Safar/rebo wekasan
Keutamaan Bulan Shafar
Bulan Shafar adalah salah satu bulan Allah yang mulia. Di bulan ini Allah SWT menurunkan berbagai bala' dan coba'an serta musibah di bumi. Akan tetapi perlu diketahui, bahwa musibah-musibah tersebut tidak akan terjadi kecuali dengan Qadha' dan Qadar Allah SWT.
Bulan Shafar adalah salah satu bulan Allah yang mulia. Di bulan ini Allah SWT menurunkan berbagai bala' dan coba'an serta musibah di bumi. Akan tetapi perlu diketahui, bahwa musibah-musibah tersebut tidak akan terjadi kecuali dengan Qadha' dan Qadar Allah SWT. Bukan karena sesuatu yang lain dari berbagai makhluk Allah SWT. Akan tetapi semua hal tersebut adalah sesuai dengan Qadha' dan Qadar Allah SWT. Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW telah menjelaskan bahwa kita tidak boleh mempercayai suatu penyakit itu menular karena ditularkan oleh penyakit itu sendiri. Akan tetapi penyakit yang menular tersebut tidak lain adalah atas kehendak Allah SWT serta Qadha' dan Qadar-Nya. Hadist tersebut adalah sebagai berikut:
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال : " لا عدوى و لا هامة و لا صفر " فقال أعرابي : يا رسول الله فما بال الإبل تكون في الرمل كأنها الظباء فيخالطها البعير الأجرب فيجربها ؟ فقال رسول الله صلى اللهعليه و سلم : فمن أعدى الأول ؟ " رواه البخاري ومسلم
Dari Abi Hurarah RA dari Rasulullah SAW bahwa sesungguhnya beliau bersabda:"Tiada kejangkitan, dan juga tiada mati penasaran, dan tiada juga Safhar", kemudian seorang badui Arab berkata: "Wahai Rasulullah SAW, onta-onta yang ada di padang pasir yang bagaikan sekelompok kijang, kemudian dicampuri oleh Seekor onta betina berkudis, kenapa menjadi tertular oleh seekor onta betina yang berkudis tersebut ?". Kemudian Rasulullah SAW menjawab: "Lalu siapakah yang membuat onta yang pertama berkudis (siapa yang menjangkitinya)?". HR Buhari dan Muslim
لا عدوى ولا طيرة ولا هامة ولا صفر
“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada thiyarah, tidak ada kesialan karena burung hantu, tidak ada kesialan pada bulan Shafar.”
(HR. Al-Bukhari 5437, Muslim 2220, Abu Daud 3911, Ahmad (II/327))
Hadits ini telah disepakati keshahihannya.
Adapun maksud dari kalimat (العدوى ) Al-'Adwa dalam Hadist ini adalah penyakit yang menular kepada orang lain yang mulanya sehat. Bangsa Arab di zaman dahulu meyakini hal ini pada berbagai penyakit seperti kudis dll, maka dari itu seorang badui Arab bertanya kepada Rasulullah SAW: "Kenapa sekelompok onta yang asalnya sehat, di kumpuli oleh seekor onta yang berpenyakit kudis, onta tersebut menjadi berkudis juga? kemudian Rasulullah SAW menjawab: "Lalu siapa yang membuat onta pertama berkudis?" maksudnya: onta yang pertama tidak akan berkudis kecuali karena Qadha' dan Qadar Allah SWT bukan karena penyakit tersebut.
Jadi seorang muslim tidak boleh meyakini suatu penyakit yang menjangkit orang sehat bahwa yang menularkan adalah penyakit itu sendiri akan tetapi Qadha' dan Qadar Allahlah yang membuat orang tersebut tertular oleh penyakit. Seperti yang telah ditunjukkan dalam sebuah
Ayat Al-Qur'an :
( ما أصاب من مصيبة في الأرض ولا في أنفسكم إلا في كتاب من قبل أن نبرأها ) [ الحديد : 22].
"Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (lauh mahfudz) sebelum Kami mewujudkannya". Qs Al-Hadid: 22
Sabda Rasul SAW yang berbunyi : ( لا هامة ) La Haamata adalah menafikan keyakinan orang-orang jahiliyah yang mengatakan bahwa orang yang sudah mati, arwah dan tulangnya menjadi penasaran, sehingga beterbangan bagaikan burung. Keyakinan ini menyerupai keyakinan ahli Tanaasukh yang mengatakan bahwa Arwah-arwah mayit berpindah pada tubuh hewan-hewan tanpa digiring dan dibangkitkan kembali atau yang disebut Reinkarnasi. Semua keyakinan-keyakinan tersebut tidaklah benar menurut syareat islam. Adapun yang sesuai dengan Aqidah islamiyah adalah (Bahwa Arwah-arwah para syuhada' berada pada tubuh burung hijau, memakan buah-buahan yang datang dari sungai Surga, hingga Allah SWT mengembalikan Arwah tersebut kepada pemiliknya di hari kiyamat kelak). Dan di riwayat lain dikatakan: "Arwah atau jiwa seorang mukmin menjadi seekor burung yang bergelantungan di pohon Surga sampai Allah SWT mengembalikannya kepada jasadnya di hari kiyamat ".
Adapun sabda Rasul SAW yang berupa : ( ولا صفر ) Wala shafara maka para ulama' berbeda pendapat dalam menafsirkan kalimat ini. Ulama'-ulama' Mutaqaddimin berpendapat: bahwa yang dimaksud dengan Shafara adalah penyakit yang ada di dalam perut, dikatakan: itu merupakan cacing besar seperti ular yang hidup di dalam perut, mereka meyakini hal tersebut sebagai penjangkit, kemudian Rasulullah SAW meniadakan keyakinan tersebut. Sedangkan Ulama' lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Shafara di sini adalah bulan Shafar. Kemudian mereka berbeda pendapat dalam penafsiran bulan Shafar menjadi dua penafsiran: Pertama : Maksud dari kalimat ini adalah meniadakan keyakinan orang Jahiliyah yang telah mengakhirkan bulan Muharram sampai bulan Shafar dalam memuliyakannya. Yaitu Dengan menghalalkan bulan Muharram dan mengharamkan bulan Shafar sebagai pengganti Muharram.
Kedua : Maksud dari kalimat tersebut bahwa orang jahiliyah dahulu berpesimis atas datangnya
bulan Shafar. Dan mengatakan bahwa bulan Shafar adalah bulan pembawa sial. Kemudian Rasulullah SAW membatalkan keyakinan tersebut. Pendapat inilah yang paling benar menurut kebanyakan Ulama'.
Kita lihat sebagian orang meyakini hal tersebut dengan menganggap bahwa bulan Shafar adalah bulan pembawa sial, sehingga menanggalkan bepergian di bulan ini. Padahal hal tersebut adalah perbuatan yang termasuk syirik yang dilarang oleh syari'ah. Selain perbuatan tersebut dilarang di bulan Syafar dilarang juga dibulan-bulan atau hari-hari lain seperti Syawal atau hari rabu. Orang jahiliyah di zaman dahulu berpesimis pada bulan Syawal dan meyakini bahwa bulan Syawal bulan pembawa sial, yang asalnya bahwa penyakit lepra datang di bulan ini sehingga menyebabkan banyak pengantin yang meninggal dunia. Kemudian datanglah syari'at islam membatalkan keyakinan tersebut. Bahkan Raslulullahpun Menikahi Aisyah dan juga Ummu Salamah di bulan Syawal. Seperti dalam Hadist Riwayat sayidah Aisyah: "Rasulullah SAW menikahiku di bulan Syawal, dan mengumpuliku di bulan Syawal... begitu juga menikahi Ummu salamah di bulan Syawal " .
Kita lihat di sebagian daerah di indonesia (di jawa contohnya) penduduk meyakini bahwa bulan Muharram (bulan suro) adalah bulan yang sial, maka dari itu jarang sekali orang tua menikahkan anaknya di bulan ini. Dengan keyakinan bahwa kebanyakan orang yang menikah di bulan ini, pernikahannya tidak akan berlangsung lama atau cepat meninggal dunia atau cerai. Padahal keyakinan tersebut adalah tidak benar dan dilarang oleh syari'at, karena itu termasuk (Atthiroh) yang dilarang oleh syari'at sebagaimana dalam Hadist Nabi SAW:
عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال: " لا طيرة " و في حديث : " من ردته الطيرة فقد قارف الشرك "
Dari Rasulullah SAW, beliyau bersabda: "Tiada Kesialan" dalam Hadist lain: " Barangsiapa menanggalkan suatu Perjalanan Karena Pesimis (bekeyakinan akan sial) maka telah melakukan perbuata syirik".
و في حديث ابن مسعود المرفوع : " الطيرة من الشرك و ما منا إلا و لكن الله يذهبه بالتوكل ".
Dan di Hadist Ibnu Mas'ud marfu': "Pesimis (meyakini akan sial) termasuk perbuatan syirik dan kebanyakan dari kita telah melakukannya akan tetapi Allah SWT menghilangkannya dengan Tawakkal ".
Dalam kitab "Bidayatul hidayah" diceritakan tentang kepercaya'an rakyat Mesir terhadap sungai Nil. Dahulu sungai ini tidak akan mengalirkan air yang banyak kecuali dengan memberikan seorang tumbal. Setelah negara Mesir dibuka oleh 'Amr bin 'Ash RA dia melarang mereka untuk memberikan seorang tumbal buat sungai ini. Kemudian dia meminta pendapat kepada Khalifah Umar RA dengan mengirim surat kepadanya yang berisi bahwa sungai nil tidak mengalirkan air yang cukup untuk kebutuhan rakyat Mesir kecuali dengan memberikan tumbal. Kemudian Sayyidina Umar bin Khattab menullis surat untuk sungai Nil yang berbunyi: "Wahai sungai Nil jika kamu mengalir karena Allah SWT maka mengalirlah, dan jika kamu mengalir karena selain Allah SWT maka janganlah mengalir". Semenjak itu pula sungai Nil selalu mengalirkan Air yang sangat banyak dan tidak pernah kering.
Dari kisah ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kepercaya'an – kepercaya'an yang tidak ada dasar atau dalil dari syari'at islam adalah kepercaya'an yang batil. Dan seorang muslim tidak diperbolehkan untuk mempercayainya. Cara agar seorang muslim terhindar dari Atthiroh adalah dengan membaca:
"اللهم لا طير إلا طيرك و لا خير إلا خيرك و لا إله غيرك ".
Allah SWT melarang kita untuk menghususkan hari atau bulan tertentu sebagai bulan sial atau membawa kesedihan atau yang lain. Semua bulan adalah sama, yaitu bulan bulan Allah SWT. Setiap bulan yang disitu seorang mu'min mengerjakan kebaikan dan beribadah maka bulan itu adalah bulan yang membawa berkah baginya. Setiap waktu yang dibuat seseorang untuk mengerjakan maksiat, maka waktu tersebut adalah waktu yang membawa kesialan dan dosa. jadi Hakekat dari pada kesialan atau (الشؤم ) Assyu'mu adalah maksiat kepada Allah SWT, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Mas'ud RA: "Jika kesialan terdapat pada sesuatu maka ada di lidah" . karena lidah adalah salah satu indera manusia yang sering dibuat maksiat. Adiy bin Hatim juga berkata: "Beruntung dan sialnya sesuatu itu tergantung pada lidahnya".
Di sebuah Hadist yang dari Ali RA dikatakan :
من حديث علي مرفوعا : " باكروا بالصدقة فإن البلاء لا يتخطاها "
"Bersegeralah untuk bersedekah sesungguhnya balak tidak akan melewatinya", HR At-tabrani.
Di Hadist lain :
" إن لكل يوم نحسا فادفعوا نحس ذلك اليوم بالصدقة "
"Sesunggunya pada tiap-tiap hari mempunyai musibah, maka tolaklah musibah itu dengan sedekah
( ما أصاب من مصيبة في الأرض ولا في أنفسكم إلا في كتاب من قبل أن نبرأها ) [ الحديد : 22].
"Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (lauh mahfudz) sebelum Kami mewujudkannya". Qs Al-Hadid: 22
أَوَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Dan tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah melapangkan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya? Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang beriman.(QS.Az-zumar 52)
أَحَسِبَ النَّاسُ أَن يُتْرَكُوا أَن يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ ﴿٢﴾
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ ﴿٣﴾
Artinya : “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya kami Telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al Ankabut : 2 – 3)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا (٣٦)
Artinya : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 36)
Ibnu Qudamah menyebutkan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abid Dunya bahwa Rasulullah saw bersabda,”…Maka barangsiapa yang bersabar terhadap musibah sehingga dia menghadapinya dengan sikap yang baik (maka) Allah tuliskan baginya tiga ratus derajat. Antara satu derajat dengan derajat yang lainnya adalah seperti jarak antara langit dan bumi..” (Mukhtashar Minhajil Qoshidin hal 257)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985) dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini shahih.’ Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 2439), karya Syaikh Albani rahimahullah)
Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai iman, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الإيمان أن تؤ من با لله وملا ئكته وكتبه ورسله واليوم الا خر وتؤ من بالقدرخيره وشره
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir serta qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1, IX/5))
Dan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كل شيء بقدر حتى العجز والكيسز
“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (IV/2045), Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/452), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (I/32), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (I/23))
Allah Ta’ala telah berfirman,
ألم تعلم أن الله يعلم ما فى السـماء والأرض ۗإن ذلك فى كتـب ۚإن ذلك على الله يسر
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Qs. Al-Hajj: 70)
وعنده, مفاتح الغيب لا يعلمها إلا هو ۚ ويعلم ما فى البر والبحر ۚوما تسقـط من ورقة إلا يعلمها ولا حبة فى ظلمت الأرض ولا رطب ولا يا بس إلا فى كتب مبين
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia Maha Mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak juga sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan telah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. Al-An’aam: 59)
إن الله بكل شيء عليم
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.” (Qs. At-Taubah: 115)
(مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۗ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ ۚ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ)
[سورة التغابن 11]
Dalam Al-Qur'an Surah At-Taghabun ayat 11 Allah SWT berfirman yang artinya, "Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali dengan izin Allâh; barang siapa yang beriman kepada Allâh, niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu." Surah At-Taghabun ayat 11 .
Dari Ali bin Abi Thalib Ra berkata: Rasulullah Saw bersabda: “Apabila umatku telah melakukan lima belas perkara, maka halal baginya (layaklah) ditimpakan kepada mereka bencana. Apabila telah berlaku perkara-perkara tersebut, maka tunggulah datangnya malapetaka berupa; taufan merah (kebakaran), tenggelamnya bumi dan apa yang di atasnya ke dalam bumi (gempa bumi dan tanah longsor), dan perubahan-perubahan atau penjelmaan-penjelmaan dari satu bentuk kepada bentuk yang lain.” (HR. Tirmidzi, 2136).
Amalan Kaum muslimin di bulan Shafar.
Ulama'-ulama' shaleh terdahulu mengatakan bahwa: "Allah SWT menurunkan bala' yang sangat besar di hari rabu terakhir dari bulan Shafar dan semua bala' yang akan di bagikan di tahun ini diturunkan di hari itu, maka barang siapa yang ingin selamat dari bala'–bala' tersebut maka hendaklah berdo'a di awal bulan Shafar juga di hari rabu terakhir di bulan ini. Barang siapa berdo'a dengan do'a ini maka InsyaAllah Allah SWT akan menolak segala kejelekan dari pada balak tersebut.
Do'a di awal bulan Shafar:
(بسم الله الرحمن الرحيم ، وصلى الله تعالى على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين ، أَعوذ بالله من شر هذا الزمان وأهلِه ، وأعوذ بجلالك وجلال وجهك ، وكمال جلال قدسك ، أن تُجِيرَني ووالديَّ وأولادي وأهلي وأحبابي ، وما تحيطه شفقة قلبي من شر هذه السنة ، وقِني شرَّ ما قضيت فيها ، واصرفْ عنِّي شرَّ شهرِ صفر ، يا كريم النظر ، واختم لي في هذا الشهر والدهر بالسلامة والسعادة والعافية لي ولوالدي وأولادي ، ولأهلي ، وما تحوطه شفقة قلبي وجميع المسلمين ،وصلى الله تعالى على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم ).
Sebagian orang-orang shaleh mengatakan bahwa: barang siapa membaca do'a ini setiap hari di
bulan Shafar maka maka Allah SWT akan menjaganya dari bala' dan mala petaka di tahun itu sampai Shafar yang akan datang, dan tidak akan terkena bala' sama sekali. do'a itu adalah sbb:
( بسم الله الرحمن الرحيم ، (اللهم ) صل على سيدنا محمد عبدك ونبيك ورسولك النبي الأمي وعلى آله وبارك وسلم ، ( اللهم ) إني أعوذ بك من شر هذا الشهر ، ومن كل شدة وبلاء وبلية قدرتها فيه يا دهر ، يا مالك الدنيا والآخرة ، يا
عالماً بما كان وما يكون ، ومن إذا أراد شيئاً أن يقول له كن فيكون ، يا أزلي يا أبدي ، يا مبدئ يا معيد ، يا ذا الجلال والإكرام ، يا ذا العرش المجيد ، أنت تفعل ما تريد ، ( اللهم ) احرس بعينك نفسي وأهلي ومالي وولدي ، وديني ودنياي التي ابتليتني بصحبتها ، بحرمة الأبرار والأخيار ، برحمتك يا أرحم الراحمين ، ( اللهم ) يا شديد القوى ، ويا شديد المحال ، يا عزيز ذلت لعزتك جميع خلقك ، اكفني عن جميع خلقك ، يا محسن يا مجمل ، يا مفضل يا منعم يا مكرم ، يا من لا إله إلا أنت برحمتك يا أرحم الراحمين ، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم أجمعين
Faidah 1:
Ulama Ahli ma'rifat menyebutkan : bahwa disetiap tahun turun 320 ribu bala', semuanya diturunkan dihari rabu terakhir dari bulan Shafar, maka hari itu menjadi yaumi nahsin mustamir hari yang paling sulit di setiap tahun. Barang siapa melakukan shalat di hari itu sebanyak empat raka'at, setiap raka'at membaca surat Al-Kautsar tuju belas kali, juga surat Al-Ikhlas lima kali serta Ma'udzatain satu kali satu kali, kemudian setelah salam membaca do'a ini maka Allah SWT akan menjaganya dari berbagai macam bala' dan musibah yang diturunkan di hari itu hingga sempurna satu tahun. Adapun do'a yang diagungkan tersebut adalah :
( بسم الله الرحمن الرحيم ، وصلى الله تعالى على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم ، ( اللهم ) يا شديد القوي ويا شديد المحال ، يا عزيز يا ذلت لعزتك جميع خلقك ، اكفني من جميع خلقك يا محسن يا مجمل ، يا متفضل يا منعم يا
مكرم ، يا من لا إله إلا أنت ، برحمتك يا أرحم الراحمين ، ( اللهم يسر الحسن وأخيه ، وجده وأبيه ، اكفني شر هذا اليوم وما ينزل فيه ، يا كافي ( فسيكفيكهم الله وهو السميع العليم ) وحسبنا الله ونعم الوكيل ، ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم ، وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم ) اهـ.
Ulama' shaleh menyebutkan bahwa hari rabu terakhir dibulan Shafar adalah hari musibah yang terus menerus (Yaumi Nahsin Mustamir)...
اخر اربعاء في الشهر يوم نحس مستمر (حديث ضعيف)
Hari rabu terakhir dalam suatu bulan adalah haru sial yang terus menerus...
maka disunahkan untuk membaca surat Yaasin dan jika sampai pada firman Allah SWT ( سلام قولا من رب الرحيم ) mengulanginya sebanyak 313 ( tigaratus tigabelas kali ), kemudian berdo'a dengan do'a sbb:
اللهم صل على سيدنا محمد صلاة تنجينا بها من جميع الأهوال والآفات ، وتقضي لنا جميع الحاجات ، وتطهر بها من جميع السيئات ،وترفعنا بها أعلى الدرجات ، وتبلغنا بها أقصى الغايات ، من جميع الخيرات في الحياة وبعد الممات
Kemudian membaca :
(اللهم ) اصرف عنا شر ما ينزل من السماء ، وما يخرج من الأرض ، إنك على كل شيء قدير ، وصلى الله تعالى على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
Kemudian berdo'a dengan meminta sesuatu yang paling penting baik dunia atau akherat kemudian meminta kepada Allah SWT agar diselamatkan.
Faidah 2:
Sebagian dari faidah yang mujarab untuk menolak balak dan menjaga diri adalah menulis ayat-ayat dibawah ini di kertas kemudian merendamnya di dalam air dan meminumnya. Dikatakan dalam kitab "Na't Al-bidayat": "Diriwayatkan bahwa barang siapa shalat sebanyak empat raka'at seperti yang diterangkan di atas, kemudian berdo'a dengan do'a di atas (Yaitu اللهم يا شديد القوى ...الخ) kemudian setelah itu menulis ayat-ayat dibawah ini dan merendamnya di dalam air kemudian meminumnya maka Insya Allah akan diamankan dari bala' di siang itu hingga akhir tahun. Ayat-ayat tersebut adalah sbb:
سلام قولاً من رب الرحيم ) ( سلام على نوح في العالمين) ( سلام على إبراهيم ) ( سلام على موسى وهارون ) ( سلام على إل ياسين ) ( سلام عليكم طبتم فادخلوها داخلين ) ( من كل أمر ، سلام هي حتى مطلع الفجر )
Versi NU
Penjelasan Mengenai Rebo Wekasan
Bulan Shafar adalah bulan kedua dalam penanggalan hijriyah Islam. Sebagaimana bulan lainnya, ia merupakan bulan dari bulan-bulan Allah yang tidak memiliki kehendak dan berjalan sesuai dengan apa yang Allah ciptakan untuknya.
Masyarakat jahiliyah kuno, termasuk bangsa Arab, sering mengatakan bahwa bulan Shafar adalah bulan sial. Tasa'um (anggapan sial) ini telah terkenal pada umat jahiliah dan sisa-sisanya masih ada di kalangkan muslimin hingga saat ini.
Abu Hurairah berkata, bersabda Rasulullah,
"Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula ramalan sial, tidak pula burung hantu dan juga tidak ada kesialan pada bulan Shafar. Menghindarlah dari penyakit kusta sebagaimana engkau menghindari singa." (H.R.Imam al-Bukhari dan Muslim).
Ungkapan hadits laa ‘adwaa’ atau tidak ada penularan penyakit itu, bermaksud meluruskan keyakinan golongan jahiliyah, karena pada masa itu mereka berkeyakinan bahwa penyakit itu dapat menular dengan sendirinya, tanpa bersandar pada ketentuan dari takdir Allah.
Sakit atau sehat, musibah atau selamat, semua kembali kepada kehendak Allah. Penularan hanyalah sebuah sarana berjalannya takdir Allah. Namun, walaupun keseluruhannya kembali kepada Allah, bukan semata-mata sebab penularan, manusia tetap diwajibkan untuk ikhtiar dan berusaha agar terhindar dari segala musibah. Dalam kesempatan yang lain Rasulullah bersabda: “Janganlah onta yang sakit didatangkan pada onta yang sehat”.
Maksud hadits laa thiyaarota atau tidak diperbolehkan meramalkan adanya hal-hal buruk adalah bahwa sandaran tawakkal manusia itu hanya kepada Allah, bukan terhadap makhluk atau ramalan. Karena hanyalah Allah yang menentukan baik dan buruk, selamat atau sial, kaya atau miskin. Dus, zaman atau masa tidak ada sangkut pautnya dengan pengaruh dan takdir Allah. Ia sama seperti waktu- waktu yang lain, ada takdir buruk dan takdir baik.
Empat hal sebagaimana dinyatakan dalam hadits di atas itulah yang ditiadakan oleh Rasulullah dan ini menunjukkan akan wajibnya bertawakal kepada Allah, memiliki tekad yang benar, agar orang yang kecewa tidak melemah di hadapkan pada perkara-perkara tersebut.
Bila seorang muslim pikirannya disibukkan dengan perkara-perkara tersebut, maka tidak terlepas dari dua keadaan. Pertama: menuruti perasaan sialnya itu dengan mendahulukan atau meresponsnya, maka ketika itu dia telah menggantungkan perbuatannya dengan sesuatu yang tidak ada hakikatnya. Kedua: tidak menuruti perasaan sial itu dengan melanjutkan aktivitasnya dan tidak memedulikan, tetapi dalam hatinya membayang perasaan gundah atau waswas. Meskipun ini lebih ringan dari yang pertama, tetapi seharusnya tidak menuruti perasaan itu sama sekali dan hendaknya bersandar hanya kepada Allah.
Penolakan akan ke empat hal di atas bukanlah menolak keberadaannya, karena kenyataanya hal itu memang ada. Sebenarnya yang ditolak adalah pengaruhnya. Allah-lah yang memberi pengaruh. Selama sebabnya adalah sesuatu yang dimaklumi, maka sebab itu adalah benar. Tapi bila sebabnya adalah sesuatu yang hanya ilusi, maka sebab tersebut salah.
Muktamar NU yang ketiga, menjawab pertanyaan “bolehkah berkeyakinan terhadap hari naas, misalnya hari ketiga atau hari keempat pada tiap-tiap bulan, sebagaimana tercantum dalam kitab Lathaiful Akbar” memilih pendapat yang tidak mempercayai hari naas dengan mengutip pandangan Syekh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Al-Fatawa al-Haditsiyah berikut ini:
“Barangsiapa bertanya tentang hari sial dan sebagainya untuk diikuti bukan untuk ditinggalkan dan memilih apa yang harus dikerjakan serta mengetahui keburukannya, semua itu merupakan perilaku orang Yahudi dan bukan petunjuk orang Islam yang bertawakal kepada Sang Maha Penciptanya, tidak berdasarkan hitung-hitungan dan terhadap Tuhannya selalu bertawakal. Dan apa yang dikutip tentang hari-hari nestapa dari sahabat Ali kw. Adalah batil dan dusta serta tidak ada dasarnya sama sekali, maka berhati-hatilah dari semua itu” (Ahkamul Fuqaha’, 2010: 54).
Indikasi Kesialan dalam Quran dan Hadits
Mungkin ada pertanyaan, bagaimana dengan firman Allah Ta’ala, yang artinya:’’Kaum ‘Aad pun mendustakan (pula). Maka alangkah dahsyatnya azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku, Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus. yang menggelimpangkan manusia seakan-akan mereka pokok korma yang tumbang” (Q.S al-Qamar (54:18-20).
Imam al-Bagawi dalam tafsir Ma’alim al-Tanzil menceritakan, bahwa kejadian itu (fi yawmi nahsin mustammir) tepat pada hari Rabu terakhir bulan Shafar. Orang Jawa pada umumnya menyebut Rabu itu dengan istilah Rabu Wekasan. Hemat penulis, penafsiran ini hanya menunjukkan bahwa kejadian itu bertepatan dengan Rabu pada Shafar dan tidak menunjukkan bahwa hari itu adalah kesialan yang terus menerus.
Istilah hari naas yang terus menerus atau yawmi nahsin mustammir juga terdapat dalam hadis nabi. Tersebut dalam Faidh al-Qadir, juz 1, hal. 45, Rasulullah bersabda, “Akhiru Arbi’ai fi al-syahri yawmu nahsin mustammir (Rabu terakhir setiap bulan adalah hari sial terus).”
Hadits ini lahirnya bertentangan dengan hadits sahih riwayat Imam al-Bukhari sebagaimana disebut di atas. Jika dikompromikan pun maknanya adalah bahwa kesialan yang terus menerus itu hanya berlaku bagi yang mempercayai. Bukankah hari-hari itu pada dasarnya netral, mengandung kemungkinan baik dan jelek sesuai dengan ikhtiar perilaku manusia dan ditakdirkan Allah.
Bagaimana dengan pandangan Abdul Hamid Quds dalam kitabnya Kanzun Najah Was-Surur Fi Fadhail Al-Azminah wash-Shuhur (penulis sendiri terus terang belum mengetahui dan meneliti kebenaran nama dan kitab ini, bahkan dalam beberapa tulisan kitab ini disebut dengan Kanzun Najah Was-Suraar Fi Fadhail Al-Azmina Wash-Shuhaar dan Kanju al-Najah wa al-Surur fi al-Adiyati al-Lati Tasrohu al-Sudur) yang menjelaskan: banyak para Wali Allah yang mempunyai pengetahuan spiritual yang tinggi mengatakan bahwa pada setiap tahun, Allah menurunkan 320.000 macam bala bencana ke bumi dan semua itu pertama kali terjadi pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar.
Oleh sebab itu hari tersebut menjadi hari yang terberat di sepanjang tahun. Maka barangsiapa yang melakukan shalat 4 rakaat (nawafil, sunnah), di mana setiap rakaat setelah al-Fatihah dibaca surat al-Kautsar 17 kali lalu surat al-Ikhlash 5 kali, surat al-Falaq dan surat an-Naas masing-masing sekali; lalu setelah salammembaca do’a, maka Allah dengan kemurahan-Nya akan menjag a orang yang bersangkutan dari semua bala bencana yang turun di hari itu sampai sempurna setahun.
Mengenai amalan-amalan tersebut di atas, mengutip KH. Abdul Kholik Mustaqim, Pengasuh Pesantren al-Wardiyah Tambakberas Jombang, para ulama yang menolak adanya bulan sial dan hari nahas Rebo Wekasan berpendapat (dikutip dengan penyesuaian):
Pertama, tidak ada nash hadits khusus untuk akhir Rabu bulan Shofar, yang ada hanya nash hadits dla’if yang menjelaskan bahwa setiap hari Rabu terakhir dari setiap bulan adalah hari naas atau sial yang terus menerus, dan hadits dla’if ini tidak bisa dibuat pijakan kepercayaan.
Kedua, tidak ada anjuran ibadah khusus dari syara’.Ada anjuran dari sebagian ulama’ tasawwuf namun landasannya belum bisa dikategorikan hujjah secara syar’i.
Ketiga, tidak boleh, kecuali hanya sebatas sholat hajat lidaf’ilbala’almakhuf (untuk menolak balak yang dihawatirkan) atau nafilah mutlaqoh (sholat sunah mutlak) sebagaimana diperbolehkan oleh Syara’, karena hikmahnya adalah agar kita bisa semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.
Mengutip pandangan Rais Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Miftakhul Akhyar tentang hadits kesialan terus menerus pada Rabu terakhir tiap bulan, dinyatakan:
“Naas yang dimaksud adalah bagi mereka yang meyakininya, bagi yang mempercayainya, tetapi bagi orang-orang yang beriman meyakini bahwa setiap waktu, hari, bulan, tahun ada manfaat dan ada mafsadah, ada guna dan ada madharatnya. Hari bisa bermanfaat bagi seseorang, tetapi juga bisa juga naas bagi orang lain…artinya hadits ini jangan dianggap sebagai suatu pedoman, bahwa setiap Rabu akhir bulan adalah hari naas yang harus kita hindari. Karena ternyata pada hari itu, ada yang beruntung, ada juga yang buntung. Tinggal kita berikhtiar meyakini, bahwa semua itu adalah anugerah Allah.
” Wallahu ‘A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar