atau bangun, berkendaraan atau duduk, berbaring atau berjalan. Wukuf disembarang tempat memadai, karena seluruh ‘Arafah itu merupakan tempat waukuf[8]. Waktu wukuf di ‘Arafah bermula sejak matahari tergelincir sampai terbenam.
6.Melontar jumrah
Melontar harus menggunakan batu. Untuk setiap tempat lontar (jumrah) dilakukan sebanyak tujuh kali dengan tujuh kerikil yang berbeda. Lontaran itu harus dilakukan dengan tangan dan dimaksudkan untuk diarahkan ke tempat melontar, serta diyakini atau di duga keras telah mencapai sasaran. Lontaran itu harus dilakukan tanpa ada sesuatu yang mengalihkan niat.juga harus dilakukan secara berurutan di tempat-tempat yang telah ditetapkan[9].
7.Thawaf Ifaddah
Thawaf ini merupakan salah satu rukun haji. Di atas kita telah berbicara thawaf secara umum. Thawaf ifadhah waktunya bermula sejak malam 10 Dzulhijjah, tanpa ada batas waktu akhir.
B.HAJI HAKIKAT
______________
Ibadah haji mencerminkan kepulanganmu kepada Allah yang mutlak, yang tidak memiliki keterbatasan, dan yang tak diserupai oleh sesuatu apapun jua.
Pulang kepada Allah adalah sebuah gerakan menuju kesempurnaan, kebaikan, keindahan, kekuatan, pengetahuan, nilai, dan fakta-fakta.
Dengan melakukan perjalanan untuk menghampiri Allah Yang Maha Besar[10].
1.Pengertian
Haji tariqat adalah adanya kecenderungan hati ingin mengambil talqin dari Shahibut-talqin, selanjutnya melaksanakan dzikir dengan lisan serta menghayati maknanya.
Yang di maksud dzikir disini ialah mengucapkan kalimat Laa Ilaha Illallah dengan lisan, selanjutnya menghidupkan hati dengan brdzikir kepada Allah dalam batin, sehingga hatinya menjadi bersih[11].
2.Simbol-simbol dalam Ibadah Haji
Haji merupakan kumpulan yang sangat indah dari symbol-simbol keruhanian, yang mengantarkan seorang muslim “menghampiri” Allah.
Apabila melaksanakannya secara benar dan baik, maka ia memasuki lingkungan Ilahi.
1.Niat
Ibadah haji dimulai dengan niat melakukannya lillah sambil menanggalkan pakaian biasa dan mengenakan pakaian ihram. Niat meninggalkan rumah untuk menuju rumah umat manusia; meninggalkan hidup untuk memperoleh cinta; meninggalkan kesombongan untuk berserah diri kepada Allah; meninggalkan penghambaan untuk memperoleh kemedekaan; meninggalkan diskriminasi rasial untk mencapai persamaan, ketulusan, dan kebenaran; meninggalkan pakaian untuk bertelanjang; dan meninggalkan hidup sehari-hari untuk memperoleh kehidupan yang abadi.[12]
2.Miqat
Miqat merupakan titik awal dari sebuah perubahan dan revolusi. Disini sang actor (manusia) harus berganti pakaian. Mengapa demikian? Karena pakaian menutupi diri dan watak manusia. Pakaian melambangkan pola, preferensi, status, dan perbedaan-perbedaan tertentu. Umat manusia terpecah menjadi berbagai ras, nasion, kelas, kelompok dan keluargayang masing-masing memiliki status, nilai, nama, dan kehormatannya sendiri. Kini lepaskanlah pakaianmu dan tinggalkanlah di miqat. Kenakanlah kain kafan, sehelai kain yang sederhana.
Di miqat ini, apa pun ras dan sukumu, lepaskan semua pakaian yang engkau kenakan sehari-hari sebagai:
-Serigala (yang melambangkan kekejaman dan penindasan).
-Tikus (yang melambangkan kelicikan).
-Anjing (yang melambangkan tipu daya), atau
-Domba (yang melambangkan penghambaan kepada makhluk).
Tinggalkan semua itu di miqat dan berperanlah sebagai manusia yang sesungguhnya.
Begitu tulis Dr. Ali Syariati dalam buku Al-Hajj.[13]
3.Ka’bah
Ka’bah adalah sebuah bangunan persegi yang kosong.bangunan ini terbuat dari batu-batu hitam keras yang tersusun dengan cara yang sangat sederhana, sedang sebagai penutup celah-celahnya dipergunakan kapur putih.
Betapa indahnya Ka’bah yang kosong ini, kekosongan ini mengingatkanmu bahwa kehadianmu disini adalah untuk menunaikan ibadah haji yang sama sekali bukan tujuan terakhir. Kekosongan ini adalah sebagai petunjuk arah.
Ka’bah hanyalah tonggak sebagai penunjuk jalan.ka’bah adalah awal perjalanan menuju Allah , bukan akhir perjalanan di mana tak sesuatupun yang harus dilakukan lagi.[14]
Pertama-tama dengan menggunakan Asmaus-sifat (nama-nama sifat Allah) sehingga muncul Ka’bah sirri dengan cahaya sifat jamaliyah. Ka’bah dzahir di bersihkan bagi orang-orang yang bertawaf di kalangan makhluk, sedangkan Ka’bah hati di bersihkan untuk dipandang Allah. Oleh karena itu sudah selayaknya di bersihkan dari selain Allah.[15]
4.Tawaf
Thawaf bagaikan sebuah batu yang dikelilimgi air sungai yang membahana.
Ka’bah dikelilingi oleh lautan manusia yang berada di dalam keadan penuh haru.
Ia bagai matahari yang merupakan pusat dari sistem tata surya ini, dan manusia-manusia yang mengellinginya itu bak bintang-bintang yang beredar didalam orbitnya. Ka’bah melambangkan ketetapan (konstansi) dan keabadian Allah, sedang manusia-manusia yang berbondong-bondong bergerak mengelilinginya, melambangkan aktivitas dan transisi makhluk-makhluk ciptaan-Nya, aktivitas dan transisi yang terjadi secara terus menerus.[16]
Thawaf, merupakan suatu langkah fisik untuk mengelilingi Ka’bah melambangkan kegiatan manusia yang tiada henti.
Berpusat pada Ka’bah, melambangkan bahwa segala kegiatan hanya berpinsip kepada Allah semata-mata, tiada yang lain.
Berputar tujuh kali, melambangkan jumlah hari dalam satu minggu, atau suatu upaya yang tiada kenal henti untuk berjuang.
Namun perjuangan itu harus tetap berpusat pada prinsip, apa pun yang terjadi, Allah-lah pusat kekuatan prinsip kita.[17]
5.Hajar Aswad
Hajar Aswad adalah batu berbentuk telur berwarna hitam kemerah-merahan.
Ia di letakan di sudut sebelah timur bangunan Ka’bah.
Asal-muasal Hajar Aswad masih diperselisihkan oleh ulama, ada yang berkata, ia adalah batu dari surga: yang semula putih bersih, tetapi karena dosa manusia, ia menjadi hitam.
Ada juga yang berpendapat bahwa boleh jadi ia adalah meteor yang jatuh.
Hajar Aswad adalah lambang “tangan Tuhan”.
Lazimnya seseorang yang mengikat perjanjian dengan pihak lain, yang berjabat tangan dengan mitranya.
Ia mencium tangan mitranya jika ia mengagungkannya.
Perjanjian ini di kenal sebagai sumpah setia.[18]
Di batu inilah engkau mempunyai kesempatan untuk memilih.
Engkau harus memilih jalan, tujuan, dan masa depanmu.
Bersama-sama dengan orang banyak engkau harus menjabat tangan kanan Allah yang dijulurkanNya kepadamu jadi engkau harus bersumpah untuk menjadi sekutu Allah dan dengan berbuat demikian engkau pun terbebas dari setiap sumpah setia yang pernah engkau buat dengan pihak lain dimasa sebelumnya.
Jabatlah tangan Allah. Ia lebih kuat dari semua pihak yang telah memikat tanganmu di dalam sumpah-sumpah setia yang engkau ikrarkan di masa sebelumnya.[19]
6. Sa’i
Sa’i adalah sebuah pencarian.
Jadi ia adalah gerakan yang memiliki tujuan dan di gambarkan dengan gerakan berlari-lari serta bergegas-gegas.
Ketika melakukan sa’i engkau berperan sebagai Hajar, seorang budak perempuan dari Ethiopia yang hina dan menghamba kepada Sarah istri nabi Ibrahim as[20].
Melalui Sa’i, diperagakan pengalamannya mencari air untuk putranya Ismail.
Jiwanya penuh dengan rahmat dan kasih sayang ketika hilir mudik antara bukit Shafa dan Marwah.
Hatinya diliputi oleh harapan kepada pertolongan dalm usahanya itu. Seperti itulah hendaknya anda ketika melakukan Sa’i.
Mengharapkan bantuan ilahi serta rahmat dan kasih sayang-Nya kepada seluruh makhluk-Nya[21].
Sa’i adalah perjuangan fisik.
Sa’i berarti mengerahkan tenaga didalam pencarian air dan roti untuk menghilangkan lapar dan dahaga.
Siti Hajar ketika itu berlari bolak-balik dari shafa kemarwa untuk mencari air. Ia tidak hanya berlari satu kali lalu berhenti ketika ia tidak menemukan air yang diperlukannya. Ia kembali lagi, dan berupaya lagi.
Setelah sekian kali berupaya, barulah ia menemukan mata air yang dibutuhkannya itu, atas pertolongan Allah Yang Maha Memberi.
Ini melambangkan suatu persitensi (ketetapan hati) atau upaya tiada kenal lelah dan tiada kenal henti. Inilah yang disebut “meta kecakapan” di dalam haji, yaitu suatu kekuatan yang dilandasi prinsip yang tangguh.[22]
Nilai ridha Allah dalam kegiatan Sa’i, justru ketika sedang berjalan dan berlari, atau ketika berusaha.
Semua upaya dicata oleh Allah SWT sebagai ibadah kepada-Nya. Kewajiban manusia adakah berusaha tiada henti tanpa kenal putus asa. Allah yang akan memberikan air zam-zam, sebaai simbol berkah rezeki dan keselamatan[23].
Kalau thawaf menggambarkan larut dan meleburnya manusia dalam hadirat illahi, atau dalam istilah kaum sufi al-fana’ fillah, maka sa’i menggambarkanusaha manusia mencari hidup, yang dilakukan begitu selesai thawaf , agar melambangkan bahwa kehidupan dunia dan akhirat merupakan satu kesatuan dan keterpaduan[24].
7. Arafah
Di ‘Arafah, padang yang luas lagi gersang itu, seluruh jamaah melakukan wukuf (berhenti) sampai terbenam matahari.
Disanalah mereka seharusnya menemukan ma’rifah (pengetahuan)sejati tentang jati dirinya, akhir perjalanan hidupnya,serta disana pula ia seharusnya menyadari langkah-langkahnya selama ini, sekaligus menyadari pula betapa besar dan agung Tuhan yang kepada-Nya bersimbah seluruh makhluk. Kesdaran-kesadaran itulah yang mengantarkan seseorang di Padang ‘Arafah untuk menjadi arif (sadar) dan mengetahui. Apabila kearifan telah menghiasi seseorang, maka Anda akan menemukannya.
Wukuf inilah – menurut Rasul Saw.- yang merupakan inti ibadah haji dan hakikatnya.
Ketika anda singgah di ‘Arafah, apakah Anda telah singgah sebentaur dalam musyahadah (menyaksikan Tuhan dengan hati)?
Kalau tidak, maka anda beleum wukuf! Begitu kata orang arif.[25]
8. Mina
Persinggahan (wukuf) di mina adalah yang terlama dan terakhir kali. Persinggahan ini melambangkan harapan, aspirasi, idealism, dan cinta.
Cinta adalah tahap terakhir setelah tahap-tahap pengetahuan dan kesadaran[26].
Di Mina, yang arti harfiyahnya adalah tempat menumpahkan darah, atau Muna (tercapainya harapan), jamaah haji disamping melempar jumrah juga menyembelih binatang. Kini mereka sudah berada di medan pertempuran Mina.
Berjuta-juta pejuang kemerdekaan, yang kecuali kepada Allah tidak taat kepada siapa pun juga, membentuk barisan yan panjang untuk memerangi godaan dan rayuan setan.
Setan adalah nama yang paling popular diantara nam-nama si perayu kepada kejahatan.
Setan itu jauh dari rahmat Allah. Manusia harus berlindung kepada Allah, dan menyadari kelemahannya sebagai makhluk, agar ia dapat selamat dari godaan dan rayuannya. Itu sebabnya dalam berjihad ketika kita melempar jumrah di mina, kita dianjurkan untuk menyebut atau memekiken kalimat takbir Allahu Akbar[27].
Makna inilah yang seharusnya tergambar ketika melontar jumroh. Karena pelontaran adalah lambing dari permusuhan kita terhadap setan, sekaligus tekad kkita untuk melawannya.
Di mina juga dilakukan penyembelihan binatang kurban.
Dalam diri manusia ada ayng dinamakan nafsu bahimiyah (nafsu hewani) yang mendorong manusia kepada pemenuhan syahwat kebinatangan, seperti rakus, tidak pernah puas, ingin menang sendiri, dengki dan sebagainya. Dorongannafsu bahimmiyah (kebinatangan) ini harus dikikis dari jiwa manusia.
Itulah sebabnya ia dilambangkan dengan menyembeih binatang.. karena, nafsu sering berkoalisi dengan setan atau digunakanuntuk menjerumuskan manusia[28].
9. Tahallul
Selanjutnya menggunting rambut atau bercukur, atau menggundulnya.
Ini merupakan tahap terakhir pelaksanaan ibadah haji.
Ibadah ini, dijadikan lambing keamanan dan kedamaian.
Rambut biasanya hitam itu, di ibaratkan sebagai dosa-doasa yang telah dilakuka manusia.
Mencukurnya, ibarat menanggalkan dosa-dosa itu dari diri yang bersangkutan.
Karena itu semakin banyak yang dicukur semakin baik[29].
Demikian, ibadah haji merupakan simbol-simbol yang harus dihayati, bukan sekedar kegiatan dan gerak-gerak tanpa makna. Kegiatan dan gerak tersebut pelu dilakukan dengan tata cara yang benar, sesuai ketentuan yang diajarkan.
Tanpa kesesuaian dengan ketentuan-Nya, maka ibadah tersebut tidak berarti di sisi-Nya.
Wallahu a’lam.
[1] Sayid sabiq, Fikih Sunah jld. 5, hlm.31.
[2] M. Quraish shihab, HAJI bersama M. Qurais shihab panduan praktis menuju haji mabrur, hlm. 83.
[3] Syeikh Abdul Qadir al-Jailani, Sirrul Asrar. Trjmh. K.H. Zezen Zaenal Abidin, hlm. 133-134.
[4] M. Quraish Shihab, opcit. Hlm.161
[5] Sayid Sabiq, opcit. Hlm. 161
[6] Opcit. M. Quraish Shihab, hlm.173
[7] Ibid. hlm. 175.
[8] Opcit. Sayid Sabiq, hlm. 218
[9] Opcit. M. Quraish Shihab, hlm. 183
[10] Ali shariati, hajj, trjmhn. Hlm. 8
[11] As-syeikh Abdul Qadir Jaelani, sirrul asrar, trjmhn, hlm. 134
[12] Opcit. Ali sariati, hlm. 16
[13] Ibid. hlm. 12
[14] Ibid. hlm.28
[15] Opcit. As-syeikh Abdul Qadir Jaelani, hlm 135
[16] 0pcit. Ali syariati, hlm. 31
[17] Ary Ginanjar Agustian, ESQ, hlm. 268
[18] Opcit. M. Quraish Shihab, hlm.112
[19] Opcit. Ali Syariati, hlm. 36
[20] Ibid. hlm. 46
[21] Opcit. M. Quraish Shihab, hlm. 114
[22] Opcit. Ary ginanjar agustian, hlm. 271
[23] Ibid.
[24] Opcit. M. Quraish Shihab, hlm 116
[25] Ibid. hlm. 117-118
[26] Opcit. Ali Syariati, hlm.87
[27] Opcit, M.Quraish Shihab, hlm. 120
[28] Ibid. hlm. 122-123
[29] Ibid. hlm. 124
Tidak ada komentar:
Posting Komentar