Wafat di hari Jumat merupakan pertanda baik
Ketika mendengar berita ada kerabat atau saudara yang wafat pada hari Jumat, sering kita mendengar orang-orang berkata, kematian seseorang tersebut sangat baik, karena terjadi pada hari yang agung, yaitu hari Jumat. Kematian itu lantas dikaitkan dengan hal-hal positif lainnya.
Kematian memang tidak dapat diprediksi, kapan akan tiba, pada hari apa, jam berapa, semua adalah rahasia Allah. Nasib seseorang di akhir hayatnya juga merupakan rahasia Allah, pun akan masuk syurga atau neraka, hanya Allah yang tahu.
Dilansir dari Keutamaan Wafat di Hari Jumat, ada beberapa tanda seorang Muslim meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah. Di antaranya wafat saat hari atau malam Jumat.
Keutamaan mati di hari Jumat ditegaskan oleh beberapa hadits Nabi, di antaranya hadits riwayat Imam al-Tirmidzi:
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ»
أخرجه الأئمة: أحمد في "المسند"، والترمذي في "السنن"، والطبراني في "الأوسط" و"الكبير".
ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله تعالى فتنة القبر
Artinya: Tidaklah seorang Muslim mati di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur. (HR al-Tirmidzi).
Hadits tersebut diriwayatkan al-Tirmidzi dari Rabi’ah bin Yusuf dari Ibnu Amr bin al-Ash. Menurut al-Tirmidzi, hadits ini tergolong gharib, tidak bersambung sanadnya, tidak pernah diketahui Rabi’ah mendengar dari Ibnu Amr.
Namun al-Thabrani menyatakan hadits tersebut muttashil (tersambung sanadnya). Al-Thabrani meriwayatkannya dari Rabi’ah bin ‘Iyadl dari ‘Uqbah dari Ibnu Amr bin Ash, demikian pula diriwayatkan oleh Abu Ya’la, al-Hakim al-Tirmidzi dengan status muttashil.
Abu Nu’aim juga meriwayatkannya dari Jabir dengan status Muttashil. Meski bersambung sanadnya, menurut al-Hafizh al-Mundziri, hadits tersebut tergolong dla’if (Syekh Abdurrauf al-Manawi, Faidl al-Qadir, juz 5, hal. 637).
Ada beberapa riwayat senada mengenai keutamaan wafat di hari Jumat, misalnya riwayat Humaid dari Iyas bin Bukair yang menyatakan: Barangsiapa mati di hari Jumat, ia dicatat mendapat pahala syahid dan aman dari siksa kubur.
Namun, menurut Syekh Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri, hadits-hadits tersebut tidak sampai kepada derajat hadits Shahih. Masih menurut al-Kasymiri, andai ada riawayat shahih, maka yang mendapat keutamaan adalah orang yang meninggal di hari Jumat, bukan orang yang meninggal sebelum Jumat, kemudian baru dimakamkan di hari Jumat.
Al-Kasymiri menegaskan:
ما صح الحديث في فضل موت يوم الجمعة ، ولو صح بالفرض لكان الفضل من عدم السؤال لمن مات يوم الجمعة لا من مات قبل وأخر دفنه إلى يوم الجمعة
Artinya: Tidak mencapai derajat shahih, hadits mengenai keutamaan mati di hari Jumat, bila diandaikan keshahihannya, maka keutamaan tidak ditanya malaikat diarahkan kepada orang mati di hari Jumat, bukan orang yang meninggal di hari sebelumnya dan diakhirkan pemakamannya sampai hari Jumat. (Muhammad Anwar Syah Ibnu Mu’azzham Syah al-Kasymiri, al-‘Arf al-Syadzi, juz 2, hal. 452).
Meski tergolong hadits dla’if, namun tetap bisa dipakai, karena persoalan ini berkaitan dengan keutamaan amaliyyah (fadlail al-a’mal).
Syekh Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan:
وقد تقرر أن الحديث الضعيف والمرسل والمنقطع والمعضل والموقوف يعمل بها في فضائل الأعمال إجماع “
Artinya: Dan merupakan ketetapan bahwa hadits dla’if, mursal, munqathi’, mu’dlal dan mauquf dapat dipakai untuk keutamaan amal menurut kesepakatan ulama’ (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, Beirut, Dar al-Fikr, 1983 M, juz 2, hal. 53).
Berkaitan dengan penjelasan hadits keutamaan wafat di hari atau malam Jumat, Syekh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfauri mengatakan:
قوله ( ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة ) الظاهر أن أو للتنويع لا للشك ( إلا وقاه الله ) أي حفظه ( فتنة القبر ) أي عذابه وسؤاله وهو يحتمل الاطلاق والتقييد والأول هو الأولى بالنسبة إلى فضل المولى وهذا يدل على أن شرف الزمان له تأثير عظيم كما أن فضل المكان له أثر جسيم
Artinya: Sabda Nabi, tidaklah seorang Muslim yang mati di hari atau malam Jumat, pendapat yang jelas bahwa kata lafaz “au” berfaidah membagi-bagi, bukan berfaidah keraguan. Sabda Nabi, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur, maksudnya ketika saat menyiksa dan menanyakan di alam kubur, ini kemungkinan dimutlakan dan dibatasi (dengan waktu tertentu), dan kemungkinan pertama lebih utama bila dikaitkan dengan anugerah Allah. Hadits ini menunjukan bahwa kemuliaan waktu memiliki pengaruh yang besar sebagaimana keutamaan tempat juga memiliki dampak yang besar (Syekh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfauri, Tuhfah al-Ahwadzi, juz 4, hal. 159).
Syekh Abdur Rauf al-Manawi memberi pandangan mengapa wafat di hari atau malam Jumat mendapat keutamaan dijaga dari fitnah kubur dalam keterangannya dalam kitab Faidl al-Qadir sebagai berikut:
ـ (ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة إلا وقاه الله تعالى فتنة القبر) لأن من مات يومها أو ليلتها فقد انكشف له الغطاء لأن يومها لا تسجر فيه جهنم وتغلق أبوابها ولا يعمل سلطان النار ما يعمل في سائر الأيام فإذا قبض فيه عبد كان دليلا لسعادته وحسن مآبه لأن يوم الجمعة هو اليوم الذي تقوم فيه الساعة فيميز الله بين أحبابه وأعدائه ويومهم الذي يدعوهم إلى زيارته في دار عدن وما قبض مؤمن في هذا اليوم الذي أفيض فيه من عظائم الرحمة ما لا يحصى إلا لكتبه له السعادة والسيادة فلذلك يقيه فتنة القبر
Artinya: Sabda Nabi, tidaklah seorang Muslim mati di hari atau malam Jumat, kecuali Allah menjaganya dari fitnah kubur, sebab orang yang wafat di hari atau malam Jumat dibukakan paginya tutup (kurungan), sebab pada hari Jumat api neraka Jahannam tidak dinyalakan, pintu-pintunya ditutup, keleluasaan api neraka tidak berjalan sebagaimana hari-hari yang lain. Maka, bila di hari Jumat seorang hamba dicabut ruhnya, hal tersebut menunjukan kebahagiannya dan baiknya tempat kembali baginya, sebab hari Jumat adalah hari terjadinya kiamat. Allah memisahkan di antara para kekasih dan musuh-musuh-Nya, demikian pula memisahkan hari-hari mereka yang dapat mengundang mereka untuk berziarah kepada-Nya di hari tersebut di surga ‘And. Tidaklah seorang mukmin dicabut nyawanya di hari Jumat yang penuh dengan kebesaran rahmat-Nya yang tidak terhingga, kecuali Allah mencatatkan untuknya keberuntungan dan kemuliaan, maka dari itu, Allah menjaganya dari fitnah kubur.” (Syekh Abdur Rauf al-Manawi, Faidl al-Qadir, juz 5, hal. 637).
Demikian penjelasan mengenai keutamaan meninggal di hari Jumat. Secara umum, orang yang meninggal di hari Jumat merupakan tanda-tanda akan kebaikan dan kemuliaannya. Namun tidak bisa memaknai terbalik pula, bahwa yang meninggal di selain hari Jumat, sebagai tanda keburukan. Banyak para kekasih Allah dan hamba pilihan-Nya wafat di selain hari Jumat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاه
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ’anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Tidaklah seorang muslim itu ditimpa musibah baik berupa rasa lelah, rasa sakit, rasa khawatir, rasa sedih, gangguan atau rasa gelisah sampaipun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosanya” (HR. Al-Bukhari, no. 5641 dan Muslim, no. 2573)
Faedah Hadits:
Ujian dan cobaan yang menimpa seorang hamba itu beraneka ragam jenisnya; ada yang berkaitan dengan fisik dan ada yang berkaitan dengan psikis dan hati. Ada yang berat ada juga yang ringan. Ada yang berasal dari diri sendiri dan adapula yang berasal dari pihak luar.
Seorang muslim harus yakin bahwa semua ujian dan cobaan itu adalah bagian dari takdir Allah yang harus diterima dengan sabar, ridha dan syukur.
Kewajiban menerima segala ujian dan cobaan yang Allah berikan dengan kepasrahan dan keridhaan dan larangan menghadapi ujian dengan menggerutu dan berkeluh kesah.
Ujian dan cobaan yang Allah berikan kepada hamba-Nya yang beriman adalah sebagai penggugur dosa sekaligus sebagai ladang pahala baginya dengan syarat diterima dengan sabar.
Dalam hadits lain disebutkan:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: مَا مِنْ شَيْءٍ يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ حَتَّى الشَّوْكَةِ تُصِيبُهُ إِلَّا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ بِهَا حَسَنَةً أَوْ حُطَّتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَة
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ’anha berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seorang yang beriman sampaipun duri yang melukainya melainkan dengannya Allah akan mencatatnya sebagai satu kebaikan untuknya dan mengampuni dosa dosanya” [HR. Muslim, no. 4669]
Luasnya rahmat dan kasih sayang Allah kepada hamba hamba-Nya yang beriman dengan menjadikan ujian dan musibah itu sebagai penebus dosa dan penambah pahala.
Nasihat bagi orang yang sedang mengalami musibah dan cobaan untuk merenungkan akan keutamaan dan kebaikan yang ada di balik musibah dan cobaan yang sedang dia hadapi agar tidak berkeluh kesah dan merasa sedih yang berlebihan.
هل يعد الموت يَوْمَ الْجُمُعَةِ وليلتَها من علامات حسن الخاتمة؟، سؤال أجابت عنه دار الافتاء بالآتى: حُسن الخاتمة يراد به توفيقُ الله سبحانه وتعالى لعبده أن يعمل خيرًا في حياته، وأن ييسر له ويوفقه للدوام على العمل الصالح قبل موته حتى يقبضه عليه، حيث لا يبقى للإنسان بعد وفاته إلا إحسانٌ قَدَّمَه في حياته يرجو ثوابه، أو عصيانٌ اجتَرَحَهُ يخشى عقابه.
وقد ورد عن العلماء أن الموت يوم الجمعة وليلتها من علامات حسن الخاتمة، واعتبروا ذلك دلالةً على سعادة المتوفى وحُسن مآبه؛ لأن الله تعالى يَقِيهِ فتنة القبر وعذابَه بموته يوم الجمعة أو ليلتها، فعن عبد الله بن عمرو رضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ» أخرجه الأئمة: أحمد في "المسند"، والترمذي في "السنن"، والطبراني في "الأوسط" و"الكبير".
وسبب ذلك أنَّ مَن مات يوم الجمعة أو ليلتها فقد انكشف له الغطاء؛ لأنَّ يومها لا تسجر فيه جهنم وتغلق أبوابها، ولا يعمل سلطان النار ما يعمل في سائر الأيام، فإذا قُبِضَ فيه عبدٌ كان دليلًا لسعادته وحسن مآبه؛ لأن يَوْمَ الْجُمُعَةِ هو اليوم الذي تقوم فيه الساعة، فيميز الله بين أحبابه وأعدائه، ويومهم الذي يدعوهم إلى زيارته في دار عدن، وما قبض مؤمن في هذا اليوم الذي أفيض فيه من عظائم الرحمة ما لا يحصى إلا لكتبه له السعادة والسيادة؛ فلذلك يقيه فتنة القبر، كما قال الإمام المُنَاوِي في "فيض القدير" (5/ 499، ط. المكتبة التجارية الكبرى).
وبالإضافة إلى البشارة السابقة الواردة في الحديث مِن نجاة مَن اختار اللهُ له الموتَ في يوم الجمعة أو ليلتها مِن فتنة القبر وعذابه، فقد ورد الحديث برواية أخرى فيها زيادة تدل على أن مَن مات يَوْمَ الْجُمُعَةِ أو ليلتها يكتب له أجر شهيدٍ، فيكون مِن السعداء الذين اختصهم الله سبحانه وتعالى ليكرمه بالموت في ذلك اليوم أو ليلته.
فعن جابر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم: «مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ، أُجِيرَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَجَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ طَابَعُ الشُّهَدَاءِ» أخرجه الحافظ أبو نعيم في "حلية الأولياء".
قال العلامة الملا علي القاري في "مرقاة المفاتيح" (1/ 1021، ط. دار الفكر): [ومِن تتمة ذلك: أن مَن مات يَوْمَ الْجُمُعَةِ له أجر شهيد، فكان على قاعدة الشهداء في عدم السؤال.. وهذا الحديث لطيفٌ صرح فيه بنَفْي الفتنة والعذاب معًا] اهـ
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar