Tertidur Pas Idul Adha, Bolehkah Melakukan Shalat Id pada Hari Tasyrik dan shalat idul fitri ditanggal dua syawal.
Sudah maklum bahwa shalat Idul Adha dilaksanakan pada hari Idul Adha, yaitu pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Namun bagaimana jika shalat Idul Adha dilaksanakan pada hari-hari Tasyrik, terutama bagi orang yang tidak sempat melaksanakan shalat Id pada tanggal 10, apakah boleh shalat id pada hari tasyrik?
Menurut sebagian ulama, melaksanakan shalat Id pada hari Tasyrik, yaitu pada tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah, hukumnya boleh.
Shalat Idul Adha yang dilaksanakan pada hari Tasyrik tersebut tetap disebut sebagai ada’, bukan qadha’, baik melakukan shalat Idul Adha pada hari Tasyrik tersebut karena ada udzur atau tidak.
Hal ini karena hari Tasyrik masih dihitung sebagai hari nahr atau hari kurban. Sebagaimana berkurban boleh dilakukan pada hari Tasyrik, maka boleh juga melaksanakan shalat Idul Adha di hari Tasyrik.
Hanya saja meski boleh melaksanakan shalat Idul Adha di hari Tasyrik, namun jika hal itu dilakukan tanpa ada udzur, maka hukumnya makruh.
Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah berikut;
صَلاَةُ عِيدِ الأْضْحَى تَكُونُ فِي الْيَوْمِ الأْوَّل مِنْ أَيَّامِ النَّحْرِ، فَإِذَا تُرِكَتْ فِي الْيَوْمِ الأْوَّل، فَإِنَّهُ يَجُوزُ أَنْ تُصَلَّى فِي الْيَوْمِ الأْوَّل وَالثَّانِي مِنْ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ، وَهُمَا الثَّانِي وَالثَّالِثُ مِنْ أَيَّامِ النَّحْرِ، وَسَوَاءٌ أَتُرِكَتْ بِعُذْرٍ أَمْ بِغَيْرِ عُذْرٍ، إِلاَّ أَنَّهَا إِذَا تُرِكَتْ بِغَيْرِ عُذْرٍ فَإِنَّ ذَلِكَ مَكْرُوهٌ، وَتَلْحَقُهُمُ الإْسَاءَةُ، وَتَكُونُ أَدَاءً فِي هَذِهِ الأْيَّامِ، وَإِنَّمَا جَازَ الأْدَاءُ فِي هَذِهِ الأْيَّامِ اسْتِدْلاَلاً بِالأْضْحِيَّةِ، فَإِنَّهَا جَائِزَةٌ فِي الْيَوْمِ الثَّانِي وَالثَّالِثِ، فَكَذَا صَلاَةُ الْعِيدِ
Shalat Idul Adha dilaksanakan pada hari pertama hari-hari nahr.
Jika shalat Idul Adha tidak dilaksanakan pada hari pertama, maka ia boleh dilaksanakan pada hari pertama dan kedua hari-hari Tasyrik, yaitu hari kedua dan hari kedua dari ayyamun nahr.
Baik ditinggalkan karena ada udzur atau tanpa udzur.
Hanya saja, jika ditinggalkan tanpa ada udzur, maka hal itu makruh dan tidak baik.
Shalat Idul Adha di hari-hari nahr ini (tanggal 10, 11 dan 12 Dzulhijjah), disebut shalat ada’.
Kebolehan melaksanakan shalat Idul Adha pada hari-hari nahr ini karena disamakan dengan kurban.
Kurban boleh dilaksanakan pada hari kedua dan ketiga di ayyamun nahr, begitu juga dengan shalat Idul Adha.
________________________________________
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online yang terhormat, beberapa waktu lalu saya terjebak macet di tol sehingga tidak bisa menunaikan shalat Id. Padahal shalat Id adalah shalat yang dilakukan hanya sekali dalam setahun. Saya benar-benar merasa kecewa.
Yang ingin saya tanyakan adalah bagimana hukumnya kalau saya mengqadha` shalat tersebut? Mohon penjelasannya, dan saya ucapkan terima kasih. Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Hasyim/Tegal)
Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Kemacetan memang acapkali membuat kita stres dan kecewa. Apalagi jika itu terjadi di luar prediksi kita sehingga menyebabkan gagalnya beberapa hal yang telah direncanakan seperti tidak bisa ikut menjalankan shalat Id. Karena itu dibutuhkan kesabaran extra dalam menghadapinya.
Setidaknya ada dua situasi tertinggal shalat Id. Bisa jadi kita tertinggal shalat Id tetapi matahari belum tergelincir, atau tertinggal dan matahari sudah tergelincir. Dua situasi ini memiliki konsekuensi perlakuan hukum yang berbeda.
Dalam situasi pertama, yaitu ketika seseorang tertinggal shalat Id tetapi matahari belum tergelincir, maka ia tidak perlu melakukan qadha` shalat Id. Sebab, pada situasi seperti ini ia masih berada dalam waktu shalat Id. Karena memang batas akhirnya adalah sampai tergelincirnya matahari. Maka tindakan yang sebaiknya diambil adalah dengan melakukan shalat Id sendiri secara ada` (bukan qadha`).
وَاتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشَّافِعِيُّ وَاْلَاصْحَابِ عَلَي أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ تَعْجِيلُ صَلَاةِ الْاَضْحَى وَتَأْخِيُر صَلَاةِ الْفِطْرِ لِمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ فَاِنْ فَاَتْتهُ صَلَاةُ الْعِيدِ مَعَ الْاِمَامِ صَلَّاهَا وَحْدَهُ وَكَانَتْ اَدَاءً مَا لَمْ تَزُلِ الشَّمْسُ يَوْمَ الْعِيدِ
Artinya, “Pendapat Imam Syafi’i dan para pengikutnya sepakat bahwa disunahkan menyegerakan shalat Idul Adha dan mengakhirinya shalat Idul Fitri sebagaimana yang dikemukakan penulis kitab Al-Muhadzdzab (Abu Ishaq Asy-Syirazi). Karenanya, jika shalat Id beserta imam telah meninggalkankan seseorang, (sebaiknya) ia melakukan shalat sendiri, dan shalat tersebut adalah shalat ada` (bukan qadha`). Namun hal ini sepanjang matahari belum tergelincir pada hari Id,” (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, Jeddah, Maktabah Al-Irsyad, juz VII, halaman 7).
Lantas bagaimana jika ketertinggalan tersebut setelah tergelincirnya matahari, yang berarti telah habis waktunya shalat Id. Apakah seseorang yang tertinggal—misalnya karena terjebak macet sebagaimana pertanyaan di atas—dianjurkan atau disunahkan untuk melakukan qadha` shalat Id?
Terjadi “gegeran” para ulama dalam soal qadha` shalat Id. Ada yang menyatakan tidak perlu mengqadha` seperti imam Abu Hanifah. Namun ada yang menyatakan disunahkan untuk mengqadha`. Menurut Muhyiddin Syarf An-Nawawi yang paling sahih adalah pendapat yang menyatakan bahwa sunah untuk mengqadha`nya.
وَاَمَّا مَنْ لَمْ يُصَلِّ حَتَّى زَالَتِ الشَّمْسُ فَقَدْ فَاتَتْهُ وَهَلْ يُسْتَحَبُّ قَضَاؤُهَا فِيهِ القَوْلَانِ السَّابِقَانِ فِي بَابِ صَلَاةِ التَّطَوُّعِ فِي قَضَاءِ النَّوَافِلِ (أَصَحُّهُمَا) يُسْتَحَبُّ وَقَالَ أَبُو حَنِيفَةَ إِذَا فَاتَتْهُ مَعَ الْاِمَامِ لَمْ يَأْتِ بِهَا أَصْلًا
Artinya, “Adapun seseorang yang tidak shalat Id sampai tergelincirnya matahari, maka ia telah tertinggal. Pertanyaannya adalah apakah disunahkan untuk mengqadha`? Dalam hal ini setidaknya ada dua pendapat sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab shalat sunah tentang qadha` shalat sunah. Pendapat yang paling sahih adalah pendapat yang menyatakan disunahkan untuk mengqadha`. Sedang menurut Imam Abu Hanifah, jika shalat Id beserta imam meninggalkan seseorang, maka ia sama sekali tidak perlu melakukan shalat Id,” (Lihat Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz VII, halaman 7).
Jika penjelasan singkat ini ditarik dalam konteks pertanyaan di atas, maka jawaban atas pertanyaan ini bahwa menurut pendapat yang lebih sahih adalah sunah hukumnya mengqadha` shalat Id yang tertinggal.
Namun jika tertinggalnya itu masih dalam waktu shalat Id atau sebelum matahari tergelincir, maka tidak perlu melakukan qadha` shalat Id. Karena ia masih dalam waktu shalat Id, tetapi sebaiknya tetap melakukan shalat Id sendiri secara ada`.
Sebagaimana dimaklum, sebelum matahari tergelincir adalah rentangan waktu sebelum masuknya waktu Zhuhur. Shalat Id sendiri dapat dilakukan tanpa khotbah setelahnya.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik dan bermanfaat. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar