Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Rabu, 18 Januari 2017

Bermadzhab

MENGAPA KITA HARUS BERMADZHAB Alkisah suatu ketika ada seorang sahabat bertanya pada Nabi SAW Shbt: "Wahai Nabi,anda adalah manusia biasa.&suatu ketika akan wafat.maka kalu anda wafat,siapa yg harus kami ikuti?" Nabi: "bukankah masih ada Abu Bakar & Umar?" Shbt: "mereka jg mnusia,yg psti akan wafat jg.kalau mrk wafat,pd siapa lg kmi harus mngkti?" Nabi: "bknkah sahabatq banyak?mrka smua sprti Bintang,ikutilah mrka mka km akan mndpt ptunjuk" shbt: "lalu kalau mrk smua mnnggal,pd siapa lg?" Nabi: "Al 'ulama warotsatul anbiya'.para ulama itu adalah pewaris para Nabi" lalu stlh Nabi wafat,mulailah para ulama dr golongan sahabat&kurun setelahnya berijtihat dg menggali hukum dri Alqur'an & Hadits.namun tdk smbrng orang boleh berijtihad.ad syarat2 tertentu yg hrs dpenuhi bg sseorang sblm dperbolehkan untuk menggali hukum dg menafsiri Alqur'an&Hadits.diantaranya, Hafal Alqur'an+tafsirnya,Hafal minim ratusan ribu Hadits beserta sanad2nya,mngtahui mana2 yg Nashih/Manshuh,mampu mnciptakan Kaidah ushul fiqh sndiri sbg metode untk mengistinbathkan (menggali) hukum,menguasai Gramatika&sastra Arab,mengetahui mana2 hukum yg tlh diijma'kan para ulama pendhulunya,dan msh bnyk syrat2 lainya.sdng bg mrk yg blm mmnuhi syarat2 sbg mujtahid maka dwjibkan bginya untuk taqlid. Pd kurun2 awal Madzahibil fiqhiyyah sbnrnya tdk trbts pd madzahibil arba'ah sj sperti yg qta kenal skrng ini.smnjak jaman sahabat tlh banyak brmunculan madzhab2 Fiqh,sperti Madzhab Ibnu abbas,Mu'adz bin jabal,ibnu umar dll Hal ini berlanjut smpai pd kurun Tabi'it tabi'iin dan strsnya.namun untuk kurun2 slanjutnya (th 400 H keatas) kecenderungan berijtihad mnmpakan gejala2 kelesuan.hal ini dsbabkan smakin langkanya Ulama yg mmpunyai kapasitas keilmuan yg mutafannin (mumpuni) yg mmnuhi syarat sbgai mujtahid.dg sndrinya taqlid mnjd kcenderungan baru bg masa selanjutnya. Pd kurun ini,sejarah masih mencatat sebelas Madzhab yg masih mempunyai pengaruh kuat,yaitu Hanafiy,Malikiy,Syafi'iy,Hanbaliy,Sufyan ats-tsauri,Sufyan bin Uyainah,Allaits bin sa'ad,Ishaq bin Jarir,Daud Ad dhohiri,Ja'far shodiq dan Al-auza'iy. Namun smkin berjalanya waktu satu persatu dari madzhab2 tersbut dpaksa untuk takluk dbawah usia zaman yg smkin modern.pengikut&pendukung madzhab2 trsbut mengalami pasang surut mngkuti seleksi zaman yg smkin ketat.kmdian untuk kurun2 berikutnya hanya madzhab 4 saja yg msh Eksis hingga saat ini.dtambah lg para ulama mensyaratkan madzhab yg boleh diikuti hanya madzhab2 yg Mudawwan (didokumentasikan) sj. Hal ini karna pemahaman2 yg berkembang dikhawatirkan sdh tdk asli lagi sbgai produk madzhab.smentara itu kecurigaan terhadap kejujuran intelektual memang sangat diperlukan untuk memilih&memilah riwayat2 madzhab yg beragam.pda akhirnya para ulama mutaakhirin lbh memprtajm fenomenologi diatas dg pernyatn bhw Almadzahib Al-arba'ah (Hanafi,Maliki,Syafi'iy,Hanbaliy) sj yg blh diikuti,cz realita sejarah telah mmbktikan hanya madzhab 4 saja yg mmpnyai rujukan berupa Al-Kutub Almudawwanah (dokumentasi madzhab) Mengapa kita harus bermazhab dari salah satu yang empat? Berbicara mengenai taklid kepada salah satu madzhab yang empat berarti kita berbicara mengenai bagian yang sangat urgen. Sebab, bagaimanapun “bermakmum” kepada salah satu mujtahid merupakan kebutuhan yang tidak bisa dihindari oleh siapa saja yang masih belum memiliki otoritas untuk berijtihad. Pola hubungan mujtahid-muqallid dianggap penting untuk mengantarkan proses hubungan vertikal yang lurus dan benar antara hamba dengan Tuhannya, atau hubungan horizontal yang teratur antara hamba dengan sesamanya. ”Man qallada ‘âliman laqiya Allâha sâliman”, barang siapa mengikuti orang alim maka ia akan berjumpa dengan Allah dalam keadaan selamat. Lalu apa yang menjadi dalil akan keharusan kita untuk bertaklid? Allah berfirman dalam al-Qur’an: فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (الأنبياء [21]: 7) Maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui. (QS. Al-Anbiya’ [21]: 7) Ayat ini menegaskan bahwa bagi siapa saja yang tidak tahu tentang sesuatu maka bertanyalah kepada orang yang membidanginya. Lebih tegas lagi dijelaskan dalam ayat berikut: وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ (النساء [4]: 83) Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang yang ingin mengetehui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka. (QS. an-Nisa’ [4]: 83). Menurut para ulama, ayat ini menegaskan bahwa orang yang bisa melakukan istinbath (menggali hukum dari sumbernya) hanyalah orang yang memiliki keahlian berijtihad. Sementara sejarah berbicara bahwa pada masa kini sudah tidak ditemukan seorangpun yang mencapai posisi mujtahid. Bahkan Ibnu Hajar menegaskan, bahwa setelah priode asy-Syafi’i tidak pernah ditemukan lagi seorang mujtahid muthlaq atau mujtahid mustaqil. *** Sebenarnya, madzhab yang boleh diikuti tidak terbatas pada empat saja. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Sayyid Alawi bin Ahmad as-Seggaf dalam Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah:”Sebenarnya yang boleh diikuti itu tidak hanya terbatas pada empat madzhab saja. Bahkan masih banyak madzhab ulama (selain madzhab empat) yang boleh diikuti, seperti madzhab Sufyan ats-Tsauri, Sufyan bin ‘Uyainah, Ishaq bin Rahawaih, Daud azh-Zhahiri dan al-Auza’i (Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah, hlm 59). Namun mengapa yang diakui serta diamalkan oleh golongan Ahlussunnah wal-jamaah hanya empat madzhab saja? Sebenarnya, yang menjadi salah satu faktor adalah tidak lepas dari murid beliau-beliau yang kreatif, yang membukukan pendapat-pendapat imam mereka sehingga semua pendapat imam tersebut dapat terkodifikasi dengan baik, akhirnya validitas dari pendapat-pendapat tersebut tidak diragukan lagi. Di samping itu, madzahibul arba’ah ini telah teruji keshalihannya sepanjang sejarah, sebab memiliki metode istinbat yang jelas dan sistematis, sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sebagaimana masih ditegaskan oleh Sayyid ‘Alawi bin Ahmad as-Seggaf dalam Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah: “Sekelompok ulama dari kalangan ashhab kita (ashhâbina) mengatakan bahwa tidak diperbolehkan bertaklid kepada selalin madzhab yang empat, karena selain yang empat itu jalur periwayatannyatidak valid, sebab tidak ada sanad (mata rantai) yang bisa mencegah dari kemungkinan adanya penyisipan dan perubahan. Berbeda dengan madzhab yang empat. Para tokohnya telah mengerahkan kemampuannya untuk meneliti setiap pendapat serta menjelaskan setiap sesuatu yang memang pernah diucapkan oleh mujtahindnya atau yang tidak pernah dikatakan, sehingga para pengikutnya merasa aman dari terjadinya perubahan, distorsi pemahaman, serta meraka juga mengetahui pandapat yang shahih dan yang lemah.” (Majmu’ah Sab’ah Kutub Mufidah, hlm 59) Jadi kesimpulannya, kita tidak diperbolehkan melakukan ijtihad sendiri, sebab kita tidak mempunyai bekal yang memadai untuk sampai pada tingkatan itu, kendati pintu ijtihad masih terbuka selebar-lebarnya. Dan yang boleh diikuti pada saat ini madzhab yang empat, sebab madzhab di luar madzhab yang empat tidak mudawwan (terkodifikasi), dan mata rantai periwayatannya telah terput

Tidak ada komentar:

Posting Komentar