Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Selasa, 02 Oktober 2018

Wali Muhakkam

ENGERTIAN WALI MUHAKKAM
(MENGANGKAT SESEORANG SEBAGAI WALI HAKIM BAGI DIRINYA)

Wali Muhakkam dapat diberlakukan jika seorang wanita yang ingin menikah tidak memiliki wali sama sekali atau dia tinggal disatu tempat yang tidak memiliki aktifitas pemerintahan, demikian juga jika ia tidak memungkinkan untuk menjangkau wali hakim karena kediamannya sangat terpencil.
Berkata iamam al-Qurthubi:

Dan apabila keberadaan seorang wanita tinggal disatu tempat yang tidak memiliki penguasa dan tidak memiliki wali sama sekali, maka ketika itu ia boleh menyerahkan perwaliannya kepada orang yang ia percayai dari tetangganya untuk menikahkannya. (Fiqh al-Sunnah 2/3 juz 6,7,8,9,10 hal: 120 merujuk kepada al-Jami’ Li Ahkam al-Quran hal 79 juz 3, Sayyid Sabiq).
           
Demikian juga mazdhab Imam Malik Rahimahullah Ta’ala : Wanita yang lemah tidak memiliki wali tidak memungkinkan untuk menemui Qadi Sultan atau Wali Hakim maka yang bertindak sebagai walinya adalah orang-orang Islam lainnya.
           
Dan berkata Imam Syafi’i Rahimahullahu Ta’ala : “Apabila ada seoarang wanita dalam satu perjalanan jauh (seperti berada di atas kapal laut bersama penumpang lainnya) dia tidak memiliki wali dan tidak ada Qadi Sultan atau Wali Hakim maka ia boleh  mengangkat seorang laki-laki sebagai walinya untuk menikahkannya, sebab keadaan itu termasuk dalam pengertian tahkim atau muhakkam yang menempati posisi wali hakim. (Fiqh al-Sunnah 2/3 juz 6,7,8,9,10 hal: 120-121, Sayyid Sabiq).
           
Para ulama fiqh telah mengurutkan hak perwalian sesuai urutannya, jika urutan tersebut dilanggar maka nikahnya tidak sah, dan wali muhakkam berada pada urutan terakhir sesudah wali hakim atau wali sultan. Al-Allamah syekh Zainuddin Bin Abdul Aziz al-Milibari dalam kitabnya Fathul Muin Bi Syarhi Qurrot al-‘Ain  hal: 104. Urutannya berpindah kepada wali hakim sebagai berikut :

1.Jika semua wali nasab dan ashobah tidak ada, atau walinya gaib, jauh dan sulit untuk dijangkau (disini perlu kajian dengan dikaitkannya dengan sulit untuk dijangkau, sekarang sudah banyak kemudahan walaupun sudah melewati jarak dua marhalah, maka jika jarak tempuh yang sangat jauh sekarang sudah mudah diakses maka illat jarak dua marhalah dapat diabaikan, sebagai tindakan prefentif  illat dua marhalah dapat diabaikan, agar tidak sesuka wali hakim mengarahkan pernikahan kepada wali hakim apabila walinya berada pada jarak dua marhalah),

2.Ada wali nasab tinggal di satu tempat namun tidak mungkin hadir seperti ada ancaman terhadap dirinya walaupun jaraknya dekat,

3.Wali hilang dan tidak jelas apakah masih hidup atau tidak, dan pada saat itu tidak ada wali nasab lainnya sama sekali,

4.Terjadi adhol, walinya enggan untuk menikahkannya,

5.Jika urutan sebelumnya tidak ada maka pindah kepada wali hakim,

6.Jatuh kepada wali muhakkam jika wali hakim tidak ada sama sekali.
          
Kejadian yang mungkin terjadi seperti yang disebutkan Imam Qurthubi, Imam Malik dan Imam Syafi’i sulit dikatakan terjadi dizaman sekarang ini, dan itu bersifat kasuistik, apalagi masyarakat yang tinggal di perkotaan seperti kota kisaran atau Kabupaten Asahan tidak ada lagi namanya wali muhakkam dikarenakan wali hakim sudah tersedia dengan mudah dan semua orang tau kedudukannya. Jika wali muhakkam sangat sulit terwujud maka lebih tidak memungkinkan seseorang menganggap atau mengangkat dirinya sebagai wali hakim.
Tindakan mengangkat dirinya sebagai wali hakam dalam kondisi sekarang merupakan tindakan illegal secara syar’i dan wajib menghentikannya. Apabila ia bertindak sebagai wali maka pernikahan itu bathil dan tidak sah sama sekali dan dianggap sebagai kejahatan yang sangat membahayakan bagi agama dan umat.
           
Berkata Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Bin Muhammad al-Husni al-Dimasyqi al-Syafi’I : “Inilah urutan yang telah kami sebutkan tentang para wali, jika ada urutan yang lebih dekat maka wali yang lebih jauh tidak boleh menikahkan, karena wali yang lebih dekat menempati ashobah pada warisan, maka jika seseorang menikahkan menyalahi urutan dan tertib wali tersebut, maka nikahnya tidak sah”. (Kifayat al-Akhyar fi Halli Ghoyat al-Ikhtishor hal: 477-478.

الله اعلم با الصواب.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar