Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi

Minggu, 26 Juli 2020

Kematian Hina Kemal Ataturk

KEMATIAN MENGERIKAN SANG MUSUH ISLAM : MUSTAFA KAMAL ATTATURK LAKNATULLAH  !

Anda tahu siapa itu Mustafa Kemal Ataturk ?
Dialah Presiden Pertama dari Republik Turki Sekuler.

Dia-lah dalang di balik kacaunya Khilafah Utsmani sampai Khilafah Utsmani harus runtuh pada 3 Maret 1924.

Dan ketika Mustafa Kemal Ataturk berkuasa di Turki, dia menjadi diktator pertama dlm dunia Islam. Dia memerintah dgn tangan besi.

Habis semua umat Islam dlm genggaman tangannya. Tangannya berlumuran darah umat Islam yg menghendaki agar Khilafah Utsmani kembali menghiasi bumi Islambul.

Mustafa Kemal juga yg menghapus segala bentuk hukuman syariah. Dia yg menghapus hukum potong tangan bagi pencuri, hukum rajam bagi pezina, hukum qishosh bagi pembunuh, lalu digantinya dgn hukuman penjara.

Tak hanya itu, Mustafa Kemal juga menghapus hukum waris, menyamaratakan ahli waris laki2 dgn ahli waris perempuan, menghapus hukum hijab bagi muslimah, mengubah Masjid Aya Soffia menjadi museum, kalimat adzan diganti menjadi bahasa Turki, menggalakkan minum minuman khomer di tempat umum, dan menjadikan majelis-majelis ilmu kemudian menggantinya dgn tempat2 lokalisasi pelacuran dan diskotik.

Tak hanya mengubah sistem pemerintahan Turki yg Islami menjadi sekuler, Mustafa Kemal juga memiliki sifat sombong sebagaimana Fir'aun.

Dalam suatu kesempatan, Mustafa Kemal berpidato dihadapan para tentara eks tentara Khilafah.

Dalam pidatonya itu, Mustafa Kemal membanggakan dirinya, dengan berkata
"Kini sekarang siapa yg berkuasa, aku atau Tuhan ?"

Dengan perasaan takut, para tentara itu serentak mengucapkan, "Andalah paduka yg kami takutkan sekarang"

Mendengar jawaban dari para tentara itu, senyum kesombongan mengukir di bibir Mustafa Kemal.

Tapi semua itu berhenti ketika periode akhir Oktober 1938.

Saat itu, Mustafa Kemal awalnya menderita penyakit kulit. Namun, Mustafa Kemal menderita penyakit tambahan yakni malaria, lever, dan penyakit kelamin.

Dokter pribadinya pun memberi salep dan dioleskan di kulitnya yg luka karena garukan dari kukunya.

DR Abdullah 'Azzam dalam bukunya Al Manaratul Mafqudah, menjelaskan prosesi ajal Mustafa Kemal Ataturk yg mengerikan,

Menurut DR Abdullah 'Azzam, sebuah cairan berkumpul di perutnya secara kronis. Ingatannya melemah, darah mulai mengalir dari hidungnya tanpa henti.

Untuk mengeluarkan cairan dalam tubuhnya,
dokterpun menusuk jarum di perutnya, tapi hasilnya perutnya membusung dan kedua kakinya bengkak.

Wajahnya pun menjadi pucat pasi dan terlihat seperti tengkorak.

Mustafa Kemal, yg sedang sakit menderita itu, kesehariannya dilingkupi rasa panas yg luar biasa.

Bahkan, gatal-gatal dari tubuhnya semakin menjadi-jadi, hingga dia merasa tak tahan lalu menjerit sampai terdengar di seluruh istana.

Para pekerja istana, sangat ketakutan, ketika Mustafa Kemal sudah menjerit karena kesakitan.

Badannya yg panas, hingga melebihi suhu normal, membuatnya tak mau masuk istana.
Dia minta dibawa ke tengah-tengah laut utk menurunkan suhu tubuhnya. Tapi, suhu tubuhnya selalu naik, dan malah panas.

Syaikh DR. Sayyid Husein Al Affani, dlm kitabnya Al Jaza Min Jinsil Amal, mengisahkan bahwa sebenarnya Mustafa Kemal sudah mulai menderita kanker hati pada tahun 1936.

Tapi, anehnya para dokter yg mendiagosa, baru mengetahui Mustafa Kemal terkena kanker hati pada tahun 1938.

Dan puncaknya, pada pagi hari tanggal 10 November 1938, Mustafa Kemal dinyatakan mati oleh tim dokter. Sakaratul maut yg amat mengerikan bagi pengkhianat dan penghancur Khilafah Utsmani.

Bahkan, ketika akan proses pemakaman pun, para ulama Turki menolak utk menyolatkan jenazah busuk Mustafa Kemal.

Baru dihari ke-9, atas desakan dan permintaan dari adik perempuan Mustafa Kemal, barulah para ulama dan rakyat Turki mengkafani, menyolatkan, dan menguburkan Mustafa Kemal.

Tapi, naas, ketika jenazahnya akan dimasukkan ke bumi, jenazahnya terlempar ke atas.

Para peziarah dibuat repot oleh hal ini, utk para ulama sepakat utk menimbun jenazah Mustafa Kemal dengan bebatuan di bukit di Ankara.

Baru setelah 15 tahun matinya Mustafa Kemal, jenazahnya kembali utk dikubur.

Tapi lagi-lagi, bumi menolak jenazah Mustafa Kemal. Hingga akhirnya, jenazah Mustafa Kemal dimasukkan ke dalam museum Etnagrafi di Ankara, Turki.

Jenazahnya ditimbun dengan bebatuan marmer yg bobotnya sampai 44 ton.

Dan, jika Anda pergi ke museum Etnagrafi di Turki utk melihat makam Mustafa Kemal,
para pemandu museum pasti akan menyemprotkan parfum yg paling wangi ke pakaian Anda.

Sebab, jika Anda sudah mendekati makam Mustafa Kemal, pasti akan tercium bau yg lebih busuk dari bangkai.

Pihak museum pun mengakui, jika sumber bau busuk itu bukan dari WC atau septictank yg bocor, melainkan di areal makam Mustafa Kemal Attaturk.

Kisah ini memberikan i'tibar. Seperti kata bbrp ulama, kalau kamu benci dan mencoba menjegal Khilafah, maka kamu akan melawan Allah. Lihat, kematian yg mengerikan menimpa Mustafa Kemal Attaturk, si penjegal dan penghancur Khilafah Utsmani.

Aroma bau yg terus keluar dari makam Mustafa Kemal, adalah cara Allah memperingatkan kepada siapa saja, yang mencoba sombong dengan kekuasaannya dan melawan syariat-Nya, maka dia akan mendapatkan kematian yg terhina !!!

Wallahu'alam bisshowwab

Status Anak hasil Zina

Alhamdulillah, washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah Saudara Rudi (nama samara) yang dirahmati Allah swt. Para ulama berbeda pendapat, bolehkan menikahi wanita yang hamil. Para ulama dari kalangan madzhab maliki dan hambali berpandangan tidak boleh menikahi wanita yang hamil karena zina. Baik yang menikahi itu lelaki yang menghamili atau bukan. Bila keduanya menikah, tidak boleh berhubungan dan harus akad lagi ketika anak dalam kandungan itu lahir. Pendapat ini berdasarkan pada teks eksplisit ayat yang menyebutkan bahwa ‘iddah wanita hamil itu sampai melahirkan. Para ulama ini juga berhujjah dengan hadist Rasulullah saw, “Tidak boleh melakukan hubungan dengan wanita hamil (karena zina) hingga melahirkan.” Sedangkan ulama dari kalangan madzhab syafii berpandangan boleh menikahi wanita yang hamil karena zina, sebab air mani yang ada dalam wanita itu tidak memiliki kemuliaan sehingga dianggap tidak ada. Jadi boleh menikah dengannya. Apabila lelaki dan wanita yang hamil karena zina itu menikah, sedangkan anaknya itu hasil dari hubungan keduanya sebelum menikah, para ulama berbeda pendapat. Sebagian besar ulama berpandangan bahwa anak itu dinisbatkan kepada ibunya. Ia tidak saling mewarisi dengan ayahnya. Ayahnya juga tidak bisa menjadi wali. Hubungan keduanya seperti hubungan ayah tiri, walau pun secara biologis anak itu adalah darah dagingnya. Para ulama tersebut berhujjah dengan hadist Rasulullah saw, “AL-WALAD LILFIRASY WALIL’AHIRI AL-HAJR (ANAK ADALAH MILIK ORANG YANG BERHAK ATAS WANITA YANG MENJADI IBU BAGI ANAK ITU DAN PELAKU ZINA TIDAK MENDAPATKAN APA-APA)” Jadi, lelaki yang berhak secara sah terhadap wanita itulah yang berhak atas anaknya. Karena lelaki berzina itu tidak berhak atas wanita yang ia hamili, maka ia tidak berhak atas nasab anaknya. Di samping itu, para ulama tersebut berhujjah dengan hadits Rasulullah SAW, “…DAN APABILA (ANAK ITU) BUKAN DARI WANITA YANG BUKAN MILIKNYA ATAU DARI WANITA YANG IA ZINAI, MAKA (ANAK ITU) TIDAK DINISBATKAN KEPADANYA DAN TIDAK PULA MEWARISINYA…” (HR AHMAD, ABU DAWUD, IBNU MAJAH DAN AD-DARAMI.) SYAIKH AL-BANI MENGHASANKAN DERAJAT HADITS INI. Sebagian ulama berpandangan bila lelaki yang menikahi itu adalah lelaki yang menghamili, maka anak itu bisa dinisbatkan kepada ayahnya secara biologis.  Menurut mereka, hadits yang menyatakan bahwa “al-walad lilfirasy (anak adalah milik orang yang berhak atas wanita yang menjadi ibu bagi anak itu)” berlaku ketika terjadi sengketa atas nasab anak. Apabila tidak ada sengketa, nasab bisa dinisbatkan kepada orang yang mengakuinya sebagai anak. Jadi bila lelaki itu menikahi wanita yang hamil karena dirinya, maka anak itu bisa dinisbatkan kepadanya. Ibnu Qayyim menyebutkan bahwa pendapat yang kedua ini adalah pendapat Hasan Al-Bashri berdasarkan para riwayat Ishaq ibnu Rahawaih. Hujjah atau dalil para ulama yang mengikuti pendapat ini adalah : kebijakan Umar bin Khattab menetapkan nasab orang-orang yang pernah hidup di masa jahiliah berdasarkan pada pengakuan mereka. Jadi, ketika A mengaku bahwa B adalah  anaknya, maka Umar menetapkan B sebagai anak A. BACA JUGA: HUKUM BERZINA PADA SIANG HARI BULAN RAMADHAN Sebagian besar ulama berpendapat bahwa seorang anak yang lahir dari zina tidak akan mendapatkan hak nasab ayah biologisnya.  Menurut hemat saya, untuk konteks Indonesia, bila seseorang menikahi wanita yang pernah berzina dengannya dan mengandung anak biologisnya, lalu keduanya menikah sebelum anak itu lahir, secara administrasi ia bisa menjadi anak kandung atas ayahnya. Hanya saja, dalam hal perwalian nikah dan hak waris mengikuti nasab ke ibunya. Untuk perwalian nikah, yang menjadi wali adalah hakim. Sedangkan untuk warisan, ayahnya bisa memberikan bagian pada anak tersebut lewat wasiat atau hibah. Dengan begitu, kehorm matan keluarga tetap terjaga tanpa mengorbankan unsur kehati-hatian. Akan tetapi, bila orang tersebut mengikuti pendapat yang kedua, menjadikan anak itu sebagai nasab anak hasil zina yang sah, hal tersebut tidak bisa kita larang atau kita sikapi dengan negative. Dan memang, di antara ulama besar ada yang berpandangan seperti pendapat yang kedua di atas. Wallahu a’lam

Yang Zina dinikahkan

وقال الشافعية: إن زنى بامرأة، لم يحرم عليه نكاحها، لقوله تعالى: {وأحل لكم ما وراء ذلكم} [النساء:24/ 4] ولحديث عائشة السابق: «لا يحرم الحرام الحلال».
--------
ص6650 - كتاب الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي - زنا أحد الزوجين - المكتبة الشاملة الحديثة

Rabu, 22 Juli 2020

Tentang Mengamalkan Qaul Dhoif

Ifta' yang dilarang di sini maksudnya  adalah memberi fatwa ketika ada seseorang yang bertanya dan kita kasih hukum yang bertentangan dengan pendapat ashoh, fatwa tidak memberikan konsekwensi hukum. Sedangkan menghukumi itu maksudnya bagi Hakim atau Qodhi itu tidak boleh memutuskan hukuman hanya berdasar qoul dhoif saja.

ﺍﻟﻨﻔﺤﺎﺕ
: ‏( 12 ‏) ﻗﺎﻝ ﻓﻰ ﺍﻟﻔﻮﺍﺋﺪ ﻭﻛﺬﺍ ﻳﺠﻮﺯ ﺍﻷﺧﺬ ﻭﺍﻟﻌﻤﻞ ﻟﻨﻔﺴﻪ ﺑﺎﻷﻗﻮﺍﻝ ﻭﺍﻟﻄﺮﻕ ﻭﺍﻟﻮﺟﻮﻩ ﺍﻟﻀﻌﻴﻔﺔ ﺍﻻ ﺑﻤﻘﺎﺑﻞ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﻐﺎﻟﺐ ﻓﻴﻪ ﺃﻧﻪ ﻓﺎﺳﺪ ﻭﻳﺠﻮﺯ ﺍﻹﻓﺘﺎﺀ ﺑﻪ ﻟﻠﻐﻴﺮ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﺍﻹﺭﺷﺎﺩ ﺑﻪ

Diperbolehkan mengambil dan beramal dengan qoul dlo'īf untuk diri sendiri, kecuali yang muqābil nya shahīh (kebalikan shahīh), maka tidak boleh, karena ghōlibnya muqābil shahīh adalah fāsid (rusak / tidak bisa dipakai). Dan boleh pula memberitahukan qoul dlo'īf kepada orang lain, dalam rangka tujuan "irsyad" (memberikan petunjuk). TENTANG QOUL DLO'ÎF

 إعانة الطالبين ، ج ٠١ ، ص ١٩

وأما الأقوال الضعيفة فيجوز العمل بها فى حق النفس لا فى حق الغير مالم يشتد ضعفها. ولا يجوز الإفتاء ولا الحكم بها. والقول الضعيف شامل لخلاف الأصح وخلاف المعتمد وخلاف الأوجه وخلاف المتجه BACA JUGA 5893. PENDAPAT MUJTAHID ADALAH DALIL BAGI MUQOLLID 5889. Haruskah Ta'arrudl Fardliyah Dalam Niat Zakat ? 5848. APAKAH NABI MUHAMMAD SAW BOLEH DIKATAKAN SEORANG MUJTAHID ? ▪️
Boleh mengamalkan qoul dlo'if hanya untuk diri sendiri, bukan untuk orang lain, selama dlo'ifnya tidak terlalu. ▪️ Tidak boleh berfatwa dan atau menghukumi menggunakan qoul dlo'if. ▪️ Qoul dlo'if yang dimaksud meliputi : hilâful ashoh, hilâful mu'tamad, hilâful aujah, dan hilâful muttajih. Wallohu a'lam. [Umronuddin, Anas Muhammad]. Ibarot :

المراد بالافتاء به...... الفوائد المدنية للشيخ العلامة محمد بن سليمان الكردي ص 233 (وفي فتاوي) السيد عمر البشري في المسئلة الاقتداء في الشبابيك التي بحداؤ المسجد الحرم في جواز تقليد القائل بذلك ذكر في أثناء الجواب ما نصه يجوز العمل للإنسان في خاصة نفسه تقليد للوجه المرجوح بالنسبة إلى العمل دون القضاء والإفتاء والمراد بمنع الإفتاء فيه إطلاق نسبة إلى مذهب الشافعي بحيث يوهم السائل أنه معتمد المذهب فهذا تغيير ممتنع وأما الإفتاء على طريقة التعلم بحاله وأنه يجوز للعام تقليده بالنسبة للعمل به فغير ممتنع وهكذا خكم الإفتاء بمذهب المخالفة من الأئمة الذين حيث التفت الناقل في نقله بجواز إخباره الغير به وإرشاده إلى تقليده لا سيما إذا ادعت الحاجة والضرورة فإن إحبار الأئمة المذكورين لنا في ذك وبجواز تقليده إفتاء لنا منهم بالفعلة المذكورة في فتاوي العقبة ابن زياد بعد مزيد بعض في المسألة ما نصه وقد أرشد العلماء إلى التقليد عند الحاجة فمن ذلك ما نقل عن الإمام ابن عجيل أنه قال ثلاث مسائل في الزكاة يفتي فيها بخلاف المذهب.

مجموعة سبعة كتب مفيدة ص : 61 الهداية

واعلم أن الأصح من كلام المتأخرين كالشيخ ابن حجر وغيره أنه يجوز الانتقال من مذهب إلى مذهب من المذاهب المدونة ولو بمجرد التشهى سواء انتقل دواما أو فى بعض الحادثة وإن أفتى أو حكم أو عمل بخلافه ما لم يلزم منه التلفيق كما فى الفوائد وغيرها قال فى الفوائد وكذا يجوز الأخذ والعمل لنفسه بالأقوال والطرق والوجوه الضعيفة إلا بمقابل الصحيح فإن الغالب فيه أنه فاسد ويجوز الإفتاء به للغير بمعنى الإرشاد اه

KEISTIMEWAAN MAKKAH

#KEISTIMEWAAN MAKKAH ALMUKARROMAH*

Setiap bulan Zulhijah, Makah menjadi berita utama dunia. Namun tahun ini keramaian spiritual kota Makah terhalangi wabah. Lalu apa saja keutamaan kota Makah? Berikut ini uraian dalam buku *#KULTUM100JUDUL Ust. Lathief Abd*

Allah Swt. berfirman,

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ  ( فِيهِ آَيَاتٌ بَيِّنَاتٌ مَقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آَمِنًا وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

" Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." ( Q.S. Ali Imran :96-97)

Dalam ayat diatas dijelaskan ada enam keistimewaan tentang Makkah ; _tempat dimana masjid pertama dibangun, negerinya diberkahi, sumber informsi, terdapat prasasti sejarah, jaminan keamanan, diwajibkan mengunjunginya._

*Pertama*.  Tempat dimana rumah ibadah (masjid) pertama dibangun.
إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاس  لَلَّذِي بِبَكَّة
" ِSesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah). "
Orang-orang yahudi mengklaim bahwa Masjid Aqsha adalah lebih mulia karena masjid yang pertama didirikan. Ayat ini membantah klaim tersebut. Menurut para mufassir bangunan tersebut (Ka'bah)  dibangun oleh malaikat untuk berthawaf, kemudian oleh Nabi Adam. Sempat tengelam oleh banjir dan badai topan lalu dibangun kembali oleh Nabi Ibrahim. Allah Swt. berfirman,
وَاِذْ يَرْفَعُ اِبْرٰهٖمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَاِسْمٰعِيْلُ ۗ  رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا  ۗ  اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan pondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), Ya Tuhan kami, terimalah (amal) dari kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui."(Q.S. Al-Baqarah:127)

Setelah itu 40 tahun kemudian Nabi ibrahim membangun Masjid Aqsha. Dalam hadits disebutkan,
عَنْ أَبِي ذَرٍّ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ سَأَلَهُ عَنْ أَوَّلِ مَسْجِدٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ قَالَ الْمَسْجِدُ الْحَرَامُ ثُمَّ بَيْتُ الْمَقْدِسِ فَسُئِلَ كَمْ بَيْنَهُمَا قَالَ أَرْبَعُونَ عَامًا
" Diriwayatkan dari Abi Dzar bahwa dia pernah bertanya pada  Nabi saw. tentang masjid pertama dibangun bagi manusia. Rasul bersabda l-Masjid al-Haram, kemudian Bait al-Maqdis. Kemudian ditanya, berapa jangka waktu antara keduanya, Rasul saw. menjawab empat puluh tahun." (HR. Ahmad dan al-Nasa`iy).

*Kedua*.  Negerinya diberkahi
   بِبَكَّةَ مُبَارَكًا
" Bakkah (Mekah) yang diberkahi "
Berkah adalah,
زيَادة الخير على الخير
bertambahnya kebaikan di atas kebaikan, atau
كَثِيْر الخَيْرَات
meningkatnya segala kebaikan.

Keberkahan Makkah baik secara hissiyi (materi) atau Ruhhiyi (Spritual). Secara materi , Makkah sejak dahulu kala hingga saat ini tetap ma’mur walau tanahnya gersang. Banyak buah-buahan walau tidak tumbuh tanaman. Banyak pakaian walau tidak ada pabrik tekstil di sana. Banyak barang elektronik walau tidak ada tempat industri. Berbagai makanan, buah-buahan, air minum, berbagai barang dari seluruh penjuru dunia terdapat di Makkah. Pemerintah tidak perlu mengimpor kebutuhan, karena datang sendiri dibawa kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia. Inilah wujud do'a yang dimohonkan Nabi Ibrahim kepada Allah Swt.
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اجْعَلْ هٰذَا بَلَدًا اٰمِنًا وَّارْزُقْ اَهْلَهٗ مِنَ الثَّمَرٰتِ
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa, Ya Tuhanku, jadikanlah (negeri Mekah) ini negeri yang aman dan berilah rezeki berupa buah-buahan kepada penduduknya, ."(Q.S. Al-Baqarah: 126)
وَقَالُوْۤا اِنْ نَّـتَّبِعِ الْهُدٰى مَعَكَ نُـتَخَطَّفْ مِنْ اَرْضِنَا   ۗ  اَوَلَمْ نُمَكِّنْ لَّهُمْ حَرَمًا اٰمِنًا يُّجْبٰٓى اِلَيْهِ ثَمَرٰتُ كُلِّ شَيْءٍ رِّزْقًا مِّنْ لَّدُنَّا وَلٰـكِنَّ اَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُوْنَ
"Dan mereka berkata, Jika kami mengikuti petunjuk bersama engkau, niscaya kami akan diusir dari negeri kami. (Allah berfirman) Bukankah Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam tanah haram (tanah suci) yang aman, yang didatangkan ke tempat itu buah-buahan dari segala macam (tumbuh-tumbuhan) sebagai rezeki (bagimu) dari sisi Kami? Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui."(Q.S. Al-Qashas :57)

Ditinjau dari sudut keberkahan spiritual, karena nilai ibadah shalat di Makkah (baitullah) dilipatgandakan. Rasul saw. bersabda,
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
" Shalat di Masjidku ini (Masjid Nabawi Madinah) lebih utama di banding seribu shalat di  tempat lain, selain al-Masjid al-Haram." (H.R. Bukhari Muslim).

Dalam redaksi lainnya, Rasul saw. bersabda,
صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ
" Shalat di Masjidku ini (Masjid Nabawi di Madinah), lebih utama di banding seribu shalat di tempat lainnya, kecuali di al-Masjid al-Haram. Shalat di al-Masjid al-Haram lebih utama di banding seratus ribu shalat di tempat lainnya." (HR. Ibn Majah)

*Ketiga,*  Makkah menjadi sumber informasi seluruh dunia
وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
" dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. "
Al-Masjid al-Haram di Mekah juga berfungsi petunjuk, sumber informasi bagi seluruh umat di alam semesta. Berbagai macam petunjuk yang diperoleh dari tempat tersebut baik tentang keagamaan yang bersifat ritual ibadah, maupun keduniaan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Petunjuk keagamaan, karena merupakan kiblat seluruh umat dalam melaksanakan shalat, dan darinya cahaya Ilahi berupa al-Qur`an memancar ke selururuh alam. Petunjuk keduniaan karena Ka’bah merupakan titik sentral arah bumi dari seluruh dunia. Garis tengah bumi ini menjadi titik penunjuk arah mata angin. Seluruh petunjuk arah berupa kompas yang diterbitkan oleh seluruh dunia tetap berpedoman pada arah kiblat tersebut.

*#Keempat.* Terdapat prasasti sejarah
فِيهِ ءَايَاتٌ بَيِّنَاتٌ
" Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata"

Pada ayat ini dikemukakan bahwa di Masjid tersebut terdapat ayat-ayat Allah yang jelas dan menjadi tanda bukti. Sebagaimana diketahui ayat Allah itu terdiri dari ayat Qauliyyah dan ayat Kauniyyah.  Ayat Qauliyyah, yaitu wahyu-Nya baik al-Qur`an maupun sunnah Rasul SAW. Ayat Kauniyyah yaitu ayat yang tersirat di alam semesta. Dalam Masjid al-Haram terdapat kedua ayat tersebut. Ayat qauliyah yang terdapat di masjid tersebut utamanya tidak ada henti al-Qur`an dibaca oleh setiap jamaah yang masuk, baik untuk shalat maupun thawaf. Sedangkan ayat kauniyyah utamanya bukti sejarah masa silam sejak Nabi Adam hingga masa kini. Dicontohkan dalam ayat di atas sebuah prasasti sejarah yang disebut Maqam Ibrahim.  Ada juga bukti sejarah lainnya seperti air Zam-zam,  Hijr Ismail,  Hajar Aswad. Menurut kalangan ulama bukan hanya prasasti yang berada di Masjid, tapi seluruh tempat yang ditempuh dalam ibadah haji. Adapun yang dimaksud dengan maqam Ibrahim menurut al-Zuhayli dalam tafsirnya, ialah :
مَوْضِع قِيَامِهِ وَعِبَادَتِه و فِيْه الحَجَر الَّذِي قَامَ عَلَيْه عِنْدَ بِنَاء البَيْت
(tempat berdiri dan ibadah Ibrahim yang terdapat batu bekas berdiri beliau ketika membangun Ka’bah).

Nabi Ibrahim adalah bapak para nabi dan rasul, yang peninggalannya dikekalkan melalui kitab Taurat, Injil, maupun al-Qur`an. Tidak ada peninggalan nabi, yang diutus sebelum Nabi Muhammad saw., yang diakui kebenarannya oleh seluruh dunia secara mutawatir selain peninggalan Nabi Ibrahim. Dengan demikian hanya ada dua nabi yang yang peninggalannya diabadikan yaitu Ibrahim dan Rasul saw. Nabi Ibrahim prasastinya adalah Maqam (tempat berdiri), dan Nabi Muhammad saw. adalah masjid Nabawi. Adapun peninggalan para nabi lainnya, tidak ada yang dikekalkan dalam Al-Qur`an dengan ditunjukkan tempatnya. Fungsi sekitar Maqam Ibrahim hingga akhir jaman dijadikan tempat shalat yang utama sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur'an :
Allah swt. berfirman,
وَاِذْ جَعَلْنَا الْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَاَمْنًا ۗ  وَاتَّخِذُوْا مِنْ مَّقَامِ اِبْرٰهٖمَ مُصَلًّى  ۗ  وَعَهِدْنَآ اِلٰٓى اِبْرٰهٖمَ وَاِسْمٰعِيْلَ اَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّآئِفِيْنَ وَالْعٰكِفِيْنَ وَالرُّکَّعِ السُّجُوْدِ
"Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka'bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat sholat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ism'ail, Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang itikaf, orang yang rukuk, dan orang yang sujud!"(Q.S. Al-Baqarah: 125)

Dalam riwayat Muslim dari Jabir diterangkan bahwa Rasul saw. tatkala usai thawaf melakukan shalat di belakang Maqam Ibrahim ini. 

*Kelima*. Negeri yang dijamin keamanannya.
وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ ءَامِنًا
" Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia "

Sekurang-kurangnya ada tiga pengertian pada makna kata aman dalam ayat di atas:
1) Pengungkapan sejarah bahwa al-Haram merupakan tempat yang aman sejak dahulu kala, karena tidak pernah terjadi berkecamuk perang di sini. Setiap uasah yang hendak menghancurkan baetul haram ini akan dikalahkan. Seperti halnya kisah Abrahah dengan batalion pasukan gajahnya yang hendak merobohkan Ka'bah, namun mereka terlebih dahulu diluluh lantahkan (Q.S. Al-Fiil :1-5).
2) Sebagai jaminan bagi jamaah yang hendak beribadah di masjid tersebut hatinya akan merasa tenteram dan aman.
3) Perintah bagi kaum muslimin untuk merasa aman dan memberikan kemanan ke semua pihak. Jangan ada yang merasa terancam di Masjid al-Haram.

Kesemua itu sesuai dengan do’a Nabi Ibrahim ketika pertama kali masuk ke Makkah (yang dahulu bernama Bakkah)
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَل هَذَا الْبَلَدَ ءَامِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
" Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Makkah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala." (Q.S. Al-Baqarah :126)

Dalam QS. Ibrahim (14) :35 negeri Makkah juga dijuluki dengan بلد أمين   sebagaimana tercantum pada Q.S.At-Tin (95) :3.

Dalam catatan sejarah sejak zaman Nabi Adam hingga saat ini, belum pernah terjadi berkecamuk perang di area al-Masjid al-Haram. Pada saat pembebasan Makkah, Ramadhan 8 H, memang Rasul saw. merebutnya dengan memaksa kaum musyirikin untuk menyerah, tapi itu pun hanya satu kali dan demi membersihkan kesuciannya.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفَتْحِ فَتْحِ مَكَّةَ لَا هِجْرَةَ وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا وَقَالَ يَوْمَ الْفَتْحِ فَتْحِ مَكَّةَ إِنَّ هَذَا الْبَلَدَ حَرَّمَهُ اللَّهُ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَإِنَّهُ لَمْ يَحِلَّ الْقِتَالُ فِيهِ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَلَمْ يَحِلَّ لِي إِلَّا سَاعَةً مِنْ نَهَارٍ فَهُوَ حَرَامٌ بِحُرْمَةِ اللَّهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ لَا يُعْضَدُ شَوْكُهُ وَلَا يُنَفَّرُ صَيْدُهُ وَلَا يَلْتَقِطُ إِلَّا مَنْ عَرَّفَهَا وَلَا يُخْتَلَى خَلَاهَا فَقَالَ الْعَبَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِلَّا الْإِذْخِرَ فَإِنَّهُ لِقَيْنِهِمْ وَلِبُيُوتِهِمْ فَقَالَ إِلَّا الْإِذْخِرَ
Diriwayatkan dari Ibn Abbas yang menerangkan bahwa Rasul saw. bersabda,
"Rasul saw. bersabda pada hari pembebasan Makkah: Tidak ada kewajiban lagi hijrah kecuali jihad dan niat menegakkan Agama Allah. Jika kamu diperintahkan untuk berangkat, berangkatlah. Beliau bersabda pada hari futuh Makkah: Sesungguhnya Allah SWT tekah mengharamkan negeri ini sejak menciptakan langit dan bumi. Makkah adalah tanah haram dengan diharamkan Allah hingga hari qiamat. Sesungguhnya Tidak halal untuk berperang bagi siapapun sebelumku dan sesudahku, kecuali untukku sesat pada siang hari. Makkah adalah tanah haram, karena Allah telah mengharamkannya hingga hari qiamat. Janganlah memotong pohon berduri. Jangan memburu binatang buruannya. Jangan memungut barang tercecer selain untuk mengumumkannya. Tidak boleh memotong rerumputannya. Abbas bertanya: ya Rasul apakah dikecualikan idzkir (sejenis tumbuhan yang harum yang tidak mudah lapuk kecuali tertimbun tanah), karena diperlukan tukang besi dan pembangun rumah? Rasul bersabda: Idzkir dikecualikan." (HR.Bukhari Muslim)

Berdasar hadits ini, dikaitkan dengan ayat yang dibahas, jelaslah bahwa setiap mu`min berkewajiban untuk menjaga keamanan dan ketentraman Mekah, serta merasa aman di dalamnya. Rasulullah saw. bersabda,
مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
" Barangsiapa yg menunaikan haji di Baitullah ini kemudian tak berkata, -kata kotor & tak berbuat fasiq maka bila dia kembali keadaannya seperti saat dilahirkan oleh ibunya." (HR. Bukhari)

*Keenam*.  Diwajibkan mengunjunginya (Ibadah haji)
وَلِلَّهِ عَلَى  النَّاسِ حِجُّ الْبَيْت   مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
" ِmengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,  yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah"
Ibadah haji telah difardlukan oleh Allah Swt. kepada seluruh manusia, utamanya sejak zaman Nabi Ibrahim, sebagaimana ditandaskan dalam firman-Nya,
وَإِذْ بَوَّأْنَا لِإِبْرَاهِيمَ مَكَانَ الْبَيْتِ أَنْ لَا تُشْرِكْ بِي شَيْئًا وَطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْقَائِمِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ () وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
" Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan).  Janganlah kamu memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-orang yang ruku` dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh ". (Q.S. Al Hajj:26-27)

Namun yang berkewajiban ibadah haji itu hanyalah yang memiliki kemampuan menuju ke Baitullah.

Menurut para ulama ada empat ukuran istithoah (mampu); Memiliki biaya,  sehat badan, ada kendaraan, terjamin keamanan. Hanya saja saat ini kendatipun keempat kreteria itu telah terpenuhi mesti sesuai urutan kuota.

Itulah  ma’na kalimat "ilaihi sabila" (pergi menempuh perjalanan menuju Bait Allah). Orang yang mempunyai kemampuan untuk beribadah haji tapi tadak ada keinginan atau perencanaan untuk melaksanakannya maka ancaman
مَنْ مَلَكَ زَادًا أَوْ رَاحِلَةً تَبْلَغُهُ إِلَى بَيْتِ اللهِ وَلَمْ يَحُجَّ فَلَا عَلَيْهِ أَنْ يَمُوْتَ يَهُوْدِياًّ أَوْ نَصْرَانِيّاً وَذَلِكَ أَنَّ اللهَ يَقُوْلُ فِيْ كِتَابِهِ وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ
"Barangsiapa memiliki bekal atau kendaraan yang menghantarkannya ke Baitullâh, namun tidak berhaji, maka silahkan dia mati sebagai orang Yahudi atau Nasrani. Hal itu karena Allâh berfirman: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allâh, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah." (HR. Tirmidzi)
وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
" Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam "

Tidak ada satupun tempat yang dikunjungi oleh manusia secara rutin dan besar-besaran melebihi Baetullah. Lebih dari 3 juta orang tiap tahunnya pada waktu yang bersamaan mengunjunginya.                         

Senin, 20 Juli 2020

Penjelasan Jilbab dan khumar

Hijab syar’i bagi seorang wanita muslimah ketika keluar rumah setelah memakai gamis (baju panjang) adalah khimar (kerudung penutup kepala, leher, dan dada), dan jilbab (baju setelah gamis dan khimar yang menutup seluruh badan wanita/abaya). Yang penanya kenakan sekarang-wallahu a’lam- adalah khimar yang tercantum dalam firman Allah ta’ala:

(وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ )(النور: من الآية31)

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak dari mereka. Dan hendaklah mereka menutupkan khimar ke juyub (celah-celah pakaian) mereka.” (Qs. 24:31)

Berkata Ath-Thabary rahimahullahu:

وليلقين خُمُرهنّ …على جيوبهنّ، ليسترن بذلك شعورهنّ وأعناقهن وقُرْطَهُنَّ

“Hendaknya mereka melemparkan khimar-khimar mereka di atas celah pakaian mereka supaya mereka bisa menutupi rambut, leher , dan anting-anting mereka.” (Jami’ul Bayan 17/262, tahqiq Abdullah At-Turky)

Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu:

يعني: المقانع يعمل لها صَنفات ضاربات على صدور النساء، لتواري ما تحتها من صدرها وترائبها؛ ليخالفن شعارَ نساء أهل الجاهلية، فإنهن لم يكن يفعلن ذلك، بل كانت المرأة تمر بين الرجال مسفحة بصدرها، لا يواريه شيء، وربما أظهرت عنقها وذوائب شعرها وأقرطة آذانها. …والخُمُر: جمع خِمار، وهو ما يُخَمر به، أي: يغطى به الرأس، وهي التي تسميها الناس المقانع

“Khimar, nama lainnya adalah Al-Maqani’, yaitu kain yang memiliki ujung-ujung yang dijulurkan ke dada wanita, untuk menutupi dada dan payudaranya, hal ini dilakukan untuk menyelisihi syi’ar wanita jahiliyyah karena mereka tidak melakukan yang demikian, bahkan wanita jahiliyyah dahulu melewati para lelaki dalam keadaan terbuka dadanya, tidak tertutupi sesuatu, terkadang memperlihatkan lehernya dan ikatan-ikatan rambutnya, dan anting-anting yang ada di telinganya. Dan khumur adalah jama’ dari khimar, artinya apa-apa yang digunakan untuk menutupi, maksudnya disini adalah yang digunakan untuk menutupi kepala, yang manusia menyebutnya Al-Maqani’ (Tafsir Ibnu Katsir 10/218, cet. Muassah Qurthubah)

Lihat keterangan yang semakna di kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Al-Baghawy, Tafsir Al-Alusy, Fathul Qadir dll, ketika menafsirkan surat An-Nur ayat 31.

Dan kitab-kitab fiqh seperti Mawahibul Jalil (4/418, cet. Dar ‘Alamil Kutub), Al-Fawakih Ad-Dawany (1/334 cet. Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah), Mughny Al-Muhtaj (1/502, cet. Darul Ma’rifah) dll.

Demikian pula kitab-kitab lughah (bahasa) seperti Al-Mishbahul Munir (1/248, cet. Al-Mathba’ah Al-Amiriyyah), Az-Zahir fii ma’ani kalimatin nas (1/513, tahqiq Hatim Shalih Dhamin), Lisanul ‘Arab hal:1261, Mu’jamu Lughatil Fuqaha, dll.

Yang intinya bahwa pengertian khimar di dalam surat An-Nur ayat 31 adalah kain kerudung yang digunakan wanita untuk menutup kepala sehingga tertutup rambut, leher, anting-anting dan dada mereka. Sementara itu wajib bagi wanita muslimah mengenakan jilbab setelah mengenakan khimar ketika keluar rumah, sebagaimana tercantum dalam firman Allah ta’ala:

(يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَحِيماً) (الأحزاب:59)

Artinya:” Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin agar hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. 33:59)

Para ulama berbeda-beda dalam menafsirkan jilbab, ada yang mengatakan sama dengan khimar, ada yang mengatakan lebih besar, dll (lihat Lisanul Arab hal: 649). Dan yang benar –wallahu a’lamu- jilbab adalah pakaian setelah khimar, lebih besar dari khimar, menutup seluruh badan wanita.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullahu:

والجلباب هو: الرداء فوق الخمار

“Dan jilbab adalah pakaian di atas khimar.” (Tafsir Ibnu Katsir 11/252)

Berkata Al-Baghawy rahimahullahu:

وهو الملاءة التي تشتمل بها المرأة فوق الدرع والخمار.

“Jilbab nama lainnya adalah Al-Mula’ah dimana wanita menutupi dirinya dengannya, dipakai di atas Ad-Dir’ (gamis/baju panjang dalam/daster) dan Al-Khimar.” (Ma’alimut Tanzil 5/376, cet. Dar Ath-Thaibah)

Berkata Syeikhul Islam rahimahullahu:

و الجلابيب هي الملاحف التي تعم الرأس و البدن

“Dan jilbab nama lain dari milhafah, yang menutupi kepala dan badan.” (Syarhul ‘Umdah 2/270)

Berkata Abu Abdillah Al-Qurthuby rahimahullahu:

الجلابيب جمع جلباب، وهو ثوب أكبر من الخمار…والصحيح أنه الثوب الذي يستر جميع البدن. “الجلابيب

adalah jama’ جلباب, yaitu kain yang lebih besar dari khimar…dan yang benar bahwasanya jilbab adalah kain yang menutup seluruh badan.” (Al-Jami’ li Ahkamil Quran 17/230, tahqiq Abdullah At-Turky)

Berkata Syeikh Muhammad Amin Asy-Syinqithy rahimahullahu:

فقد قال غير واحد من أهل العلم إن معنى : يدنين عليهن من جلابيبهن : أنهن يسترن بها جميع وجوههن

، ولا يظهر منهن شيء إلا عين واحدة تبصر بها ، وممن قال به ابن مسعود ، وابن عباس ، وعبيدة السلماني وغيرهم

“Beberapa ulama telah mengatakan bahwa makna ” يدنين عليهن من جلابيبهن” bahwasanya para wanita tersebut menutup dengan jilbab tersebut seluruh wajah mereka, dan tidak nampak sesuatupun darinya kecuali satu mata yang digunakan untuk melihat, diantara yang mengatakan demikian Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, dan Ubaidah As-Salmany dan lain-lain.” (Adhwa’ul Bayan 4/288) Oleh karena itu hendaknya penanya melengkapi busana muslimahnya dengan jilbab setelah mengenakan khimar.

Datang dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah:

والمشروع أن يكون الخمار ملاصقا لرأسها، ثم تلتحف فوقه بملحفة وهي الجلباب؛ لقول الله سبحانه: سورة الأحزاب الآية 59 يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ الآية.

“Yang disyari’atkan adalah hendaknya khimar menempel di kepalanya, kemudian menutup di atasnya dengan milhafah, yaitu jilbab, karena firman Allah ta’alaa dalam surat Al-Ahzab ayat 59:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ

(Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/176)

Berkata Syeikh Al-Albany rahimahullahu:

فالحق الذي يقتضِيه العمل بما في آيتي النّور والأحزاب ؛ أنّ المرأة يجب عليها إذا خرجت من دارها أنْ تختمر وتلبس الجلباب على الخمار؛ لأنّه كما قلنا : أسْتر لها وأبعد عن أنْ يصف حجم رأسها وأكتافها , وهذا أمر يطلبه الشّارع … واعلم أنّ هذا الجمع بين الخمار والجلباب من المرأة إذا خرجت قد أخلّ به جماهير النّساء المسلمات ؛ فإنّ الواقع منهنّ إمّا الجلباب وحده على رؤوسهن أو الخمار , وقد يكون غير سابغ في بعضهن… أفما آن للنّساء الصّالحات حيثما كنّ أنْ ينْتبهن من غفلتهن ويتّقين الله في أنفسهن ويضعن الجلابيب على خُمرهن

“Maka yang benar, sebagai pengamalan dari dua ayat, An-Nur dan Al-Ahzab, adalah bahwasanya wanita apabila keluar dari rumahnya wajib atasnya mengenakan khimar dan jilbab di atas khimar, karena yang demikian lebih menutup dan lebih tidak terlihat bentuk kepala dan pundaknya, dan ini yang diinginkan Pembuat syari’at…dan ketahuilah bahwa menggabungkan antara khimar dengan jilbab bagi wanita apabila keluar rumah telah dilalaikan oleh mayoritas wanita muslimah, karena yang terjadi adalah mereka mengenakan jilbab saja atau khimar saja, itu saja kadang tidak menutup seluruhnya… apakah belum waktunya wanita-wanita shalihah dimanapun mereka berada supaya sadar dari kelalaian mereka dan bertaqwa kepada Allah dalam diri-diri mereka, dan mengenakan jilbab di atas khimar-khimar mereka?” (Jilbab Al-Mar’ah Al-Muslimah hal: 85-86)

Berkata Syeikh Bakr Abu Zaid rahimahullahu:

حجابها باللباس، وهو يتكون من: الجلباب والخمار، …فيكون تعريف الحجاب باللباس هو:ستر المرأة جميع بدنها، ومنه الوجه والكفان والقدمان، وستر زينتها المكتسبة بما يمنع الأجانب عنها رؤية شيء من ذلك، ويكون هذا الحجاب بـ الجلباب والخمار

“Hijab wanita dengan pakaian terdiri dari jilbab dan khimar…maka definisi hijab dengan pakaian adalah seorang wanita menutupi seluruh badannya termasuk wajah, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki, dan menutupi perhiasan yang dia usahakan dengan apa-apa yang mencegah laki-laki asing melihat sebagian dari perhiasan-perhiasan tersebut, dan hijab ini terdiri dari jilbab dan khimar.” (Hirasatul Fadhilah 29-30) Sebagian ulama mengatakan bahwa jilbab tidak harus satu potong kain, akan tetapi diperbolehkan 2 potong dengan syarat bisa menutupi badan sesuai dengan yang disyari’atkan (Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah 17/178).

Wallahu a’lam.

Minggu, 19 Juli 2020

HUKUM MENSHALATKAN JENAZAH BUNUH DIRI

Hukum Menshalatkan Jenazah Karena Bunuh Diri...

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Di beberapa media, baik cetak maupun elektronik kita beberapa kali menemukan berita tentang orang-orang yang melakukan bunuh diri. Mereka melakukan bunuh diri karena biasanya ada masalah yang dirasa berat. Tindakan bunuh jelas merupakan perbuatan yang keliru dan termasuk dosa besar.

Yang ingin kami tanyakan pertama adalah apakah pelaku bunuh diri kekal di neraka? Pertanyaan yang kedua, apakah orang yang mati karena bunuh diri tidak dishalati? Demikian pertanyaan yang kami ajukan, atas jawabannya kami ucapkan terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Ardan/Jakarta)

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Dalam kesempatan kali ini kami berusaha untuk menjawab pertanyaan kedua tentang menshalati orang yang meninggal karena bunuh diri. Apakah ia tetap harus dishalati? Tentunya untuk menjawab pertanyaan ini kami akan merujuk pada penjelasan yang telah disodorkan para ulama.

Dalam kasus orang yang mati karena bunuh diri ternyata para ulama berselisih pendapat. Tetapi, menurut pendapat mayoritas ulama, jenazah tetap dishalati. Berbeda dengan mayoritas ulama adalah Umar bin Abdul Aziz yang memandang bahwa orang yang mati karena bunuh diri tidak dishalati. Pandangan Umar bin Abdul Aziz ini juga dipegangi oleh Al-Awzai.

Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal, seorang imam tidak perlu menshalatinya tetapi yang menshalati adalah selainnya. Pandangan Imam Ahmad bin Hanbal ini mungkin bisa dipahami bahwa tokoh masyarakat atau kiainya tidak perlu ikut menshalati, tetapi cukup jamaah atau masyarakat yang lain yang menshalatinya.

Salah satu argumen teologi yang bisa digunakan untuk mendukung pendapat mereka adalah riwayat Jabir bin Samurah yang menyatakan ada seorang laki-laki yang melakukan tindakan bunuh diri kemudian meninggal dan Nabi Muhammad SAW tidak menshalatinya. Menurut Ishaq bin Al-Hanzhali, sikap Nabi Muhammad SAW yang tidak ikut menshalati jenazah itu adalah bentuk peringatan bagi yang lain agar tidak melakukan tindakan yang sama.

وَاخْتَلَفُوا فِي الصَّلَاةِ عَلَى مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ ، فَذَهَبَ أَكْثَرُهُمْ إِلَى أَنَّهُ يُصَلَّى عَلَيْهِ ، وَكَانَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الَعَزِيزِ لَا يَرَى الصَّلَاةَ عَلَيْهِ ، وَبِهِ قَالَ الْأَوْزَاعِيُّ ، وَقَالَ أَحْمَدُ : لَا يُصَلَّي عَلَيْهِ الْإِمَامُ ، وَيُصَلَّي عَلَيْهِ غَيْرُهُ ، وَاحْتَجُّوا بِمَا رَوَي عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَتَلَ نَفْسَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِسْحَاقُ اَلْحَنْظَلِيُّ : إِنَّمَا لَمْ يُضَلِّ عَلَيْهِ تَحْذِيرًا لِلنَّاسِ عَنْ مِثْلِ مَا فَعَلَ

Artinya, “Para ulama berbeda pendapat mengenai penshalatan orang yang meninggal dunia karena bunuh diri. Menurut pendapat mayoritas ulama, ia tetap dishalati. Sedang Umar bin Abdul Aziz tidak berpendapat untuk menshalatinya. Pandangan Umar bin Abdul Aziz ini juga dipegangi oleh Al-Awzai. Imam Ahmad bin Hanbal berpandapat, imam tidak perlu ikut menshalatinya, sedang yang menshalatinya adalah selain imam. Mereka berhujjah dengan riwayat dari Jabir bin Samurah yang menyatakan bahwa ada seorang laki-laki yang mati karena bunuh diri kemudian Nabi Muhammad SAW tidak menshalatinya. Menurut Al-Hanzhali, sikap Nabi Muhammad SAW yang tidak ikut menshalati jenazah itu pada dasarnya merupakan peringatan bagi yang lain agar tidak melakukan tindakan yang sama.”

Berpijak atas penjelasan ini, setidaknya dapat ditarik sebuah simpulan bahwa jenazah orang yang mati karena bunuh diri sepanjang dia adalah seorang Muslim, tetap dishalati. Sebab, dosa besar perbuatan bunuh diri tidak dengan sertamerta menyebabkan ia keluar dari Islam, sepanjang ia tidak menganggap bahwa tidakan bunuh diri adalah halal.

Adapun sikap dan pandangan Umar bin Abdul Azin dan Al-Awzai adalah cenderung tidak menshalati orang yang mati karena bunuh diri. Kecenderungan ini mesti dibaca sebagai sikap pemakruhan bagi dirinya. Inilah yang kami pahami dari keterangan yang kemukakan Ibnu Bathal dalam kitab Syarhu Shahihil Bukhari-nya.

أَجْمَعَ الْفُقَهَاءُ وَأَهْلُ السُّنَّةِ أَنَّ مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ أَنَّهُ لَا يَخْرُجُ بِذَلِكَ عَنِ الْإِسْلَامِ ، وَأَنَّهُ يُصَلَّى عَلَيْهِ ، وَإِثْمُهُ عَلَيْهِ كَمَا قَالَ مَالِكٌ ، وَيُدْفَنُ فِى مَقَابِرِ الْمُسْلِمِينَ ، وَلَمْ يُكْرِهِ الصَّلَاةَ عَلَيْهِ إِلَّا عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ ، وَالْأَوْزَاعِىيُّ فِى خَاصَةِ أَنْفُسِهِمَا

Artinya, “Para fuqaha` dan ulama dari kalangan Ahlusunnah sepakat bahwa orang yang mati karena bunuh diri tidak keluar dari Islam, ia tetap dishalati, dan wajib menanggung dosa akibat perbuatannya sebagaimana dikemukakan Imam Malik, dimakamkan di pemakaman orang-orang Muslim. Hanya Umar bin Abdul Aziz dan Al-Awzai yang menganggap makruh penshalatan jenazah orang yang meninggal karena bunuh diri di mana keduanya memakruhkan khusus untuk dirinya sendiri,” (Lihat Ibnu Baththal, Syarhu Shahihil Bukhari, Riyadl, Maktab Ar-Rusyd, cet ke-2, 1423 H/2003 M, juz III, halaman 349).

Fatwa Lain :

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Bunuh diri termasuk dosa yang sangat besar, karena pelakunya diancam oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk disiksa di neraka dengan cara sebagaimana dia membunuh jiwanya. Padahal orang yang melakukan bunuh diri sampai mati, tidak ada lagi kesempatan bertaubat baginya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ في نَارِ جَهَنَّمَ يَتَرَدَّى فِيهِ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا، وَمَنْ تَحَسَّى سُمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَسُمُّهُ في يَدِهِ يَتَحَسَّاهُ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فيها أَبَدًا، وَمَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَديدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ في يَدِهِ يَجَأُ بِها في بَطْنِهِ في نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيها أَبَدًا

“Siapa yang menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati maka di neraka jahanam dia akan menjatuhkan dirinya, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang menegak racun sampai mati, maka racun itu akan diberikan di tangannya, kemudian dia minum di neraka jahanam, kekal di dalamnya selamanya. Siapa yang membunuh dirinya dengan senjata tajam maka senjata itu akan diberikan di tangannya kemudian dia tusuk perutnya di neraka jahanam, kekal selamanya.” (HR. Bukhari 5778 dan Muslim 109)

Meskipun demikian, pelaku bunuh diri tidaklah dihukumi keluar dari islam. Artinya, meskipun dia mati suul khotimah, namun dia tetap muslim, sehingga jenazahnya tetap wajib disikapi sebagaimana layaknya jenazah seorang muslim. Dia wajib dimandikan, dikafani, dishalati, dan dimakamkan di pemakaman kaum muslimin.

Hanya saja, ada satu yang membedakan, dianjurkan bagi pemuka agama dan masyarkat, seperti ulama setempat atau pemerintah desa setempat, agar tidak turut menshalati jenazah ini secara terang-terangan, sebagai hukuman sosial dan pelajaran berharga bagi masyarakat.

Diantara dalil yang menunjukkan hal ini,

Dari Jabir bin Samurah radhiallahu ’anhu, beliau menceritakan,

أُتِي النبي صلى الله عليه وسلم برجل قتل نفسه بمشاقص فلم يصل عليه

Pernah dihadapkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang jenazah korban bunuh diri dengan anak panah, dan beliau tidak bersedia menshalatinya. (HR. Muslim 978).

An-Nawawi mengatakan,

عن مالك وغيره أن الإمام يجتنب الصلاة على مقتول في حد وأن أهل الفضل لا يصلون على الفساق زجرا لهم وعن الزهري لا يصلى على مرجوم ويصلى على المقتول في قصاص

Imam Malik dan yang lainnya berpendapat bahwa hendaknya pemuka masyarakat tidak menshalati orang yang mati karena dihukum, dan para pemuka agama tidak menshalati orang fasik, sebagai peringatan bagi msyarakat. Sementara Az-Zuhri berpendapat, pemuka masyarakat tidak menshalati orang yang mati dirajam, namun menshalati orang yang mati sebagai qishas. (Syarh Shahih Muslim, 7/47 – 48)

Syaikhul Islam mengatakan,

ومن امتنع من الصلاة على أحدهم – أي : الغال والقاتل والمدين – زجراً لأمثاله عن مثل فعله كان حسناً ، ولو امتنع في الظاهر ودعا له في الباطن ليجمع بين المصلحتين : كان أولى من تفويت إحداهما

Orang yang tidak mau menshalati jenazah yang mati karena korupsi, qishas, dan punya utang, sebagai bentuk peringatan bagi yang lain agar tidak melakukan semacam itu, termasuk sikap yang baik. Dan andaikan dia tidak mau menshalati secara terang-terangan, namun tetap mendoakan secara diam-diam, sehingga bisa menggabungkan dua sikap paling maslahat, tentu itu pilihan terbaik dari pada meninggalkan salah satu. (al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyah, hlm. 78)

Maksud beliau dengan “dia tidak mau menshalati jenazah orang fasik secara terang-terangan” adalah dalam rangka mengingatkan masyarakat terhadap bahaya perbuatan tersebut dan “tetap mendoakan secara diam-diam”, dalam rangka menunaikan hak sesama muslim.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Penelitian Kasus :

Hukum Menshalatkan Jenazah Orang Yang Bunuh Diri Menurut Mazhab Syafi’i,

Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang kewajiban melaksanakan shalat jenazah bagi mayit yang bunuh diri, karena dalam permasalahan hukum menshalatkan jenazah hukum nya wajib.
Apabila tidak seorang pun yang menshalatkan jenazah maka satu Desa tersebut akan mendapat dosa karena tidak mengerjakan fardu kifayah itu.
Ada sebagian masyarakat tidak menshalatkan jenazah karena mati bunuh diri.
Ada seorang yang terkemuka berpendapat tidak perlu dishalatkan, karena ia telah melakukan dosa besar dan akan mendapat kemurkaan Allah SWT karena telah mendahului takdir nya.
Padahal para ulama wajib menshalati jenazah bunuh diri, karena jenazah tersebut dalam keadaan Islam jadi dosa yang telah diperbuatnya itu semua urusannya dengan Allah semata.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.
Penelitian menggunakan data yang diperoleh dari riset dilapangan dan studi kepustakaan (observasi dan interview).
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan analisis dedukatif kualitatif. Kesimpulan pada penelitian ini bahwa antara pendapat Mazhab Syafii dan fakta yang ada dimasyarakat bertentangan. Karena seharusnya jenazah bunuh diri dilakukan seperti jenazah yang mati tidak karena bunuh diri. Adapun faktor-faktor pelaksanaan shalat jenazah bunuh diri, karena masyarakat kurang mengetahui hukum tentang shalat jenazah bunuh diri, dan diberi perbandingan yang sangat masuk akal( mati karena medahului takdir Allah, telah melakukan dosa besar ).
Saran untuk Masyarakat untuk sering mengadakan pengajian, supaya masyarakat tidak buta hukum dan ilmu pengetahuan.
Dan kepada mubaligh kiranya dapat memberi tausiyah yang berisikan suasana kehidupan yang nyata, seperti tatacara shalat, hukum-hukum fiqih lainya.

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
(الي عمران/159)

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.