Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Kamis, 24 Juni 2021

Hukum menikah orang zina

Hukum menikah orang zina

Selama ini banyak terjadi remaja yang hamil di luar nikah kemudian langsung dinikahkan hanya untuk menutupi aibnya. Dan yang mengenaskan lagi, laki-laki yang dinikahinya bukanlah orang yang menghamilinya. Ujar dirinya dengan tatapan mata yang serius.

Saya pun mencoba menjawabnya, dan tentunya jawaban yang saya tuturkan ini berasal dari beberapa literatur yang pernah saya baca. Memang pergaulan di kalangan remaja dan anak muda sekarang sudah sangat mengkhawatirkan. Tidak sedikit di antara mereka yang terjebak dalam pergaulan bebas. Tidak heran jika banyak remaja yang masih usia belia telah menikah disebabkan hamil duluan hasil dari perbuatan zina.

Ada dua hal yang sepertinya perlu dijawab, yaitu bagaimana status hukum seorang laki-laki menikahi wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain dan hukum wanita hamil yang dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah.

Dalam menjawab persoalan kedua status hukum tersebut ini, saya mengutip pendapat Ahmad Sarwat dari dalam laman website Rumah Fiqih. Menurutnya terdapat beberapa pendapat, di antaranya:

Pertama Pendapat Imam Abu Hanifah yang menjelaskan bahwa bila yang menikahi wanita hamil itu adalah laki-laki yang menghamilinya, hukumnya boleh. Sedangkan kalau yang menikahinya itu bukan laki-laki yang menghamilinya, maka laki-laki itu tidak boleh menggaulinya hingga melahirkan.

Kedua Pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal yang mengatakan laki-laki yang tidak menghamili tidak boleh menikahi wanita yang hamil, kecuali setelah wanita hamil itu melahirkan dan telah habis masa 'iddahnya.

Imam Ahmad menambahkan satu syarat lagi, yaitu wanita tersebut harus sudah bertobat dari dosa zinanya. Jika belum bertobat dari dosa zina, maka dia masih belum boleh menikah dengan siapa pun. Demikian disebutkan di dalam kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab karya Al-Imam An-Nawawi, jus XVI halaman 253.

Ketiga Pendapat Imam Asy-Syafi'i yang menerangkan bahwa baik laki-laki yang menghamili ataupun yang tidak menghamili, dibolehkan menikahinya. Sebagaimana tercantum di dalam kitab Al-Muhazzab karya Abu Ishaq Asy-Syairazi juz II halaman 43.

Adapun dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dengan instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan Keputusan Menteri Agama RI Nomor 154 Tahun 1991 telah disebutkan hal-hal berikut :

Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.
Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih duhulu kelahiran anaknya.
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Semua pendapat yang menghalalkan wanita hamil di luar nikah dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya, berangkat dari beberapa nash berikut, Dari Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda: “Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal”. (HR Tabarany dan Daruquthuny).

Juga dengan hadits berikut, Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW, isteriku ini seorang yang suka berzina. Beliau menjawab: “Ceraikan dia.” “Tapi aku takut memberatkan diriku”. “Kalau begitu mut`ahilah dia”. (HR Abu Daud dan An-Nasa`i)

Adapun pendapat yang mengharamkan seorang laki-laki menikahi seorang wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain. Karena hal itu akan mengakibatkan rancunya nasab anak tersebut.

Dalilnya adalah beberapa nash berikut, Nabi SAW bersabda: "Janganlah disetubuhi (dikawini) seorang wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan." (HR Abu Daud dan dishahihkan oleh Al-Hakim). Juga dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda: "Tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk menyiramkan airnya pada tanaman orang lain." (HR Abu Daud dan Tirmizy).

Jadi kesimpulannya, jika seorang laki-laki menikahi wanita yang sedang mengandung anak dari orang lain, hukumnya haram (menurut Imam Malik dan Imam Ahmad). Adapun bila wanita yang hamil itu dinikahi oleh laki-laki yang menghamilinya di luar nikah, maka hukumnya boleh. Sedangkan jika mengacu pada Kompilasi Hukum Islam, seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.

Begitulah kira-kira jawaban yang saya ketahui. Dan tentunya sekali lagi berdasarkan dari beberapa literatur yang saya baca, mudah-mudahan saja dapat dipahami. Ungkap saya kepada si dia. Akhirnya diapun mengangguk tanda mengerti.
Wallahu a’lam bishshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar