Alumni ponpes روضة الهدا purabaya kab:Smi, dan المعهد الاسلاميه kota sukabumi
Kamis, 14 Juli 2016
Sejarah tahlil
Kata tahlil berasal dari bahasa arab “hallala yuhallilu tahlilan” (هَلَّلَ يُهَلِّلُ تَهْلِيْلًا) yang berarti membaca kalimat “laa ilaha illa Allah” (لا اله الا الله). Adapun bacaan tahlil yang berkembang di masyarakat merupakan rangkaian do’a dan dzikir yang disusun oleh seorang alim dengan Alqur’an dan Alhadits sebagai sumber rujukan.
Tahlilan bukan sekedar amalan biasa tapi juga merupakan sebuah ritual khusus yang sering dilakukan oleh kebanyakan masyarakat di desa maupun kota terutama oleh kalangan Nahdhiyyin untuk memberikan hadiah do’a kepada ahlil kubur sebagai sebuah bentuk penghormatan. Mereka membacakan tahlil dengan mengundang sejumlah orang dan dipimpin oleh tokoh alim setempat.
Bacaan tahlil sering kali diamalkan oleh masyarakat pada acara-acara tertentu seperti: Mendhak, Ruwahan, Mithong Dhino, Nyatus maupun Nyewu, juga disaat pengadaan pengajian maulid Nabi SAW dan isro’ mi’roj. Juga di hari Jum’at (hari yang utama dalam islam) sewaktu berziarah ke kubur, mereka juga membaca tahlil.
Adanya tahlil tak bisa lepas dari tradisi masyarakat terutama orang jawa yang sering ngumpul. Mereka biasa berkumpul ngrapyak bersama warga dalam kehidupan sehari-hari. Dan juga merupakan kebiasaan masyarakat menggunakan sajen dengan tujuan mengusir maupun mendatangkan makhluk halus disaat mereka mengadakan sebuah ritual. Inilah yang dilihat oleh para Alim untuk merubah kebiasaan buruk mereka dengan menggantikan sajen dan amalan-amalan berbau klenik dengan tahlil.
Terlepas dari pro kontra yang ada, tahlil juga sering dimanfaatkan untuk bersilaturahmi antar tetangga. Seperti halnya rapat RT yang diselingi terlebih dahulu dengan tahlil sebelum membahas yang lain.
Sebenarnya, tradisi tahlilan ini sudah dimulai sejak zaman ulama muta’akhirin sekitar abad sebelas hijriyah. Mereka melakukan amalan ini berdasarkan istimbath dari Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW. lalu mereka menyusun rangkaian bacaan tahlil, mengamalkannya secara rutin dan mengajarkannya kepada kaum muslimin. hal ini pernah dibahas dalam forum Bahtsul Masail oleh para kyai Ahli Thariqah. Sebagian mereka berpendapat bahwa yang pertama menyusun tahlil adalah Sayyid Ja’far Al- Barzanji. Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa yang menyusun tahlil pertama kali adalah Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad.
Dari dua pendapat diatas, pendapat yang paling kuat tentang siapa penyusun pertama tahlil mengarah pada Imam Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad. Hal itu didasarkan pada argumentasi bahwa Imam Al- Haddad yang wafat pada tahun 1132 H lebih dahulu daripada Sayyid Ja’far Al – Barzanji yang wafat pada tahun 1177 H. Pendapat tersebut diperkuat oleh tulisan Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam syarah Ratib Al Haddad, bahwa kebiasaan imam Abdullah Al Haddad sesudah membaca Ratib adalah membaca bacaan tahlil. Para hadirin yang hadir dalam majlis Imam Al Haddad ikut membaca tahlil secara bersama-sama tidak ada yang saling mendahului sampai dengan 500 kali.
Inilah sedikit tulisan mengenai sejarah tahlil. Dan kita sebagai pemuda, Tak ada salahnya juga mengikuti dan mengamalkan bacaan tahlil yang sudah ada. Sekian.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar