Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Senin, 15 Agustus 2016

Membela islam sudah pasti membela negara

BELA NEGARA Konsep dan Urgensinya menurut Islam

Latar belakang.

Acara ini terselenggara atas kerjasama Kementrian Pertahanan RI dengan Thoriqoh muktabaroh sedunia (internasional).

Ditengah kondisi memburuknya kondisi sosial, krisis kepercayaan, krisis teladan diseluruh penjuru dunia. Kondisi luar negri konflik timur tengah yang tak kunjung selesai dan juga maraknya adu domba yang kian meruncing di dalam negeri yang rawan akan konflik suku, agama, budaya,ras dll.

hal tersebut diatas Menjadikan kekawatiran tersendiri dikalangan ulama-ulama yang tergabung dalam wadah Thoriqoh muktabaroh yang di indonesia merupakah ruh Aswaja. Dari 250 juta rakyat indonesia tercatat kurang lbh 90juta anggota yang masuk dalam jamaah Thoriqoh.

Panitia berharap para ahli tasawuf, thoriqoh, sufi bisa memberikan teladan, memberi solusi dalam upaya Bela Negara.
dalam menjaga keutuhan NKRI dengan berperan aktif dalam dakwah yang Rahmatan lilngalamin.

Sehingga setelah konferensi ini selesai menghasilkan formula-formula yang jitu sebagai obat penyembuh bangsa dan dunia yang sakit, dan diharapkan adanya tindak lanjut yang real dalam kehidupan mayarakat upaya bela negara yang diwajibkan bagi semua rakyat.

RELASI AGAMA DAN NEGARA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Syaikh Muhammad Adnan Al-Afyuni (Mufti Damaskus Syiria)

Ketika berbicara tentang tanah air, pada waktu yang sama, kita juga berbicara tentang manusia. Tanah air dan manusia keduanya merupakan bilangan sulit dalam rumus persamaan kehidupan, karena tidak ada kehidupan manusia tanpa tanah air, dan melindungi tanah air berarti melindungi manusia.

Tanah air bukan hanya sebidang tanah dimana kita hidup diatasnya, tetapi tanah air juga berarti tanaman, ternak, bumi dan semua isinya dan juga langit. Tanah air juga berarti tanah,air dan udara. Tanah air juga stabilitas dan keamanan, harapan, sejarah, masa depan dan kehidupan.

Tugas islam adalah membuat dan meletakan hukum, peraturan dan undang-undang yang mengatur gerak atau aktifitas manusia dalam kehidupan ini, baik pada tataran individu maupun kelompok.
Juga mengatur gerak dan aktifitas negara berikut berbagai macam hubunganya, dalam bentuk yang menjadikanya mampu melaksanakan tanggung jawabnya dan sekaligus menjamin kelangsungan eksistensinya, maka dalam Fiqih, lahirlah yang disebut siasah.
Yaitu seperangkat kebijakan dan aturan yang dibuat oleh pemimpin untuk mewujudkan kemaslahatan atau untuk menghalau mafsadah, meskipun tidak ada nash-nash syar’I yang rinci yang menjelaskanya, tetapi kebijakan dan aturan tersebut tidak bertentangan sengan syariah.
Dan menjadi sebuah kewajiban syar’I untuk melaksanakannya, mematuhinya, dan tidak melanggarnya.

Tugas negara adalah menjaga serta memelihara agama dan ajaran-ajaranya, menjadikanya sebagai rujukan, mengimplementasikan hukum-hukum yang berdasarkan pada sumber-sumber syar’I, kaidah usul fiqih, atau siasah syari’ah yang bertujuan mewujudkan keadilan, keamanan, stabilitas, kemajuan kesejahteraan dan kemakmuran.

Bahkan sebenarnya ruh atau spirit hubungan agama dengan negara sudah dimulai sejak saat-saat awal munculnya negara islam di madinah melalui dokumen atau piagam Madinah (Konstitusi Madinah) yang diletakan Rasululloh SAW. Piagam Madinah dianggap sebagai sebuah konstitusi madani pertama dalam sejarah, yang menata hubungan antara negara dengan masyarakat dan manusia yang heterogen dan majemuk dengan keragaman keyakinan yang berbeda-beda (kamun mukminin, musyrikin dan ahli kitab) Yaitu yang disebut prinsip kewarganegaraan.

Piagam ini merupakan sebuah deklarasi dasar-dasar dan prinsip-prinsip pemerintahan negara, tugas warga negara, hubungan mereka dengan pemimpin negara yang di representasikan oleh Rasululloh SAW, berikut apa saja hak dan kewajiban mereka. Piagam ini- berikut teks-teks dan berbagai hasil ijtihad siasah syar’iah yang muncul kemudian-menggariskan skema hubungan antara agama dan negara dalam bentuk yang mampu mewujudkan hubungan integral yang saling melengkapi dalam menjalankan peran, bukan hubungan pertentangan atau konflik otoritas.
Dari spirit piagam ini, tercermin dengan jelas sebuah model hubungan antara agama dan negara dalam kerangkatanggung jawab syar’I melalui penyusunan undang-undang yang mampu menciptakan faktor-faktor stabilitas kehidupan yang sadar akan tugas dan tanggung jawab, yaitu beribadah kepada Alloh SWT dan memakmurkan bumi.
“Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka (Shaleh).Shaleh berkata, “Hai Kaumku, sembahlah Alloh, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selai Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampuna-Nya, kemudia bertaubatlah kepadaNya, sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmatNya) lagi memperkenankan (doa hambaNya) . (Hud; 61)
Semuai ini dalam kerangka tanggung jawab rabani utuh dan lengkap.

Sebuah masyarakat yang tidak diatur oleh hukum dan undang-undang pasti akan dikuasai dan dilanda kekacauan atau konflik. Masyarakat, dimana para anggotanya tidak mematuhi hukum dan undang-undang, tidak akan pernah mengenal yang namanya stabilitas dan kemakmuran.

Berikut ini adalah pemaparan prinsip-prinsip dan undang-undang yang mengatur hubungan antara agama, negara dan warga negara.
Disini akan di deskripsikan secara jelas bentuk-bentuk tanggung jawab dan kewajiban untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan mencegah terjadinya konflik. Prinsip-prinsip dan undang-undang tersebut terinspirasi dari paragraf, pasal dan ungkapan-ungkapan dalam piagam madinah.

PERTAMA:
Meletakan dasar konsep dan faktor-faktor koeksistensi antara komponen-komponen masyarakat yang heterogen, majmuk dan beragam tanpa memandang agama, ras, jenis kelamin dan strata sosial. Yaitu yang disebut konsep kewarganegaraan.

Islam adalah agama realistis yang menyadari bahwa perbedaan, keragaman, kemajemukan dan heterogen adalah salah satu ciri dan karakteristik kehidupan. Alloh SWT Berfirman,
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya adalah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Ar Rum:22)
Dan oleh karena itu ,Tuhan tidak ingin melebur manusia dan membuat mereka menjadi sama, seragam dan homogen. Karena, hal itu tidak sejalan dengan fitrah dan kenyataan, sebagaimana firmaNya:
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Alloh menciptakan mereka.” (Hud: 118,119)

Konsep kewarganegaraan bisa terwujud dengan persamaan hak dan kewajiban. Dari sini, akan muncul kesadaran tanggung jawab penuh terhadap tanah air dan warga negara. Piagam Madinah mendiskripsikan masyarakat yang tercakup di dalamnya dari kalangan kaum mukminin dan muslimin Qurays dan yatsrib serta orang-orang yang bersedia bergabung dengan mereka dan berjuang bersama mereka (yaitu orang-orang Yahudi), sebagai umat yang satu.

KEDUA: Keadilan Penuh
Karena keadilan merupakan salah satu elemen paling penting terciptanya stabilitas, kerjasama, dan solidaritas dalam masyarakat dan bangsa. Tanpa keadilan, tatanan kehidupan akan mengalami kekacauan dibawah ancaman bayang-banyang tirani, dominasi dan hegemoni pihak paling kuat dan menang, serta kedengkian dan kebencian pihak yang lemah dan kalah. Pada giliranya, kesadaran kerjasama hilang dan stabilitas pun terancam.

Keadilan merupakan batu pondasi untuk mewujudkan perdamaian dan menyebarkan cinta kasih. Karena perdamaian dan cinta kasih tidak akan terwujud selama masih ada ketidak adilan, kelaliman,penindasan dan pelanggaran. Ketika perdamaian dan cinta kasih hilang maka akan muncul kesengsaraan, penderitaan dan konflik.

Dalam syariat islam, keadilan merupakan prinsip atau dasar konstitusional pertama sebuah pemerintahan, berdasarkan nash-nash dari Alquran semisal ayat
“Sesunggunya Alloh menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Alloh melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”( An Nahl: 90)
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang-orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Alloh biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Alloh lebih tahu kemashlahatanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesunggunya Alloh adalah maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” (An Nisa: 135)

Menegakan keadilan diantara manusia adalah bagian dari ajaran agama, dan menjadi salah satu sebab tegaknya negara.
Oleh karenaitu, adalah tugas negara menegakan keadilan antara warganya dalam segala bentuk dan kondisi, apakah itu didalam,
. Keadilan hukum, sebagaimana firman Alloh SWT.
“dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.” (An-Nisa: 58)
Sejarah tidak akan mengenal contoh yang lebih benar dalam menegakan keadilan dari sabda Rasululloh SAW,
“Demi Dia yang jiwaku dalam genggamanNya, seandainya Fatimah Binti Muhammad mencuri, sungguh aku benar-benar akan memotong tangannya”

b. Keadilan dalam hak dan kewajiban terlepas dari agama, latar belakang etnis dan strata mereka, sebagaimana hal ini tercantum dalam piagam madinah, “Bahwa, barang siapa yang mengikuti kami dari kalangan yahudi, maka dia akan dibela dan diperlakukan sama tanpa teraniaya”
Diperlakukan sama disini, maksudnya adalah memiliki persamaan hak-hak kewarganegaraan.
Selanjutnya disebutkan “ Bahwa buku ini tidak akan menghalang-halangi penegak hukum terhadap pelaku aniaya dan pelaku dosa” apapun statusnya atau sukunya.
Diantara bentuk ketidak adilan yang menjadi salah satu perhatian serius Islam untuk menegakanya adalah, bahwa tanggung jawab pidana merupakan tanggung-jawab individu atau personal. Jadi hukuman adalah berlaku terhadap pelakunya saja, tidak yang lain, tidak pula sukunya atau afiliasinya, sebagaimana firmaNya “
“dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (Al-An’am 164)

Prinsip penting dalam penegakan keadilan juga dikonfirmasi dalam piagam madinah yaitu “Bahwa seorang yang berbuat, hanya disinya saja yang menanggung akibatnya, bahwa seseorang tidak berdosa karena ulah sekutunya” hal itu karena tanggung jawab kesalahan hanya ditanggung oleh si pelaku sendiri, bukan sekutunya.

Manhaj Islam yang tiada duanya dalam bidang keadilan ini semestinya juga digunakan dalam menilai islam saat ini, dimana dengan kesengajaan yang tidak adil dan jahat, islam dikait-kaitkan dengan sejumlah pemikiran dan perilaku pribadi beberapa oknum. Padahal itu tidak ada kaitanya dengan islam. Akibatnya islam dituduh sebagai agama terorisme gara-gara ulah beberapa oknum, kelompok atau organisasi tertentu yang mengatasnamakan islam. Ini merupaan sebuah ketidak adilan yang sangat jelas dan jahat sekali. Karena keadilan, mengharuskan kita untuk meminta pertanggungjawaban setiap pihak dengan berdasarkan para prinsip tanggung jawab individu dan tidak memikulkan kesalahan kepada selain pelakunya.

Jika mereka ingin menilai Islam, maka mereka harus menilainya dari ajarannya dan sumber-sumbernya, bukan dari perilaku pengikutnya. Inilah yang ingin diwujudkan oleh syariat yang hanif dalam kaitanya dengan prinsip tanggungjawab individu, karena itulah yang lebih dekat kepada keadilan dan lebih tepat bagi kehidupan umat semesta.

State Defense The Concept and its Urgency in Islam

KETIGA: Kebebasan Berkeyakinan dan Beragama

Islam telah menjamin hak semua orang dalam memilih keyakinan mereka dengan kebebasan penuh, karena pilar agama tidak didasarkan melainkan pada keimanan yang mantap dan keyakinan yang mutlak, dan itu hanya bisa terwujud dengan kesadaran, kemantapan dan kebebasan penuh. Oleh karena itu, Alloh SWT berfirman:
“ Tidak ada paksaan untuk (Memasuki) agama (islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat” (Al Baqoroh:256)
Maka tidak diperbolehkan seseorang memaksakan keyakinan dan akidahnya kepada orang lain, mengecam, mencela atau menyalahkanya atas keyakinan, kemantapan, dan pilihanya. Alloh SWT berfirman:
“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semua” (Yunus: 99)
“Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, tetapi orang yang berpaling dan kafir, maka Alloh akan mengazabnya dengan azab yang besar”( Al Ghasyiyah:21-23)

Ayat diatas secara tegas dan eksplisit menyatakan bahwa menghisab manusia atas keyakinan dan akidah mereka,sekalipun mereka itu kafir adalah HAK PREROGATIF ALLOH SWT saja. Tidak ada satu orang pun yang memiliki hak untuk mengangkat dirinya sebagai pembuat perhitungan dan memvonis dalam perkara yang menjadi hak prerogatif Alloh SWT.
Dari ajaran-ajaran rabbani ini, dapat diketahui dengan jelas rusaknya pemikiran yang menghalalkan darah orang lain, harta benda dan kehormatan mereka, menyebarkan teror dan kematian di negara-negara Barat dan negara-negara muslim. Semua itu dilakukan dibawah kedok penyebaran Islam dan mendirikan negara Islam dengan berlandaskan pada pemahaman yang keliru terhadap teks-teks sara’ dan substansi agama.

Dalam hal ini, mereka tidak tahu, atau tidak menyadari atau mengabaikan dan pura-pura tidak menyadari bahwa dalam sejarah islam, pasukan penaklukan islam adalah semata-mata untuk memberikan kesempatan kepada orang-orang untuk masuk islam bagi yang mau, bukan untuk memaksa mereka masuk islam. Oleh karena itu, hal tersebut sama sekali tidak bisa dijadikan sebagai alasan untuk membenarkan dan menjustifikasi peperangan, pemboman dan perusakan dengan dalih menyebarkan agama, karena kebebasan beragama dilindungi di seluruh dunia untuk mencegah pengorbanan perang untuk tujuan tersebut.
Islam mengkonfirmasi dan menegaskan keharusan menghormati pluralitas keyakinan dan agama dalam piagam Madinah dengan sangat jelas. Meskipun teks piagam Madinah menyatakan bahwa Yahudi bani Auf (dan yang lainya) bersama kaum muslimin adalah umat yang satu, tapi kendati demikian, hal itu sama sekali tidak menghilangkan ke khasan atau identitas agama masing-masing.
Dalam piagam Madinah disebutkan, “Bagi orang-orang yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka, sahaya mereka dan diri mereka sendiri.”
Inilah yang dinyatakan Alloh SWT dalam ayat,
“sesungguhnya orang-orang beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shabi-iin, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang Musryik, Alloh akan memberi keputusan diantara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Alloh menyaksikan segala sesuatu’’ (AL –Hajj: 17)

Ayat diatas menyebbutkan para pemilik kepercayaan dan agama dari kalangan kaum Mukminin, Yahudi, Kristen,Shabi in, Majusi dan musryik secara bersama-sama dan berdampingan. Kemudian ayat tersebut menjelaskan bahwa putusan diantara para pengikut agama-agama ini sepenuhnya berada ditangan Alloh SWT saja, dan bahwa hal itu waktunya adalah kelak pada hari kiamat, bukan dalam kehidupan di dunia ini. Untuk itu, para pengikut agama-agama sudah seharusnya untuk hidup berdampingan dengan damai, saling bekerja sama, saling menghormati, saling menerima satu sama lain atas dasar ukhuwah insaniyah.
Perbedaan agama sama sekali tidak boleh menjadi sebab konflik dan sengketa, karena Alloh SWT menetapkan bahwa putusan diantara mereka adalah pada hari kiamat. Ajaran Qurani ini memiliki pengaruh besar dalam peletakan dasar-dasar koeksistensi dan interaksi antara Muslim dan para pemeluk agama lain dalam bentuk menghormati agama, hak untuk hidup, serta kerjasama yang konstruktif dalam menciptakan kebaikan untuk semua.

KE EMPAT: MEMBELA TANAH AIR DAN MELINDUNGINYA ADALAH TANGGUNG JAWAB SEMUA WARGA NEGARA.
Merupakan hak yang alami, kesadaran melindungi tanah air, menjaga keselamatan, persatuan, kesatuan, keutuhan dan stabilitas tanah air merupakan fitrah atau naluri dalam jiwa semua orang yang tinggal didalamnya. Pihak yang tidak melindungi negaranya, maka dia tidak layak hidup di dalamnya.
Alloh SWT Berfirman:
“Dan sesunggunya kalau Kami perintahkan kepada mereka, “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu, “ niscaya mereka tidak akan melakukanya kecuali sebagian kecil dari mereka” (An-Nisa: 66)

Mempertahankan dan ikatan batin yang kuat dengan tanah air yang diungkapkan oleh AL Quran dengan kalimat, “ Ad-Diyar merupakan fitrah dalam penciptaan manusia dan hewan. Mereka akan membela dan mempertahankanya dengan segenap kemampuan yang di miliki, bahkan mungkin sampai rela membayarnya dengan nyawa.
Pada saat nabi Muhammad SAW di usir oleh kaum beliau, sebenarnya beliau sangat berat untuk meninggalkan Makkah dan tidak ingin pergi meninggalkanya. Pada saat pergi meniggalkan beliau berucap:
“ Demi Alloh, kamu (negeri makkah) sungguh merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya bukan karena para pendudukmu mengusirku, nisacaya aku tidak akan pergi meniggalkanmu.”

Setelah di Madinah, Nabi Muhammad SAW juga memiliki perasaan yang sama terhadap Madinah seperti perasaan beliau terhadap Makkah. Diriwayatkan dari beliau “ Ya Alloh jadikanlah Madinah negeri yang kami cintai seperti cinta kami kepada negeri Makkah, atau lebih. Jadikanlah negeri Madinah sebagai negeri yang baik (sehat), berkahilah Sha’ dan mud-nya, pindahkanlah penyakit demamnya ke Juhfah.”
Keterangan ini menunjukan akan legitimasi kecintaan manusia kepada tanah air, menjaga keselamatanya, kesehatan lingkunganya, kebaikanya dan mendatangkan kebaikan untuknya.

Ketika Quraisy melancarkan agresi terhadap Madinah dalam perang Uhud dan Khandaq, Rasululloh SAW bersama para sahabat yang mulia berperan sebagai pahlawan dalam mempertahankanya dengan penuh gagah berani. Mereka mengerahkan segala kamampuanya, tenaga dan potensi yang ada demi membela dan mempertahankan Madinah, meskipun waktu itu kekuatan dan jumlah mereka sedikit, menghadapi musuh yang kuat dan jumlah personil yang sangat banyak. Hal itu supaya menjadi undang-undang untuk semua orang, bahwa membela tanah air adalah sebuah kewajibban Syar’I, insani, naluri dan imani.

Nasionalisme, cinta tanah air, ataukah Islam yang dibela?

Tentu dalam jihad yang dibela adalah Islam bukan tanah air. Inilah prinsip yang membedakan seorang muslim dan bukan. Seorang muslim sangat Islam jaya lewat jihad. Sedangkan orang kafir hanya ingin berperang supaya membela tanah airnya, atau karena nasionalisme yang diperjuangkan.

عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِلُ رِيَاءً ، فَأَىُّ ذَلِكَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِىَ الْعُلْيَا ، فَهْوَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »

Dari Abu Musa, ia berkata bahwa ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas ia berkata, ada seseorang yang berperang (berjihad) untuk membela sukunya (tanah airnya); ada pula yang berperang supaya disebut pemberani (pahlawan); ada pula yang berperang dalam rangka riya’ (cari pujian), lalu manakah yang disebut jihad di jalan Allah? Beliaushallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Siapa yang berperang supaya kalimat Allah itu mulia (tinggi) itulah yang disebut jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari no. 7458 dan Muslim no. 1904).

Hadits di atas menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin menunjukkan niatan jihad yang benar apabila dilakukan ikhlas karena Allah, meraih ridho-Nya. Sedangkan jika seseorang berjihad untuk disebut pemberani atau pahlawan; untuk membela kaum, negeri atau tanah airnya; atau supaya ia tersohor di kalangan orang banyak, maka ini semua adalah niatan yang keliru. Karena setelah ditanya niatan seperti itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas beralih dengan mengatakan bahwa jihad itu untuk membela kalimat Allah, artinya untuk membela Islam.

Hadits di atas bermaksud menerangkan bahwa tidak ada beda antara kita dengan orang kafir jika maksud kita berjihad atau berperang hanyalah untuk membela tanah air. Karena niatan orang kafir pun demikian. Seorang muslim haruslah punya niatan untuk berperang untuk “membela Islam” dan bukan untuk membela tanah air. Karena kalau niatannya untuk membela tanah air, matinya tidaklah disebut mati syahid.

Apapun agamamu, sukumu, budayamu jika sudah masuk NKRI maka wajib membela tanah air tempatmu tinggal.

Syukron katsiir....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar