SEKELUMIT PERJALANAN UMRAH
Madinah dengan masjid nabawi dan makkah dengan masjidulharam akan senantiasa memberikan rasa rindu untuk kita selalu pergi kesana, mengingat Allah swt dengan Haji dan Umrah ikhlas hanya untukNya, mengikut sunnah RasulNya. Apabila menghadirkan diri ke dalam Masjidil Haram, airmata akan terus melimpahi kelopak mata, terkena panah kerinduan kepadaNya, dan rasa penyesalan terhadap dosa, serta merendahkan diri kepada Allah swt.
Di masjidul haram, kita akan senantiasa melihat banyaknya manusia bertafakur, beribadah dan menangis merendahkan diri dan meminta kepada Allah swt. Ya Allah, berilah kami hidayahMu.....ampunkanlah dosa-dosa kami.....berikanlah kami ridhaMu...syurgaMu, dan kami berlindung kepadaMu dari kemarahanMu dan nerakaMU.
Memahami Hakikat..
Perbedaan antara Makkah yang didalamnya ada masjidul haram dan Madinah yang didalamnya ada masjid Nabawi dengan tempat-tempat lain adalah terletak kepada rahmat dan karuniaNya. Banyak hadis-hadis yang menyampaikan tentang fadhilah beribadah di masjid Nabawi dan Masjid haram berbanding masjid-masjid lain. Begitu juga hadis yang mengatakan bahwa Dajjal tidak akan dapat memasuki kota Makkah dan Madinah dll.
Pembahasan disini saya ingin menyampaikan untuk kita bisa membedakan bahwa kita bukan membesarkan Madinah dan Makkah, tetapi tetap membesarkan Allah swt yang menjadikan Makkah dan Madinah. Kita hanya mengagumi kelebihan Makkah dan Madinah berbanding tempat-tempat lain yang Allah sendiri telah tentukan. Tidak ada sekutu bagi Allah, baik itu di Makkah dan Madinah atau di tempat selain dari padanya. Dimana saja kita berada, kita tetap mentauhidkan Allah swt dengan mengamalkan sunnah rasulNya.
Kita tidak menyembah Makkah atau Kaabah, tetapi datang kerana di sini dilimpahi rahmat dan kurniaanNya. Cara berfikir seperti ini wajib difahami agar seorang hamba tidak tersalah. Jangan sampai ada seseorang membesarkan tempat,seseorang atau waktu tertentu, terlupa bahawa kesemua itu hendaklah dikembalikan kepada Allah, bukan kepada makhluk.
Kita dapat merujuk kepada apa yang di ucapkan Umar Bin Khattab saat beliau hendak mencium hajar aswad, bagaimana kita dapat mengambil pelajaran bahwa kita harus membedakan antara mengagungkan hajar aswad atau sunnah Nabi Muhammad saw. Sebab itu Saidina Umar bin al-Khattab apabila hendak mencium Hajarul Aswad berkata:
“Sesungguhnya aku mengetahui, engkau hanyalah batu yang tidak memberi manfaat dan mudarat. Jika tidak kerana aku melihat Rasulullah menciummu, nescaya aku tidak akan menciummu” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Pelajaran ini sepatutnya ada pada proses belajar dan mengajar dalam dunia pendidikan, khususnya pada pengajian agama. Kita sepatutnya mengatakan : “ Saya mengikuti pendapatmu wahai guruku atau masyaikhku karena pendapatmu merujuk kepada dalil yang tidak bertentangan dengan sunnah nabiku ( Nabi Muhammad saw ), dan saya tidak mengikuti pendapatmu karena dalil dan hujahmu bertentangan dengan sunnah nabiku.”
Malangnya pada situasi hari ini, banyak golongan pelajar masih lagi fanatik buta kepada guru dan masayaikhnya tanpa mengkaji dalil-dalil ucapannya, sehingga mereka terjebak kepada mengikuti guru/ masyaikh dari pada harus mengikuti nabi saw dan para sahabatnya. Mereka terjebak kepada membesarkan guru/ masyaikh dari pada harus membesarkan Allah swt dan mengikuti sunnah NabiNya.
Akidah
Pemahaman akidah sebelum menunaikan umrah dan haji sangat diperlukan, kalau tidak maka semua yang dia korbankan akan sia-sia saja di hadapan Allah, baik itu pengorbanan harta, tenaga dll. Mentauhidkan Allah swt maknanya melakukan sunnah NabiNya ikhlas karena Allah saja. Melakukan ikhlas karena Allah maknanya tidak mengamalkan amalan syirik dan kufur yang dibenciNya.
Sebagai contoh amalan syirik dan amalan-amalan yang boleh membatalkan iman serta menghapuskan pahala kebaikan ialah masih terdapat diantara jamaah haji dan umrah yang datang ke Makkah dan Madinah dengan membawa azimat/ tangkal agar dengannya ia selamat di perjalanan, memberi makan burung di sekitar masjidil haram untuk mendapatkan berkah, mengusap kiswah ka’bah dengan kain untuk dijadikan tangkal, pergi haji dan umrah tetapi masih lagi yakin dan percaya kepada dukun untuk menjauhkan diri dari mudharat dan musibah, pergi ke Makkah dengan membawa bendera fanatisme kepada golongan, partai dan mazhab, berkerja sama dengan orang kafir untuk memusuhi saudara seiman demi kepentingan dunia, masih mengekalkan sifat ingin dan suka menzalimi sesama, memfitnah sesama, mencaci maki sesama dan lain sebagainya.
Demikian amalan-amalan diatas yang wajid dijauhi oleh sesiapa yang ingin menjejakkan kaki ke bumi suci ini agar terpelihara ketulusan tauhid. Kita bukan hanya dididik untuk mengamalkan sunnah dalam haji dan umrah secara zahir, tetapi kita juga mentarbiyah hati kita untuk bersih dari amalan yang dibenci Allah dan rasulNya.
Betapa ramai orang yang pergi ke Makkah dan Madinah, tetapi adakah seramai itu yang pergi dengan tauhid dan sunnah-sunnah rasulNya dalam melaksanakan haji dan umrah. Kalau memang ya jawabannya, kenapa semakin banyak yang melakukan haji dan umrah tetapi banyaknya yang bermusuhan dan saling membenci juga tidak kalah jumlahnya dari yang pergi ke sana.
Ibadah haji dan umrah sepatutnya melahirkan sifat ikhlas untuk taat kepada Allah dan rasulNya, bukan taat kepada ego dan pendiriannya. Bukan juga taat kepada golongan, mazhab, partai dan masyaikhnya melebihi taat kepada Allah dan rasulNya. Seperti masih ramai lagi di kalangan masyarakat bahkan pada pelajar yang berpegang kepada akidah asyairah, fanatik kepada mazhab dan mengamalkan tarekat sufi dimana itu semua tidak pernah dicontohkan Nabi saw. Malangnya, masih banyak juga masyarakat kita terjebak kepada untuk mengikut aktiviti-aktiviti dakwah jama’ah atau kumpulan-kumpulan dakwah hanya sebatas semangat dalam dakwah, tanpa mengetahui bahwa pendiri dan tokoh-tokohnya adalah penyebar paham tarekat, fanatisme dalam bermazhab dan penganut akidah asyaairah.
Amalan
Tiada harapan yang lebih besar dari seorang insan ketika berada di msjidil haram dari harapan agar Allah menerima ibadah dan memakbulkan doa. Demikianlah apa yang Ibrahim dan Ismail harapkan ketika mereka membina Kaabah.
Firman Allah (maksudnya):
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim bersama-sama Ismail meninggikan binaan asas-asas (tapak) Baitullah (Kaabah) itu, sambil keduanya berdoa: “Wahai Tuhan kami! terimalah daripada kami (amal kami); Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar, lagi Maha mengetahui” (al-Baqarah: 127).
Jika Ibrahim dan Ismail yang merupakan nabi berdoa agar amalan mereka Allah terima, maka kita jauh lebih patut berdoa agar amalan kita ini diterima. Segala belanja perjalanan dan masa yang ditumpukan tidak memberi makna jika amalan tertolak.
Maka, untuk memastikan amalan kita diterima, tauhid hendaklah benar-benar tulus tanpa syirik. Kemudian, amalan yang diamalkan itu hendaklah seperti yang diajar oleh Tuhan Kaabah melalui Ibrahim dan pewarisnya Nabi Muhammad s.a.w. Bukan amalan yang ditunjukkan oleh mutawwif atau guru-guru di travel-travel yang mengadakan umrah dan haji sedangkan tiada contoh yang ditunjukkan oleh pewaris Ibrahim, iaitu Nabi Muhammad s.a.w. Ini soal penting.
Nabi Ibrahim dan anaknya ketika membina Kaabah telah berdoa: (maksudnya)
“dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara Ibadat kami” (al-Baqarah: 128).
Walaupun Ibrahim dan Ismail telah membangun Kaabah, tetapi mereka tetap meminta kepada Allah bagaimana cara beribadah. Justeru, mereka memohon agar Allah menunjukkan kepada mereka cara ibadah yang Allah mahu. Ibadah hanya kepada Allah dengan cara yang Allah inginkan. Bukan ibadah kepada Allah dengan cara yang kita inginkan!
Malangnya, kita lihat manusia ketika tawaf dan sa’i ada berbagai cara dan rupa. Mereka bergantung kepada guru pakej atau mutawwif mereka, sehingga lupa untuk bertanya sunnah Nabi s.a.w ketika tawaf dan sa’i.
Perkara amalan yang menyelisihi/ tidak diajarkan nabi saw diantaranya masih lagi melafazkan niat umrah atau haji, padahal niat adalah amalan hati, yang dilafazkan adalah pada saat berihlal dan talbiah saja. Ada yang tawaf dengan doa-doa khas bagi setiap putaran, padahal itu tidak pernah ada dalam petunjuk Ibrahim, atau Ismail atau Muhammad a.s. Mereka sibuk membaca buku panduan sambil tawaf dan sa’i sehingga bertabrakan dengan orang didepannya,
Ada pula yang menjerit berdoa beramai-ramai bersama seorang pemimpinnya yang telah dibayar. Mereka melaungkan doa bagaikan berdemonstrasi di depan Kaabah. Keadaan ini cukup mengganggu insan yang lain tanpa disadari.
Ada juga mencium apa yang tidak dicium oleh Nabi s.a.w, melakukan apa yang tidak dilakukan Nabi saw. Kesemua itu berada di bawah sabda Nabi Muhammad s.a.w:
“Sesiapa yang membuat perkara baru dalam urusan kami ini (Islam) apa yang bukan daripadanya maka ia tertolak”. (Riwayat Muslim).
Jika melihat fenomena pelaksanaan haji dan umrah tidak merujuk kepada sunnah, maka akan didapai kesimpulan bahwa pelaksanaan haji dan umrah akan menjadi susah, seakan-akan perlu masa yang lama untuk mempelajarinya. Padahal jika kita merujuk kepada sunnah Nabi saw, kita akan dapati bahwa amalan haji dan umrah secara khususnya sangat lah mudah, ia bisa dilakukan oleh siapa saja, tanpa harus dibebani dengan membaca dan menghapal doa yang panjang terkadang justru si pembaca tidak memahaminnya.
Tatacara umrah
1. Disunnahkan bagi yang hendak melaksanakan umrah agar mandi sebelum ihram, baik itu perempuan maupun lelaki. Bagi lelaki, agar mengenakan pakaian yang tidak berjahit, yaitu yang sering dinamakan oleh para ahli fikih dengan “pakaian tanpa jahitan.” Umumnya memakai seperti kain apa saja untuk menutupi bagian atas dan satu helai lainnya menutupi bagian bawah. Dibolehkan memakai sandal ( yang tidak berjahit juga ) atau setiap yang melindungi kedua belah telapak kaki asal tidak menutupi kedua tumit. Tidak boleh memakai peci, sorban dan apa saja untuk menutupi kepala secara langsung, hukum ini berlaku hanya bagi lelaki.
Rasulullah saw bersabda, yang mafhumnya :
Bagi yang berihram tidak boleh mengenakan gamis, sorban, mantel yang bertudung , celana, atau pakaian yang dicelup sumba dan wewangian, khuf (sepatu dari kulit), terkecuali jika tidak ada sandal(boleh mengenakan khuf). Dan beliau besabda ; “ wanita yang berihram tidak dibenarkan mengenakan niqab (yaitu penutup ujung hidung dan jenisnya bermacam-macam) dan sarung tangan”. Muttafaqun alaihi”shahih abi daud”.
Ia harus mengenakan kain ihram sebelum miqat walaupun dirumahnya, sebagaimana dikerjakan oleh Nabi saw dan para sahabatnya. Hal ini memudahkan bagi jamaah umrah yang menggunakan pesawat, karena tiak memungkinkan untuk memakai kain ihram di miqat, maka mereka diperbolehkan memakai kain pakaian ihram sebelum naik pesawat, tetapi mereka tidak niat untuk berihram kecuali sejenak sebelum sampai miqat agar tidak terlewatkan miqat tanpa berihram. Amalan di atas khususnya untuk jamaah umrah yang pergi dari Indonesia atau Malaysia terus menuju Jeddah dan ke makkah. Adapun yang dari Jeddah terus ke Madinah, maka mereka bisa berihram di miqat Dzul hulaifah atau Birr ali.Selanjunta pergi menuju Makkah.
Hendaknya memakai minyak wangi dibagian tubuh dengan menggunakan parfum apapun yang tidak berwarna, terkecuali bagi wanita. Karena parfum mereka adalah yang berwarna dan tidak berbau. Semua itu dilakukan sebelum berniat ihram di miqat, sedangkan setelah itu diharamkan.
Perkara yang dilarang setelah ihram :
Sengaja mencukur, memotong atau mencabut mana-mana bulu diseluruh badan. Sengaja memotong kuku kaki atau tangan. Sengajamemakai wewangian ketika ihram. Menikah, atau menikahkan orang lain, meminang, menjadi wali atau wakil. Sengaja membunuh atau memburu haiwan darat ( yang bukan peliharaan ), berjima’, bercumbu dengan isteri tanpa jima’, melakukan dosa atau maksiat dengan sengaja dan berdebat.
2. Jika jamaah terus pergi ke Madinah sesampai di Jeddah, tentu nantinya akan bermiqat di Birr ali. Adapun amalan sesampai di miqat seperti Dzulhulaifah/ Birr ali adalah :
Mandi dan memakai kain ihram ( jika sebelumnya belum mandi dan belum memakai kain ihram ), sholat dua rakaat, sholat ini bukan sholat untuk ihram sebagaimana dipahami banyak orang. Sholat itu dilakukan karena kekhususan tempat dan barakahnya. Tidak ada sholat khusus untuk ihram, tetapi jika masuk sholat sebelum masa ihram, maka seseorang tetap sholat kemudian baru berihram setelah sholat. Dengan cara itu berarti ia telah meneladani Nabi saw, karena beliau memakai pakaian ihram setelah sholat zhuhur.
Selanjutnya berdiri menghadap kiblah, berniat untuk melakukan umrah ( tidak perlu di lafazkan seperti mengucapkan “ sengaja aku melakukan umrah karena Allah swt”, karena itu tidak ada contoh dari Nabi saw. Ianya adalah amalan hati dan ketetapan hati yang perlu di pastikan saja. Selanjutnya niat dan amalan hati tersebut di lafazkan dengan menyebut ucapan saat berihlal yaitu : Labbaika Allahumma ‘umratan.
Kemudian membaca doa : “ Allahummah hadzihi ‘umratun laa riya’a fiiha walaa sum’ah. ( Ya Allah ini adalah umrah tidak mengandung riya’ maupun sum’ah ).
Dibolehkan juga membaca setelah itu : Allahumma mahaali haitsu habastani ( Ya Allah tempat tahallulku dimana Engkau menahan diriku untuk tiak bisa melanjutkan umrahku. )
Karena jika telah menggantung niat sedemikian rupa, kemudian tertahan atau sakit, maka ia boleh tahallul untuk menyelesaikan umrahnya dan tidak diwajibkan membayar dam atau denda.
Selanjutnya memulakan untuk bertalbiah : Labbaika Allahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbaika, innal hamda , wanni’mata laka wa mulka, laa syariika laka.
Ucapan talbiah di atas terus di ucapkan sepanjang perjalanan sehingga kita sampai di mekkah dan melihat rumah-rumah disana, atau sampai kita melihat ka’bah saat hendak memulakan tawaf.
Disunnahkan untuk mengeraskan ucapan talbiyah, begitu juga untuk perempuan, selama tidak menjadi godaan bagi kaum lelaki, karena Aisyah juga bertalbiah dengan suara keras hingga terdengar oleh kaum lelaki.
3. Barang siapa berkesempatan untuk mandi sebelum memasuki kota Makkah, maka hendaknya ia mandi. Dan masuk pada siang harinya meneladani Rasulullah saw. Hendaknya masuk dari arah atas yang sekarang disebut dengan pintu almu’allah, karena nabi saw masuk dari bukit yang paling tinggi yaitu bukit Kada’ diatas kuburan, dan memasuki masjid dari pintu bani syaibah, karena pintu ini adalah jalan terdekat menuju hajar aswad. Di perbolehkan juga untuk memasukinya dari pintu manapun.
4. Jika anda memasuki masjid, jangan lupa untuk mendahulukan kaki kanan dan mengucapkan : Allahumma sholli wa sallim ‘ala Muhammad, Allahummaftahlii abwaaba rahmatika. (Ya Allah, berilah shalawat dan salam atas Muhammad, ya Allah bukakanlah bagiku pintu-pintu rahmatMU. )
5. Apabila melihat ka’bah, seyogyanya agar mengangkat kedua tangan untuk berdoa. Disini tidak ada dalil yang bisa dijadikan sandaran dari nabi saw tentang doa khusus, maka boleh berdoa dengan doa-doa yang mudah, atau berdoa dengan doanya Umar ra :
Allahumma antassalaamu waminkassalaamu, fa hayyinaa rabbanaa bissalaam. ( Ya Allah, Engkaulah keselamatan, dariMula keselamatan, maka hidupkanlah kami dengan penuh kesejahteraan wahai Rabb kami ).
6. Kemudian segera menuju hajar aswad dan menatapnya dengan sungguh-sungguh kemudian mengucap basmalah dan bertakbir. Kemudian mengusapnya dengan tangannya, menciumnya dengan bibirnya, dan membungkukkan badan menghadapnya. Jika kita tidak memungkinkan untuk menciumnya, maka kita bisa menyentuh dengan tangan kemudian mencium tangan. Jika tidak bisa juga untuk menyentuhnya cukup dengan mengisyaratkan tangan kepadanya. Amalan mengusap dan mencium hajar aswad dengan bibir, dan jika tidak bisa cukup dengan mengisyaratkan dengan tangan adalah amalan yang harus dilakukan pada setiap putaran, sehingga 7 putaran.
7. Kemudian memulakan tawaf seputar ka’bah dengan memposisikan ka’bah disebelah kiri kita, Dari hajar aswad sampai hajar aswad lagi terhitung satu putaran. Semuanya di lakukan dengan pakaian ihram secara idhthiba’ ( memasukkan kain ihram sebelah atas dari bawah ketiaknya yang sebelah kanan, dan meletakkan ujungnya diatas pundak kiri ) pada tiga putaran pertama, bermula dari hajar aswad dan berakhir di hajar aswad, dan berjalan pada putaran-putaran selanjutnya.
8. Mengusap rukun yamani dengan tangan pada setiap putaran jika memungkin, jika tidak bisa mengusapnya maka tidak perlu mengisyaratkan tangan, cukup berjalan dan melaluinya saja.
9. Jika kita diantara rukun yamani dan rukun hajar aswad, maka disunnah membaca :
Rabbanaa aa tinaa fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah waqinaa ‘adzaabannaar ( Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan akhirat dan peliharalah kami dari adzab api neraka ). Jika mampu dan memungkinkan, seseorang boleh beriltizam antara rukun hajar aswad dan pintu ( mengarahkan dada, wajah dan kedua bahu kepadanya).
Tidak ada doa khusus dalam tawaf, ia boleh membaca alQur an, atau berdzikir sesuka hatinya yang mudah baginya.
10. Jika telah telah selesai putaran ketujuh, maka bertolak menuju maqam ibrahim membaca : Watta khidzuu mimmaqaami ibrahiima musholla(Dan jadikanlah sebahagian maqam ibrahim tempat shalat) Ali Imran : 125.
Dengan memposisikan maqam ibrahim antara dirinya dan ka’bah, lalu sholat disaa dua rakaat dengan membaca surah al kafirun pada rakaat pertama dan surah al ikhlas pada rakaat kedua. Jika tidak mampu untuk sholat di tempat tersebut, maka boleh sholat dimana saja di dalam masjid haram.
11. Jika selesai sholat, hendaklah ia menuju tempat air zamzam, meminum air zamzam tersebut, serta mengusapkannya di kepala. Kemudian kembali ke hajar aswad, untuk menciumnya dengan bibir, atau mengusapnya dengan tangan, atau mengisyaratkan tangan kepadanya.
12. Kemudian pergi menuju shafa untuk memulakan sa’i , jika telah dekat dengan shafa maka bacalah ayat 158 dari surah al Baqarah
Artinya : Sesungguhnya "Safa" dan "Marwah" itu ialah sebahagian daripada Syiar (lambang) ugama Allah; maka sesiapa Yang menunaikan Ibadat Haji ke Baitullah atau mengerjakan Umrah, maka tiadalah menjadi salah ia bersaie (berjalan Dengan berulang-alik) di antara keduanya. dan sesiapa Yang bersukarela mengerjakan perkara kebajikan, maka Sesungguhnya Allah memberi balasan pahala, lagi Maha mengetahui.
Lalu mengucapkan : Nabda’u bimaa bada Allahu bihi
Kemudian mendaki atas bukit shafa berdiri menghadap ka’bah hingga melihatnya,mengucap takbir tiga kali, terus membaca :
Laa ilaaha Illallahu wahdahulaa syarikalahu, lahul mulku walahul hamdu, yuhyii wayumiitu, wahuwa ‘ala kulli syai in qadir. Laa ilaaha Illallahu wahdahulaa syarikalahu, anjaza wa’dah, wanashara ‘abdahu, wahazamal ahzaaba wahdahu. ( 3 kali ).
Selanjutnya boleh berdoa dengan doa apa saja yang mudah untuk dilafazkan.
Kemudian turun dari bukit shafa, untuk melaksanakan sa’i menuju bukit marwah. Jika sampai pada tanda lampu hijau dari kanan dan kiri maka hendaklah melakukan lari-lari kecildengan cepat menuju tanda hijau berikutnya, dari situ terus melanjutkan untuk berjalan menuju bukit marwah.Sesampai di bukit marwah, terus naik menuju atas bukit lalu melakukan sebagaimana dilakukan di atas bukit shafa. Kemudian turun dari bukit marwah untuk menuju bukit shafa, dengan berjalan ditempat yang diperintahkan untukberjalan dan berlari-lari kecil ditempat lari-lari kecil, dan ini dihitung sebagai putaran kedua. Tidak ada bacaan khusus yang harus dibaca dan dihafal semasa melakukan sa’i. Untuk itu, siapapun yang melakukan sa’I, boleh membaca apa yang termudah baginya, seperti membaca quran yang dia hapal, atau berdzikir .
13. Kemudia kembali ke marwah, dan begitu seterusnya hingga lengkap baginya tujuh putaran yang berakhir di bukit marwah.
14. Jika telah selesai dari putaran ketujuh di marwah, setelah membaca apa apa yang patut di baca sebagaimana di bukit shafa, maka selanjutnya mencukur rambut kepalanya bagi lelaki, boleh juga memendekkannya sahaja. Adapun untuk perempuan maka cukup baginya untuk memotong rambutnya sedikit atau sepanjang ruas jari.
Dengan demikian, maka umrahnya telah selesai, dan menjadi halal apa yang diharamkan baginya sewaktu ihram.
Melalui blog ini semoga kita dapat saling membangun silaturahmi dan ikatan kerjasama dalam urusan agama dan dakwah. Kekurangan saya adalah kelebihan anda, dan kekurangan anda adalah kelebihan saya, semoga kita dapat saling mengambil hikmah kebaikan diatas adanya perbedaan.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar